BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT JANUARI 2012
SINDROM NEFROTIK
DISUSUN OLEH ILMA KHAERINA AMALIYAH B. C111 08 274 PEMBIMBING dr. HERMAWATI AZIKIN
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa: Nama
: Ilma Khaerina Amaliyah B.
NIM
: C11108274
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Hasanuddin
Judul Referat : Sindrom Sindrom Nefrotik Nefrotik Judul Kasus
: Sindrom Nefrotik
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar,
Pembimbing
Dr. Hermawati Azikin
Januari 2012
CoAss
Ilma Khaerina Amaliyah
2
DAFTAR ISI
BAB I SINDROM NEFROTIK
PENDAHULUAN «««« «««««««««««««««««««««««««.4 KLASIFIKASI...««««««««««««««««««««««««««««««4 EPIDEMIOLOGI«««««««««««««««««««««««««««««...5 PATOFISIOLOGI«««««««««««««««««««««««««««««..5 MANIFESTASI KLINIS««««««««««««««««««««««««««...7 PEMERIKSAAN PENUNJANG«««««««««««««««««««««««....8 PENATALAKSANAAN«««««««««««««««««««««««««««9 PROGNOSIS««««««««««««««««««««««««««««««.....13 BAB II LAPORAN KASUS ««««««««««««««««««««««««...15 BAB III PEMBAHASAN««««««««««««««««««««««««««25 DAFTAR PUSTAKA«««««««««««««««««««««««««««...29
3
BAB I SINDROM NEFROTIK
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 ± 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (< 25 g /l), hiperkolesterolemia (total kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua ge jala tersebut harus ditemukan. 1,2, 3 SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.1,2,3,4 Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang 1,2, 3
baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi kron ik.
KLASIFIKASI 1,2
I. Penyebab
1. Penyebab Primer Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas sindrom nefrotik idiopatik (SNI) atau disebut juga SN primer dengan kelainan histologik menurut pembagian Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) sebaga i berikut:
1,2,4
1. Minimal change = sindrom nefrotik kelainan minimal 2. Glomerulosklerosis fokal 3. Glomerulonefritis proliferatif yang dapat bersifat difus eksudatif, fokal, pembentukan crescent (bulan sabit), mesangial, dan membranoproliferatif 4. Nefropati membranosa 5. Glomerulonefritis Kronik
4
Dari kelima bentuk kelainan histologik SNI ini maka sindrom nefrotik kelainan minimal 1,2
merupakan kelainan histologik yang paling sering dijumpai (80%). 2. Penyebab Sekunder, dari penyakit/kelainan: - Sistemik:
o Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Erythematous, Scholein-Henoch Syndrome, arthrtitis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease) o Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome o
Penyakit keganasan: Hodgkin¶s Disease, leukemia, adenosarkoma paru, payudara, kolon, myeloma multiple, dan karsinoma ginjal1,2
- Infeksi: Malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, TBC, dan lepra - Metabolik: Diabetes Mellitus, Amyloidosis. 1,2 - Obat-obatan/allergen/lain-lain: Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin polio, obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, 1,2
kaptopril, heroin, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter 5
II. Berdasarkan respon terhadap steroid y
Steroid responsif: sindroma nefrotik yang sensitif terhadap steroid (SNSS) lazimnya berupa kelainan minimal (biasanya biopsy ginjal t idak perlu)
y
5
Steroid non responsif /steroid resisten (SNRS) biasanya bukan berupa kelainan minimal 5
perlu biopsi ginjal
EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1 sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia > 60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansia tidak diketahui karena sering terjadi salah diagnosa.
2,6
PATOFISIOLOGI Proteinuria
Proteinuria sebagian besar berasal dari gangguan glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria glomerulus
5
disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrana basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme peghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.
1,2,7
Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pada nefropati lesi minimal, proteinuria disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.
