BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus – menerus berlanjut secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit, dan terjadi juga pada sistem pencernaan. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang 1
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti gangguan dalam sistem perkemihan (infeksi saluran kemih, inkontinensia urin, dan pemebesaran prostat).
1.2 PERMASALAHAN
a. Definisi, fisiologi, patofisiologi, perubahan-perubahan sisTem perkemihan yang
terjadi pada lansia b. Penyakit-penyakit dalam system perkemihan yang terjadi pada lansia c. Definisi dan patofisiologi penyakit tersebut d. Penatalaksanaan medis dan keperawatan dalam sIstem pekemihan pada lansia. e. Terapi komplementer yang dapat di lakukan pada lansia untuk mengatasi penyakit
–penyakit dalam sistem perkemihan. f.
Asuhan Keperawatan pada lansia dengan ganguan sistem perkemihan secara umum.
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi, fisiologi, patofisiologi, perubahan-perubahan sistem
perkemihan yang terjadi pada lansia b. Untuk mengetahui penyakit-penyakit dalam system perkemihan yang terjadi pada
lansia c. Untuk mengetahui definisi dan patofisiologi penyakit tersebut d. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dalam sIstem
pekemihan pada lansia. e. Untuk mengetahui terapi komplementer yang dapat di lakukan pada lansia untuk 2
mengatasi penyakit –penyakit dalam sistem perkemihan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI, FISIOLOGI, PATOFISIOLOGI, PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA
A. Definisi Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine(air kemih). Dan zat yang diperlukan tubuh akan beredar 3
kembali kedalam tubuh melalui pembulu kapiler darah ginjal, masuk kedalam pembuluH darah dan selanjutnya beredar ke seluruh tubuh.Sistem urinaria ini merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra dengan fungsi sebagai berikut: 1.
GINJAL (RENAL), yang mengeluarkan sekret Urine.
2.
URETER, yang menyalurkan Urine dari ginjal ke kandung kemih.
3.
KANDUNG KEMIH (VESIKA URINARIA), yang bekerja sebagai
penampung Urine. 4.
URETRA, yang mengeluarkan urine dari kandung kemih.
B. Fisiologi
1. Ginjal Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia. Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting homeostasis. Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan mempertahankan keseimbang¬an garam-garam dan zat-zat lain dalam darah. Urin terbentuk di nefron. Proses pembentukan urin dimulai ketika darah mengalir lewat glomerulus. Ketika darah berjalan melewati sruktur ini, filtrasi terjadi. Air, elektrolit dan molekul kecil akan dibiarkan lewat, sementara molekul besar (protein, sel darah merah dan putih, trombosit) akan tetap tertahan dalam aliran darah. Cairan disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus, cairan ini disebut “filtrat”. Di dalam tubulus ini sebagian substansi secara selektif diabsorpsi ulang ke dalam darah,sebagian lagi disekresikan dari darah ke dalam filtrate yang mengalir disepanjang tubulus. Filtrat ini akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang akan mencapai pelvis ginjal. Kemudian urin yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih (tempat sementara urin disimpan). Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan 4
diekskresikan dari tubuh lewat uretra. Fungsi utama ginjal adalah : A. Fungsi Ekskresi 1. Mempertahankan osmolalitas plasma (285 m Osmol) dengan mengubahubah ekskresi air. 2. Mempertahankan kadar elektrolit plasma. 3. Mempertahankan pH plasma (7,4) dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3. 4. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (urea, asam urat dan kreatinin) B. Fungsi Non Ekskresi 1. Menghasilkan renin untuk pengaturan tekanan darah. 2. Menghasilkan eritropoietin untuk stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. 3. Metabolisme vitamin D. 4. Degradasi insulin. 5. Menghasilkan prostaglandin. Nefron adalah unit fungsional ginjal setiap ginjal terdpt 1 juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman yg mengitari rumbai glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal, duktus pengumpul. Seorang masih bisa bertahan hidup walau dengan susah payah dengan jumlah nefron kurang dari 20 000 atau 1% dari nefron total a.
Korpuskulus Ginjal Korpuskulus ginjal terdiri dari dari kapsula bowman dan rumbai kapiler glomerolus.Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel yaitu:Sel epitel parietal (bagian terluar dari kapsular) ,sel epitel visceral (bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler)Membrana basalis ( lapisan tengah dinding kapiler) Sel-sel endotel (bagian terdalam dari rumbai kapiler). Sel-sel endotel, membran basalis dan sel-sel epitel visceral merupakan tiga lapisan yg membentuk membrana filtrasi glomerolus. 5
b.
Aparatus jukstaglomerolus Sel jukstaglomerolus dinding arteriol aferen mengeluarkan renin, aparatus jukstaglomerolus pengatur pengeluaran renin. Renin adalah enzim yg penting pd pengaturan tekanan darah.
c.
Sistem Renin Angiotensin Skema sistem renin angiotensin + Angiotensinogen Angiotensinogen I
Angiotensinogen II
Sekresi Aldosteron A Volume Plasma
Vasokonstriksi
aferen Retensi Na dan H2O
Peningkatan
Peningkatan tekanan darah
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari : a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) b. Lapisan tengah otot polos c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
6
3. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari : 1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate. 2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus. 3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). a. Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi 7
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis. Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari : 1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate. 2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus. 3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. Uretra Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. 8
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari : 1. Uretra Prostaria 2. Uretra membranosa 3. Uretra kavernosa Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
C. Patofisiologi
a. Infeksi Saluran Urogenital Infeksi saluran urogenital umumnya disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Dapat pula disebabkan oleh Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus terutama bila sedang terpasang kateter. Pada saluran urogenital ini, dapat terjadi penyakit, seperti: 1.Sistitis Sistitis adalah infeksi saluran kemih, yang lebih banyak menyerang wanita daripada pria, karena pada wanita muara uretra dan vagina dekat dengan daerah anal. Faktor resiko sistitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung kemih neurogenis, pemasangan kateter, keadaan-keadan obstruktif dan diabetes mellitus. Apabila berlanjut, akan menyebakan kuman-kuman naik dari kandung kemih ke pelvis ginjal, yang disebut dengan pielonefritis. Penderita sistitis akan merasakan keluhan seperti disuria (nyeri saat miksi), sering berkemih, merasa ingin berkemih terus, dan sakit di 9
atas daerah suprapubis. 2.Pielonefritis Pielonefritis adalah radang pelvis ginjal. Penyebab paling sering penyakit ini adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang menahun. Pielonefritis menahun ada dua tipe, yaitu Pielonefritis yang disebabkan oleh Refluks vesikouretral yang dapat menyebabkan infeksi papila senyawa perifer dan jaringan parut di kutub ginjal. Dan Pielonefritis yang disebabkan oleh Obstruksi saluran kemih yang menimbulkan tekanan tinggi aliran balik urine, yang menyebabkan infeksi semua papila, jaringan parut ginjal menyebar dan penipisan lapisan korteks ginjal.
