1 " Page
Asuhan keperawatan sirosis hepatitis
Sirosis hepatitis adalah suatu keaadaan yang mewakili stadium akhir jalur histologist umum untuk berbagai penyakit hati kronis.
Istilah "sirosis" pertama kali digunakan oleh Rene Laennec (1781-1826) untuk menggambarkan warna hati yang abnormal pada individu dengan penyakit hati akibat riwayat alkohol. Kata sirosis berasal dari kata yunani scrrhus, digunakan untuk menggambarkan permukaan oranye atau coklat dari hati yang telah diotopsi (Bielski, 1965).
Histologis sirosis didefinisikan sebagai proses hepatik difus ditandai oleh fibrosis dan konversi arsitektur hati normal ke struktur nodul yang abnormal. Perkembangan cedera pada sirosis hati dapat terjadi selama minggu ke tahun. Memang, pasien dengan hepatitis C mungkin memiliki hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum maju ke sirosis (Sargent, 2006)
Sering kali ada korelasi yang buruk antara temuan histlogis dan gambaran klinis. Beberapa pasien dengan sirosis sama sekali asimtomatik dan memiliki harapan hidup cukup normal. Individu lain memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda dan gejala umumnya mungkin bersumber pada penurunan fungsi sintetis hepatik (misalnya koagulopati), penurunan kemampuan detoksifikasi hati (misalnya: hepatik ensefalopati), atau hipertensi portal (misalnya: pendarahan varises).
Etiologi dan epidemologi
Price dan Wilson (1995) menyebutkan 50% sirosis hepatitis disebabkan oleh alcohol, tetapi menurut wolf (2008), saat ini Hepatitis C telah mencul sebagai penyebab utama terjadinya hepatitis kronis dan sirosis, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat.
Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan dari penyakit hati non-alkohol berleak (NAFLD). Ketika kasus sirosis kriptogenik diperiksa, banyak pasien memiliki satu atau lebih dari faktor risiko klasik untuk NAFLD. Sekitar 2-3% dari penduduk Amerika Serikat mengalami non alkoholik steatohepatitis (NASH), dimana penumpukan lemak di hepatosit diperumit oleh peradangan dan fibrosis hati. Diperkirakan bahwa 10% dari pasien dengan NASH pada akhirnya akan mengembangkan sirosis ( lewis, 2000)
Penyakit hati kronis dan sirosis mengakibatkan sekitar 35000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat . sirosis adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari semua kematian Amerika Serikat. Banyak pasien meninggal akibat penyakit dalam decade ke 5 atau ke 6 kehidupan. Setiap tahun, 2000 kematian tambahan diberikan kegagalan hepatic Fulminan (FHF). FHF dapat disebabkan oleh virus hepatitis (misalnya: hepatitis A dan B), obat-obatan (misalnya asetaminofen), toksin (misalnya: Amanita phalloides), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai etiologi lainnya. Pasien dengan sindrom FHF memiliki angka kematian 50-80% kecuali mereka yang diselamatkan oleh transplantasi (Wolf,2008).
Penyebab paling umum sirosis di Amerika Serikat adalah sebagai berikut (Wolf,2008).
Hepatitis C (26%)
Penyakit hati alkoholik/sirosis Laennec (21%)
Hepatitis C ditambah Penyakit hati alkoholik (15%)
Penyebab kriptogenik (18%)
Hepatitis B (15%)
Lain-lain (5%), meliputi hal-hal sebagai berikut.
Autoimmune hepatitis
Sirosis bilier primer
Sirosis bilier sekunder
Sclerosing primer kolangitis
Hemochromatosis
Penyakit Wilson
Defisiensi Alpha-1 antiripsin.
Penyakit granulomatosa (misalnya sarcoidosis)
Jenis IV penyakit penyimpanan glikogen
Obat yang menginduksi penyakit hati (misalnya: metotreksat, alfa methyidopa, Amiodarone).
Obstruksi vena (misalnya sindrom budd-chiari, penyakit veno-oklusi)
Regurgitasi trikuspidalis.
Patofisiologi
Bebrapa faktor yang terlibat dalam kerusakan sel hati adalah defisiensi ATP (akibat gangguan metabolisme sel), peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif dan defisiensi antioksidan atau kerusakan enzim perlindungan (glutatoin piroksida) yang timbul secara bersamaan. Sebagai contoh metabolit oksigen akan bereaksi dengan asam lemak tak jenuh pada fosfolipid. Hal ini memantu kerusakan membrane plasma dan organel sel (lisosom, reticulum endoplasma), akibatnya konsentrasi kalsium di sitosol meningkat, serta mengakibatkan protease dan enzim lain yang akhirnya kerusakan sel menjadi ireversibel (Sibernagl, 2007).
Pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati terjadi dalam beberapa tahap, jika hepatosit (sel hati) yang rusak atau mati, diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelepasan sitokin dari matriks ekstrasel. Sitokin dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel Kufler di sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, limfosit, dan monosit). Berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan dari sel Kufler dan dari sel inflamasi yang terlibat.
Faktor pertumbuhan ini dan sitokin akan memberikan manifestasi sebagai berikut.
Mengubah sel penyimpanan lemak menjadi miofibroblast.
Mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrofag aktif.
Memicu proliferasi fibroblast.