7
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktu r MBG.1 Pada SN yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal (GNLM) ditemukan proteinuria selektif. Pada glomerulosklerosis fokal (GSF), peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel visceral glomerulus terlepas dari membrana basalis glomerulus sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada glomerulonefritis membranosa (GNMN) kerusakan struktur 1
membrana basalis glomerulus terjadi akibat endapan ko mplek imun di subepitel. Edema
Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai
akibatnya,
hipoalbuminemia
menurunkan
tekanan
osmotik
plasma
koloid, 7
menyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan mengakibatkan edema.
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut.1,2,7 Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.
6
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan 1,2,7
edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatkan reabsorbsi dan katabolisme albumin 1
oleh tubulus proksimal.
Hiperkolesterolemia/Hiperlipidemia
Disebut hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100ml. akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, low 2,7
density lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein (VLDL), dan trigliserida.
Hiperlipidemia terjadi sebagai akibat kelainan pada homeostasis lipoprotein yang terjadi sebagai akibat peningkatan sintesis dan penurunan katabolisme. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Di samping itu menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai 7
akibat keluarnya protein ke da lam urin.
MANIFESTASI KLINIS
Penderita SN paling sering datang dengan keluhan utama edema di daerah periorbital pada pagi hari dan edema di sekitar pergelangan kaki pada sore hari. Edema dapat berlanjut menjadi asites, edema di skrotum atau vulva, efusi pleura, dan edema anasarka. Tekanan darah pada umumnya normal atau rendah, namun dapat meningkat pada 21% penderita. Tekanan darah yang meningkat terutama terdapat pada penderita SN yang mengalami hipovolemia sebagai akibat sekresi renin, aldosteron, dan hormon vasoaktif lain, yang berlebihan. Penderita SN mempunyai risiko besar untuk mengalami hipovolemia, sehingga pemantauan volume sirkulasi sangat penting.
5
7
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan proteinuria masif, yaitu lebih dari 40 mg/m²/jam, atau rasio protein dan kreatinin lebih dari 2 mg per mg dalam urin sewaktu, atau dengan dipstik lebih dari 25% penderita SN menunjukkan hematuria mikroskopik sementara/transien, sedangkan hematuria gros sangat jarang ditemukan. Pada pemeriksaan urin dapat pula ditemukan lipiduria. Pada pemeriksaan plasma ditemukan hipoalbuminemia ( 2,5 g/dL), dengan rasio albumin dan globulin yang terbalik. Kadar ureum dan kreatinin normal, atau meningkat. Kadar kolesterol LDL, VLDL meningkat, sedang kadar HDL normal.5 Gambaran darah tepi menunjukkan tanda hemokonsentrasi berupa peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit. Jumlah trombosit dan agregasi trombosit meningkat.4 Selain hipovolemia, komplikasi SN yang tersering adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, dan malnutrisi. Kerentanan terhadap infeksi pada SN disebabkan oleh kadar IgG dan faktor B (proaktivator komplemen C3) rendah, gangguan opnisasi, gangguan transformasi limfosit, dan efek samping pengobatan imunosupresif.
5
Dalam jumlah tertentu transferin, globulin pengikat vitamin D dan globulin pengikat hormon 5
tiroid juga keluar di urin, menimbulkan anemia, tetani, dan gangguan pert umbuhan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang berikut: y
Urinalisis Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat. 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic ran ge.
y
2
Pemeriksaan sedimen urin Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
y
2
Pengukuran protein urin Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau sin gle spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.
2, 8
8
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini 2,8
mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g. y
Albumin serum - kualitatif
: ++ sampai ++++
- kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH) y
Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
y
USG renal 2
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik. y
Biopsi ginjal Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia > 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosis fokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2
y
Darah: 2
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml) - Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml) - 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml) - 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml) - globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml) - globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml) - rasio albumin/globulin <1 (N:3/2) - komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml) - ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
PENATALAKSANAAN
Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi
9
atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi 2,5
penyulit.
Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid. Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan antara 2,5
pengobatan inisial dan pengobatan relaps.
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 ± 8 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihent ikan.
2,5,8
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum > 3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria <3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.
