ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF
A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. 2. Etiologi a. Virus dengue sejenis arbovirus. b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 19531954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in
1
aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak. 3. Patofisiologi Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virusantibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamine
dan
merupakan
mediator
kuat
sebagai
factor
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian. 4. Tanda dan gejala a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi. c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma. d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
2
f. Sakit kepala g. Pembengkakan sekitar mata. h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening. i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah). 5. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Effuse pleura d. Penurunan kesadaran. 6. Klasifikasi a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat. c. Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
3
d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba. 7. Pemeriksaan penunjang a. Darah 1) Trombosit menurun. 2) HB meningkat lebih 20 % 3) HT meningkat lebih 20 % 4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3 5) Protein darah rendah 6) Ureum PH bisa meningkat 7) NA dan CL rendah b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test). 1) Rontgen thorax : Efusi pleura. 2) Uji test tourniket (+) 8. Penatalaksanaan a. Tirah baring b. Pemberian makanan lunak . c. Pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter. d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
4
e. Anti konvulsi jika terjadi kejang f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR). g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari. 9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar Loncat tali Badminton Memukul Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan. b. Motorik halus Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. c. Kognitif Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang d. Bahasa Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
5
Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan 10. Dampak hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri c. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah d. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri g. Selalu ingin tahu alasan tindakan h. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
6
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit. B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi : a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya). b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien. c. Kaji riwayat keperawatan. d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran). 2. Diagnosa keperawatan . Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam. b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
7
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia. f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan 3. Rencana Asuhan Keperawatan. NO 1
DIAGNOSA
TUJUAN DAN
INTERVENSI
KEPERAWATAN Hipertermi
KRITERIA HASIL Tujuan :
Beri kompres air hangat
berhubungan
Suhu tubuh normal
Berikan / anjurkan pasien untuk banyak
dengan
proses
infeksi virus dengue
Kriteria hasil : Suhu
minum 1500-2000 cc/hari tubuh
antara 36 – 37 Nyeri otot hilang
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat Observasi intake dan output, tanda vital tiap 3 jam sekali. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
2
Resiko
defisit
Tujuan :
Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih
volume
cairan
Tidak terjadi devisit
Observasi capillary Refill
berhubungan
voume cairan
dengan
Kriteria hasil :
Observasi intake dan output.
pindahnya
Input dan output
cairan intravaskuler
ke
ekstravaskuler.
seimbang Vital sign dalam batas normal
Catat warna urine / konsentrasi, BJ Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Tidak ada tanda presyok Akral hangat Capilarry refill < 3 3
Resiko
Syok
detik Tujuan :
hypovolemik
Tidak
berhubungan
hipovolemik
dengan perdarahan
Kriteria Hasil : Tanda
yang
Vital
berlebihan,
normal
pindahnya
cairan
terjadi
Monitor keadaan umum pasien
dalam
syok
Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
batas
Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
8
intravaskuler
Kolaborasi
ke
ekstravaskuler. 4
Resiko
trombo
gangguan
pemenuhan kebutuhan
nutrisi dari
kebutuhan
nutrisi
terjadi
gangguan
intake yang
tidak
kebutuhan nutrisi
pasien Timbang
Tidak ada tandatanda malnutrisi Menunjukkan berat badan yang
dan nafsu makan
seimbang.
Resiko
terjadi
(bila
memungkinkan ) Berikan makanan sedikit namun sering Berikan dan Bantu oral hygiene
Monitor tanda-tanda penurunan trombosit
Tujuan :
berhubungan
perdarahan
dengan penurunan
Kriteria Hasil :
factor-faktor
TD
( trombositopeni )
hari
mengandung gas.
Tidak
darah
tiap
Hindari makanan yang merangsang dan
perdarahan
pembekuan
BB
dan atau makan diantara waktu makan
adekuat akibat mual yang menurun.
5
yang disukai Observasi dan catat masukan makanan
Kriteria Hasil :
tubuh berhubungan dengan
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan
Tujuan : Tidak
kurang
pemeriksaan : HB, PCV,
mmHg,
terjadi
yang disertai tanda klinis. Monitor trombosit setiap hari Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
100/60 N:
80-
100x/menit reguler,
( bedrest ) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada
pulsasi
kuat Tidak ada tanda
tanda perdarahan Antisipasi adanya perdarahan.
perdarahan lebih lanjut,
trombosit
meningkat
4. Evaluasi. Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi
9
yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan. Evaluasi : a. Suhu tubuh dalam batas normal. b.Intake dan out put kembali normal / seimbang. c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat. d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi. e. Pengetahuan keluarga bertambah. f. Shock hopovolemik teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.