Berbagai interaksi ini (penjelasan yang lebih rinci belum sepenuhnya dipahami) memberikan manifestasi peningkatan pembentukan matriks ekstrasel oleh miofibroblas. Hal ini menyebabkan peningkatan akumulasi kolagen (tipe I, III, IV), proteoglikan, dan glikoprotein di hati.
Jumlah matriksa yang berlebihan dapat dirusak (mula-mula oleh metaloprotese) dan hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas pada lobules hati, maka pergantian struktur hati yang sempurna memungkinkan terjadi. Namun, jika nekrosis telah meluas menembus parenkim perifer lobular hati, maka akan terbentuk jaringan ikat. Akibatnya, terjadi regenerasi fungsional dan arsitektur yang tidak sempurna dan terbentuk nodul-nodul (sirosis).
Kondisi sirosis hepatitis memberikan berbagai masalah keperawatan yang muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah keperawatan yang mencul berhubungan dengan kondisi penurunan fungsi hati dan respons dari hipertensi portal.
Tanda dan gejala
Hipertensi portal:varises esophagus(hematemesis, melena), asites, edema, splenomegali, kaput medusa, gangguan hematologi (anemia, leucopenia, trombositopenia).
Penurunan fungsi hati: cepat letih, mudah mengalami perdarahan, ikterus, urine gelap, hipoalbuminemia.
Asites dan edema perifer.
Gangguan gastrointestinal: mual muntah, aneroksia.
Integument: gatal, petekie, eritema Palmaris, spider nevi.
Hepatik ensefalopati: nyeri kepala, penurunan kesadaran, alkalosis (peningkatan frekuensi pernafasan).
Kolelitiasis.
Pathway sirosis hepatitis
Multifaktor penyebab nekrosis hepatosit: infeksi, alcohol dan lainnya.Debris selNekrosi hepatositKemotaksis sel inflamasiKebocoran enzimSel penyimpan lemak hatiAktivasi sel kuflerFaktor pertumbuhan & sitokinResiko tinggi injuriProliferasi fibroblasKolagen tipe,I, III, IV proteoglikanFibrosis hati Monosit Granulosit, limfosit Pembentukan matriks ekstraselMakrofag Kolestasis yang menyebabkan ikterus dan hiperbilirubinemiaRegenerasi nodular dan hilangnya struktur lobolusSirosis hepatikRespons psikologis misinterpretasi perawatan dan penatalaksanaan pengobatanHipertensi portalMudah mengalami pendarahan, anemia, leukopenia dan trombositopeniaHepatoma Gangguan hematologikPenurunan fungsi hatiPerubahan warna kulit, urine gelapPrubahan proses metabolikPeningkatan tekanan hidrostatik, peningkatan permeabilitas vaskularPerdarahan gastrointestinal: hematemesis dan melenaSpider nevi pruritusVarises esofagusHipo kalemia anemiaRespons gangguan gastro intestinalKecemasan penurunan informasiAktual/risiko gangguan integritas integumenMual, muntah, kembung, anoreksiaHipo albuminemiaCepat lelah kelemahan fisik umumAlkalosis Penurunan perfusi periferFiltrasi cairan ke ruang ketigaIntoleransi aktivitas
Multifaktor penyebab nekrosis hepatosit: infeksi, alcohol dan lainnya.
Debris sel
Nekrosi hepatosit
Kemotaksis sel inflamasi
Kebocoran enzim
Sel penyimpan lemak hati
Aktivasi sel kufler
Faktor pertumbuhan & sitokin
Resiko tinggi injuri
Proliferasi fibroblas
Kolagen tipe,I, III, IV proteoglikan
Fibrosis hati
Monosit
Granulosit, limfosit
Pembentukan matriks ekstrasel
Makrofag
Kolestasis yang menyebabkan ikterus dan hiperbilirubinemia
Regenerasi nodular dan hilangnya struktur lobolus
Sirosis hepatik
Respons psikologis misinterpretasi perawatan dan penatalaksanaan pengobatan
Hipertensi portal
Mudah mengalami pendarahan, anemia, leukopenia dan trombositopenia
Hepatoma
Gangguan hematologik
Penurunan fungsi hati
Perubahan warna kulit, urine gelap
Prubahan proses metabolik
Peningkatan tekanan hidrostatik, peningkatan permeabilitas vaskular
Perdarahan gastrointestinal: hematemesis dan melena
Spider nevi pruritus
Varises esofagus
Hipo kalemia anemia
Respons gangguan gastro intestinal
Kecemasan penurunan informasi
Aktual/risiko gangguan integritas integumen
Mual, muntah, kembung, anoreksia
Hipo albuminemia
Cepat lelah kelemahan fisik umum
Alkalosis
Penurunan perfusi perifer
Filtrasi cairan ke ruang ketiga
Intoleransi aktivitas
Metabolik ensefalopatiTerapi diuretikAktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolitPemecahan as.amino entrik meningkatIntake nutrisi tidak adekuatKoping individu/keluar keluarga tidak efektifFase terminalKematian Koma Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari ebutuhan. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolitAsites dan edema periferRR meningkatRisiko tinggi injuriHepatik ensefalopatiHiper amonemiaPola napas tidak efektif
Metabolik ensefalopati
Terapi diuretik
Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Pemecahan as.amino entrik meningkat
Intake nutrisi tidak adekuat
Koping individu/keluar keluarga tidak efektif
Fase terminal
Kematian
Koma
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari ebutuhan. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Asites dan edema perifer
RR meningkat
Risiko tinggi injuri
Hepatik ensefalopati
Hiper amonemia
Pola napas tidak efektif
Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya sites dan kondisi ini berhubungan dengan hipoalbuminemia juga retensi garam dan air. Kegagalan sel hati untuk menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik merupakan penyebab retensi natrium dan air. Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang ditemukan pada napas pasien, khususnya pada koma hepatikum dan di duga akibat ketidakmampuan hati dalam metabolisme metionin (Sibernagl, 2007).