5
Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu SN nonrelaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan S N dependen steroid (40-50%). Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan.
5,7
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.5,7 Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu: Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor. Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.
5,8
10
Terapi suportif/simtomatik Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat. Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik.
8
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut. Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari. Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari. Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena. Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload). Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.
1,2,5,7,8
Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 ± 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 ± 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin. Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.
1,2,5,7
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri. Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi. Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan. Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif. Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan 11
antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang.
1,2,5,7
H ipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers.
1,2,5,7
H ipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.
1,2,5,7
Tromboemboli
Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.
1,2,5,7
H iperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum
12
jelas. Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.
1,2,5,7
PROGNOSIS
Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada SN. Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom. Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada 2
penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.
Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 2
10 tahun.
Orang dewasa dengan minimal-change nephropathy memiliki kemungkinan relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan 2
resiko rendah untuk gagal ginjal. Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsial pada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.
2,4
Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, 2
seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive. Penderita SN non relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.
2,8
Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya. Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas. Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik. Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasien aka n membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.2
13
Pada amiloidosis primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan remisi 2
amiloidosis dan ini berhubungan dengan SN.
14
BAB II LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. I
Umur
: 24 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. Barawajaya Barat, Makassar
Ruangan
: BPII/210 RSLB
Nomor RM
: 236424
Tanggal Masuk RS : 28 November 2011 ANAMNESIS
Anamnesis : Autoanamnesis Keluhan Utama : Bengkak seluruh badan Anamnesis Terpimpin : y
Dialami sejak 1 minggu SMRS, bengkak awalnya di daerah kaki lalu dirasakan naik ke perut dan wajah. Bengkak di daerah wajah utamanya di daerah kelopak mata, muncul 1 hari SMRS, saat bangun pagi dan menghilang sore harinya. Bengkak sebelumnya
2 minggu
SMRS, pasien berobat ke Puskesmas, dikatakan sakit beri-beri dan diberi obat (salah satunya berwarna hijau 3x1) selama 3 hari. Bengkak dirasakan berkurang tetapi muncul kembali 1 minggu terakhir. y
y
Demam (-). Riwayat demam (-) Nyeri kepala (+), seperti tertekan, sejak
3 hari SMRS
y
