BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan ini terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria dan uretrha yang menyelenggarakan serangkaian proses untuk
tujuan
mempertahankan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit,
mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan urine. Apabila terjadi gangguan pada system perkemihan maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang serius dan kompleks yang tidak hanya menyerang dewasa tetapi juga anak-ank salah satunya yaiu penyakit glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis kronik (GNC) dan sindrom nefrotik ada anak. Glomerulonefritis
Akut
(GNA)
Glomerulonefritis
akut
merupakan
penyakit ginjal noninfeksius yang paling umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut memengaruhi glomerulus dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air, serta hipertensi. Biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi streptokokus, penyakit ini jarang memiliki efek jangka panjang pada p ada system ginjal. (Kathhleen, 2008) . Glomerulonefritis akut memengaruhi anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan, dan biasanya terjadi pada usia sekitar 6 tahun. Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai penyebab penyakit ginjal tahap akhir dan meliputi 55% penderita yang mengalami hemodialisis. (Kathhleen, 2008). Sedangkan sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan
1
anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan. Dari hasil urian diatas oleh karena itu kelompok akan menjelaskan mengenai konsep penyakit dan asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
masalah
urinaria
khususnya
Glomerulonefritis Akut (GNA), GNC dan Sindrom Nefrotik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiana anatomi dan fisiologi pada sitem urinaria ? 2. Bagaimana konsep dasar penyakit glomerulonefritis akut (GNA)? 3. Bagaimana
asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
masalah
glomerulonefritis akut (GNA)? 4. Bagaimana konsep dasar penyakit syndrom nefrotik ? 5. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan masalah syndrom nefrotik ? 6. Bagaimana konsep dasar penyakit glomerulonefritis kronik (GNC)? 7. Bagaimana
asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
masalah
glomerulonefritis kronik (GNC)?
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum
Agar
mahasiswa
dan
mahawsiswi
dapat
memahami
dan
mengetahui tentang penyakit pada sistem urinaria pada anak serta asuhan keperawatannya. 2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem urinaria b. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Glomerulonefritis Akut (GNA)? c. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada anak anak dengan masalah
Glomerulonefritis Akut (GNA) d. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit syndrom nefrotik ? e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan masalah syndrom nefrotikik
2
f. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Glomerulonefritis kronik (GNC) g. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada anak anak dengan masalah
Glomerulonefritis kronik GNC
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Komponen system urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi
urin, dua ureter yang membawa urin menuju kandung kemih untuk penampungan sementara dan uretra yang mengalirkan urin keluar tubuh melalui orifisium uretra eksterna. 1. Ginjal a. Bentuk ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya tebaln ya 2,5 cm. (kurang lebih seberar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125-175 g pada laki-laki dan 115-155 g pada perempuan b. Lokasi
Ginjal terletak diarea yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Ginjal merupakan organ retroperitoneal karena terletak diluar peritoneum dan berada diantara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal diatasnya. Ginjal kanan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena pada sisi kanan tubuh terdapat organ hati. c. Jaringan Ikat Pembungkus Ginjal
Setiap ginjal diselubungi oleh tiga lapisan jaringan ikat, yaitu:
4
1) Fasia renalis adalah pembungkus ginjal terluar. Pembungkus ini
melabuhkan ginjal pada struktur disekitarnya dan mempertahankan posisi organ. 2) Lemak perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia
renalis. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu ginjal agar tetap pada posisinya. 3) Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membrane halus transparan yang
langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.
d. Struktur Internal Ginjal
1) Hilus atau hillum adalah tingkat kecekungan tepi pada ginjal 2) Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus.
Sinus ini membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri renalis serta saraf dan limfatik. 3) Pelvis renalis adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini
berlanjut menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian penghasil urin pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi 8-18 kaliks minor. 4) Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur
sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi dua yaitu medulla dan korteks
5
a) Medulla terdiri dari massa-massa triangular (berbentuk segitiga)
yang disebut piramida renalis. Ujung yang sempit dari setiap piramida, papilla, masuk dengan pas dengan kaliks minor dan ditembus mulut duktus pengumpul urin. b) Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang
merupakan unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak didalam diantara piramida-piramida medulla yang bersebelahan untuk membentuk kolunma ginjal yang terdiri dari tubulustubulus pengumpul yang mengalir kedalam duktus pengumpul. 5) Lobus ginjal, ginjal terbagi-bagi lagi menjadi beberapa lobus. Setiap
lobus terdiri dari satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan dan jaringan korteks yang melapisinya.
e. Struktur Nefron
Satu ginjal mengandung 1-4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urin. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskuler (kapiler) dan satu komponen tubuler.
