MANAJEMEN KEUANGAN DAN PASAR MODAL
_________________________________________ STRUKTUR MODAL
____________________________________________
Oleh: Ice Maria U I Nyoman Agatha Renawati
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN & PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014
STRUKTUR MODAL Pendahuluan Modal memiliki peranan yang penting dalam operasional perusahaan. Hal ini dikarenakan modal merupakan sumber pendanaan utama bagi perusahaan. Sumber pendanaan yang dapat digunakan oleh perusahaan sangatlah beragam yang dikelompok menjadi kelompok hutang dan ekuitas. Oleh karena itu pemahaman akan struktur modal sangat penting bagi perusahaan. Hutang merupakan salah satu struktur modal yang banyak digunakan oleh perusahaan. Sehingga banyak teori telah dikembangkan untuk menjelaskan variasi rasio hutang pada masingmasing perusahaan. Titman dan Wessels (1988) dalam Wiwit (tanpa Tahun) menyatakan bahwa perusahaan memilih struktur pendanaan berdasar atribut yang menentukan berbagai manfaat dan biaya yang berhubungan dengan pendanaan hutang dan ekuitas. Sedangkan Christianti (2006) dalam Wiwit (Tanpa Tahun) berpendapat bahwa seorang manajer keuangan dalam mengambil keputusan pendanaan harus mempertimbangkan secara teliti mengenai sifat dan biaya dari sumber dana yang akan dipilih. Pemahaman mengenai struktur modal akan membantu manajemen dalam pengambilan keputusan struktur modal yang akan digunakan oleh perusahaan. Apalagi diera globalisasi seperti sekarang ini. Dalam menghadapi persaingan bisnis, suatu perusahaan haruslah benarbenar memperhatikan hal yang sangat fundamental yaitu berkenaan dengan permodalan. Suatu perusahaan diharapkan dapat proaktif dalam menghadapi persaingan yang ada.
Pembahasan
Pengertian Struktur Modal Manajer keuangan perusahaan memiliki tugas untuk berusaha mencari keseimbangan finansial neraca yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif neraca tersebut dengan sebaik - baiknya. Riyanto (1984) dalam Linna (2013) menyatakan : " pemilihan susunan kualitatif pada sisi assets akan menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan susunan kualitatif dari sisi lialibilities dan equities akan menentukan struktur keuangan dan struktur modal perusahaan ". Wasis ( 1981 ) dalam Linna (2013) menyatakan bahwa struktur modal harus dapat dibedakan dengan struktur keuangan. Struktur keuangan menyatakan dengan bagaimana harta perusahaan dibiayai. Oleh karena itu struktur keuangan adalah keseluruhan yang terdapat di dalam neraca sebelah kredit. Jadi struktur keuangan mencakup semua pembelanjaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sebaliknya struktur modal hanya menyangkut pembelanjaan jangka panjang saja, tidak termasuk pembelanjaan jangka pendek.
Weston dan Copeland ( 1992 ) dalam Linna (2013) memberikan definisi struktur modal sebagai pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus modal dan akumulasi modal ditahan. Bila perusahaan memiliki saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham. Menurut Riyanto (1997) dalam Wiwit (Tanpa Tahun) struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal menunjukan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Menurut Lawrence, Gitman (2000) dalam Linna (2013), definisi struktur modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan. ada 2 macam tipe modal menurutnya yaitu modal hutang ( debt capital ) dan modal sendiri ( equity capital ). Dari ketika pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa struktur modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai investasi perusahaan.
Pengaruh Utang Terhadap Return Dan Risiko Besarnya hutang yang dimiliki perusahaan akan berpengaruh terhadao return dan risiko yang ingin diterima perusahaan. Utang yang lebih besar memberikan risiko yang lebih besar kepada pemberi pinjaman, sehingga biaya utang yang dimintanya juga menjadi lebih besar. Biaya utang yang besar merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga sifatnya tetap, biaya yang tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi yang benar. Investasi yang benar tersebut diharapkan akan memberikan return yang besar juga bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat dapat menutupi biaya utang yang besar tersebut.
Static Trade Off Static Tradeoff Theory yang dikemukakan oleh Stiglitz (1969) menjelaskan bahwa suatu perusahaan mempunyai tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang ke arah titik optimal tersebut ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered). Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang. Oleh karena itu, teori ini disebut juga mean reverting theory.