Batuk (-), sesak (+) dirasakan jika duduk, tidak dipengaruhi aktivitas.
y
Mual (+), muntah (+) sejak 1 hari SMRS, frekuensi 2-3 x tiap makan, ada keluhan nyeri perut, tidak terus-menerus, terasa melilit, tidak menjalar.
y
Nafsu makan dirasakan menurun 1 minggu terakhir
y
BAB : belum 3 hari, flatus (+)
y
BAK : kesan lancar, warna kuning
y
RPS: - riw. hipertensi tidak diketahui o
Riwayat kebiasaan sering minum extra joss tiap hari sejak > 5 tahun yll
o
Riwayat ISPA (-)
o
Riwayat alkohol (-) 15
o
Riwayat merokok (+)
STATUS PRESENT
Sakit sedang Gizi kurang
BB: 65 kg (BB koreksi:48 kg) TB:176cm
IMT : 15,5
Kesadaran: composmentis Tanda vital: Tensi : 130/80 mmHg Nadi : 76 kali/menit Pernapasan: 24 kali/menit Suhu : 36,3 °C Kepala: Anemis (-), Ikterus (-), Sianosis (-), edema palpebra (-) Leher : Pembesaran kelenjar getah bening dan gondok: (-), DVS : R-2 cmH2O Dada: Inspeksi : simetris ki=ka Bentuk : normochest Paru: y
Palpasi
: Fremitus raba : menurun di basal paru Nyeri tekan : (-)
y
Perkusi
: paru kiri: sonor, paru kanan: pekak di ICS IX dan X
y
Auskultasi : BP vesikuler, menurun di basal paru dekstra. Bunyi tambahan: Rh -/-, Wh -/-
Jantung: Inspeksi : IC tidak tampak Palpasi : IC tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan: linea sternalis (D), kiri : linea mid clavicularis S Auskultasi : BJ I/II regular, bising (-) Perut: Inspeksi : cembung, ikut gerak nafas Palpasi : MT (-), NT (-), H/L ttb Perkusi : ascites (+), shifting dullness (+) Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal Ekstremitas: Edema +/+ Pemeriksaan Laboratorium: Diagnosis Sementara : Susp. sindrom nefrotik
16
Diagnosis Diferensial: PENATALAKSANAAN AWAL:
Diet rendah garam, r. purin, r. lemak, protein 0,8 mg/kgBB/hr Restriksi cairan Furosemide 40 mg 1 ± 0 ± 0 RENCANA PEMERIKSAAN:
Darah rutin, urin rutin, protein esbach Protein, albumin, protein total, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, GDS, profil lipid, asam urat Foto thorax, USG Abdomen Balance cairan FOLLOW UP
Tanggal 29/11/2011
Perjalanan Penyakit S : Bengkak kaki dan perut +
Instruksi Dokter R/ Diet R. garam, r,purin, protein 0,8
T: 140/100
Demam -, sakit kepala +
mg/kgBB/hr
N: 76
Sesak -
Restriksi cairan
P: 24
Nyeri ulu hati +, mual -, muntah ±
Furosemide 40 mg 1-0-0
S:36,2
BAB : belum hari ini
LP: 84 cm
BAK : terakhir tadi malam jam 09.00
BB: 65 kg
O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
P. cek hasil lab USG Abdomen BB per hari LP per hari
DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema dorsum pedis dan pretibial +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 30/11/11
S : Bengkak kaki dan perut +
R/ Diet r. garam, r. lemak, r,purin,
T : 140/100
Demam -, sakit kepala -
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 82
Sesak -
Restriksi cairan
P : 16
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Furosemide 40 mg 1-0-0
S : 36,2
BAB : baik
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 83 cm
BAK : lancar
BB: 65 kg
O : SS/GK/CM
P. Balance Cairan BB/hari
17
Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Protein Esbach
DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema dorsum pedis dan pretibial +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 01/12/11
S : Bengkak kaki dan perut +
R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin,
T : 150/100
Demam -, sakit kepala -
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 74
Sesak -
Connecta
P : 22
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Furosemide 1 amp/12 jam
S : 35,5
BAB : baik
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 83 cm
BAK : lancar
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 65 kg
O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Simvastatin 20 mg 1 dd 1 P. Protein esbach besok jam 11
DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 02/12/11
S : Bengkak kaki dan perut +
R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin,
T : 140/100
