PANDUAN PELAYANAN PEMBEDAHAN
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II Jl. Wates KMYogyakarta 5,5 Gamping, Yogyakarta RS PKU Muhammadiyah unit IISleman, Yogyakarta—55294 Telp. 0274 6499706, Fax. 0274 6499727
i
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II Jl.Wates Km 5,5 Gamping, Sleman, Yogyakarta – 55294 Telp. (0274) 6499706, IGD (0274) 6499118 Fax. (0274) 6499727,e-mail:
[email protected]
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II Nomor : 0395/SK.3.2/IV/2015 Tentang PANDUAN PELAYANAN PEMBEDAHAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II Menimbang
:
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan pasien, maka diperlukan adanya Panduan Pelayanan Pembedahan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. b. Bahwa sesuai butir a diatas perlu menetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II tentang Panduan Pelayanan Pembedahan
Mengingat
:
1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran 4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MenKes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien. 5. Surat Keputusan Badan Pelaksana Harian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta nomer 015/B-II/BPHII/XII/2014 tanggal 12 Desember 2014 M, tentang Susunan Direksi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
i
MEMUTUSKAN Menetapkan
:
PERTAMA
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II TENTANG PANDUAN PELAYANAN PEMBEDAHAN RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II.
KEDUA
:
Panduan Pelayanan Pembedahan dimaksudkan pada diktum pertama sebagaimana terlampir dalam lampiran keputusan ini.
KETIGA
:
Panduan Pelayanan Pembedahan dimaksudkan untuk jadi acuan dalam pelaksanaan dalam meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan pasien.
KEEMPAT
:
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Sleman Pada Tanggal : 4 April 2015 Direktur,
dr. H. Ahmad Faesol, Sp. Rad. M. Kes. NBM: 797.692
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan semesta alam yang telah memberikan Ridlo dan Petunjuk – Nya, sehingga Panduan Pelayanan Pembedahan ini dapat selesaikan dan dapat diterbitkan. Panduan ini dibuat untuk menjadi panduan kerja bagi semua staf dalam memberikan pelayanan yang terkait dengan pelayanan operasi /pembedahan yang aman di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II. Untuk peningkatan mutu pelayanan diperlukan pengembangan kebijakan, pedoman, panduan dan prosedur. Untuk tujuan terebut panduan ini akan kami evaluasi setidaknya setiap 2 tahun sekali. Masukan, kritik dan saran yang konstruktif untuk pengembangan panduan ini sangat kami harapkan dari para pembaca.
Sleman, 1 April 2015
Direktur
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
i
DAFTAR ISI
Halaman SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
i
KATA PENGANTAR
iiii
DAFTAR ISI
iiiiv
A. DEFINISI
1v
B. RUANG LINGKUP.
1
C. TATA LAKSANA. 1. Penandaan lokasi pembedahan.
1
2. Penerapan checklist keselamatan perasi. Sebelum Induksi Anestesi (Sign In)
1
Sebelum Insisi Kulit (Time Out)
5
Sebelum pasien dipindah dari kamar operasi (sign out)