Hepatik ensefalopati adalah kerusakan sistem saraf berhubungan dengan komplikasi gangguan fungsi hati, khususnya akibat gangguan penguraian amonia menjadi urea. Penjelasan yang rinci bagaimana kondisi ini terjadi masih belum jelas, tetapi beberapa hal yang dipercaya meningkatkan kondisi ini adalah berhubungan dengan fungsi hati. Tugas pentig hati adalah mengubah zat-zat toksin yang baik dibuat oleh tubuh atau dibawah ke dalam tubuh (seperti obat-obatan) dan menjadikaa zat ini tidak memberikan efek berbahaya bagi tubuh. Amonia, yang diproduksi oleh tubuh ketika protein dicerna merupakan salah satu dari zat toksin yang dibuat tidak berbahaya oleh hati.
Peningkatan kadar amonia didalam sirkulasi, terjadi merupakan efek samping dari ketidakmampuan hati dalam memecah amonia menjadi urea. Kondisi hiperamonia akan menggangu metabolisme sistem saraf pusat dan terjadi kondisi hepatik ensefalopati. Kondisi ini dapat dipicu oleh berbagai kondisi, meliputi sebagai berikut.
Kondisi apapunyang menyebabkan alkalosis.
Dehidrasi
Makan terlalu banyak protein
Ketidakseimbangan elektrolit (terutama penurunan kalium) dari muntah atau dari perawatan seperti paracentesis atau terapi diuretik
Perdarahan gastrointernal.
Penurunan kadar oksigen di dalam tubuh.
Pascabedah dengan anestesi umum.
Penggunaan obat-obatan yang menekan sistem saraf pusat (seperti barbitular atau benzodiazepine)
Hepatik ensefalopati dapat terjadi secara akut, berpotensi secara reversibel, atau mungkin bersifat gangguan kronis progresif yang berhubungan dengan penyakit hati kronis.
Hipertensi Portal
Hipertensi Portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas tingkat normal yaitu 6 sampai 12 cmH2O (price, 1995). Hati yang normal memiliki kemampuan untuk mengakomodasi perubahan besar pada aliran darah portal tanpa perubahan cukup besar dalam tekanan portal. Hipertensi portal merupakan hasil dari kombinasi peningkatan arus masuk vena portal dan peningkatan resistensi terhadap aliran darah portal (Groszmann, 1994).
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi protal) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air, serta peningkatan sintesis dari aliran limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal yaitu pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi sekitar 70% pasien sirosis lanjut (price, 1995).
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena supervisial dinding abdomen. Timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Dilatasi anastomosis antara cabang-cabang vena mesenterika inferior dan vena-vena rektum sering mengakibatkan terjadinya hemoroid interna. Perdarahan ini hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat hebat karena tekanan yang di hasilkan tidak setinggi tekanan pada esofagus oleh karena jarak yang lebih jauh dari vena porta.
Splenomegali pada sirosis dapat di jelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis.
Komplikasi
Kongesif splenomegali.
Perdarahan varises.
Hepatoma/hepatocellular carcinoma (HCC).
Pengkajian
Pengkajian sirosis hepatis terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik. Pengkajian di fokuskan pada respon penurunan fungsi hati dan hipertensi portal.
Pada penurunan fungsi hati, keluhan utama yang di dapatkan, bervariasi sesuai tingkat toleransi individu. Keluhan cepat lelah dan merasa lemah merupakan keluhan utama yang paling lazim didapatkan akibat penurunan fungsi hati. Hal ini berhubungan dengan kegagalan hati dalam melakukan funfsi sintesis dan fungsi metabolik.
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, pasien mengeluh adanya ikterus, anoreksia, mual, muntah, kulit gatal, dan gangguan pola tidur. Pada beberapa pasien juga mengeluh demam ringan, nyeri otot, nyeri dan merasa ada benjolan pada abdomen kanan atas, keluhan nyeri kepala, keluhan riwayat mudah mengalami perdarahan, serta bisa didapatkan adanya perubahan kesadaran secara progresif sebagai respon dari hepatik ensefalopati, seperti agitasi (gelisah), tremor, disorientasi, confusion, kesadaran delirium sampai koma. Keluhan asites dan edema perifer dihubungkan dengan hipoalbuminemia sehingga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dan menyebabkan perpindahan cairan keruang ketiga.
Pada kondisi hipertensi portal, keluhan yang dilaporkan adalah perut membesar (asites), edema akstremitas, dan adanya riwayat perdarahan (hematemesis dan melena). Mual dan muntah yang berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Keluhan mudah mengalami perdarahan.
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu didapatkan adanya riwayat menderita hepatitis virus, khususnya hepatitis B dan C, riwayat penggunaan alkohol, dan riwayat penyakit kuning yang penyebabnya belum jelas.
Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada pasien dengan kondisi terminal, pasien dan keluarga membutuhkan dukungan perawat atau ahli spiritual sesuai dengan keyakinan pasien.
Pemeriksaan fisik, survei umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah sampai sangat lemah. TTV bisa normal atau bisa didapatkan perubahan, seperti takikardia dan perningkatan pernapasan.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pada seluruh sistem organ tubuh karena efek sirosis memengaruhi seluruh organ tubuh. Pada tabel 8.3 dengan pendekatan B1-B6 mrndeskripsikan pemeriksaan fisik pada pasien sirosis hepatis.
Tabel 8.4 pemeriksaan fisik pada pasien sirosis hepatis
pendekatan
inspeksi
palpasi
perkusi
auskultasi
B1: breathing respirasi
Trelihat sesak dan penggunaan obat bantu napas sekunder dari penurunan ekspansi rongga dada dari asites atau hepatomegali.
Bila tidak ada komplikasi, taktil fremitus seimbang.
Bila tidak ada komplikasi, lapangan paru resonan. Bila terdapat efusi akan didapatkan bunyi redup.
Secara umum normal, tetapi bisa didapatkan adanya bunyi napas tambahan ronkhi akibat akumulasi sekret.
B2: Blood kardiovaskuler Hematologi.
Anemia, terdapat tanda dan gejala perdarahan.
Peningkatan denyut nadi.
Refluks hepatojugular bisa didapatkan.
-
Biasanya normal, kecuali didapatkan sirosis hepatis dengan gagal jantung kongesif.
B3: Brain sistem saraf Neurosensori Endokrin
Sistem saraf: agitas, disorientasi, penurunan GCS. Neurosensori: fetor uremikum.
Endokrin: pada pria mungkin mengalami atrofi dari testis, dan impotensi. Wanita dapat mengalami ginekomastia (pembesaran payudara), menstruasi tidak teratur, hilangnya rambut ketiak, perubahan suara menjadi lebih berat.
Pembesaran kelenjar tiroid (jarang)
-
-
Tabel 8.4 pemeriksaan fisik pada pasien sirosis hepatis
pendekatan
inspeksi
palpasi
perkusi
auskultasi
B4: Bladder Genitourinari
Urine gelap warna kecoklatan, seperti cola atau teh kental.
Biasanya nornal tidak didapatkan adanya tenderness.
-
-
B5: Bowel Gastrointestinal
Tanda dan gejala gangguan gastrointesnal, seperti mual, dispepsia, perubahan dalam buang air besar, dan anoreksia dengan penurunan berat badan. Asites dan kadang didapatkan hernia umbilikus, dilatasi vena abdominal. Pemeriksaan rektum anus mungkin didapatkan perdarahan sekunder darihemoroid internal.
Hepatosplenomegali ringan dan nyeri tekan (tenderness) kuadran kanan. Adanya Shifting dullness atau gelombang cairan
Nyeri tekuk pada kuadran kanan atas.
Biasanya bising usus normal.
B6: Bone Muskuloskeletal Integumen
Pasien terlihat kelelahan (fatigue). Tremor dan atrofi otot pada sirosis akibat hepatitis kronis. Kulit kuning dan pruritus mungkin berkembang dalam kaitannya dengan penumpukan pigmen empedu pada kulit. Memar dan bukti lain perdarahan juga mungkin hadir, perdarahan ini meliputi perdarahan gusi, ekimosis, dan spider nevi, Gejala-gejala ini berkaitan dengan tingkat ekstrogen yang tinggi dan penurunan penyerapan vitamin K.
Penurunan kekuatan otot. Penurunan kemampuan dalam beraktifitas.
-
-
Pengkajian pemeriksaan diagnostik, terdiri atas hal berikut.
Pemeriksaan darah.
Biasanya dijumpai anemia, leukopeni, trombositopeni, dan waktu protrombin memanjang.
Tes faal hati. Untuk memeriksa apakah hati berfungsi normal. Temuan raboratorium bisa normal dalam sirosis.
USG. Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.
Risiko tinggi injuri b.d. anemia, trombositopenia, leukopenia, gangguan mekanisme pembekuan darah, hepatik enselopati, penurunan kesadaran, perdarahan gastrointestinal.
Intervensi
Rasional
Lakukan intervensi untuk menurunkan risiko perdarahan, meliputi:
Monitor kondisi feses dan muntahan dari warna adanya perdarahan.
Lakukan pemenuhan hidrasi secara intravena.
Waspadai adanya perubahan status kesadaran, gelisah, dan ukur TTV secara periodik.
Observasi manifestasi hemoragi
Jaga agar pasien dapat tenang dan membatasi aktivitasnya.
Dokumentasikan kondisi muntahan, TTV, dan tingkat kesadaran lalu lapor dokter bila didapatkan adanya perubahan yang signifikan.
Kolaborasi untuk pemberian vitamin K.
Dampingi pasien apabila pasien mengalami perdarahan terus-menerus.
Pindahkan pasien ke ruang intensif apabila perdarahan bersifat masif.
Kolaborasi untuk transfusi sel darah merah dan trombosit.
Kolaborasi untuk intervensi medis pemasangan balon esofagus.
Penurunan risiko perdarahan pada pasien sirosis hepatis dilaksanakan untuk mencegah kondisi fisik yang lebih parah.
Deteksi awal untuk memonitor adanya perdarahan gastrointestinal.