Titik optimal ini terjadi karena adanya pajak, sebagai faktor yang mendorong perusahaan meningkatkan hutangnya dan biaya kebangkrutan yang mendorong perusahaan untuk membatasi tingkat hutangnya. Tingkat keuntungan dan pajak suatu perusahan mempunyai hubungan yang positif, sehingga perusahaan tersebut memilki motivasi untuk mengurangi pajak perusahaan, yang antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan hutangnya. Dalam hal ini hutang bertindak sebagai tax shields, karena dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga kepada pihak yang memberikan hutang. a. Modigliani-Miller Model Franco Modiglani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur. Pada tahun 1958, dalam American Economic Review 48 ( 1958, June ) yang berjudul The Cost of Capital, Corporate Finance and The Theory of Investment, mereka mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi, akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan gabungan pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Linna, 2013). Terdapat beberapa teori yang dibuat oleh Franco Modiglani dan Merton Miller :
Modigliani-Miller Model 1 ( MM Model without corporate taxes ) Dalam teori Modigliani- Miller Model 1 digunakan asumsi sebagai berikut :
Semua aktiva berwujud dimiliki oleh perusahaan.
Pasar modal sempurna ( tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada biaya kebangkrutan.
Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas yakni ekuitas yang beresiko dan hutang bebas ( tanpa ) resiko.
Individu atau perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku bunga bebas resiko.
Para investor mempunyai ekspektasi yang sama ( homogen ) terhadap keuntungan perusahaan dimasa mendatang.
Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan ( arus kas diasumsikan konstandan perpetual dan semua laba dibagikan dalam bentuk deviden ).
Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian dan kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional.
Berdasarkan asumsi - asumsi tersebut, maka nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang ( unlevered firm ) sama persis dengan perusahaan yang menggunakan hutang ( levered firm ). Apabila nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang diberi notasi VU dan nilai perusahaan yang menggunakan hutang diberi notasi VL, maka : VU = VL. Atau Rs = Ro + ( Ro - Rd ) B SL Rs
= Kembalian ( return ) saham unlevered firm
Rd
= Suku bunga hutang
B
= Nilai hutang levered firm
Ro
= Kembalian ( return ) saham levered firm
SL
= Nilai saham levered firm
Dalam situasi tanpa pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal, Jadi, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang, sehingga WACC juga tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang akan lebih beresiko, sebab harus membayar biaya bunga yang lebih banyak pula. Perusahaan tidak dapat mengabaikan pembayaran biaya bunga, sehingga pemegang saham " menuntut " kembalian yang lebih tinggi yang tercermin pada biaya ekuitas yang lebih tinggi. Dalam kondisi demikian, perusahaan memperoleh " penghematan " yang makin banyak dengan menggunakan hutang yang lebih banyak karena lebih murah dari pada ekuitas. Meskipun demikian, biaya ekuitas akan meningkat sesuai dengan penambahan hutang. "Penghematan" yang dihasilkan dari penggunaan hutang otomatis akan meningkatkan biaya ekuitas, sehingga WACC tidak berubah.
Modigliani-Miller Model 2 ( MM Model with corporate taxes ) Pada tahun 1963 Modigliani dan Miller mempublikasikan sebuah artikel dalam American Economic Review 53 ( 1963, June ) yang berjudul Corporate Income Taxes and the Cost of Capital : A Correction, untuk memperbaiki model awal mereka dengan memperhitungkan adanya pajak perseroan (Tc), akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan . Dengan Rumus : Vi = Vu + TcB Atau RS R0
B (1 TC ) ( R0 RB ) SL
Dengan adanya pajak perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang yakni : hutang merupakan sumber modal yang lebih murah dari pada ekuitas dan biaya bunga menjadi elemen pengurang pajak. Dari model MM-1, diketahui bahwa penghematan dari penggunaan hutang yang lebih murah sepenuhnya digantikan oleh peningkatan biaya penggunaan ekuitas. Meskipun demikian, dalam situasi dengan adanya pajak perseroan, keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan hutang lebih besar dari pada peningkatan biaya ekuitas. Dengan demikian, biaya ekuitas dari levered firm dalam situasi ada pajak perseroan pertambahannya lebih lamban daripada bila situasinya tanpa pajak perseroan. Dengan kata lain, pemegang saham memeperoleh kompensasi untuk resiko keuangan yang lebih kecil dalam situasi ada pajak perseroan. " Penghematan " dari penggunaan hutang yang lebih besar dari pada peningkatan biaya ekuitas, menghasilkan WACC yang makin kecil seiring dengan bertambahnya hutang. Miller Model with Personal Taxes Model MM-2 yang dipublikasikan tahun 1963 memperlihatkan situasi perpajakan yang dihadapi perusahaan dengan lebih baik, akan tetapi belum memperlihatkan situasi perpajakan yang dihadapi oleh para investor. Pada tahun 1977, dalam journal