10
Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994 Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN 1. Pengertian
11
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, Fharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450). Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418). 2. Diagnosis Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453). 3. Etiologi dan karakteristik Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent / kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi dan anak, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419). Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus. Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas. Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru. Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420) 4. Manifestasi klinis Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum
12
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451). 5. Terapi dan Penatalaksanaan Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret. Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452). 6. Diagnosis banding Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454). 7. Tanda dan gejala yang muncul
1.
Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2.
Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3.
Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4.
Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
5.
Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6.
Abdominal pain,
nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
13
lymphadenitis mesenteric.
7.
Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8.
Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9.
Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419). 8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224). 9. Pengkajian terutama pada jalan nafas Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan. Pola, cepat (tachynea) atau normal. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420). 10. Diagnosa keperawatan NO 1
Diagnosa Ketidakefektifan pola
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan:
nafas berhubungan
Pola nafas kembali efektif
dengan proses inflamasi
Intervensi Berikan posisi
nyaman sekaligus dapat mengeluarkan
pada saluran pernafasan,
Dengan kriteria hasil :
nyeri.
usaha nafas kembali
yang sekret
dengan mudah. Observasi
tanda
vital,
cyanosis,
serta
normal dan
adanya
meningkatnya suplai
pola,
oksigen ke paru-paru.
pernafasan
kedalaman
dalam
14
Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas. Anjurkan
pada
keluarga
untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
Kolaborasi dengan dokter pemberian
O2
dan
nebulizer Berikan dengan
obat
sesuai
instruksi
dokter
(bronchodilator). 2
Ketidakefektifan bersihan
Tujuan:
jalan nafas berhubungan
Bebasnya jalan nafas
dengan obstruksi
dari hambatan sekret
mekanik dari jalan nafas
Dengan kriteria hasil :
terjadi posisi hiperextensi
oleh sekret, proses
jalan nafas yang bersih
pada leher.
inflamasi, peningkatan produksi sekret.
dan patent meningkatnya pengeluaran sekret.
Lakukan
penyedotan
sekret jika diperlukan. Cegah
jangan
Berikan
sampai
posisi
nyaman
dan
yang
mencegah
terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position). Anjurkan
untuk
tidak
memberikan minum agar tidak
terjadi
aspirasi
selama periode tachypnea. Berikan kelembaban udara yang cukup. Observasi
pengeluaran
sekret dan tanda vital Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral
yang
adekuat. Berikan nebulizer sesuai 3
Cemas berhubungan
Tujuan:
dengan penyakit yang
Menurunnya kecemasan
instruksi dokter. Berikan
informasi
15
dialami oleh anak,
yang dialami oleh orang
secukupnya kepada orang
hospitalisasi pada anak
tua
tua
Dengan kriteria hasil :
pengobatan
keluarga
diberikan).
sudah
tidak
(perawatan
dan yang
sering bertanya kepada
Berikan dorongan secara
petugas dan mau terlibat
moril kepada orang tua.
secara
aktif
merawat anaknya.
dalam
Jelaskan
terapi
yang
diberikan dan respon anak terhadap
terapi
yang
diberikan. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal
yang
kurang
dimengerti/ tidak jelas.
Anjurkan kepada keluarga agar
terlibat
secara
langsung dan aktif dalam perawatan anaknya Observasi
tingkat
kecemasan yang dialami oleh keluarga
16
DAFTAR PUSTAKA Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Selekta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC. Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II
book 1. USA: CV. Mosby-
Year book. Inc Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta Marylin
E
doengoes.
(2000).
Rencana
Asuhan
keperawatan
Pedoman
untuk
Perencnaan
/pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakart
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN BRONKITIS PADA ANAK
17
1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran. ( Ngastiyah, 1997 ) Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994) Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri, walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu, 1984) Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang. 2. Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme . a. Hidung Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara. b. Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. c. Laring Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
18
bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. d. Trakea Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. e. Bronkus Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli. f. Paru-paru Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembung-gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. 3. Klasifkasi a. Bronkitis Akut Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai. b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB. 4. Etiologi Penyebab utama penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi
19
sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut. Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut : a. Spesifik Asma Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis). Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis. Sindrom aspirasi. Penekanan pada saluran napas Benda asing Kelainan jantung bawaan Kelainan sillia primer Defisiensi imunologis Kekurangan anfa-1-antitripsin Fibrosis kistik Psikis b. Non-spesifik Asap rokok Polusi udara Patofisiologi c. Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981) 6. Tanda dan Gejala Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu : Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis Pada paru didapatkan suara napas yang kasar Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu : Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat Daya tahan tubuh klien yang menurun
20
Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik Kesenangan anak untuk bermain terganggu Konsentrasi belajar anak menurun 7.
Komplikasi a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
8.