Demam -, sakit kepala -
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 84
Sesak -, batuk -
connecta
P : 24
Sakit perut +, mual -, muntah ±
Furosemide 1 amp/12 jam
S : 35,5
BAB : baik
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 83 cm
BAK : lancar
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 64 kg
O : SS/GK/CM
Simvastatin 20 mg 1 dd 1
Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Hasil: Protein Esbach 1,8 g/L/24 jam
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Ulangi Esbach
BJ I/II reguler Asites + Edema +/+
18
A : Susp. Sindrom Nefrotik 03/12/11
S : Bengkak kaki dan perut +
R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin,
T : 140/90
Demam -, sakit kepala +, terasa berat
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 82
Sesak -, batuk -
connecta
P : 24
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Lasix 1 amp/12 jam/iv
S : 35,8
BAB : baik
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 82 cm
BAK : lancar
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 64 kg
O : SS/GK/CM
11.00 = urine
Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
500 ml
DVS R-2 cmH2O
Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Metilprednisolon 0,8 mg/ kbBB/hr P. BB/ hr
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 05/12/11
S : KU baik
R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin,
T : 130/90
Bengkak kaki dan perut +
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 86
Demam -, sakit kepala -
connecta
P : 28
Sesak -
Lasix 1 amp/12 jam/iv
S : 36,5
Sakit perut -, mual -, muntah ±
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 82 cm
BAB : baik
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 64 kg
BAK : lancar
Simvastatin 20 mg 1 dd 1
O : SS/GC/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Metilprednisolon 4 mg 10-0-0 P. Esbach besok
DVS R-2 cmH2O
BB/hr, LP/hr
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Balance cairan
Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 6/12/2011
S : KU baik
R/ Diet R. garam, r. lemak, r.purin,
T : 130/90
Bengkak kaki dan perut +
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 88
Demam -, sakit kepala -
Connecta
P : 24
Sesak -
Lasix 1 amp/12 jam/iv
S : 36
Nyeri perut -, mual -, muntah ±
Captopril 25 mg 1-0-1
19
LP: 81 cm
BAB : baik
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 64 kg
BAK : lancar
Simvastatin 20 mg 1 dd 1
O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Metilprednisolon 4 mg 10-0-0 P. Cek hasil Esbach
DVS R-2 cmH2O
BB/hr
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Balance cairan
Asites +
Rencana masuk albumin 1 boto l/hr
Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 7/12/2011
S : KU baik
R/ Diet R. garam, r. lemak, r.purin,
T : 130/80
Bengkak kaki dan perut +
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 84
Demam -, sakit kepala -
connecta
P : 24
Sesak -
Lasix 1 amp/12 jam/iv
S : 36,1
Nafsu makan baik
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 80 cm
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 63 kg
BAB : baik
Simvastatin 20 mg 1 dd 1
Prot. Esbach
BAK : lancar
Metilprednisolon 4 mg 10-0-0
(-)
O : SS/GK/CM
Alb: 1,39
Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Col: 649
DVS R-2 cmH2O
Tg: 300
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Ur : 11,9
Asites +
Cr: 1,12
Edema +/+
Albumin drips 1 botol/hari
A : Susp. Sindrom Nefrotik 8/12/2011
S : Bengkak kaki dan perut +
T : 130/80
Demam -, sakit kepala -
protein 0,8 mg/kgBB/hr
N : 80
Sesak -
connecta
P : 24
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Lasix 1 amp/12 jam/iv
S : 36,5
Nafsu makan baik
Captopril 25 mg 1-0-1
LP: 78,6 cm
BAB : baik
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BB: 61,9 kg
BAK : lancar
Simvastatin 20 mg 0 ± 0 - 1
O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
R/ Diet R. garam, r. lemak, r. purin,
Metilprednisolon 4 mg 10 ± 0 ± 0 Albumin drips 1 botol/hari
20
DVS R-2 cmH2O