b. Penyakit Glomerular
1.Glomerulonefritis Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi di nasofaring oleh Streptococcus β-hemolitik. Lebih sering menyerang anak-anak, dengan gejala yaitu edema akut, oiguria, proteinuria, urine berwarna, dan biasa disertai dengan hipertensi. Penyakit ini merupaka penyakit autoimun karena terbentuk antibodi yang merusak membran basal gromerulus tubuh itu sendiri.Penyakit ini dapat menyebabkan gagal ginjal. 2.Sindrom Nefrotik (nefrosis) Nefrosis dapat menyebabkan glomerulonefritis, gejala yang dominan adalah albuminaria (>3,5 gram/hari). Hilangnya protein akibat meningkatnya permeabilitas membran basal glomerulus. Akibatnya terjadi hipoalbuminemia yang menyebabkan edema generalisata.
c. Obstruksi Saluran Kemih Obstruksi saluran kemih disebabkan oleh hipertrofi prostat, batu ginjal dan tumor ginjal. Gangguan obstruktif dapat menyebabkan disfungsi ginjal berat yang meliputi hemoragi dan gagal ginjal, bila tidak diatasi. 10
-Hipertrofi Prostat Penyebabnya diduga ketidakseimbangan hormon kelamin pria dan wanita, yang terjadinya dengan meningkatnya usia. Biasanya testosteron adalah androgen utama dalam darah dan membentuk dua metabolit, yaitu: dihidrotestosteron dan βestradiol. Estradiol adalah steroid yang memiliki sifat-sifat estrogenik. Ia biasanya bekerja sama dengan androgen, namun dapat bekerja independen dengan menimbulkan efek berlawanan dengan androgen. Testosteron serta metabolitnya bekerja sama menghasilkan hiperplasia prostat. Pada pria dia atas 60 tahun, testosteron plasma menurun, namun hipertrofi prostat sudah dapat timbul 10-20 tahun sebelum adanya penurunan kadar plasma itu.
d. Gagal Ginjal Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. 1. Gagal Ginjal Akut Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana fungsi ginjal yang menurun dengan cepat dalam beberapa hari atau minggu sehingga ginjal tidak lagi mengekskresikan produk limbah metabolisme, biasanya karena hipoperfusi ginjal. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan azotemia (uremia) yaitu: • Peningkatan produk limbah nitrogen dalam darah (kreatinin serum dan nitrogen urea darah/BUN (Blood Urea Nitrogen) • Oliguria Gejala dan tanda-tanda kliniknya, hipotensi, oligria, ketidakseimbangan elektrolit, anemia, azotemia ( peningkatan kreatinin, fosfat, dan urea dalam darah akibat pemecahan protein otot dan ketidakmampuan mengekskresikan metabolit). Beberapa masalah ginjal terjadi cepat, misalnya kecelakaan yang melukai ginjal. 11
Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan kegagalan ginjal secara tiba-tiba. Beberapa obat dan racun dapat menghentikan pekerjaan ginjal. Penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba ini disebut sebagai kegagalan ginjal akut (acute renal failure/ARF). ARF dapat mengakibatkan kehilangan fungsi ginjal secara permanen. Tetapi bila ginjal tidak dirusakkan secara berat, kegagalan ginjal ini mungkin pulih.
2. Nekrosis Tubular Akut Penyebab Nekrosis Tubular Akut (NTA) adalah iskemia dan nefrotoksin. Iskemia selama 25 menit atau kurang berakibat kerusakan ringan dan masih reversibel. Iskemia 2 jam menimbulkan kerusakan berat yang irreversibel. Nefrotoksik berupa antibiotik (aminoglikosida, penisilin, sefalosporin, tetrasiklin, dan sulfonamida), logam berat (sisplatin), agen radiokontras, toksin endogen (mioglobin, hemoglobin). 3. Gagal Ginjal Kronik Perjalanan gagal ginjal kronik atau menahun meliputi tahap yang dimulai dengan penurunan cadangan ginjal, selanjutnya terjadi insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan terakhir uremia (tahap terakhir gagal ginjal). Keadaan irreversibel ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang. Kerusakan ginjal berlangsung progresif. Perjalanan menuju uremia berlangsung berangsur untuk waktu yang cukup lama (beberapa tahun). Jika ginjal tak dapat lagi mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit maka diperlukan dialisis (hemodialisis atau dialisis peritoneal).
D. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Ginjal Pada lansia ginjal berukuran lebih kecil dibanding dengan ginjal pada usia muda. Pada usia 90 tahun beratnya berkurang 20-30% atau 110-150 gram 12
bersamaan dengan pengurangan ukuran ginjal. Pada studi kasus dari McLachlan dan Wasserman tentang panjang, luas dan kemampuan untuk berkembang dari ginjal yang mendapat urogram i.v, mereka menemukan bahwa panjang ginjal berkurang 0,5 cm per dekade setelah mencapai usia 50 tahun. Dengan bertambahnya usia, banyak jaringan yang hilang dari korteks ginjal, glomerulus dan tubulus. Jumlah total glomerulus berkurang 30-40% pada usia 80 tahun, dan permukaan glomerulus berkurang secara progresif setelah 40 tahun, dan yang terpenting adalah terjadi penambahan dari jumlah jaringan sklerotik. Meskipun kurang dari 1% glomerulus sklerotik pada usia muda, persentase ini meningkat 10-30% pada usia 80 tahun. Terdapat beberapa perubahan pada pembuluh darah ginjal pada lansia. Pada korteks ginjal, arteri aferen dan eferen cenderung untuk atrofi yang berarti terjadi pengurangan jumlah darah yang terdapat di glomerulus. Atrofi arteri aferen dan eferen pada jukstaglomerulus terjadi tidak simetris sehingga timbul fistel. Jadi ketika aliran darah di korteks berkurang, aliran di jukstaglomerular akan meningkat. Ini berpengaruh pada konsentrasi urin yang berkurang pada usia lanjut akibat gangguan pengaturan sistem keseimbangan.
Perubahan aliran darah ginjal pada lanjut usia Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di glomerulus dengan GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal dengan lebih dari 99% yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari. Dari beberapa penelitian pada lansia yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa setelah usia 20 tahun terjadi penurunan aliran darah ginjal kira-kira 10% per dekade, sehingga aliran darah ginjal pada usia 80 tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari aliran darah ginjal terutama berasal dari korteks. Pengurangan aliran darah ginjal mungkin 13
sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah jantung dan perubahan dari hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang berhubungan dengan usia. Perubahan fungsi ginjal pada lanjut usia Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang, sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Ginjal yang sudah tua tetap memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan fungsi hemostasis, kecuali bila timbul beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal. Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki usia 30 tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai 50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk regenerasi. Beberapa hal yang berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain : (Cox, Jr dkk, 1985) 1.Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun. 2.Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda. 3.Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan produksi ureum yang menurun. Kreatinin darah normal karena produksi yang menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang paling tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan memeriksa Creatinine Clearance. 4.Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun sejak usia 30 tahun.
b) Perubahan laju filtrasi glomerulus pada lanjut usia Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi glomerulus (GFR). Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran dan jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang menggunakan bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR tetap stabil setelah 14
usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73 m2/dekade. Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-hari (dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan penurunan bersihan kreatinin. c) Perubahan fungsi tubulus pada lanjut usia Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH) menurun sejalan dari usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia muda, kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80 dan 90 tahunan. Transpor maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH (paraaminohipurat) menurun progresif sejalan dengan peningkatan usia dan penurunan GFR.Penemuan ini mendukung hipotesis untuk menentukan jumlah nefron yang masih berfungsi, misalnya hipotesis yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor tubulus, tetapi berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas total untuk transpor menurun. Transpor glukosa oleh ginjal dievaluasi oleh Miller, Mc Donald dan Shiock pada kelompok usia antara 20-90 tahun. Transpor maksimal Glukosa (TmG) diukur dengan metode clearance. Pengurangan TmG sejalan dengan GFR oleh karena itu rasio GFR : TmG tetap pada beberapa dekade d) Perubahan pengaturan keseimbangan air pada lanjut usia Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada peningkatan usia maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu yang sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh menurun sejalan dengan peningkatan usia. Penurunan ini lebih berarti pada perempuan daripada laki-laki, prinsipnya adalah penurunan indeks massa tubuh karena terjadi peningkatan jumlah lemak dalam tubuh. Pada lanjut usia, untuk mensekresi sejumlah urin atau kehilangan air dapat meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler dan menyebabkan 15
penurunan volume yang mengakibatkan timbulnya rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus timbul terletak pada daerah yang menghasilkan ADH di hypothalamus. Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang biladibandingkan dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin juga berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk mencairkan dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara intensif. Orang dewasa sehat mengeluarkan 80% atau lebih dari air yang diminum (20 ml/kgBB) dalam 5 jam. b.
Ureter Ureter tidak mengalami perubahan.
c.
Kandung Kemih/Vesika Urinaria Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin. kendali spincter dan detrusor hilang, sehingga sering kencing tanpa sadar
d.
Uretra •
Uretra gagal untuk menutup secara sempurna dan menjadi sangat mudah digerakkan
•
Penurunan estrogen diduga ikut berperan dalam perubahan struktur dan fungsi pada dinding uretra sehingga dapat mempengaruhi tekanan pada uretra.