6
1) Glomerulus adalah gulungan gulungan kapiler yang dikelilingi
kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsula k apsula bowman. Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sama menbentuk kospuskel ginjal. a) Lapisan visceral kapsul bowman adalah lapisan internal
epithelium. Sel-sel lapisan visceral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki) yaitu sel-sel epitel khusus disekitar kapiler glomerular. b) Lapisan parietal,
kapsula bowman membentuk tepi terluar
korpuskel ginjal. 2) Tubulus Kontortus Proksimal
Panjangnya
mencapai
15mm
dan
sangat
berliku.
Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epithelial kuboid yang kaya akan mikrovilus dan memperluas area permukaan lumen. 3) Ansa Henle
Tubulus kontortus proksimal mengarah ketungkai desenden ansa henle yang masuk kedalam medulla, membentuk lekukan tajam dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle. 4) Tubulus Kontortus Distal
Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5mm dan membentuk segmen terakhir nefron. Disepanjang jalurnya tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium. Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan daran untuk memproduksi urin. Macula densa, sel jukstaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja sama untuk membentuk sparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan pengaturan tekanan darah.
7
5) Tubulus dan Duktus Pengumpul
Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden dikorteks, maka tubulus tersebut akan mengalir kesejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara kedalam pelvis renalis melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urin urin dialirkan keureter menuju kandung kemih.
f.
Fisiologi Ginjal
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan dieksresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih)yang encer dalam
jumlah
besar,
kekurangan
air
(kelebihan
keringat)
menyebabkan urine yang dieksresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal. 2) Mengatur
keseimbangan
osmotik
dan
mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/ pengeluaran yang abnormal ionion akibat pemasukan garam yang berlebihan/ penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi ion-ion yang penting (misalnya. Na, Ci, Ca, dan fosfat). 3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila makan sayur-sayuran urine akan bersifat basa. pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah. 4) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
8
5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldesteron) pembentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritopoiesis).
2. Ureter
Ureter adalah saluran yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Panjang nya sekitar 23-30 cm dengan diameter sekitar 3mm. Ureter terhubung dengan pelvis renal yang berbentuk corong. Bagian ureter terhubung dengan rongga abdomen di belakang peritoneum yang berada di depan otot polos menuju rongga pelvis, dan terletak di obliq di dinding posterior kandung kemih. Karena susunan ini, saat kandung kemih terakumulasi dan tekanan kandung kemih meningkat, ureter tertekan dan pintunya tersumbat. Hal ini mencegah refluks urine ke ureter (menuju ginjal) ketika kandung kemih terisi dan saat berkemih (mikturisi), serta saat tekanan meningkat karena kontraksi otot kandung kemih.
Gambar 1.3 Ureter dan hubungannya dengan ginjal dan kandung kemih a. Struktur
Ureter terdiri atas 3 lapisan jaringan. 1) Lapisan luar adalah jaringan fibrosa fibrosa yang bersambung dengan
kapsula fibrosa ginjal. 2) Lapisan tengah adalah lapisan otot yang terdiri atas serat otot
polosyang menyatu dengan unit fungsional yang berbentuk spiral
9
mengitari ureter, sebagian berputar mengarah jarum jam dan sebagian lagi berputar melawan arah dengan jarum jam serta lapisan longitudinal luar tambahan. 3) Lapisan
dalam
adalah
mukosa, mukosa, yang
terdiri
atas
epithelium
transisional.
b. Fungsi
Ureter mendorong urine mendorong dari ginjal ke kandung kemih melalui kontraksi peristalsis lapisan otot polos. Peristalsis berasal dari suatu pemacu yang ada di kaliks minor . gelombang peristalsis terjadi beberapakali per menit, dimana frekuensi f rekuensi nya n ya meningkat seiring volume urine yang di produksi, dan mengantarkan semburan kecil urine ke kandung kemih.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan penampung (reservoir) (reservoir) urine. Kandung kemih berada di rongga pelvis dimana ukuran ukuran serta posisinya posisinya bervariasi, bergantung pada volume urine di dalamnya. Saat mengalami distensi , kandung kemih naik ke rongga abdomen. a. Struktur
Kandung kemih tampak menyerupai buah pir, tetapi semakin oval saat terisi urine. Permukaan posterior disebut basal. Kandung kemih terhubung dengan uretra di bagian terbawahnya (leher kandung kemih). Peritoneum hanya menutupi permukaan suoerior sebelum menutupi bagian peritoneum pariental, yang melapisi dinding abdomen anterior. Pada wanita di bagian posterior kandung kemih dikelilingi uterus, sedangkan pada pria dikelilingi rectum. Dinding kantung kemih terdiri dari 1) Lapisan luar -jaringan ikat longgar, berisi pembuluh limfe dan saraf,
menutup permukaan atas peritoneum.