of finance vol. 32 no. 2 tahun 1977 dengan judul Debt and Taxes, Miller mengemukakan sebuah model yang memperhitungkan pajak perorangan ( Odgen, Jen, and O'Connor, 2003:172 dalam Linna (2013)). Dalam model tersebut, investor dihadapkan pada dua kemungkinan jenis pajak : pajak perorangan atas ekuitas atau pendapatan deviden ( Ts ) dan pajak perorangan atas hutang atau pendapatan bunga (Td). Vi = VU + C x( 1 – (( 1 - TC ) x ( 1 - Ts) / ( 1 – TdSS` )) Atau RS R0
B (( 1 - TC ) x ( 1 - TZ) / ( 1 - TD )) ( R0 RB ) SL
Dengan adanya pajak personal, akan membuat hutang menjadi sumber modal yang lebih murah lagi jika dibandingkan dengan MM model 1 dam MM model 2. Kritik terhadap model MM dan Miller berkaitan dengan relevansi dari asumsi – asumsi yang digunakan dalam model. Beberapa kritik terhadap model - model tersebut dapat di ungkapkan sebagai berikut ( Siaw, 1999 dan Brigham and Ehrhardt, 2005 : 595 597 dalam Linna (2013)) : Proporsi model didasarkan pada konsep arbitrase dengan asumsi bahwa beban keuangan perusahaan kondisinya sama persis dengan beban keuangan yang dialami oleh investor secara individu. Asumsi ini benar, bila arbitrase personal tanpa resiko, karena investor bertanggung jawab atas investasi awal dan peminjaman dana ( hutang ) yang ditentukan untuk dirinya sendiri. Asumsi bahwa tidak ada biaya transaksi adalah tidak benar dalam berbagai situasi, khususnya untuk investor dalam menentukan struktur modal individual secara bersama -sama. Asumsi bahwa perorangan maupun perusahaan dapat meminjam uang dengan tingkat suku bunga yang sama adalah tidak benar, karena seringkali suku bunga bagi perusahaan lebih rendah daripada perorangan.
Model tersebut tidak memperhitungkan adanya perbedaan struktur pajak yang (mungkin) dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan hasil penjualan dan perolehan laba. Dengan kata lain, pajak perseroan yang ditanggung perusahaan dapat berubah seturut dengan perubahan laba yang diperoleh, dan tentunya akan berpengaruh terhadap manfaat pajak yang diperoleh. Dalam Model MM dan Miller, manfaat pajak ( dari pengurangan pajak perseroan atas biaya bunga ) meningkat seturut dengan peningkatan jumlah hutang. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa biaya hutang tidak berubah dan perusahaan dapat menggunakan pembayaran biaya bunga untuk mengurangi pajak dengan presentase yang sama. Keadaan semacam itu tidak benar sebab :
Perusahaan tidak dapat 100% didanai dengan hutang. Kreditur biasanya menginginkan perusahaan menanamkan sejumlah uang terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah kredit mobil; pihak penjual pada umumnya meminta sejumlah uang muka.
Direktorat pajak memandang bahwa hutang 100% merupakan cara perusahaan untuk memperoleh pengurangan pajak. Dalam hal ini direktorat Pajak menentukan batas maksimum hutang yang dianggap layak bagi suatu perusahaan, sehingga jumlah hutang yang melampaui batas tersebut akan diperhitungkan sebagai ekuitas.
b. Financial Distress financial distress merupakan suatu kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau sedang krisis. Dengan kata lain financial distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. Sedangkan kesulitan keuangan merupakan kesulitan likuiditas sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan kegiatan operasinya dengan baik. Indikasi terjadinya kesulitan keuangan atau financial distress dapat diketahui dari kinerja keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan dapat diperoleh dari informasi akuntansi yang berasal dari laporan keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisa untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan perusahaan dengan menggabung-gabungkan angka-angka didalam atau antara laba-rugi dan neraca. Analisis terhadap rasio keuangan perusahaan dapat memberikan informasi mengenai kondisi keuangan secara sistematis dan memberikan proses penilaian yang bertujuan untuk mengevaluasi posisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan pada masa lalu dan saat sekarang.