Intervensi pemeliharaan dengan pemberian cairan dekstrose 10% akan membantu memelihara keadekkuatan sirkulasi dari volume darah sebagai proteksi pada organ vital dan mencegah kondisi hipovolemia.
Dapat menunjukkan tanda-tanda dini terjadinya perdarahan gastrointestinal dan syok hipovolemik.
Tanda-tanda peteki, ekimosis, perdarahan gusi, dan spider nevi dapat menunjukkan perdarahan pada mekanisme pembekuan darah.
Meminimalkan risiko perdarahan dari akibat manuver yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah.
Intervensi penting untuk menurunkan risiko dan injuri yang lebih parah.
Pada pasien sirosis hepatis, fungsi hati untuk metabolisme lemak akan terganggu, akibatnya akan terjadi devisiensi vitamin K yang akan cenderung menyebabkan perdarahan pada pasien. Pemberian biasanya akan diresepkan oleh dokter dan perawat pemberian sesuai dengan pesanan.
Selain memberikan dukungan psikologis pada pasien, perawat juga menjaga kondisi aspirasi hematemesis ke jalan napas yang bisa menyebabkan kondisi sufokusi atau pembekuan darah yang menyumbat jalan napas.
Untuk memudahkan dalam melakukan monitoring status kardiorespirasi dan intervensi kedaruratan.
Pada kondisi klinik sirosis hepatis dengan perdarahan hematemesis serta melena kronis terjadi penurunan hemoglobin dan sel darah merah secara signifikan, serta trombosit. Pemberian transfusi darah sel darah merah dan trombosit untuk memaksimalkan kondisi volume darah akibat dari kondisi hematemesis melena kronik.
Pemberian balon esofagus merupakan intervensi untuk menurunkan perdarahan dari varises esofagus (lihat kembali intervensi pada asuhan keperawatan varises esofagus pada materi sebelumnya).
Laukan intervensi untuk menurunkan risiko trauma fisik, meliputi:
Monitor kondisi pasien secara periodik.
Penurunan risiko trauma fisik pada pasien sirosis hepatis dilaksanakan untuk mencegah kondisi fisik yang lebih parah.
Deteksi awal untuk memonitor adanya perubahan kesadaran yang signifikan.
Pasang pagar penghalang tempat tidur.
Lakukan pencegahan cedera pada area yang rentan.
Monitor adanya trombosis vena profunda.
Pasien sirosis harus dilindungi terhadap kemungkinan akan terjatuh dan cedera lainnya. Rel penghalang disamping tempat tidur harus dipasang pada tempatnya dan diberi bantalan selimut yang lembut untuk mengalami risiko bila pasien mengalami gelisah atau berontak (agitasi). Pasien harus diberitahu agar memiliki orientasi terhadap tempat dan waktu. Semua prosedur perlu dijelaskan untuk mengurangi kemungkinan agitas. Pasien diinstruksikan untuk meminta bantuan saat akan turun dari tempat tidur. Ssetiap cedera harus dievaluasi dengan cermat karena kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
Intervensi yang mencegah cedera pada penonjolan tulang yang akan meningkatkan risiko dekubitus. Perawat juga melakukan penekanan setiap lokasi penyuntikan, menggunakan jarum diameter kecil pada penyuntikan intramuskular, menganjurkan untuk membuang ingus perlahan-lahan dan menghindari cedera dari benda-benda tajam seperti kuku pasien yang panjang.
Respon trombosis vena profunda secara patofisiologi dimulai dengan inflamasi ringan sampai berat dari vena. Keadaan ini terjadi ada kaitannya dengan pembekuan darah.
Lakukan intervensi untuk memonitor kondisi hepatik enselopati, meliputi :
Berikan terapi, sesuai pesanan.
Pemantauan merupakan pekerjaan keperawatan yang ensesial untuk mengenali kemunduran dini pada status mental. Perawat harus memantau status mental penderita dengan ketat dan melaporkan perubahan yang terjadi sehingga terapi ensefalopati dapat dimulai dengan segera. Oleh karena gangguan elektrolit dapat turut menimbulkan enselopati, kadar elektrolit serum harus dipantau dengan cermat dan dikoreksi jika kadar tersebut abnormal. Oksigen diberikan jika terjadi desaturasi oksigen.
Terapi dapat mencangkup penggunaan laktulosa, serta antibiotik saluran cerna yang tidak dapat dicerna yang tidak dapat diserap untuk menurunkan kadar amonia, modifikasi obat-obat yang digunakan untuk meniadakan obat yang dapat memicu atau memperburuk ensefalopati hepati dan tirah baring untuk meminimalkan pengeluaran energi.
Risiko tinggi injuri b.d anemia, trombositopenia, leucopenia, gangguan mekanisme pembekuan darah, hepatic enselofalopati, penurunan kesadaran, perdarahan gastrointestinal
Intervensi
Rasional
Lakukan tirah baring pada pasien
Beri posisi duduk dan oksigen 3l/menit
Penderita penyakit hati yang aktif memerlukan istirahat dan berbagai tindakan pendukung antara lainnya yang memberikan kesempatan kepada hati untuk membangun kembali kemampuan fungsionalnya. Jika pasien dirawat dirumah sakit, berat badan dan intake, serta output cairan harus diukur dan dicatat setiap hari.