8
D. DOKUMENTASI.
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
10
ii
LAMPIRAN Keputusan Direktur RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta Unit II Nomor : 0396/PS.1.2/IV/2015 Tentang Panduan Pelayanan Pembedahan PANDUAN PELAYANAN PEMBEDAHAN A. DEFINISI. 1. Surgical safety check list adalah merupakan proses pengisian data pasien hasil dari pengkajian yang dilakukan oleh tim bedah sebelum pasien masuk ke kamar operasi, sebelum insisi dan setelah operasi pada form "surgical safety check list. 2. Sign In, merupakan verifikasi pertama sesaat pasien tiba diruang terima atau ruang persiapan. 3. Time out, merupakan fase tahap lanjut, verifikasi dilaksanakan ketika pasien sudah siap diatas meja operasi, sudah dalam keadaan terbius, dimana tim anestesi dalam keadaan siaga dan tim bedah telah dalam posisi steril. 4. Sign out merupakan tahap sesaat setelah selesai operasi, sebelum pasien dikeluarkan dari ruang operasi, dipastikan kembali akan beberapa hal yang menyangkut dengan prosedur yang telah dikerjakan sebelumnya. B. RUANG LINGKUP. Panduan ini mengatur dokter operator dan tim kesehatan lainnya yang terlibat dalam pembedahan dalam menerapkan prinsip-prinsip pembedahan yang aman. C. TATA LAKSANA. 1. Penandaan lokasi pembedahan. a. Penandaan lokasi pembedahan dilakukan oleh dokter operator dengan melibatkan pasien dan atau keluarganya sebelum pasien masuk ke Unit Kamar Bedah atau Ruang Tindakan di Unit Rawat Jalan,. Kecuali dalam keadaan darurat, penandaan dilakukan di ruang persiapan pasien di Unit Kamar Bedah. Karena alasan sesuatu hal, penandaan boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan lain dengan tetap didampingi oleh dokter operator. b. Penandaan menggunakan penanda berupa lingkaran pada lokasi operasi. c. Penandaan MUTLAK HARUS dilakukan pada operasi – operasi sebagai berikut : 1) Organ Bilateral (Ada kanan / kiri). 2) Ekstremitas. 3) Level multipel (tulang belakang). RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
1
2. Penerapan checklist keselamatan pasien. Sebelum Induksi Anestesi (Sign In) Checklist keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi dalam rangka untuk keselamatan pasien. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya anestesi dan perawat. Koordinator ceklist mungkin melengkapi bagian ini dalam satu waktu atau terpisah, tergantung pada alur persiapan untuk anestesi. Detail dari setiap langkah adalah sebagai berikut: a. Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, bagian tubuh (sisi) yang akan dioperasi, prosedur dan persetujuan tindakan operasi ? Koordinator checklist secara verbal mengkonfirmasikan mengenai identitas pasien, tipe prosedur yang akan dilaksanakan, bagian tubuh atau sisi yang akan dioperasi dan persetujuan tindakan operasi. Walau hal ini terlihat berulangkali, namun langkah ini bertujuan untuk menghindari kesalahankesalahan yang dilakukan oleh tim pembedahan seperti kesalahan pasien, kesalahan letak pembedahan/bagian yang akan dioperasi dan kesalahan tindakan dalam operasi. Saat konfirmasi dengan pasien yang tidak mungkin dilakukan, seperti pada kasus anak atau pasien yang cacat, maka koordinator checklist dapat menanyakannya hal-hal tersebut kepada wali atau keluarga pasien. Apabila wali atau keluarga tidak ada, maka pengisian checklist pada bagian ini dapat dilewati, seperti halnya pasien dalam keadaan darurat, tim harus memahami alasan dan persetujuan yang perlu diproses. b. Apakah tempat operasi sudah ditandai? Koordinator ceklist harus mengkonfirmasi bahwa tempat/sisi yang akan dibedah sudah ditandai. Penandaan bagian tubuh/ letak yang akan dioperasi dilakukan oleh dokter/ahli bedah pada saat pasien masih dalam keadaan sadar. Penandaan bagian yang akan dioperasi harus jelas dan menggunakan spidol/penanda permanen, atau dapat juga dengan menggambar anak panah dengan ujung mengarah pada titik yang akan dioperasi atau memberikan inisial/tanda tangan dokter bedahnya. Penandaan tempat operasi untuk struktur menengah seperti tiroid atau struktur tunggal seperti spleen, harus mengikuti praktek yang biasa dilakukan.Pemberian tanda tempat yang dioperasi pada semua kasus, bagaimanapun juga, dapat menyediakan salinan cek dari tempat dan prosedur yang tepat. Setelah dokter memberikan tanda pada bagian tubuh/tempat yang akan dioperasi, maka petugas/penata dapat memberi tanda (√) pada checklist bagian site marked/not aplicable.