Dalam financial distress, terdapat biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan, yakni : o Biaya keuangan Perusahaan memang dapat menikmati bertambahnya penghematan pajak yang diperoleh dari bertambahnya hutang, akan tetapi yang berasal dari hutang juga dapat meningkatkan
kemungkinan
perusahaan
mengalami
kebangkrutan
karenabertambahnya beban bunga. Perusahaan bisa menangguhkan ( mengabaikan ) pembayaran deviden, tetapi pembayaran bunga tetap harus dipenuhi tepat waktu dan jumlahnya. Kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran bunga disebabkan oleh kas yang dimiliki tidak cukup dan dapat mengakibatkan perusahaan menanggung beban keuangan, dan wujud beban keuangan yang paling berat adalah kebangkrutan. Beban biaya keuangan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : o Biaya beban keuangan langsung Biaya beban keuangan langsung yang ditanggung perusahaan adalah biaya pengesahan ecara hukum ( legal ) dan biaya administrsi yang berkaitan dengan kebangkrutan atau reorganisasi. o Biaya beban keuangan tidak langsung Biaya ini biasanya bersifat implisit yang ditanggung oleh perusahaan dealoam situasi yang sangat berat ( tetapi tidak bangkrut ) antara lain : biaya modal lebih tinggi, penurunan penjualan dan hilangnya kepercayaan pelanggan, manajer dan pekerja melakukan tindakan - tindakan drastis (mengurangi kapasitas, menekan biaya secara drastis atau menjual aktiva). yang dapat menyusutkan nilai perusahaan dan perusahaan tidak dapat mempertahankan keberadaan manajer manajer dan para pekerjanya yang berkualitas. o Biaya Keagenan Teori yang memperhitungkan biaya keagenan pertama kali dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut menegaskan bahwa struktur keuangan di pengaruhi oleh insentif dan prilaku dari pembuat keputusan atau pihak manajemen (Linna,2013). Jensen dan Meckling mengemukakan adanya dua potensi konflik yaitu : o Konflik antara pemegang saham dengan kreditur Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan ( bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan
perusahaan untuk membayar kembali hutangnya dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba yang banyak. Cara perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan investasi pada proyek – proyek yang beresiko. Apabila pelaksanaan proyek yang beresiko itu berhasil, kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi bila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidak mampuan pemegang saham memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang ( Agency cost of debt ) dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru (seperti capital rationing). o Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen Pihak manajemen tidak selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham, tetapi agak mengarah kepada kepentingan dirinya sendiri. Akibatnya, pemegang saham menanggung biaya keagenan ekuitas untuk memantau kegiatan pihak manajemen. Salah satu biaya keagenan adalah kompensasi bagi akuntan publik untuk mengaudit perusahaan. Kedua macam biaya keagenan mempunyai sfat berlawanan. Tindakan pihak manajemen mengarah
pada pemenuhan kepentingan dirinya sendiri,
bila
kepemilikannya atas perusahaan mengecil. Untuk mengatasi hal itu, kepemilikkan manajerial dapat ditingkatkan dengan cara mengubah sebagian ekuitas perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham menjadi hutang. Tindakan tersebut tentunya akan meningkatkan resiko kreditur karena perusahaan harus menanggung beban biaya bunga yang lebih banyak, yang berarti biaya keagenan hutang meningkat.
Teori Packing Order Tony S (2012) secara singkat menyatakan bahwa inti dari teori Packing Order adalah sebagai berikut : a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan) b. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Menurut Suad Husnan (1996) dalam Toni S (2012) Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk utang daripada modal sendiri karena dua alasan. Yakni : o Pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. o Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal inidisebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
Teori Signaling Adanya perbedaan dalam akses informasi antara manajemen dan pemegang saham. Para pemegang saham memiliki akses yang terbatas terhadap informasi yang ada diperusahaan, oleh karena itu, pemegang saham harus memahami maksud dari informasi yang dikeluarkan oleh manajemen, dengan kata lain pemegang saham harus mengeri signal-signal yang ditunjukkan oleh manajemen. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) dalam S Toni (2012) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Brigham dan Houston (2001) dalam s Toni (2012) menjelaskan bahwa
perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
Model Market Timing Model Market timing merupakan satu model yang menjelaskan mengenai waktu untuk membuat keputusan membeli atau menjual instrumen investasi dengan menggunakan mekanisme strategi . Model Market Timing bertujuan untuk : o Menjaga modal sehingga selalu medapatkan keuntungan ketika bertransaksi (menjual dan membeli) o Membuat tingkat pengembailan investasi investor lebih tinggi dari strategi buy and hold.
Referensi Ismawati, Linna. 2013. Struktur Modal. diunduh dari http://eprints.undip.ac.id pada tanggal 5 Oktober 2014 S, Toni. 2012. Modal dan Struktur Modal. unduh dari http://eprints.uny.ac.id pada tanggal 5 Oktober 2014 Sulistyowati, Wiwit Apit. (Tanpa Tahun). Penentuan Kebijakan Struktur Modal Pada Perusahaan
Manufaktur
Di
Bursa
Efek
http://eprints.undip.ac.id pada tanggal 5 Oktober 2014
Indonesia.
Diunduh
dari