Istirahat akan mengurangi kebutuhan dalam hati. Pasien rentan terhadap bahaya imobilitas, oleh karena itu berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah gangguan pernapasan, sirkulasi dan vascular. Semua tindakan ini dpaat membantu mencegah masalah seperti pneumonia, tromboflebitis, dan dekubitus. Apabila status nutrisi sudah diperbaiki dan kekuatan tubuh bertambah, kepada pasien dapat dianjurkan untuk meningkatkan aktifitas secara bertahap.
Posisi pasien ditempat tidur perlu diatur untuk mencapai status pernapasan yang efisien dan maksimal. Hal ini sangat penting terutama bila gejala sasites sangat nyata sehingga mengganggu gerakan ekskursi toraks yang memadai.
Terapi oksigen mungkin diperlukan pada gagal hati untuk oksigenasi sel-sel yang rusak dan untuk mencegah destruksi sel lebih lanjut.
Aktual/risiko pola napas tidak efektif b.d ekspansi menurun (sekunder asites), hiperanemia, ensefalopati hepatik.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria evaluasi :
Pasien tidak sesak napas.
RR dalam batas normal 16-20x/menit
Pemeriksaan gas arteri pH 7,40 ± 0,005, HCO3, 24±2 mEq/L, dan PaCO2 40 mmHg.
Kadar elektrolit normal.
Intervensi
Rasional
Kaji factor penyebab pola napas tidak efektif.
Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari alkalosis.
Monitor ketat TTV.
Perubahan TTV akan memberikan dampak pada risiko alkalosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi alkalosis.
Istirahatkan pasien dengan posisi fowler.
Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal.
Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.
Ukur intake dan output.
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.
Manajemen lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan.
Beri oksigen 3l/menit.
Terapi pemeliharaan untuk kebutuhan oksigen.
Aktual/risiko pola napas tidak efektif b.d ekspansi menurun (sekunder asites), hiperanemia, ensefalopati hepatik.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Pantau data laboratorium analisis gas darah berkelanjutan.
Evakuasi cairan peritoneal
Tujuab intervensi keperawatan pada alkalosis adalah menurunkan pH sistemik sampai kebatas yang aman dan menanggulangi sebab-sebab alkalosis yang mendasarinya.
Dengan monitoring perubahan dari analisi gas darah berguna untuk menghindari komplikasi yang tidak diharapkan.
Evakuasi cairan peritoneal atau asites dapat membantu pengembangan paru lebih optimal dan menurunkan sesak napas. Peran perawat pada intervensi ini, meliputi hal-hal sebagai berikut :
Persiapan alat srana intervensi.
Persiapan psikologis.
Meyakinkan informed constent sudah ditandatangani pasien dan dokter.
Menjelaskan langkah-langkah yang akan dilalui pasien pada saat prosedur untuk meningkatkan kooperatif.
Pengaturan posisi.
Dukungan psikologis pada saat drain terpasang.
Monitoring keadaan umum dan tanda-tanda vital Selma prosedur dilakukan.
Dokumentasi pengeluaran cairan evakuasi.
Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan metabolisme sistemik.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam perawatan diri pasien optimal sesuai tingkat toleransi individu.
Kriteria evaluasi :
Kebutuhaan sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang menurunkan intoleransi aktivitas.
Pasien mampu mengidentifikasi metode untuk menurunkan intoleransi aktivitas.
Tidak terjadi komplikasi sekunder, seperti peningkatan frekuensi pernapasan dan kelelahan berat setelah 3 menit pasien melakukan aktovitas.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dalam system saraf pusat, dan stasus kardiorespirasi.
Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat kesadaran, khususnya pada pasien sirosis hepatik dengan ensefalopati.
Pantau respons individu terhadap aktivitas.
Beberapa pasien sirosis hepatis lebih banyak berhubungan dengan kondisi penurunan fungsi hati dengan manifestasi anemia, cepat lelah, kondisi ini dipertimbangkan dalam memenuhi aktifitas pasien sehari-hari.
Pemantauan yang dilakukan meliputi :
Ukur nadi, tekanan darah, dan pernapasan saat istirahat.
Pertimbangkan frekuensi, irama, dan kualitas (jika tanda-tanda abnormal-misalnya nadi >100-konsulkan dengan dokter tentang kemungkinan peningkatan aktivitas).
Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas : ukur nadi selama 15 detik dan kalikan dengan 4 untuk mewakili hitungan satu menit penuh.
Istirahatkan pasien selama 3 menit, ukur lagi tanda-tanda vital.
Hentikan aktivitas bila pasien berespon terhadap aktivitas dengan : adanya keluhan nyeri dada, dipsnea, vertigo/konfusi, frekuensi nadi menurun, dan tekanan darah sistolik menurun.
Kurangi intensitas, frekuensi, atau lamanya aktivitas jika : nadi lebih lama dari 3-4 menit untuk kembali dalam 6 denyut dari frekuensi nadi istirahat, frekuensi pernapasan meningkat berlebihan setelah aktivitas, terdpat tanda-tanda lain hipoksia (misalnya : konfusi, vertigo).
Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
Intervensi memudahkan pemulihan pada pasien sirosis hepatis, pascaevakuasi cairan asites dan pasien yang mempunyai toleransi yan g membaik. Intervensi yang dianjurkan, meliputi hal-hal berikut :
Untuk pasien yang sedang atau pernah tirah baring lama, mulai lakukan rentang gerakan sedikitnya 2x sehari.