2.2
PENYAKIT SALURAN PERKEMIHAN PADA LANSIA
A. Infeksi Saluran Kemih (ISK) ISK dapat mengenai semua orang, mulai dari bayi baru lahir sampai dengan orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan.” Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih. ISK adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat 16
terjadi di ginjal, saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra). Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001).Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998) ISK secara klinik timbul sebagai ISK bagian bawah dan ISK bagian atas. ISK bagian bawah adalah ISK yang paling sering terjadi. ISK bagian atas biasanya sering disebabkan oleh kuman yang sama dengan ISK bagian bawah, hal ini terjadi karena ISK bagian bawah tidak diobati secara tepat sehingga kuman tersebut naik dari kandung kemih ke ginjal, dan dapat menyebabkan infeksi yang serius dari ginjal. Urin (air seni) merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Maka dalam urin terdapat kuman tetapi dalam jumlah yang masih normal. Mengosongkan kandung kemih adalah cara alami yang dilakukan tubuh agar jumlah kolonisasi kuman dapat ditekan, sekaligus mencegah kuman naik ke saluran kemih bagian atas (ginjal). Di samping itu, tubuh menjaga agar urin yang dikeluarkan memiliki tingkat osmolalitas tinggi, konsentrasi urea tinggi, dan pH asam. Kondisi tersebut menyebabkan urin mempunyai 'efek antibakteri'. Adanya gangguan terhadap mekanisme alami itulah yang memudahkan terjadinya ISK. Contohnya adalah pasien diabetes melitus, dimana terjadi konsentrasi glukosa urin yang meningkat menjadi media yang sangat baik bagi kolonisasi kuman. ISK dapat mengenai semua orang, mulai dari bayi baru lahir sampai dengan orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. ISK lebih sering ditemukan pada bayi atau anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Pada bayi sampai umur tiga bulan, ISK lebih sering pada laki-laki daripada perempuan, tetapi selanjutnya lebih sering pada perempuan daripada laki-laki. Wanita lebih sering terkena ISK karena saluran kencing wanita lebih pendek dibanding pria. Ini menyebabkan bakteri lebih mudah masuk ke kandung kemih karena saluran kencing lebih dekat ke sumber bakteri seperti daerah dubur. Pada wanita dengan seksualitas aktif, terdapat faktor lainnya untuk 17
berkembang menjadi ISK, seperti penggunakan kontrasepsi diafragma (kondom wanita) dan metode seksual yang dilakukan. Pada wanita hamil, dapat lebih sering terkena ISK karena adanya perubahan hormonal dan perubahan dari posisi saluran kencing selama kehamilan. Semasa hidup seseorang, risiko ISK meningkat 1-2%. Statistik menunjukkan prevalensi ISK pada wanita muda yang semula hanya 1-2% akan meningkat menjadi 2,8-8,6% di usia 50-70 tahun. Pada pria, prevalensi ISK di atas usia 80 tahun juga tinggi, mencapai 20%. Semakin tua seseorang, status imunnya akan semakin menurun. Maka, semakin mudah pula orang tersebut mengalami infeksi. Kaum geriatrik (lansia) dengan gangguan mood dan penurunan faal kognitif cenderung sulit merawat diri. Kebersihan tubuh terutama daerah genital kurang terjaga. Akibatnya, kuman mudah berkoloni di daerah tersebut sehingga terjadilah infeksi. ISK dibagi menjadi 2 tipe yaitu tidak berkomplikasi (uncomplicated) dan berkomplikasi (complicated). Prinsipnya, semua ISK yang ditemukan pada pria tergolong ISK berkomplikasi, karena struktur anatomi saluran kemih pria menyulitkan terjadinya ISK. Sebaliknya, definisi ISK berkomplikasi pada perempuan lebih 'lunak' yaitu bila ditemukan adanya kelainan struktur pada sistem saluran kemih, batu, retensi urin, abses, atau terjadi karena penyebaran melalui aliran darah. ISK pada usia lanjut sebagian besar adalah ISK berkomplikasi. Pada usia diatas 65 tahun, ISK merupakan sebab dari 30% kasus bakteremia, dibandingkan dengan 16% pada usia dibawah 65 tahun. a. Gejala ISK 1. Rasa nyeri sewaktu buang air kecil 2. Kencing keluar sedikit-sedikit (anyang-anyangen) 3. Sering kencing atau sulit menahan kencing 4. Darah didalam air kencing. 5. Rasa tidak nyaman di perut bagian bawah 6. Nyeri tekan perut bagian bawah 7. Air kencing tampak keruh dan / atau berbau 18
8. Panas, mual atau muntah. Kadang tanpa gejala, dan didiagnosis setelah terjadi komplikasi gagal ginjal. Pada bayi baru lahir, gejalanya tidak khas, sehingga sering tidak terpikirkan, misalnya suhu tidak stabil (demam atau suhu lebih rendah dari normal), tampak sakit, mudah terangsang atau irritable, tidak mau minum, muntah, mencret, perut kembung, air kemih berwarna kemerahan atau tampak kuning. Pada bayi lebih dari satu bulan, dapat berupa demam, air kemih berwarna kemerahan, mudah terangsang, tampak sakit, nafsu makan berkurang, muntah, diare, perut kembung atau tampak kuning. Pada anak usia prasekolah atau sekolah, gejala ISK dapat berupa demam dengan atau tanpa menggigil, sakit di daerah pinggang, sakit waktu bermih, buang air kemih sedikit-sedikit tetapi sering, rasa ingin berkemih, air kemih keruh atau berwarna kemerahan. b.
Klasifikasi Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut : 1. Kandung kemih (sistitis) 2. Uretra (uretritis) 3. Prostat (prostatitis) 4. Ginjal (pielonefritis) Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi: a. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. b. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: 19
Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis. c.
Etiologi Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: - Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated - Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple) - Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain: - Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif - Mobilitas menurun - Nutrisi yang sering kurang baik - Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral - Adanya hambatan pada aliran urin - Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
d.
Patofisiologi Infeksi SaluranKemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendaah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total 20
urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkanpenurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
B.