10
2) Lapisan tengah terdiri atas massa serat otot polos yang bersatu dengan
jaringan ikat longgar elastrik. el astrik. Otot ini disebut otot destrusor dan saat berkontraksi menyebabkan pengososngan pengososngan kandung kemih Saat kandung kemih kosong, lapisan bagian dalam tersusun dalam lipatan,atau rugae, yang perlahan-lahan menghilang saat terisi urine, kandung kemih dapat melebar (distensi), tetapi saat berisi 300-400ml urine akan muncul keinginann untuk berkemih. Kapasitas total jarang melebihi dari 600 ml. Tiga orisifium di dinding kandung kemih membentuk suatu segitiga atau atau trigon. trigon. Dua orisifisium atas di dinding posterior merupakan pintu masuk ke uretra. Sfingter uretra internal , suatu penebalan otot uretra di bagian atas uretra, berungsi mengendalikan aliran urine dari kandung kemih. Sfingter ini tidak di bawah control volunter.
4. Uretra
Uretra adalah saluran yang memanjang dari leher kandung kemih hingga eksterior, di orifisium ueretra eksternal. Uretra pada pria lebih panjan daripada wanita. uretra pria berhubungan dengan perkemihan dan reproduksi. Panjang uretra pada wanita sekitar 4 cm yang memanjang dari atas kebawah di belakang simfisis pubis dan terhubung dengan orifisium uretra eksternal tepat tepat di depan vagina. Orifisium uretra eksternal dikontrol oleh sfingter uretra eksternal, eksternal, yang dikendalikan otot volunter. Dinding uretra terdiri atas tiga lapisan jaringan a. L api api san oto otot t merupakan merupakan ambungan dari otot yang ada di kandung kemih.
Lapisa ini bermula dari sfingter uretra internal yang terdiri atas terutama jaringan elastic dan serat se rat otot polos, yang berada di bawah kendali saraf sar af otonom. Kontarksi sfingter uretra internal yang terus menerus dan lambat, menjaga uretra tetap tertutup. b. Subm Submukosa ukosa merupakan lapisan berongga yang berisi pembuluh darah
dan saraf.
11
M ukosa sa merupakan sambungan dari mukosa yang ada di kandung kemih c. Muko di bagian atas uretra. Di bagian bawah , terdiri atas epithelium skuamosa berlapis , yang berlanjut di bagian eksternal di bagian kulit vulva.
B. Konsep Dasar Penyakit GNA (Glomerulonefritis Akut ) 1. Definisi
Glomerulonephritis adalah gangguan ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan. Glomerulonefritis akut (GNA) mungkin merupakan keadaan atau manifestasi utama gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal sampai berat. Gambaran umum GNA meliputi oliguria, edema, hipertensi serta kongesti sirkulasi, hematuria dan proteinuria. Sebagian besar kasus terjadi setelah infeksi, dan berkaitan dengan infeksi pneumokokus, streptokokus dan virus. Glomerulonefritis poststreptokokal akut (APSGN,
acute poststreptococcal glomerulonephritis ) merupakan bentuk penyakit ginjal pascainfeksi yang paling sering terjadi masa kanak-kanak dan merupakan penyakit yang menyebabkan dapat ditegakkan pada sebagian besar kasus. APSGN dapat terjadi pada setiap awal usia sekolah dengan awitan paling sering terjadi pada usia 6 hingga 7 tahun. Penyakit ini jarang dijumpai pada anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun, insidensinya pada anak laki-laki melebihi anak perempuan sebesar 2:1.
2. Etiologi
Glomerulonefritis biasanya terjadi karena reaksi antigen antibody sekunder dari infeksi streptococcus yang mengenai saluran pernafasan atas atau kulit dan sering kali pada anak-anak usia sekolah. Laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Kuman penyebab A. Beta hemolytic streptococcus, streptococcus, yang sering adalah pharyngitis adalah pharyngitis dan dan impetig
12
3. Patofisiologi
Secara patofisiologi, pada glomerulonefritis akut akan terjadi dua perubahan yaitu perubahan struktral dan perubahan perubahan fungsional. Perubahan Struktural meliputi hal-hal berikut:
a. Proliferasi selular: hal ini menyebabkan peningkatan jumah sel diglomerulus karena proliferasi endotel, mesangial, dan epitel sel. proliferasi tersebut dapat bersifat endokapiler (yaitu dalam batas-batas dari kapiler glomerular ) atau ekstrakapiler (yaitu dalam ruang bowman yang
melibatkan
sel-sel
epitel).
Dalam
proliferasi
ekstrakapiler,
proliferasi sel epitel parietal mengarah pada pembentukan tertentu dari glomerulonefritis progresif cepat b. Proliferasi leukosit: hal ini ditunjukan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi selular c. Penebalan membran basal glomerulus : perkembangan ini muncul sebagai penebalan dinding kapiler baik di sisi endotel atau epitel membran dasar. d. Hialinisasi atau sklerosis: kondsi ini menunjukan cedera irreversibel . Perubahan struktural ini diperantarai oleh reaksi antigen-antibody, agregat molekul (kompleks) dibentuk dan beredar keseluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini terperangkap diglomerulus, suatu bagian penyaring Reaksi
diginjal,
dan
peradangan
mencetuskan
diglomerulus
respon
menyebabkan
peradangan. pengaktifan
komplemen sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus, serta filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi pembengkakkan dari ruang intertisium bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus di daerah tersebut. Akhirnya, peningkatan tekanan cairan intertisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut.