Rencanakan waktu istirahat sesuai dengan jadwal sehari-hari pasien (waktu istirahat dapat dilakukan antara aktivitas).
Tingkatkan dorongan "dapat melakukan" secara tulus untuk member suasana positif yang mendorong peningkatan aktivitas; beri kepercayaan kepada pasien bahwa mereka dapat meningkatkan status mobilitasnya. Beri penghargaan terhadap kemajuan yang dicapai.
Pasien juga didorong untuk membuat jadwal aktifitas dan sasaran aktifitas fungsional (jika sarannya terlalu rendah, buat kontrak : misalnya "JIka Anda berjalan setengah dari lorong ini, Saya akan bermain kartu dengan Anda").
Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong pasien melakukan aktivitas lebih lambat, untuk waktu yang lebih singkat, dengan istirahat lebih, atau dengan lebih banyak bantuan. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit setiap hari, 3x sehari.
Anjurkan pasien untuk mengenakan sepatu yang nyaman (sandal tidak menyangga kaki dengan baik).
Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan metabolism sistemik.
Intervensi
Rasional
Ajarkan pasien metode pengehmatan energi untuk aktivitas.
Metode penghematan energy dapat mengurangi kebutuhan metabolism pada pasien sorosis hepatis. Metode yang dapat dianjurkan, meliputi hal-hal sebagai berikut :
Luangkan waktu istirahat selama aktivitas, dalam interval selama siang hari dan satu jan setelah makan.
Lebih baik duduk daripada berdiri saat melakukan aktivitas, kecuali hal ini memungkinkan.
Saat melakukan suatu tugas, istirahat setiap 3 menit selama 5 menit untuk menurunkan kebutuhan suplai darah dari jantung dan menurunkan kebutuhan metabolism hati.
Hentikan aktivitas jika pasien keletihan atau terlihat tanda-tanda sesak napas.
Berikan bantuan sesuai tingkat toleransi (makan, minum, mandi, berpakaian, dan eliminasi).
Teknik penghematan menurunkan penggunaan energi.
Bantu aktivitas sehari-hari pasien.
Walaupun pasien mengalami intervensi tirah baring, aktivitas sehari-hari seperti makan sendiri menggunakan pakaian dapat dilakukan seperti biasa ditempat tidur.
Perawat membantu memfasilitasi kebituhan pasien untuk melakukan perawatan diri, kebutuhan eliminasi masih dilakukan ditempat tidur. Perawat yang memfasilitasi kebutuhan ini sangat penting untuk menjaga kewaspadaan umum (universal precaution), yaitu dengan menggunakan sarung tangan, clemek, dan masker, khususnya pada pasien sirosis hepatis dengan riwayat hepatitis B dan hepatitis C.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang adekuat.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria evaluasi :
Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu.
Menunjukkan peningkatan BB.
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
Kaji pengetahuan pasiean tentang intake nutrisi.
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi social ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut, perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
Pertahankan kebrsihan mulut.
Akumulasi partikel makanan dimulut dapat menambah baud an rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
Anjurkan makan tiga kali sehari.
Oleh karena sedikit bukti yang mendukung teori bahwa diet saring (blender) lebih menguntungkan daripada makanan biasa, maka pasien telah dianjurkan untuk makan apa saja yang disukainya.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang adekuat
Intervensi
Rasional
Beri diet sesuai kondisi klinik.
Pada sirosis (tanda-tanda yang menonjol atau ensefalopati hipertensi portal) – diet natrium rendah (1,5g/hari), tinggi kalori-protein. Dalam kasus hiponatremia, cairan pembatasan (1,5l/hari) (Sharma, 2008).
Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak
Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar. Dengan makanan secara perlahan, kondisi sesak pasien dapat berkurang akibat banyaknya intake yang mengisi rongga abdominal dan diperparah oleh adanya asites dapat meningkatkan keluhan sesak.
Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energy dan kalori, sehubungan dengan perubahan metabolik pasien.
Monitor perkembangan berat badan.
Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap intervensi yang diberikan. Evaluasi penimbangan berat badan harus disesuaikan dengan output cairan, termasuk cairan dari parasintesis. Hal ini untuk menghindari interpretasi yang salah disebabkan banyaknya penurunan verat badan pascaevakuasi cairan.
Pemenuhan informasi b.d ketidak adekuatan informasi penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencana perawatan rumah.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
Pasien termotivasi untuk melaksanakan pejelasan yang telah diberikan.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit dan rencana perawatan rumah.
Tingakt pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.
Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.
Anjurkan untuk melakukan praktik aman dalam aktivitas seksual.
Menurunkan epidemologi transmisi, terutama apabila pasien memiliki riwayat hepatitis B dan hepatitis C HBV.
Anjurkan untuk melakukan cek darah rutin pada pasien yang mengalami sirosis hepatis dengan riwayat hepatitis B dan hepatitis C.
Pasien harus dipantau dengan tes darah untuk menetapkan perbaikan biokimia. Pemeriksaan kadar amino transferase dialkukan rutin maksimal setiap tahun pada pasien pasca-fase akut.
Pemenuhan informasi b.d ketidak adekuatan informasi penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencana perawatan rumah.
Intervensi
Rasional
Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani perawatan rumah, meliputi :
Anjurkan untuk istirahat setelah pulang.