Inkontinensia Urine a. Etiologi Inkontinensia Urine Etiologi atau penyebab dari inkontinensia urine ini adalah karena adanya kelemahan dari otot dasar panggul. Ini yang berkaiatan dengan anatomi dan juga Penyebab inkontinensia urine fungsi organ kemih. Kelemahan dari otot dasar panggul ini bisa karena beberapa penyebab yaitu diantaranya kehamilan yang berulang-ulang, kesalahan dalam mengedan. Hal tersebut bisa mengakibatkan seseorang tersebut tidak dapat menahan air seni(beser). Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan 21
kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia. b. Klasifikasi Inkontinensia Urin Inkontinensia urin diklasifikasikan : 1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Inkontinensia yang sementara (transient) dijumpai pada sepertiga usila di masyarakat, dan sampai dengan 50% pasien usila yang dirawat. Inkontinensia ini dapat berkembang pada semua usila dan sebagian akan 22
berisiko. Obat-obat antikolinergik mungkin menyebabkan inkontinensia urin overflow (luber) pada usila dengan kandung kemih yang lemah dan tersumbat (mengalami obstruksi). Sedangkan produksi urin yang berlebihan sangat mungkin menyebabkan inkontinensia urge (urgensi) pada usila dengan overaktivitas detrusoratau mobilitas yang terganggu. Penyebab inkontinensia urin yang sementara ini dapat menetap selama tidak diterapi dan tidak boleh diabaikan. Berbagai penyebab inkontinensia urin yang sementara ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini, yang mudah diingat dengan akronim DIAP(P)ERS (=popok). Tabel 1. Penyebab Inkontinensia yang Sementara Delirium Infeksi Atrophic urethritis atau vaginitis Pharmaceuticals, (obat-obatan, lihat tabel 2) Psychological Excessive urine output Restricted mobility Stool impaction Tabel 2. Obat-obat yang Sering Menimbulkan Inkontinensia Golongan Obat Diuretik
Efek Obat Poliuri, frekuensi, urgensi
Antikolinergik
Retensi urin, inkontinensia overflow, impaction
Psikofarmaka Antidepresan
Sesuai dengan antikolinergik, sedasi
Antipsikotik
Antikolinergik, sedasi, kaku, imobilitas
Sedatif/hipnotik
Sedasi, delirium, imobilitas, relaksasi otot
Analgesik, narkotik
Retensi urin, impaction, sedasi, delirium
Penghambat alfa adrenergic
Relaksasi uretra
Agonis alfa adrenergik
Retensi urin 23
Agonis beta adrenergik
Retensi urin
Ca blocker
Retensi urin
Alkohol
Poliuri, frekuensi, urgensi, sedasi, delirium, imobilitas
2. Inkontinensia Urin Persisten Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis. Kategori klinis meliputi : a. Inkontinensia urin stress (stres inkontinence) Merupakan penyebab inkontinensia urin tersering kedua pada usila wanita. Kondisi ini terjadi pada pria hanya bila mekanisme sfingter dirusak oleh reseksi prostat yang luas. Gejala klinisnya antara lain kebocoran urin segera setelah meningkatnya tekanan intra abdomen (stress maneuvers), misalnya oleh karena batuk, tertawa atau latihan/aktivitas, dan disebabkan oleh kelemahan otot-otot dasar panggul, bagian luar kandung kemih, atau sfingter uretra. Pada pria, inkontinensia menyerupai leaky tap, tetesan urin terusmenerus yang dieksaserbasi oleh posisi berdiri atau ketegangan. Pada overaktivitas detrusor dengan inkontinensia stress, kebocoran pada umumnya memburuk pada siang hari. Inkontinensia stress yang terjadi bersamaan dengan inkontinensia urgensi akibat overaktivitas detrusor disebut inkontinensia campuran (mixed incontinence). Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak. b. Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence) 24
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat. c. Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence) Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh. c. Inkontinensia urin fungsional Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
2.3
PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN A. Infeksi Saluran Kemih 25
1. Penatalaksanaan Medis Penanganan infeksi saluran kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Penatalaksanaan medis infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas: 1) Terapi antibiotika dosis tunggal. 2) Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari 3) Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu 4) Terapi dosis rendah untuk supresi Pemakaian antimikrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, faktor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: Sulfisoxazole (Gastrisin), Trimethoprim/Sulfamethoxazole (TMP/SMZ, Bactrim, Septra), kadang Ampicillin atau Amoksisilin digunakan, tetapi E. Colli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. a. Penatalaksanaan Penunjang 1) Urinalisis a) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya isk. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih b) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/lpb sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis. 2) Bakteriologis a)
Mikroskopis
b) Biakan bakteri 3) Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4) Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 26
5) Metode tes a) Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) tes Esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria. Nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit. b) Tes penyakit menular seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, Klamidia Trakomatis, Neisseria Gonorrhoeae, Herpes Simplek). c) Tes- tes tambahan: Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten. 2. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Pengkajian Keperawatan a) Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh b) Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko: •
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
•
Adakah obstruksi pada saluran kemih?
c) Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial. •
Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
•
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
•
Apakah terjadi inkontinensia urine?
d) Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih •
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
•
Adakah disuria?
•
Adakah urgensi? 27
•
Adakah hesitancy?
•
Adakah bau urine yang menyengat?
•
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
•
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
•
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas
•
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
e) Pengkajian psikologi pasien: •
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
•
Adakakah perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.
2) Diagnosa keperawatan a) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain. b) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. c) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. 3) Penetapan rencana tindakan a) Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain. Kriteria evaluasi: Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul Intervensi: •
Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang. 28
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan •
Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri. Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
•
Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat; Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
•
Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus Rasional: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
•
Berikan perawatan perineal. Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
•
Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 x/ hari. Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
Kolaborasi: •
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit. Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas
•
Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya. Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri
•
Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari. Rasional: akibat dari haluaran urin memudahkan berkemih dan membantu membilas saluran berkemih
b) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. 29
Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria) Intervensi: •
Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin. Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
•
Tentukan pola berkemih pasien
•
Dorong meningkatkan pemasukan cairan Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
•
Kaji keluhan kandung kemih penuh Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal)
•
Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
•
Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam Rasional: untuk mencegah statis urin
Kolaborasi: •
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin. Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal.