13
Pengaktifan komplemen menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan faktor-faktor koagulasi yang dapat menyebabkan pengendapan fibrin, pembentukan jaringan parut dan hilangnya fungsi glomerulus. Membran glomerulus menebal dan menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
14
4. Manifestasi Klinis
a. Riwayat infeksi saluran nafas atas atau otitis media b. Haematuri (darah dalam urine) c. Proteinuria (protein Proteinuria (protein dalam urine) d. Edema e. Menurunnya output urine (pengeluaran air kemih) f. Renal insufficiensi g. Hypertensi h. Fatigue (keletihan dan kelelahan) i. Mungkin demam
5. Komplikasi
a. Kerusakan ginjal b. Oliguria c. Ensefalopi hipertensi d. Protein darah rendah e. Gagal ginjal akut
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Riwayat gambaran klinis; infeksi saluran nafas sebelumnya b. Analisa urine; peningkatan sel darah merah (RBC) c. BUN dan creatinine meningkat d. Menurutnya Hb dan hemotakrit karena delution e. Kultur sampel atau apusan dari alat pernafasan bagian atas untuk identifikasi mikroorganisme f. Biopsy ginjal
7. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Penatalaksanaan dan elektrolit b. Antihipertensi c. Diuretic d. Diit rendah protein pada fase akut
15
e. Rendah natrium f. Pembatasan cairan
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Glomerulonefritis Akut 1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit b. Kaji tanda-tanda kelebihan cairan (overload) c. Pengkajian perawatan d. Bandingkan berat badan sebelumnya
2. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya output
urine (pengeluaran air kemih) dan perubahan osmolar karena kehilangan protein b. Tidak
tolerans
terhadap
aktivitas
berhubungan
dengan
fatigue
(kelebihan/keletihan) c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya tingkat aktivitas d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan cairan, diit dan hilangnya protein e. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dengan hospitalisasi
3. Perencanaan
a. Status cairan anak akan dipertahankan dalam batas normal yang ditandai dengang pengeluaran urine 1 2 ml/kg per jam, tekanan darah dalam batas normal, tidak ada peningkatan berat badan, dan bunyi nafas bersih. b. Kebutuhan istirahat terpenuhi yang ditandai dengan anak berpartisipasi dalam aktivitas sesuai dengan usia atau kondisi dan tidak ada gangguan istirahat tidur. c. Keutuhan kulit pada anak dapat dipertahankan.
16
d. Intake (pemasukan) nutrisi adekuat sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan 90% nutrisi dapat terpenuhi, dan berat badan sesuai. e. Kecemasan anak dan orangtua menurun yang ditandai dengan anak dapat lebih relaksasi, patisipasi dalam aktivitas, tenang dan partisipasi dalam perawatan.
4. Implementasi a. Mempertahankan status cairan dalam batas normal
1) Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran) 2) Auskultasi bunyi nafas setiap pergantian dinas atau s esuai kondisi 3) Kaji edema 4) Timbang berat badan 5) Monitor tekanan darah setiap 4 jam 6) Pembatasan cairan sesuai program 7) Pembatasan sodium sesuai program b. Mencegah fatigue (kelelahan/keletihan)
1) Kaji pola istirahat dan tidur selama hospitalisasi 2) Tirah baring 2-3 minggu 3) Atur jadual aktivitas atau intervensi yang tidak menyebabkan gangguan istirahat tidur. 4) Berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan tingkat energy anak 5) Instruksikan orang tua untuk memberikan intervensi sewaktu mau tidur (kebiasaan di rumah jika mau tidur) seperti; bercerita dan lain sebagainya. c. Mempertahankan integritas kulit
1) Kaji edema dan tinggikan ekstremitas jika “pitting” edema ada 2) Kaji tanda dan gejala potensial atau actual kerusakan kulit 3) Pertahankan
kebersihan
perseorangan;
mandi
setiap
hari,
penggunaan pelembab kulit, dang anti alat tenun setiap hari 4) Rubah posisi setiap 2 jam jika memungkinkan 5) Penggunaan matras yang lembut
17
6) Tingkatkan aktivitas; bermain sesuai dengan usia dan kondisi
d. Meningkatkan status nutrisi
1) Timbang berat badan tiap hari 2) Kaji membrane mukosa dan turgor kulit setiap pergantian dinas monitor hidrasi 3) Diperbolehkan membawa makanan dari ruma yang diit dan sesuai diit 4) Pertahankan pembatasan sodium dan cairan sesuai program 5) Pemeriksaan protein sesuai program 6) Makanan dengan rendah protein pada fase akut. Pantau BUN dan creatinine untuk pertimbangan pemberian protein. 7) Memilih posisi saat makan yang sesuai dengan keinginan anak e. Mengurangi kecemasan anak dan orang tua
1) Kaji tanda dan gejala kecemasan 2) Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan dan jawab pertanyaan dengan jelas dan jujur 3) Libatkan anak dalam aktivitas permainan; diversional (hiburan) sesuai dengan usia dan kondisi 4) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan anak 5) Ajarkan dan ijinkan orang tua untuk berpartisipasi dalam anak
D. Konsep Dasar Penyaki Neprotic Syindrom 1. Definisi
Neprotic syindrom adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
18
Neprotic syindrom adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonefritis (GN) ditandai dengan gejala edema, proteinuria masif 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl, lipiduria dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Sudoyo Aru) Jadi Neprotic syindrom adalah merupakan kumpulan gejala gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakterlistrik,
proteinuria,
hypoperotenuria,
hypoalbuminemia,
hyperlipideimia dan edema.