Ajarkan pasien untuk menjaga intake cairan oral.
Beritahu untuk menghindari obat yang bersifat hipototoksik.
Hindari minuman beralkohol.
Beritahu pasien dan keluarga apabila didapatkan perubahan klinik untuk segera memeriksakan diri.
Pascaintervensi parasintesis, biasanya kondisi pasien membaik, tetapi klinik pasien dapat berubah pada waktu yang tidak ditentukan. Untuk itu setelah pulang, pasien diberitahu untuk melakukan istirahat dengan aktivitas rutin minimal atau aktivitas rutin dapat dilakukan sesuai tingkat toleransi individu.
Minum banyak cairan bening untuk mencegah dehidrasi.
Hindari obat-obatan dan zat-zat yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati seperti asetaminofen atau parasetamol dan preparat yang mengandung asetaminofen.
Alkohol akan masuk ke intestinal dan harus dimetabolisme di hati sehingga memperberat fungsi hati, serta akan meningkatkan kondisi nekrosis hati yang bertambah berat.
Intervensi penting untuk menncegah risiko kerusakan hati yang lebih parah.
Aktual/risiko gangguan integritas integumen b.d spider nevi, pruritus, respons ikterus, peningkatan kadar bilirubin pada system vascular integumen.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria evaluasi :
Kulit tidak kering, pruritus berkurang, spider nevi berkurang, petekie pada kulit berkurang.
Intervensi
Rasional
Kaji terhadap kekringan kulit, pruritus, spider nevi dan infaksi.
Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan bilirubin pada vascular integument.
Kaji terhadap adanya ptekie dan purpura.
Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat hepatis.
Monitor area yang mudah dijangkau pasien untuk menggaruk.
Area-area ini sangat mudah terjadinya injuri.
Anjurkan untuk pasien melakukan distraksi pada saat respons gatal.
Intervensi untuk menurunkan respons gatal.
Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Menghindari iritasi integument akibat bekas garukan dari kuku pasien yang panjang.
Kecemasan pasien dan keluarga b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan, krisis situasi fase terminal penyakit.
Tujuan : Secara subjektif pasien dan keluarga melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi :
Pasien akan melaporkan penurunan ansietas atau ketakutan.
Pasien dapat mendemonstasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standart.
Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Mengungkapkan perasaan mengenai menjelang ajal.
Mengidentivikasi dua aktivitas yang meningkatkan control dan pengetahuan diri.
Intervensi
Rasional
Monitor respons fisik, seperti : kelemahan perubahan tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan.
Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana yang penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
Tingkatkan control sensasi pasien.
Kontrol sensasi pasien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi teknik-teknik pengalihan, serta memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, serta menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
Aadanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitas dan pengalihan (mosal membaca) akanmenurunkan perasaan terisolasi.
Kecemasan pasien dan keluarga b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan, krisis situasi fase terminal penyakit.
Intervensi
Rasional
Lakukan intervensi penuturan kecemasan menjelang ajal pada pasien fase terminal.
Intervensi ini dapat membantu pasien dan keluarga dalm menghadapi krisis situasi yang terkontrol. Intervensi yang dianjurkan, meliputi hal-hal sebagai berikut :
Izinkan individu mengungkapkan persepsinya tentang situasi (missal "Ungkapankan pada saya apa yang sedang Anda alami").
Dorong individu untuk mengungkapkan konflik dan kekhawatirannya (missal "Bila Anda dapat menyelesaikan sesuatu sebelum anda meninggal apa yang akan terjadi?", "Apa yang paling mengkhawatirkan Anda?").
Gali hubungan individu antara spiritualitas dan mendekati kematian.
Keyakinan setelah kehidupan.
Selidiki maknanya.
Hubungan dengan Tuhan.
Gali interpretasi individu tentang penderitaan penderitaan (missal hukuman, pengujian nasib buruk, perjalanan alamiah, harapan dari Tuhan, menyangkal, penebusan).
Dorong untuk mengungkapkan cerita kehidupan dan kenangan.
Diskusikan peninggalan warisan (donasi, barang-barang pribadi, rekaman pesan untuk yang selamat).
Dorong merefleksikan aktivitas (missal doa pribadi, meditasi, dan menulis jurnal).
Dorong individu untuk membalas rahmat kehidupan yang diberi-Nya pada orang lain (misal mendengarkan, mendoakan orang lain, berbagi hikmah dari sakit yang diderita, menciptakan pemberian warisan).
Dorong teman dan keluarga untuk bersikap jujur secara spiritual dan emosional.
Izinkan untuk mengungkapkan perasaan tentang makna kematian.
Beri tahu bahwa tidak ada perasaan yang salah atau benar.
Beri tahu bahwa responsnya adalah pilihan.
Akui upaya individu.
Koping individu/keluarga tidak efektif b.d kondisi sakit, fase terrminal penyakit.
Tujuan : Dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi :
Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
Mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
Identifikasi arti kehilangan atau disfungsi pada pasien.
Beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur kekurangan.
Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan.
Menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk mengenal, dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi, serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh.
Mengijinkan pasien utntuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri, serta memengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau pastisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan pasien, tongkat, alat bantu jalan dan panjang untuk kateter.
Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalma kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan withdrawl.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi. Umumnya terjadi sebagai pengaruh dari strike dimana keadaan ini memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi :
rujuk pada ahli neuro psikologi dan konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.