•
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan asam urin. Rasional: asam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
c) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. Kriteria Evaluasi: Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif. 30
Intervensi: •
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang. Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
•
Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
•
Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan. Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan
•
Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri. Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tandatanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
•
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
B. Inkontinensia Urinen 1.Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. 31
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Pemanfaatan kartu catatan berkemih. Hal dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum. 2) Terapi non farmakologi terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara : Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik. 3) Terapi farmakologi Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingterrelax diberikan kolinergikagonis seperti Bethanechol atau alfakoligernik antagoni seperti prazosin untuk stimulasi 32
kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat. 4) Terapi pembedahan Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipeoverflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita). 5) Modalitas lain Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan
alat
bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan. 2.Penatalaksanaan keperawatan 1). Pengkajian a) Pengumpulan data 1. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Pada klien Inkontinensia Urine keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan staguri. 3. Riwakat Penyakit Sekarang Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan. 4. Riwakat Penyakit Dahulu Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran Kemih) yang berulang. penyakit kronis yang pernah diderita. 5. Riwakat Penyakit keluarga Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang menderita DM, Hipertensi. 6. Pemeriksaan Fisik 33
Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah : B1-B6 B1 (breathing), B2 (blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone) b) Pengelompokan Data Pengelompokan data adalah data yang telah dikelompokan, selanjutnya dikelompokan menurut data subyektif adalah menunjukan persepsi dan sensasi kelayan tentang masalah kesehatan dan data obyektif adalah informasi dimana perawat dapat melihat, merasakan, mendengar atau menghidu. (Carol Vestal Allen, 1998) . 2). Diagnosa keperawatan Diagnosa Keperawatan pada Inkontinensia Urine menurut (Roger Waston, 2003) sebagai berikut : a) Inkontinensia Stres berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang latihan dasar pelvis. b) Inkontinensia refleks berhubungan dengan lesi medula spinalis diatas arkus refleks. c) Inkontinensia fungsional berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemih. d) Inkontinensia urgensi berhubungan dengan penurunan fungsi persarafan kandung kemih. e) Inkontinenia overflow berhubungan dengan obtruksi pada kandung kemih 3) Rencana tindakan keperawatan a. Inkontinensia Stres berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang latihan dasar pelvis. Kriteria evaluasi : •
Melaporkan pengurangan inkontinensia
•
Mampu mengukapkan penyebab inkontinensia dan alasan untuk perawatan
Intervensi : •
Pantau dan catat masukan dan haluaran karakteristik urine kaji 34
kehilangan tonus otot karena melahirkan, kegemukan, proses penuaan Rasional : Deteksi masalah Untuk dapat mengetahui apa penyebab inkontinensia •
Minta perawat atau bidan untuk latihan lebih efektif Rasional : Melatih kekuatan kandung kemih
•
Ajarkan untuk mengidentifikasiotot – otot dasar pelvis dan kekuatan saat melakukan latihan kegel Rasional : Latihan kegel adalah untuk menguatkan dan mempertahankan tonus otot pubokogsigeal yang menyangga organ-organ pelvis
b. Inkontinensia refleks berhubungan dengan lesi medula spinalis diatas arkus refleks. Kriteria evaluasi : •
Mengekspresikan keinginan untuk mencoba tehnik manual berkemih
•
Proses berkemih bisa terkontrol
4). Intervensi •
Latih klien mengosongkan kandung kemih Rasional : Melatih klien untuk miksi
•
Lakukan perawatan kulit dan pakaian pada klien Rasional : memberikan rasa nyaman pada klien
•
Awasi bila ada tanda gejala infeksi saluran kemih Rasional : Infeksi saluran kemih dapat memperburuk keadaan klien
c. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemih Kriteria evaluasi: •
Meminimalkan atau mengurangi inkontinensia
•
Mengambarkan faktor penyebab inkontinensia
Intervensi : •
Berikan kesempatan pada keleyan untuk miksi. 35
Rasional : Memberikan kenyamanan pada klien. •
Modifikasi linkungan tempat berkemih. Rasional : Menjaga privasi dan kenyamanan klien
•
Kolaborasi pemberian obat dengan dokter Rasional : Untuk merelaksasi kandung kemih.
d. Inkontinensia urgensi berhubungan dengan penurunan fungsi persarafan kandung kemih. Kriteria evaluasi : •
Kelayan mampu mengungkapkan miksi kalau mau berkemih
•
Mengetahi faktor penyebab inkontinensia urgensi
Intervensi : •
Kolaborasi pemberian obat dengan dokter Rasional : Untuk merelakasi kandung kemih
•
Ajarkan kelayan bladder training Rasional : Melatih klien mengembalikan kontrol miksi
•
Minta kelayan untuk menunda waktu ke toilet Rasional : Agar dapat menehan miksi dalam waktu yang lebih lama
e. Inkontinenia overflow berhubungan dengan obtruksi pada kandung kemih Kriteria evaluasi : •
Kelayan mau berkerja sama dalam proses pengobatan
•
Inkontinensia bisa di atasi
Intervensi : •
Kaji obstruksi pada kanung kemih Rasional : Mengetahui penyebab obstruksi
•
Lakukan pembedahan jika terjadi pembesaran prostat Rasional : Melancarkan proses berkemih
•
Lakukan kateterisasi,bila perlu secara intermiten,dan kalau tidak mungkin secara menetap Rasional : Memberikan rasa nyaman pada klien 36
2.4
TERAPI KOMPLEMENTER
A. Terapi Komplementer untuk mengatasi ISK Terapi Kulit Manggis Manggis mengandung XANTHONE, Dalam kulit buahnya, kandungan XANTHONE yang tertinggi, yaitu 40 persen. Dengan kandungan XANTHONE yang tinggi(123,97 mg/ml), dalam kulit buah manggis yang mana dapat membunuh penyakit dan memperbaiki sel yang telah rusak serta melindungi selsel di dalam tubuh. XANTHONE adalah substansi kimia alami, yang tergolong senyawa polyhenolic yang dapat digunakan sebagai zat untuk mengatasi berbagai penyakit. XANTHONE memiliki manfaat sebagai pengobatan untuk Infeksi Saluran kemih Zat antioksidannya bahkan melebihi vitamin E. XANTHONE pada kulit buah manggis yang bermanfaat sebagai antioksidan adalah alpha mangostin dan gamma mangostin.Kedua antioksidan ini berperan sebagai imunitas, antibiotik (ampisilin dan minosin), antijamur, antivirus, dan antiradang. XANTHONE juga dikatakan sebagai anti bakteri karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium tubercolosis (TBC) dan Staphylococcus aureus (bakteripenyebab infeksi dan gangguan pencernaan -
Cara mengolah kulit manggis menjadi obat
Bahan : - 1 buah manggis. - Madu - Gula rendah kalori, atau gula aren. - 1 gelas air matang. 37
Cara: -
Siapkan 1 buah manggis yang bagus, sudah matang, dengan ukuran sedang sampai besar. Pilih yang kulitnya paling bersih, dan bebas dari getah2 kuning khas manggis.