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
2
c. Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap? Koordinator ceklist melengkapi langkah ini dengan menanyakan kepada anestesi untuk memverifikasi kelengkapan dari cheklist keselamatan anestesi, memahami inspeksi formal dari peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, medikasi, dan resiko anestesi pasien sebelum pembedahan. Untuk membantu mengingat, sebagai tambahan apakah pasien fit untuk pembedahan tersebut, tim anestesi harus melengkapi ABCDE’spemeriksaan dari perlengkapan Airway, Breathing sistem (meliputi oksigen dan agen inhalasinya), suction, Drugs and Devices (obat dan alat) dan Emergency medication (medikasi emergensi), peralatan dan bantuan untuk mengkonfirmasi ketersediaan dan berfungsi dengan baik. Setelah semua peralatan siap untuk digunakan maka petugas dapat memperikan tanda (√) pada kotak di daftar. d. Apakah pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan berfungsi? Koordinator daftar keselamatan pembedahan memastikan oksimeter denyut sudah terpasang dengan baik pada pasien dan berfungsi dengan baik sebelum induksi anestesi. Idealnya indikator pulse oximeter dapat terlihat oleh semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk memberikan tanda pada tim tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. WHO merekomendasikan bahwa Oksimeter denyut merupakan komponen yang penting dalam perlindungan keselamatan anestesi.Jika oksimeter denyut jantung tidak berfungsi, maka dokter bedah dan dokter anestesi harus mengevaluasi ketajaman pada kondisi pasien dan mempertimbangkan penundaan pembedahan sampai langkah yang lengkap dipenuhi untuk keselamatan pasien. Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan nyawa pasien, maka kolom akan dilewati, namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan persetujuan tentang kebutuhan untuk melakukan operasi. e. Apakah Pasien Diketahui Memiliki Alergi? Koordinator checklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada dokter anestesia. Pertama koordinator harus bertanya apakah pasien diketahui memiliki alergi, dan jika ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator checklist mengetahui mengetahui alergi di pasien yang tidak diperhatikan oleh dokter anestesi, maka koordintaor harus mengkomunikasikan kepada dokter anestesi.Setelah Dokter/ahli anestesi mengkonfirmasi mengenai keadaan pasien maka petugas checklist dapat memberikan tanda pada checklist sesuai jawaban dokter/ahli anestesi. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
3
f. Apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas atau risiko aspirasi? Semua pasien harus dievaluasi jalan napasnya sebelum induksi anestesi, untuk menilai potensial bahaya. Koordinator checklist secara lisan mengkonfirmasikan bahwa tim anestesi sudah secara objektif mengkaji apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas. Dokter anestesi harus memiliki strategi penanganan jalan napas dan siap melakukannya pada saat-saat yang diperlukan.Ada beberapa jalan untuk menilai airway (seperti Mallampati skor, jarak thyromental, atau Bellhous-Dore skor). There are a number of ways untuk memeriksa jalan nafas to grade the airway (seperti the Mallampati score, thyromental distance, dan Bellhouse-Doré score). Penilaian jalan nafas secara obyektif menggunakan metode yang valid lebih penting dari pada pilihan metode itu sendiri. Kematian akibat dari hilangnya jalan nafas selama anaestesi adalah bencana yang global tetapi dapat dicegah dengan rencana yang tepat. Jika penilaian jalan nafas menunjukkan kemungkinan tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati 3 atau 4), tim anestesi harus melakukan persiapan untuk mencegahnya. Dalam hal ini termasuk penggunaan pendekatan anetesi yang minimum (contoh menggunakan RA jika mungkin) dan memiliki peralatan gawat darurat yang cukup. Asisten yang kapabel-apakah dengan asisten dua, ahli bedah atau anggota tim perawat harus hadir secara fisik untuk membantu induksi anestesi. Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari pengkajian airway. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut yang penuh, maka anestesist harus mempersiapkan kemungkinan aspirasi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memodifikasi rencana anestesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta bantuan asisten untuk menekan cricoid selama induksi. Untuk pasien yang dikenali memiliki kesulitan jalan nafas atau dalam resiko untuk aspirasi, induksi anestesi harus dimulai saat anestesi sudah mengkonfirmasi bahwa dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan adanya asisten di sampingnya. g. Apakah pasien memiliki risiko kehilangan darah >500 ml (7ml/Kg untuk pasien anak)? Dalam langkah keselamatan ini, koordinator ceklist menanyakan kepada tim anestesi apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah selama operasi untuk meyakinkan dan mengenali serta mempersiapkan untuk kejadian kritis. Bila risiko tidak diketahui, penata/dokter anestesi harus mengkomunikasikan hal ini dengan dokter bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
4
sehubungan dengan kemungkinan terjadinya. Kehilangan volume darah yang besar adalah bahaya yang paling umum dan berbahaya untuk pasien bedah dengan risiko syok hipovolemik yang mungkin terjadi saat darah hilang melebihi 500 ml (7 ml/kg pada anak). Persiapan yang adekuat dan resusiatasi mungkin untuk pertimbangan persiapan. Ahli bedah mungkin tidak mengkomunikasikan secara konsisten mengenai resiko dari kehilangan darah kepada dokter anestesi dan perawat. Oleh karena itu, jika dokter/ahli anestesi tidak mengetahui bagaimana risiko utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi, maka dia harus berdiskusi dengan ahli bedah tentang risiko kehilangan darah sebelum induksi anestesi. Jika terdapat resiko yang yang signifikan untuk kehilangan darah lebih dari 500 ml, setidaknya direkomendasikan2 akses intravena atau akses sentral dan cairan sudah terencana untuk insisi kulit. Sebagai tambahan, tim harus mengkonfirmasi ketersediaan dari cairan atau darah untuk resusitasi. (catatan tentang kehilangan darah yang akan terjadi, akan direview lagi oleh ahli bedah sebelum insisi. Hal ini akan menyediakan cek kedua untuk keselamatan untuk anestesi dan staff perawat). Jika poin ini sudah dilengkapi maka fase ini sudah lengkap dan tim dapat melakukan proses induksi anestesi. Sebelum Insisi Kulit (Time Out) a. Mengkonfirmasi semua anggota tim bedah telah memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan tugas/peran masing-masing Anggota tim bedah sering mengalami perubahan. Dengan perkenalan yang sederhana maka semua anggota tim bedah akan mengenal satu sama lain dan mereka mengerti tugas dan kapasitas masing-masing dari anggota. Koordinator operasi akan mempersilahkan semua anggota untuk memeperkenalkan diri mereka masing-masing dengan menyebutkan nama dan peran atau tugasnya. Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekan bahwa cek keselamataan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh semua anggota tim. Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan perannya Tim operasi mungkin sering berubah, efektif manajemen dari situasi yang berisiko tinggi membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran serta kemampuan mereka. Dengan perkenalan yang sederhana maka semua anggota tim bedah akan mengenal satu sama lain dan mereka RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
5
mengerti tugas dan kapasitas masing-masing dari anggota. Tim yang sudah familiar dengan satu sama lain dapat mengkonfirmasi bahwa sudah diperkenalkan semua namun anggota baru atau staff baru harus memperkenalkan diri termasuk siswa atau personel lain. b. Ahli bedah, ahli anestesi dan perawat mengkonfirmasi nama pasien, prosedur/tindakan operasi, dan di mana insisi akan dilakukan Sebelum ahli bedah melakukan insisi kulit/ irisan di kulit, Koordinator ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang di kamar operasi untuk berhenti dan secara verbal mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan, bagian tubuh/letak yang akan dibedah dan di mana letak yang tepat . Hal tersebut dilakuklan guna untuk menghindari kesalahan pasien atau kesalahan tempat insisi.Untuk contoh, perawat sirkuler mengumumkan,”sebelum kita memulai insisi” dan lalu dilanjutkan “apakah semua sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan tindakan repair inguinal hernia kanan?”