2. Etiologi a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome)
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya. b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi
selama
perjalanan
penyakit
vaskuler
seperti
lupus
eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahunyahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis
3. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hypoalbuminemia .dengan menurunya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
19
cairan intravaskular berpindah kedalam intrestestial. Perpindahan cairan teresebut menjadikan volume cairan intravaskular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Menurunya aliran darah kerenal, ginjal akan melak ukan konpensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antidioretic hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema . Terjadi peningkatan cholesterol dan triglycerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperilfidernia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urine urine ( lipiduria ). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng Permeabilitas glomerular meningkat
Proteinuria
Hypoalbuminemia Stimulasi sintesis dalam Tekanan osmotic plasma menurun
hati;Hy protein
Edema
dan lemak Retensi air dan natrium Faktor Hiperlipidemi
Hypovolemi
pembekuan
Peningkatan sekresi
berlebih
ADH dan aldosteron Aktif Aktif rennin rennin-an -an iotens iotensin in
Vasokontriksi
20
4. Manifestasi Klinis
a. Edema, periorbital dan tergantung, “ pitting” edema muka dan berlanjut ke abdomen daerah genital, dan ekstremitas bawah b. Anorexia c. Fatigue d. Nyeri abdomen e. Berat badan meningkat
5. Komplikasi
a. Hypovolemi b. Infeksi pneumococcus c. Dehidrasi d. Venous thrombosis
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Adanya tanda klinis pada anak b. Riwayat infeksi saluran nafas atas c. Analisa urine; meningkatnya protein dalam urine d. Menurunya serum protein e. Biopsi ginjal
7. Penatalaksanaan Terapetik
a. Diet tinggi protein b. Pembatasan sodium jika anak hipertensi c. Antibiotik untuk mencegah infeksi d. Terapi diuretik sesuai program e. Terapi albumin jika intake oral dan output urine kurang f. Terapi prednison dengan dosis 2mg/kg/perhari sesuai program
21
E. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Neprotic Syindrom 1. Pengkajian
a. Riwayat perawatan b. Pemeriksaan fisik khususnya fokus edema c. Monitor tanda-tanda vital dan deteksi infeksi dini atau hypovelemi d. Status dehidrasi e. Monitor hasil laboratarium dan pantau urine setiap hari, adanya protein f. Pengkajian pengetahuan keluarga tentang kondisi dan pengobatan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi b. Resiko infeksi berhubungan dengan terapi immunosuppresive immunosuppresive dan hilangnya gama globulin c. Resiko kurangnya volume cairan ( intravaskuler ) berhubungan dengan proteinuria, edema dan efek diuretic. d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air. e. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak.
3. Perencanaan
a. Anak tidak memperlihatkan tanda-tanda kerusakan kulit seperti kemerahan, tenderness bila disentuh, dan tidak lecet. b. Anak tidak menunjukan randa-tanda infeksi seperti ditandai dengan WBC dalam batas normal, temperatur normal, tidak ada nyeri abdomen dan tidak ada batuk. c. Anak tidak mengalami hypovolemi yang ditandai dengan tekanan darah, urine output, Hgb dan Hct dalam batas normal. d. Anak memperlihatkan berat badan stabil dan tidak ada kesukaran dalam bernafas.
22
e. Orang tua tampak lebih relaks dan berpartisipasi dalam perawatan dan memahami kondisi anak.