-
Buanglah kelopak manggis (yang berwarna hijau) yang berada di pangkal buah manggis tempat batang manggis tsb.
-
Cuci bersih buah manggis tsb, utk menghilangkan kotoran dan noda2 yang yg menempel pada kulit manggis.
-
Buang kulit luar manggis yang keras itu
-
Kupas tipis kulit luarnya karena pada kulit luar terdapat zat lilin
-
Siapkan blender, atau alat pembuat jus.
-
walaupun ini jus kulit manggis, tapi bukan hanya kulitnya saja yang di jus, tapi semuanya, termasuk bijinya. Jadi, masukkan semua daging manggis (yg berwarna putih sekalian biji manggis didalamnya) kedalam wadah blender.
-
Potong2lah kulit manggis (daging kulit), boleh dengan pisau, atau boleh dengan menyobek2nya, dan masukkan juga kedalam wadah blender.
-
Tambahkan 4-5 sendok makan madu, dan air matang sebanyak 1 gelas (350-400 cc). Nantinya jika kurang manis, boleh ditambahkan madu secukupnya atau gula aren atau gula rendah kalori (Tropicana Slim) sesuai selera
-
Tambah rosella segar untuk mengurangi rasa pahit kulit tersebut.
-
Blenderlah manggis beserta kulit (daging kulit), dan bijinya tsb sampai benar-benar halus (sekitar 3 - 4 menit).
38
B. Terapi Komplementer untuk Mengatasi Inkontinensia Urin
SENAM KEGEL
a. Pengertian Senam Kegel atau disebut juga dengan Kegel exercise merupakan sebuah latihan yang dilakukan dengan mengkontraksikan dan merelaksasikan otot dasar panggul Puboccoccygeus (PC) atau Pelvic floor muscle. Latihan ini pertama kali dicetuskan oleh Arnold H.Kegel pada tahun 1948. Semenjak itu Latihan otot dasar panggul ini banyak dipraktekan salah satunya adalah sebagai terapi non-farmakologi dan non-pembedahan pada kasus inkontinensia urine (Yoon, Hae S et al.,2002) b. Manfaat Ada berbagai manfaat yang dapat kita peroleh dengan melakukan aktifitas senam Kegel secara teratur, secara umum manfaat tersebut diantaranya adalah : 1. Meningkatkan kekuatan otot dasar panggul untuk berkontraksi 2. Meningkatkan ketegangan dan kemampuan regangan pada otot dasar panggul 3. Membantu mencegah terjadinya atropi 4. Menjaga lapisan endopelvic dan keutuhan saraf (pada otot dasar pangggul) (Cammu, H et al.,2000). c. Praktek senam Kegel Menurut Arnold H.Kegel (1948) Terapi fisiologi terhadap otot genital ini terbagi menjadi dua fase atau langkah, yaitu:1. Spesific muscle education, merupakan langkah pertama dan yang paling penting pada edukasi untuk terapi otot.Sebaga tenaga kesehatan yang pertama kali kita lakukan adalah dengan ,member pengertian kepada dan meningkat kesadaran pasien terkait dengan pentingnya fungsi pubococcygeal yang berperan sebagai poros semua penyokong dan struktur sphincter pada pelvis.2. Latihan tahanan dan perpanjangan kedalam pada pubococcygeal, senam kegel sangat mudah dilakukan di mana saja dan bahkan tanpa seorang pun tahu. Untuk mempraktekan senam tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai 39
berikut : 1.Langkah pertama, posisi duduk, berdiri atau berbaring, cobalah untuk mengkontraksikan otot panggul dengan cara yang sama ketika kita menahan kencing, 2. Kita harus dapat merasakan otot panggul Anda meremas uretra dan anus (Apabila otot perut atau bokong juga mengeras berarti kita tidak berlatih dengan otot yang benar), 3.Ketika kita sudah menemukan cara yang tepat untuk mengkontraksikan otot panggul maka lakukan kontraksi selama 10 detik, kemudian istirahat selama 10 detik, 4.Lakukan latihan ini berulang-ulang sampai 10-15 kali per sesi. Untuk mendapatkan hasil yang efektif sebaiknya latihan ini dilakukan minimal tiga kali sehari. Dimana latihan kegel hanya efektif bila dilakukan secara teratur dan baru terlihat hasilnya 812 minggu setelah latihan. Tetapi ada juga sumber yang menyebutkan bahwa sebaiknya program latihan otot dasar panggul dilakukan minimal mencapai 8 kali kontraksi dan dilakukan tiga kali setiap hatinya. d. Manfaat Senam Kegel Pada Inkontinensia Urine Otot dasar panggul terdiri dari tiga lembaran otot yang masing-masing menempel pada Bladder (Kandung kemih), vagina dan rectum (Bent, Alfred E., 2008). Bagian akhir dari urethra disokong secara adekuat oleh endopelvic fascia dan kontraksi musculus levator ani bekerja mengatur suplai saraf secara normal. Senam otot dasar panggul ini mampu menguatkan muskulus levator ani, menjaga lapisan endopelvic dan keutuhan saraf yang dapat meningkatkan kesadaran dari otot dasar panggul untuk menyesuaikan transmisi dari tekanan abdominal, serta meningkatkan kemampuan otot tersebut dalam menyokong bladder,vagina,dan rectum yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan tahanan pada sphincter urethra sehingga mampu meningkatkan periode kontinen terhadap urine. Selain itu tujuan terapetik lainnya dari latihan Kegel ini adalah untuk mengajarkan “perineal lock”atau bagaimana caranya mengunci perineum. Dimana kemampuan dari perineum untuk mengunci spincternya,dan kemampuan otot levator ani untuk berkontraksi terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia dan proses degeneratif. Oleh karena itu senam Kegel tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan, ketegangan serta mencegah terjadinya atropi (Cammu, H et al.,2000). 40
Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) ditemukan sebagai salah satu manajemen non pembedahan yang terbukti efektif untuk mengatasi jenis inkontinensia stress dan Inkontinensia Urge (Yoon, Hae S et al.,2002).Karena inkontinensia Stress itu sendiri bisa terjadi akibat adanya kelemahan otot pelvis dan kelemahan sphincter sehingga tidak mampu untuk menahan reflek berkemih ketika terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Sedangkan pada inkontinensia Urge terjadi akibat adanya ketidak mampuan untuk menahan keluarnya urin ketika rangsangan untuk berkemih tersebut datang secara tiba-tiba. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Kegel excercises secara signifikan dapat meningkatkan kekuatan dan ketegangan pada otot dasar panggul setelah 5 sampai 6 minggu dilakukan dengan jumlah latihan sebanyak 50-60 kali secara teratur, dimana jumlah latihan kontraksi otot panggul sebanyak 24 sampai 160 kali setiap harinya sangat disarankan (E.Bent, Alfred.,2008). Pada jenis Stress inkontinensia, pelatihan otot dasar panggul sebaiknya dilakukan sedikitnya selama tiga bulan dan merupakan tata laksana lini pertama yang aman dan efektif. Sedangkan pada Urge inkontinensia atau kombinasi pelatihan ini sebaiknya dilakukan paling sedikit 6 bulan (Iman S, Budi.,2008). Walaupun tingkat kesembuhan inkontinensia dengan intervensi Kegel exercise masih rendah, yakni hanya 12,5% namun dari observasi yang telah dilakukan pada berbagai kasus inkontinensia didapatkan bahwa senam Kegel dapat meningkatkan durasi waktu kontraksi dan tegangan rata-rata otot pelvis (panggul), yang mengindikasikan bahwa terjadi perkembangan dan penyesuaian yang baik pada otot dasar panggul dengan intervensi tersebut (Yoon, Hae S et al.,2002). Alfred E.Bent (2008) mengungkapkan bahwa tingkat keefektivan senam kegel dalam meningkatkan kekuatan otot panggul setelah 16,6 bulan latihan yakni mencapai 45% dimana kombinasi antara senam Kegel dengan stimulasi elektrik juga dilaporkan dapat menurunkan periode miksi dan nokturia.
41
2.5 Rencana Keperawatan Sistem Perkemihan Pada Lansia Diagnosa 1 : Inkotinensia (frekuensi Buang Air Kecil meningkat) berhubungan dengan kendali spincter dan detrusor hilang,uretra gagal menutup secara sempurna Intervensi : a. Lakukan latihan otot dasar penggul untuk memper kuat otot perkemihan dan kontraksi volunter berulang b. Latihan kebiasaan berkemih untuk membentuk pola yang dapat diproduksi dan pengosongan kandung kemih c. Anjurkan klien membersihkan kulit di sekitar perineal setelah berkemih Diagnosa 2 : Peningkatan retensi urine/oliguria/anuria berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi pada dinding uretra,kandung kemih susah dikosongkan,ukuran ginjal lebih kecil Intervensi : a. Lakukan program pelatihan evakuasi kandung kemih b. Pantau asupan dan haluran c. Atur asupan cairan pasien dalam sehari d. Stimulasi refleks kandung kemih dengan menempelkan es ke abdomen,menekan bagian 42
dalam paha atau mengalirkan air Diagnosa
3
:
Ketidakseimbangan
cairan
tubuh
berhubungan
dengan
gagal
ginjal,inkontinensia Intervensi : a. Pantau status hidrasi b. Timbang berat badan dan pantau kemajuannya c. Pantau hasil laboratorium yang relevan dan keseimbangan cairan d. Timbang berat badan dan pantau kemajuannya e. Hitung / timbang popok f. Catat asupan dan haluran Diagnosa 4 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan inkontinensia urine dan kurang pengendalian lingkungan dan gelisah Intervensi : a. Ajarkan klien dan keluarga memakai popok b. Ajarkan klien dan keluarga untuk mengganti popok dan celana c. Bila terjadi iritasi di sekitar perineum dan berikan obat topikal
43
44
BAB III PENUTUP Proses penuaan membuat semakin banyak masalah kesehatan termasuk dalam sistem perkemihan. Gangguan sistem perkemihan yang terjadi pada lansia seperti inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih sangat perlu diperhatikan mulai dari penatalaksanan medis maupun penatalaksanaan keperawatan. Selain itu sebagai perawat, terutama perawat komunitas harus mengetahui terapi kmplementer untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya untuk mengatasi inkotinensia urin bias menggunakan terapi komplementer senam kegel dan untuk mengatasi infeksi sauran kemih menggunakan terapi kulit manggis.
45
DAFTAR PUSTAKA Agus, Muhamad Nur.2011.Gangguan Sistem Gerkemihan (http://alamsyahnurm.blogspot. com/2011/03/gangguan-sistem-perkemihan.html,(diperoleh 26 september 2013). Alim,Nur. Fisiologi Sistem Perkemihan.2013. (http://nuralim92.blogspot.com /2013/03/fisiologi-sistem-perkemihan.html diperoleh 26 september 2013).
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakarta: EGC.
46
Evelyn C., Pearce .1995. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Manaf, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.“S“ dengan Masalah Utama Inkontinensia Urine Di Wisma Beberu Panti Sosial Tresna Werdha Puspa Karma Mataram (http://abdulblogspot.blogspot.com/2013/01/asuhan-keperawatan-padaklien-ny-s.html), (diakses pada 26 Sep 2013, 14:55 wib) Rinjani,Santi.2010.Perubahan Pada Lansia (http://keperawatansantirinjani.wordpress. com/2010/12/21/ perubahan-pada-lansia/), (diakses pada 26 september 2013).
Said, Sunandar. 2013. Asuhan Keperawatan (Askep) Benigna Prostat Hipertropi (http://nandarnurse.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-askep benigna.html#axzz2fyzbamee), (diakses pada 26 sep 2013, 15:10 wib) Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC Wilikinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
47