P. besok control Albumin
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Sindrom Nefrotik 9/12/2011
S : Bengkak kaki dan perut +
T : 130/90
Demam -, sakit kepala -
N : 86
Sesak -
Diet R. garam, r,purin, protein 0,8
P : 22
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
mg/kgBB/hr
S : 37,1
Nafsu makan baik
Furosemide 40 mg 3x1
LP: 76 cm
BAB : biasa
Captopril 25 mg 1-0-1
BB: 59 kg
BAK : lancar
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
O : SS/GK/CM
Jawaban konsul GH: R/ aff infuse aff connecta
Simvastatin 20 mg 1 dd 1
Anemis -, Ikterus -, sianosis ±
Metilprednisolon 0,8 mg/kgBB/hr
DVS R-2 cmH2O
(metilprednisolon 4 mg 10 ± 0 ± 0)
BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
P. urinalisa
Asites Edema +/+ A : Sindrom Nefrotik 10/12/2011
S : Bengkak kaki dan perut
R/ Diet R. garam, r,purin, protein 0,8
T : 130/80
Demam -, sakit kepala -
mg/kgBB/hr
N : 80
Sesak -
Furosemid 40 mg 3x1
P : 24
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Captopril 25 mg 1-0-1
S : 36,6
Nafsu makan baik
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
LP: 70 cm
BAB : biasa
Simvastatin 20 mg 1 ± 0 ± 0
BB: 53 kg
BAK : lancar
Metilprednisolon 4 mg 10 ± 0 ± 0
O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis ± DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites Edema A : Sindrom Nefrotik
21
11/12/2011
S : Bengkak kaki dan perut (-)
R/ Diet r. garam, r,purin, protein 0,8
T : 130/80
Demam -, sakit kepala -
mg/kgBB/hr
N : 80
Sesak -
Furosemid 40 mg 1 ± 0 ± 0
P : 24
Nyeri ulu hati -, mual -, muntah ±
Captopril 25 mg 1-0-1
S : 36,7
Nafsu makan baik
Amlodipine 5 mg 1 dd 1
BAB : biasa
Simvastatin 20 mg 0 ± 0 ± 1
BAK : lancar
Metilprednisolon 4 mg 10 ± 0 ± 0
O : SS/GK/CM
Boleh pulang
Anemis -, Ikterus -, sianosis ± DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites Edema -/A : Sindrom Nefrotik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah Rutin
Pemeriksaan 29/11/2011
06/12/2011
6
3
09/12/2011
6
3
Nilai Rujukan
6
3
6
3
RBC
6,24 x 10 /mm
6,27 x 10 /mm
5,93 x 10 /mm
4-10 x 10 /mm
HGB
15,8 gr/dl
16 gr/dl
15,1 gr/dl
12-16 gr/dl
HCT
47 %
47,5 %
46,1 %
37 - 48 %
MCV
75 µm
76 µm
78 µm
82 -92 µm
MCH
25,4 pg
25,5 pg
25,5 pg
27-31 pg
MCHC
33,7 g/dl
33,6 g/dl
32,8 g/dl
32-37 g/dl
PLT
296 x 10 mm
WBC
7,9 x 10 /mm
Neutrofil
3
3
3/
3
3
3
402 x 10 mm
3/
3
8,9 x 10 /mm
3
63 %
58,3 %
3
3
258 x 10 mm
3/
3
150-450 x 10 mm
3
9,6 x 10 /mm
3
3
3,8 ± 10,6 x 10 /mm
85,9 %
3/
3
3
50 - 70 %
Limfosit
26,1 %
34,8 %
8,3 %
25 - 40 %
Monosit
6,2 %
5,4 %
4,5 %
2-8%
Eosinofil
3,8 %
0,7 %
0,7 %
2-4%
LED
10 mm/jam
-
30 mm/jam
0 - 10 mm/jam
Kimia Darah Pemeriksaan
29/11/2011
6/12/2011
9/12/2011
3
Nilai Rujukan 22
Protein total
3,62 g/dl
3,23 g/dl
-
6,6 ± 8,7 g/dl
Albumin
1,56 g/dl
1,39 g/dl
2,08 g/dl
3,5 - 5 g/dl
Ureum
55,8 mg/dl
41,4 mg/dl
35,3 mg/dl
10 ± 50 mg/dl
Kreatinin
1,46 mg/dl
1,12 mg/dl
0,96 mg/dl
< 1,3 mg/dl
Asam Urat
7,81 mg/dl
5,85 mg/dl
-
3,4 ± 7,0 mg/dl
Kolesterol
687 mg/dl
649 mg/dl
-
200 mg/dl
Trigliserida
318 mg/dl
300 mg/dl
-
200 mg/dl
Glukosa
70 mg/dl
87 mg/dl
68 mg/dl
110 mg/dl
SGOT
38
< 38
SGPT
37
< 41
Urin Rutin (6 / 12 / 2011) Bilirubin : neg
Uro : normal
Mycroskop Analys
Glukosa : neg
Eritrosit : neg
Protein : ++++ 1000 mg/dl
Leukosit : ++ 20-30
Keton : neg
Cylinder : +
Nitrit : neg
Epith cell : 5-10
Blood : neg
Bact : neg
Lekosit : neg
Kristal : neg
PH : 7,5 SG : 1,015 Urine 24 jam
Protein Esbach: 1/12/2011 = 1,8 gr/l/24 jam 5/12/2011= negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Thorax PA (29 November 2011) y
Tampak dilatasi pembuluh darah suprahili dan perkabutan perihiler dan paracardiac kedua paru
y
Cor membesar dengan CTI : 0,53 pinggang jantung cembung apex tertanam
y
Kedua sinus dan diafragma kiri baik, diafragma kanan letak tinggi
y
Tulang ± tulang intak
23
Kesan : cardiomegaly dengan edema paru Elevasi diafragma kanan (proses intra abdominal) Usul : USG Abdomen USG Abdomen (29 November 2011)
Kedua giunjal: y