4. Implementasi a. Meningkatkan integrasi kulit
1) Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi 2) Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur 3) Gunakan lotion bila kulit kering 4) Kaji area kulit; kemerahan, tenderness dan lecet 5) Support daerah yang edema dengan bantal 6) Lakukan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan anak b. Mencegah infeksi
1) Kaji tanda-tanda infeksi saluran nafas atas 2) Pemberian anti biotik sesuai program 3) Kaji bunyi nafas 4) Mencuci tangan setiap akan kontak pada anak 5) Monitor tanda-tanda vital sesuai protokol 6) Monitr pemeriksaan laboratorium c. Meningkatkan hidrasi secara adekuat
1) Monitor tanda-tanda vital 2) Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran) dan catat; pada anak kurang dari 1ml/kg/jam 3) Monitor pemeriksaan laboratirium; elektrolit 4) Kaji membran mukosa mulut dan elastistis turgor kulit 5) Kaji pengisian kembali kapiler (capilarry refill) d. Mencegah cairan overload
1) Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran) setiap pergantian dan timbang berat badan setiap hari 2) Pembatasan sodium 3) Ukur dan catat ukuran lilitan abdomen 4) Monitor tekanan darah
23
5) Pemberian antidiuretik sesuai program 6) Kaji status pernafasan termasuk bunyi nafas e. Mengurangi kecemasan pada anak dan orang tua
1) Anjurkan orang tua, dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas 2) Berikan penjelasan tentang nephorotic syindrom, perawatan dan pengobatannya 3) Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya 4) Berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan kondisi dan anak
5. Evaluasi
a. Ajarkan orang tua untuk mengetahui pemeriksaan protein urine b. Ajarkan orang tua untuk mencatat berat badan anak setiap hari c. Ajarkan memonitor tekanan darah d. Berikan penjelasan terapi yang diberikan (steroid atau diuretik) e. Ajarkan pada orang tua dan catat bila ada perkembangan baru misalnya demam dan lakukan kontrol ulang f. Ajarkan untuk mencatat intake dan output ( pemasukan dan pengeluaran)
F. Konsep Dasar Penyakit Glomerulonefritis Kronis 1. Definisi
Glomerulonefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama
dari
sel-sel
glomerulus.
Kelainan
ini
dapat
terjadi
akibat
glomerulonephritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis Kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan glomerulus subklinis yan disertai dise rtai oleh hematuria (drah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.
24
2. Etiologi
Penyebab yang sering adalah diabetes militia dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus. 3. Patofisiologi
Hampir
semua
bentuk
glomerulonephritis
akut
memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi glomerulonephritis kronis. Setalah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2mm atau kurang. Berkas jaringan parut mweusak sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang-cabang arteri ar teri renal r enal menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk menjaga GFR dari nefron yang tersisa sehingga menimbulkan konsekuensi kehilangan fungsional nefron. Perubahan
ini
pada
akhirnya
akan
menyebabkan
kondisi
glomerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut. Pada penyakit ginjal dini (tahap 1-3), penurunan substansial dalam GFR dapat mengakibatkan hanya sedikit peningkatan dalam kadar serum kreatinin. Azotemia (yaitu peningkatan kadar BUN dan keratin serum) terlihat ketika GFR menurun hingga kurang dari 60-70mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar keratinin, beberapa kondisi lain juga memperberat kondisi klinik, meliputi (1) penurunan produksi eritropoietin sehingga mengakibatkan anemia, (2) penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia, hiperparatiroidisme, hiperfosfatemia, dan osteodistrofi ginjal, (3) pengurangan ion hydrogen, kalium, garam, dan eksresi air, mengakibatkan kondisi asidosis, hyperkalemia, hipertensi, dan edema, serta (4) disfungsi trombosit yang menyebabkan peningkatan kecenderungan terjadinya pendarahan.
25
Akumulasi produk ureum (toksin uremik) mempengaruhi hamper semua system organ. Azotemia terjadi dengan tanda dan gejala uremia. Uremia terjadi pada GFR sekitar 10mL/menit yang kemudian berlanjut pada kondisi gagal ginjal terminal. Respons perubahan secara structural dan fusngsional memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus kronis.