. Ahli/dokter anestesi, ahli/dokter bedah dan perawat sirkuler harus secara eksplist dan individual menyepakati. Jika pasien tidak disedasi, dia dapat menolong untuk dikonfirmasi dengan hal yang sama.Petugas checklist dapat memberi tanda pada daftar setelah semua tim memberikan konfirmasi persetujuan. c. Mengantisipasi situasi kritis Komunikasi tim yang efektif merupakan komponen penting dari operasi yang aman, teamwork yang efektif dan pencegahan dari komplikasi berat. Untuk memastikan komunikasi dari situasi kritis pasien, sebelumnya koordinator checklist memimpin diskusi cepat dengan ahli/dokter bedah, ahli/dokter anestesi dan perawat mengenai rencana untuk mengatasi situasi kritis pasien.Hal ini dapat dilakukan dengan simpel bertanya pada setiap anggota tim pertanyaan yang spesifik. Hal yang penting dari diskusi ini adalah setiap disiplin klinik harus menyediakan informasi dan berkomunikasi dengan baik. Selama prosedur rutin atau dengan tim yang sudah familiar, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah,”ini adalah kasus rutin dari durasi X” dan menanyakan kepada ahli/dokter anestesi dan perawat tentang tindakan yang diperlukan. 1) Kepada ahli bedah: Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidak rutin? Berapa lama kasus akan terjadi? Bagaimana mengantisipasi kehilangan darah? Diskusi mengenai langkah-langkah non rutin atau situasi kritis, dokter/ahli bedah mengkonfirmasikan kepada seluruh anggota tim RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
6
mengenai langkah apa saja yang harus diambil ketika menghadapi situasi kritis pasien. Ini juga merupakan kesempatan untuk mengulang bahwa langkah itu membutuhkan alat khusus, implants, atau persiapan khusus. 2) Kepada Anestesist: Apakah ada perhatian khusus yang spesifik untuk pasien ini ? Pada pasien yang beresiko kehilangan darah yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau morbiditas umum yang berhubungan dengan prosedur, tim anestesi harus meninjau kembali rencana khusus yang spesifik dan perhatian khusus untuk resusitasi partikuler, perhatian untuk menggunakan darah dan setiap karakteristik pasien dengan komplikasi atau co-morbiditas (seperti jantung atau penyakit paru, aritmia, gangguan darah, dll). Hal ini perlu dipahami bahwa banyak operasi tidak boleh melupakan atau memperhatikan risiko kritis atau perhatian yang harus dibagi dengan tim. Pada kasus serupa, ahli/dokter anestesi dapat berkata “saya rasa tidak perlu perhatian khusus pada kasus pasien ini”. 3) Kepada tim perawat: Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah dikonfirmasi? Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai peralatan atau hal lainnya? Perawat instrumen atau tehnisi yang melakukan setting ada peralatan untuk setiap kasus harus mengatakan bahwa steriliasi sudah dilakukan dan untuk yang sterilisasi dengan alat, indikator steril sudah diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokan antara yang diharapkan dan kenyataan indikator steril harus dilaporkan kepada semua anggota tim dan diberitahukan sebelum insisi. Hal ini juga merupakan kesempatan untuk berdiskusi mengenai semua peralatan dan persiapan lain untuk pembedahan atau perhatian khusus untuk keamanan dari perawat sirkuler atau instrument, secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim anestesi. Jika tidak diperlukan perhatian khusus, perawat scrub atau tehnisi dapat mengatakan,”Sterilitas sudah diverifikasi. Saya rasa tidak perlu perhatian khusus”. d. Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam kurun waktu 60 menit Berdasarkan bukti yang kuat dan konsensus di seluruh dunia bahwa antibiotik profilaksis dapat melawan infeksi luka yang paling efektif adalah untuk tingkat serum dan atau tingkat jaringan dari antibiotik dapat dicapai, namun tim bedah tidak konsisten tentang pemberian antibiotik antara 1 jam RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
7
sebelum insisi. Untuk mengurangi resiko infeksi pada pembedahan, koordinator akanbertanya apakah antibiotik sudah diberikan kurang lebih 60 menit sebelumnya. Ahli anestesi bertanggung jawab untuk memberikan antibiotic dan ahli anestesi akan memberikan konfirmasi secara lisan. Jika antibiotic profilaksis belum diberikan, harus segera diberikan sebelum melakukan insisi. Jika antibiotic profilaksis diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya, anggota tim harus memberikan dosis ulang untuk pasien. Jika antibiotik profilaksis dirasakan tidak perlu diberikan (misalnya pada kasus tanpa insisi kulit, kasus kontaminasi yang mana antibiotic diberikan untuk pengobatan), maka boks “tidak aplikabel” dicentang