Echo cortex / sinus meninggi dengan diferensiasi echo buruk
y
Tidak tampak batu
Tampak ascites dengan efusi pleura kanan (R) Hepar, lien, GB, pancreas, dan vesica urinaria normal Kesan : GNC bilateral Ascites dan efusi pleura dextra Prognosis
Bonam
24
BAB III PEMBAHASAN
RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak seluruh badan, yang dialami
1 minggu SMRS. Bengkak dirasakan muncul pertama kali pada kaki
kemudian menjalar ke betis, paha, perut, dan wajah. Bengkak di wajah dirasakan sejak 1 hari SMRS pada pagi hari dan menghilang sore harinya. Bengkak pernah dirasakan 2 minggu SMRS, sempat membaik setelah berobat ke Puskesmas dinyatakan sakit beri-beri. Pasien tidak demam dan tidak ada riwayat demam. Tidak ada keluhan batuk, namun pasien mengeluhkan sesak saat duduk yang tidak dipengaruhi aktivitas. Mual dan muntah 2-3 x tiap makan. Nyeri perut dirasakan tidak terus menerus, tidak melilit dan tidak menjalar. Nafsu makan menurun 1 minggu terakhir. Belum BAB 3 hari, BAK kesan lancar, warna kuning. Riwayat hipertensi tidak diketahui, riwayat kebiasaan minum extrajoss tiap hari selama > 5 tahun, riwayat ISPA tidak ada, ada riwayat merokok. Dari pemeriksaan fisis, pasien sakit sedang, gizi kurang, composmentis. Tanda 0
vital: tensi: 130/90 mmHg, nadi: 76x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 36.3 C. Thorax: simetris kiri = kanan, massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri = kanan, perkusi sonor, batas paru herpar setinggi intercosta VI dextra, bunyi pernapasan vesikuler, menurun di basal paru dextra, rhonki (-), wheezing (-). Jantung dalam batas normal. Abdomen cembung, ikut gerak napas, peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), perkusi timpani, shifting dullness (+). 3
6
Dari pemeriksaan hasil laboratorium didapatkan WBC 7.9 x 10 /ul, RBC 6.2 x 10 /ul, 3
HGB 15.8, PLT 296 x 10 /ul, Trigliserida 318 mg/dl, GDS 70 mg/dl, Ureum 55,8, Kreatinin 1.46, Protein total 3.62, Albumin 1.56, Kolesterol total 687, urinalisa protein ++++. CXR kesan cardiomegaly dengan edema paru dan elevasi diafragma (D), USG GNC bilateral, ascites, dan efusi pleura (D). Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien d idiagnosis sementara sebagai sindrom nefrotik.
DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan bengkak seluruh badan yang dialami sejak
1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan keluhan bengkak seluruh badan misalnya congestive heart failure (CHF) dan penyakit malnutrisi berat. Dari hasil 25
anamnesis pada pasien, sebelumnya pasien telah mendapat pengobatan dengan obat berwarna hijau (prednisone) dan bengkak kemudian turun, kemudian bengkak mulai muncul kembali setelah pemberian prednison dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi suatu proses autoimun
yang
menyebabkan
kerusakan
pada
ginjal
sehingga
dengan
pemberian
imunosupressan pasien memberikan respon yang baik. Hal ini terutama dikaitkan dengan sindrom nefrotik tipe lesi minimal. Menurut teori, edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Ini juga menyebabkan hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya hipertensi pada pasien. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstrseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Bengkak pada wajah terutama dialami pada pagi hari dan berkurang di siang hari. Hal ini berkaitan dengan sifat cairan yang menempati tempat terendah. Pada pagi hari pasien dalam posisi berbaring setelah semalaman tidur sehingga muncul bengkak pada wajah. Pada siang hari pasien lebih banyak duduk dan berdiri sehingga bengkak pada wajah menurun. Selain itu dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa pasien juga mengalami hiperlipidemia (Kolesterol total 687 mg/dl, LDL 449 mg/dl, Trigliserida 318 mg/dl), proteinuria (protein urin = 1000 mg/dl, dan protein esbach = 1,8gr/dl), hipoalbuminemia (albumin = 1.56 gr/dl). Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis untuk sindrom nefrotik yaitu: 1.