26
G. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Denan Masalah Glomerulonefritis Kronik `1. Pengkajian a. Pengkajian Anamnesis
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara
progresif
lambat
akibat
glomerulonephritis
yang
sudh
berlangsung lama. Penyakit cederung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami glomerulonephritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan keratin serum. Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak di malam hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih di malam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing dan gangguan gangguan pencernaan umumnya terjadi. b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila system syaraf pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; pada fase awal sering didapatkan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat. 1) B1 (breathing ). Biasanya didaptkan gangguan pola nafas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napas ronkhi biasanya didapatkan pada kedua paru. 2) B2 (blood ). ). Pada pemeriksaan system kardiovaskular sering
didapatkan adanya tanda pericarditis disertai friksi perikardian dan
27
pulsus paradokus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10mmHg selama inspirasi dan ekspirasi). Peningkatan tekanan darah sekunder daro retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi system kardiovaskuler dimana akan terjadi pernurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama gallop, dan tanda gagal jantung kongesti lain dapat terjadi. 3) B3 (brain). Klien mengalami konfusi dan memperhatikan rentang
perhatian yang menyempit. Temuan pada pada retina mencakup hemoragi, adanya
eksudat,
ateriol
menyempit
dan
berliku-liku,
serta
papilledema neuropati perifer disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan neurosensory muncul setelah penyakit terjadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan gangguan elektrolit. 4) B4 (bladder ). Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi
renal dan gagal ginjal kronik. Penurunan produksi urine sampai anuri. Perubahan warna urine ouput seperti berwarna cola dari proteinuria, silinderuri, dan hematuria. 5) B5 (bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan
diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dan kebutuhan. 6) B6 (bone). Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning
keabu-abuan dan terjadi edema perifer (dependen) dan poriorbital. Didapatkan adanya nyeri panggul,sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, dan ada/berulangnya infeksi. Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, dan keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
28
c. Pengkajian Dignostik
1) Urinalisis didapatkan proteinuriam endapan urinarius (hasil sekresi protein tubulus yang rusak), hematuria. 2) Hyperkalemia penurunan sekresi asam, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis, dan katabolisme. 3) Asidosis metabolic akibat penurunan sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat. 4) Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah). 5) Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membrane glomerulus yang rusak. 6) Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfor untunk mengompensasi peningkatan kadar serum fosfor). 7) Hipermagnesemia akibat penurunan ekstresi dan ingesti antacid yang mengandung magnesium. 8) Rontgen
dada
menunjukan
pembesaran
jantung
dan
edema
pulmoner. 9) Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga menunjukan adanya hipertensi disertai hipertopi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti hyperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.
2. Diagnosis Keperawatan
Dari hasil pengkajian di atas diagnosis keperawatan yang lazim ditemukan, meliputi hal-hal berikut : a. Aktual/risiko pola nafas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal, pembesaran cairan, kongesti paru sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan asidosis metabolic. b. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, restensi cairan dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan GFR.
29
c. Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikelkiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal sekunder penurunan pH, hiperkalemi dan uremia.
3. Rencana Keperawatan
Aktual/risiko pola nafas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal, pembesaran cairan, kongesti paru sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan asidosis metabolic. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pola nafas. Kriteria Evaluasi : -
Pasien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20x/m, pemeriksaan gas arteri 7,40 ±0,005, HCO 2 24± mEqL, dan PaCO, 40 mmHg.
Intervensi
Rasional
Kaji factor penyebab pola nafas tidak
Menidentifikasi
efektif
penyebab dasar dari alkalosis
Monitor ketat TTV
Perubahan
untuk
TTV
akan
mengatasi
memberikan
dampak pada resiko alkalosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuksecepatnya melakukan koreksi alkalosis Istirahatkan
pasien
semifowler
dengan
posisi
Posisi semifowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal, istirahat akan mengurangi
kerja
jantung,
meningkatkan
tenaga
cadangan
jantung,
dan
menurunkan
tekanan
darah Ukur intake dan output
Penurunan mengakibatkan ginjal,
restensi
curah
jantung,
gangguan natrium/air
perfusi dan
penurunan urine ouput ouput Manajemen lingkungan li ngkungan : lingkungan Lingkingan tenang akan menurunkan
30
tenang dan batasi pengunjung
stimulus
nyeri
pembatasan
eksternal
dan
pengunjung
akan
membantu meningkatkan kondisi O 2 ruangan
yang
berkurang
banyak
pengunjun
apabila
yang
berada
diruangan Kolaborasi -
Tujuan intervensi keperawatan pada
Pantau data laboratorium gas
alkalosis
darah berkelanjutan
sistemik sampai ke batas yang aman, dan
adalah
menurunkan
menanggulangi
pH
sebab-sebab
alkalosis yang mendasarinya. Dengan monitoring, perubahan dari analisis gas darah
berguna
untuk
menghindari
komplikasi yang tidak diharapkan. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, restensi cairan dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan GFR. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kelebihan volume cairan dapat teratasi Kriteria evaluasi : -