dan tim memverbalkan hal ini. e. Apakah gambaran yang penting sudah ditunjukkan? Gambaran penting untuk memastikan rencana dan mengadakan operasi termasuk ortopedi, spinal dan prosedur thoraks dan berbagai reseksi tumor. Sebelum insisi kulit, koordinator harus menanyakan ahli bedah jika gambaran diperlukan untuk kasus tersebut. Jika demikian, koordinator harus mengkonfirmasi secara verbal bahwa gambaran penting ada di kamar operasi dan ditunjukkan untuk digunakan selama operasi. Jika gambaran yang dibutuhkan tidak tersedia, harus dicari. Ahli bedah akan memutuskan apakah akan dilakukan operasi tanpa gambaran jika hal tersebut dibutuhkan naum tidak tersedia. Pada poin ini jika sudah dilengkapi maka tim bisa melanjutkan proses operasi. Sebelum pasien dipindah dari kamar operasi (sign out) Ceklist keselamatan ini harus dilengkapi sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi. Tujuannya untuk memfasilitasi transfer informasi yang penting untuk tim yang bertanggungjawab terhadap pasien setelah pembedahan. Ceklist dapat diinisiasi oleh perawat sirkuler, ahli bedah atau anestesist dan harus dilengkapi sebelum ahli bedah meninggalkan kamar operasi. Hal ini dapat dilakukan bersamaan, contoh bersamaan dengan penutupan luka. a. Secara verbal perawat mengkonfirmasi dengan tim mengenai : 1) Nama dan prosedur tindakan Sejak prosedur mungkin berubah atau berkembang selama tindakan pembedahan, koordinator ceklist harus mengkonfirmasikan dengan ahli bedah dan timsecara pasti mengenai tindakan atau prosedur yang RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
8
digunakan. koordinator ceklist dapat mengajukan pertanyaan “apakah tindakan yang dilakukan?” atau dengan konfirmasi “tadi melakukan prosedur X, benar bukan?” 2) Tuntas menghitung alat, kassa dan jarum Pada awal dan akhir operasi dilakukan penghitungan lengkap alat, kassa dan jarum. Penghitungan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 orang perawat yang sama, atau dengan alat penghitung otomatis (jika ada). Sebelum penghitungan selesai, tidak boleh mengeluarkan alat dari dalam kamar operasi, meskipun ada alat yang terjatuh ke lantai. Idealnya hasil penghitungan dicatat dan disertakan dalam status pasien, dapat juga dilakukan penghitungan menggunakan whiteboard, tetapi hasilnya tetap harus dicantumkan di dalam status pasien. Jika penghitungan tidak dilakukan, dapat diambil langkah yang tepat yang lain (seperti memeriksa linen, sampah dan luka atau jika perlu gambaran radiografi). 3) Label Spesimen (membaca label spesimen dengan keras Termasuk Nama Pasien) Label yang salah dari spesimen berpotensial mengganggu pasien dan sudah ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium. Sirkulator harus mengkonfirmasi pemberian label yang benar dari spesimen selama prosedur operasi dengan membaca dengan keras nama pasien, gambaran spesimen dan tanda yang lain. 4) Apakah terdapat masalah di peralatan yang perlu diperhatikan? Masalah peralatan merupakan masalah yang umum dalam ruang operasi.Identifikasi dengan teliti sumber dari kerusakan instrumen /peralatan dan kegagalan pemakaian instrumen /peralatan penting untuk mencegah peralatan dipakai lagi ke dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinator harus memastikan bahwa masalah peralatan selama operasi sudah diidentifikasi oleh tim. b. Untuk dokter bedah, penata/dokter anestesi, dan perawat: Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk recovery dan penatalaksanaan pasien ini Ahli bedah, anestesi dan perawat harus mereview rencana post-operatif dan manajemennya, berfokus pada selama intraoperasi atau isu anestesi yang mungkin mempengaruhi pasien. Bahkan saat muncul risiko yang spesifik terhadap pasien selama recovery. Tujuan dari langkah ini adalah untuk
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
9
transfer yang efisien dan tepat terhadap informasi yang kritis (penting) untuk seluruh tim. Ini adalah langkah terakhir, WHO ceklisst sudah lengkap. Jika diinginkan, ceklist dapat ditempatkan di rekam medis pasien atau untuk review kualitas pelayanan. D. DOKUMENTASI. 1. Perjalanan operasi didokumentasikan didalam formulir laporan operasi. 2. Posedur Sign In, Time out, dan Sign Out didokumentasi didalam checklist keselamatan operasi.
Direktur,
dr. H. Ahmad Faesol, Sp. Rad. M. Kes. NBM: 797.692
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
10