Edema anasarka
2.
Proteinuria masif (3,5 gr/hari)
3.
Hipoalbuminemia (< 3,5 gr/dl)
4.
Hiperlipidemia, dan
5.
Lipiduria Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan protein esbach hanya sebesar 1,8 gr/dl,
hal ini mungkin dapat terjadi karena sebelumnya pasien telah mendapatkan terapi 26
metilprednisolone dan memberikan respon terapi yang baik. Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus yang diduga disebabkan oleh suatu proses autoimun. Adanya peningkatan ureum kreatinin disertai gambaran USG GNC bilateral menunjukkan tanda-tanda penyakit ginjal kronik. Pasien ini juga mengalami hipoalbuminemia yang disebabkan oleh proteinuria masif. Selain itu, pasien juga mengeluhkan mual dan nafsu makan menurun yang diduga disebabkan oleh akibat edema mukosa usus. Hal ini dapat menyebabkan intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada pasien ini juga terjadi hiperlipidemia. Menurut teori hiperlipidemia terjadi oleh karena peningkatan produksi lipoprotein oleh hati. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke da lam urin. Pengobatan pada pasien dilakukan dengan terapi umum dan terapi spesifik. Terapi umum antara lain diet rendah garam untuk mengurangi terjadinya retensi cairan oleh natrium yang juga berperan dalam terjadinya edema. Diet cukup protein 0,8 gr/dl oleh karena pemberian protein yang tinggi walaupan dapat meningkatkan sintesis albumin hati namun dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Furosemid sebagai diuretik. Diet rendah lemak karena terjadinya hiperlipidemia. Diberikan pula captopril untuk menurunkan tekanan darah sekaligus memberikan efek renoprotektif dan dikombinasikan dengan amlodipine untuk terapi optimal serta mempertahankan laju filtrasi glomerulus. Diberikan juga simvastatin (golongan HMG CoA reductase inhibitor) untuk menurunkan kadar lipid. Sedangkan terapi spesifik adalah dengan pemberian methylprednisolon sebagai imunosupressan karena pada pasien ini sindrom nefrotik diduga disebabkan oleh proses autoimun.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal. 999-1003 2. Cohen EP. Nephrotic Syndrome. [online] 15 September 2011 [cited 12 Desember 2011]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview 3. Sembiring, SPK. Nephrotic Syndrom (Sindrom Nefrotik) ± Genitourinary. [online] 15 September
2011.
[cited
10
Januari
2012].
Available
from:
http://www.morphostlab.com/direktori-penyakit/nephrotic-syndrome-sindrom-nefrotikgenitourinary-system.html 4. Himawan, S. Klasifikasi Histopatologik Glomerulopati Primer. Cermin Dunia Kedokteran No. 28. 1982: hal. 26-32 5. Bahrun, D. Sindrom Nefrotik. [online] [cited] 13 Desember 2011. Available from http://dc314.4shared.com/doc/f4YrcBbP/preview.html 6. Venny, Anastasia. Gangguan Sistem Ginjal [online]
[cited]
13
dan Traktus Urinarius
Desember
2011.
Pada Lanjut Usia.
Available
from
http://www.scribd.com/doc/57281981/Bab-Viii-Gangguan-Sistem-Uro-genital-1 7. Gunawan, C.A. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006. Hal. 50-54 8. McMilian, J.I. Nephrotic Syndrome. Merck Manual. [online] Januari 2010. [cited] 10 Januari 2012.
Availble
from:
http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/glomerular_disorders/n ephrotic_syndrome.html
28