Urine adekuat akan dipertahankan dengan diuretika (>39 ml/jam), tanda0tanda udem paru atau asites tidak ada
Intervesi
Rasional
Kaji tekanan darah
Sebagai
salah
satu
cara
untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan yang
dapat
diketahui
dengan
meniongkatkan bebam kerja jantung yang
dapat
diketahui
dari
meningkatnya tekanan darah Kaji distensi vena jugularis
Peningkatan cairan dapat membebani fuungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
Pasang dower atau kondom kateter
Pemasangan DC akan mempermudah
31
dalampengukuran urine output dan menurunkan
aktivitas
klien
dalam
kondisi tirah baring Timbang BB
Kelebihan BB dapat diketahui dari peningkatan BB yang ekstrem akibat terjadinya
penimbunan
cairan
ekstraseluler Beri posisi yang membantu drainage
Meningkatkan
ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif
mendorong
venus
return
dan
berkurangnya
edema
peningkatan
volume
perifer Evaluasi kadar Na, Hb, dan Ht
Dampak cairan
dari akan
terjadi
hemodelusi
sehingga Hb turun, Ht turun Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikelkiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal sekunder penurunan pH, hiperkalemi dan uremia. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi Kriteria evaluasi : -
Pasien akan melaporkan penurunan episode dyspnea, berperan dalam mengurangi beban kerja jantung, dan TTV normal
Intervesi
Rasional
Kaji dan lapor tanda penurunan curah
Kejadian mortalitas dan morbiditas
jantung
sehubungan dengan MI yang lebih dari 24jam pertama
Palpasi nadi perifer
Penurunan
curah
jantung
dapat
menunjukan menurunya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibal, nadi mungkin cepat hilang atai tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alteran (denyut kuat lain dengan denyut lamah) mungkin ada. Pantau
urine
output
dan Ginjal berespons untuk menurunkan
32
kepekatan/konsentrasi urine
curah jantun dengan menahan cairan dan natrium, urine output biasanya menurun
selama
tiga
hari
karena
perpindahan cariran kejaringan, tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur Istirahatkan klien dengan tirah baring
Oleh
karena
jantung
tidak
dapat
optimal
diharapkan untuk benar-benar istirahat agar dapat sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan klien,
adalah
dengan
inaktivitas,
mengistirahatkan
demikian,
kebutuhan
melalui
pemompaan
jantung diturunkan. Tirah baring merupakan bagian yang penting dari glomerulonephritis kronis, khususnya pada tahap akut dan sulit disembuhkan Istirahat jantung,
akan
mengurangi
meningkatkan
kerja tenaga
cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga merangsang diuresis karena berbaring akan
mempebaiki
perfusi
ginjal.
Istirahat juga mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun, yang akan memperpanjang pemulihan
periode
sehingga
diastole
memperbaiki
efisiensi kotraksi jantung. Atur posisi tirah baring yang ideal.
Pasien dengan GNC dengan gangguang
33
Kepala tempat tidur harus dinaikan 20-
fungsi jantung dapat berbaring dengan
30cm atau klien didududkan di kursi
posisi seperti ini untuk mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung, yang dapat mengurangi kongesti paru
Kaji perubahan sensorik, contok letargi,
Dapat menunjukan tidak adekuatnya
dan depresi
perfusi
selebral
sekunder
terhadap
penurunan curah jantung Berikan
istirahat
psikologi
dengan
lingkungan tenang
Meningkatkan sediaan iksigen untuk kebutuhan miokard dalam melawan efek hipoksia/iskemia
Kolaborasi untuk pemberian obat : -
Diuretik,
furosemide
spironolakton
(Lasix), meningkatkan
(aldakaton),
captopril, lisinoprilm enapril Pemberian
cairan
IV,
Banyaknya obat dapat digunakan untuk
pembatasan
volume
memperbaiku
sekuncup,
kontaktilitas,
dan
menurunkan kongesti Oleh
karena
adanya
peningkatan
jumlah total sesuai dengan indikasi, tekanan ventrikel kiri pasien tidak serta hindari cairan garam
dapat menoleransi peningkatan volume cairan
(preload)
pasien
juga
mengeluarkan sedikit natrium, yang menyebabkan
retensi
cairan
dan
meningkatkan kerja miokard Pantau seri EKG dan perubahan foto
Depresi
segmen
ST
dan
datanya
dada
gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto dada dapat menunjukan pembesaran jantung dan perubahan pulmonal pulmonal
34
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan adalah sebagai berikut : a. Pola nafas kembali efektif b. Kelebihan volume cairan dapat teratasi c. Membaiknya curah jantung
35
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Komponen system urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi
urin, dua ureter yang membawa urin menuju kandung kemih untuk penampungan sementara dan uretra yang mengalirkan urin keluar tubuh melalui orifisium uretra eksterna. Glomerulonephritis adalah gangguan ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan. Glomerulonefritis akut (GNA) mungkin merupakan keadaan atau manifestasi utama gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal sampai berat. Gambaran umum GNA meliputi oliguria, edema, hipertensi serta kongesti sirkulasi, hematuria dan proteinuria. Sebagian besar kasus terjadi setelah s etelah infeksi, dan berkaitan dengan infeksi pneumokokus, streptokokus dan virus. Glomerulonefritis poststreptokokal akut (APSGN,
acute poststreptococcal glomerulonephritis ) merupakan bentuk penyakit ginjal pascainfeksi yang paling sering terjadi masa kanak-kanak dan merupakan penyakit yang menyebabkan dapat ditegakkan pada sebagian besar kasus. APSGN dapat terjadi pada setiap awal usia sekolah dengan awitan paling sering terjadi pada usia 6 hingga 7 tahun sedangkan glomerulonefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonephritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis Kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan glomerulus subklinis yan disertai oleh hematuria (drah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan
36
Dan yang terakhir neprotic syindrom adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakterlistrik,proteinuria, hypoperotenuria, hypoalbuminemia, hyperlipideimia dan edema.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan data ng
37