Pemeriksaan Penunjang Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia Laboratorium : Leukosit > 17.500.
9.
Penatalaksanaan a. Tindakan Perawatan Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan lendir Sering mengubah posisi Banyak minum Inhalasi Nebulizer Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain b. Tindakan Medis Jangan beri obat antihistamin berlebih Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
10. Pencegahan Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah. Membatasi aktivitas anak Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya Hindari makanan yang merangsang Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
21
10. Intervensi NO 1
Diagnosa Tidak efektifnya bersihan
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan :
Intervensi Auskultasi bunyi nafas
jalan nafas b/d
Mempertahakan jalan nafas
Kaji frekuensi pernapasan
bronkokonstriksi,
paten dengan bunyi nafas
Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas,
peningkatan
bersih/jelas.
distres pernapasan dan penggunaan
pembentukan mukus,
otot bantu pernapasan
batuk tidak efektif, infeksi
Dengan kriteria hasil :
bronkopulmonal.
Suara nafas vasekuler
pasien : peninggian kepala tempat
Jalan nafas bersih
tidur, duduk pada sandaran tempat
Anak tidak rewel
tidur.
batuk yang
Berikan posisi yang nyaman pada
efektif, dan
Hindarkan
mengeluarkan secret
dari
polusi
lingkungan
misal : asap, debu, bulu bantal Dorong latihan napas abdomen Observasi
karakteristik
batuk
misalnya : menetap, batuk pendek, basah Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung Berikan air hangat
Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi, Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik, Fisioterapi dada, Awasi GDA, foto dada, nadi 2
Gangguan
pertukaran
oksimetri Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Tujuan :
gas b/d ketidaksamaan
Menunjukkan
ventilasi-perfusi
ventilasi
perbaikan
dan
oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang
bebas
normal
gejala
dan
distress
pernafasan.
Catat
penggunaan
GDA dalam batas normal warna kulit membaik Frekuensi nafas 12- 24x/mt
bantu
pernapasan Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas Kaji kulit dan warna membran mukosa Dorong
Dengan kriteria hasil :
alat
mengeluarkan
sputum,
penghisapan bila diindikasikan Auskulatasi
bunyi
nafas,
Palpasi
fremitus Awasi tingkat kesadaran
Bunyi nafas bersih
22
Tidak ada batuk
Batasi aktivitas pasien
Frekuensi nadi 60-100x/mt
Awasi TTV dan irama jantung
Tidak dispneu
Kolaborasi dengan dokter : Awasi GDA dan nadi oksimetri, pemberian oksigen
3
Perubahan nutrisi kurang
Tujuan :
dari
Peningkatan
kebutuhan
berhubungan anoreksia, sputum,
tubuh dengan
dalam
status
nutrisi dan berta badan pasien
produksi efek
samping
obat, kelemahan, dispnea
Dengan kriteria hasil : Pasien
tidak
evaluasi berat badan
Auskultasi bunyi usus
Berikan perawatan oral sering
Berikan porsi makan kecil tapi
mengalami
kehilangan berat badan lebih
sering
lanjut atau mempertahankan berat badan.
sesuai indikasi Kaji masukan makanan anak,
Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Timbang BB
Kolaborasi : Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
Kaji
pemeriksaan
laboratorium
seperti albumin serum
Berikan
vitamin
/
mineral
/
elektrolit sesuai indikasi 4
Resiko tinggi infeksi
Tujuan :
Awasi suhu dan TTV
berhubungan dengan
Tidak terjadi / adanya gejala –
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk
tidak adekuatnya
gejala infeksi
efektif, perubahan posisi sering dan
imunitas, malnutrisi
msukan cairan adekuat Kriteria hasil :
Observasi warna, karakter, bau sputum
Tidak terjadi infeksi
Awasi pengunjung
Suhu tubuh berkisar 36-370c,
Seimbangkan aktivitas dan istirahat
Sel
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
darah
putih
5000-
10000/mm. Batuk produktif tidak ada.
adekuat dengan ibu klien Kolaborasi
:
Dapatkan
spesimen
sputum, berikan antimikrobial sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
23
Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC. Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994 Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
24
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT
A. Pengertian Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999). Yang paling sering terlihat ialah : 1. Otitis media viral akut 2. Otitis media bakterial akut 3. Otitis media nekrotik akut B. Etiologi Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa. C. Patofisiologi Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit. D. Pemeriksaan Penunjang 1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas. 2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab. E. Pengkajian Data yang muncul saat pengkajian: a. Sakit telinga/nyeri b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga c.
Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga e. Suara bergema dari suara sendiri f.
Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
25
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga i.
Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j.
Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k.
Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l.
Reflek kejut
m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras n. Tipe warna 2 jumlah cairan o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning p. Alergi q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram r.
Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi
F. Fokus Intervensi NO 1
Diagnosa Nyeri b/d proses
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan :
peradangan pada telinga
Nyeri berkurang atau
Intervensi Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
hilang
Kompres panas di telinga bagian luar ;
Dengan kriteria hasil :
untuk mengurangi nyeri.
Klien tenang tidak
Kompres dingin ; untuk mengurangi
rewel
2
tekanan telinga (edema)
Klien dapat beristirahat
Kolaborasi pemberian analgetik dan
Resiko tinggi infeksi
Tujuan :
antibiotik Kaji tanda-tanda
berhubungan dengan
Tidak etrjadi tanda –
mastoiditis,
tidak adekuatnya
tanda infeksi
mengantisipasi perluasan lebih lanjut.
pengobatan
perluasan
vertigo
infeksi,
;
untuk
Jaga kebersihan pada daerah liang Dengan kriteria hasil :
telinga
Suhu badan normal <
pertumbuhan mikroorganisme
37,4C
;
untuk
mengurangi
Hindari mengeluarkan ingus dengan
Tanda – tanda infeksi
paksa/terlalu
tidak ada
keras
(sisi)
;
untuk
menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah Kolaborasi dengan dokter pemberian
3
antibiotik Pegangi anak atau dudukkan anak di
Resiko tinggi injury b/d
Tujuan :
penurunan persepsi
Tidak
sensori
perlukaan
terjadi
injuri
/
pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh Pasang restraint pada sisi tempat
Dengan kriteria hasil :
tidur ; meminimalkan agar anak tidak
Klien
jatuh.
dalam
kondisi
26
aman dan nyaman
Jaga
anak
saat
beraktivitas
;
meminimalkan agar anak tidak jatuh Tempatkan
perabot
teratur
;
meminimalkan agar anak tidak terluka
PATHWAYS Invasi bakteri
Infeksi telinga tengah
Proses peradangan
Peningkatan produksi Cairan serosa
Tekanan udara
Pengobatan tak tuntas /
telinga tengah (-)
episode berulang
Nyeri
Akumulasi
Retraksi
Cairan mukus
membran
Dan serosa
timpani
Hantaran suara/udara Yg diterima menurun
Ggn Persepsi sensori
Tjd erosi pd kanalis
Infeksi berlanjut dpt sampai telinga dalam
Tindakan mastoidektomi
semisirkularis
Resiko
Resiko
DAFTAR PUSTAKA
27
1.Donna L. Wong, L.F. Whaley, Nursing Care of Infants and Children, Mosby Year Book. 2.Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI,1997. 3.Wong Whaley, Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby Year Book.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A. Pengertian Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
28
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. B. Etiologi Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya). 1) Intrakranial Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular Infeksi : Bakteri, virus, parasit Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz. 2) Ekstra kranial Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K). Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat. Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus. 3) Idiopatik Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits) C. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
29
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran
sel
sekitarnya
dengan
bantuan
bahan
yang
disebut
neurotransmitter
sehingga
mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. D. Manifestasi klinik Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik. Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu : 1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion) 2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
30
E. Klasifikasi kejang Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik. a. Kejang Tonik Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus b. Kejang Klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik. c. Kejang Mioklonik Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik. F. Diagnosa banding kejang pada anak Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna. a. Gemetar Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik b. Apnea Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan. Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
31
c.
Mioklonus Nokturnal Benigna Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan.
G. Penatalaksanaan Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut. Penatalaksanaan Umum terdiri dari : a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung c. Usahakan suhu tetap stabil d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit. Diazepam jarang digunakan untuk mengatasi kejang demam dengan alasan : a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan c.Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah. H. Pemeriksaan fisik dan laboratorium a. Pemeriksaan fisik
32
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut : a) Silahkan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak. b) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. c) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. d) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri. e) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas. f)
Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
g) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak. b. Pemeriksaan laboratorium Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu a) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler. b) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah. c) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal d) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia e) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang
33
abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis. f)
Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup : Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic Biarkan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes. Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
I. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahun 1. Fisik Ubun-ubun anterior tertutup. Physiologis dapat mengontrol spinkter 2. Motorik kasar a. Berlari dengan tidak mantap b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan c. Menarik dan mendorong mainan d. Melompat ditempat dengan kedua kaki e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh 3. Motorik halus a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan b. Melepaskan dan meraih dengan baik c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu d. Menggambar dengan membuat tiruan 4. Vokal atau suara a. Mengatakan 10 kata atau lebih b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh 5. Sosialisasi atau kognitif a. Meniru b. Menggunakan sendok dengan baik c. Menggunakan sarung tangan d. Watak pemarah mungkin lebih jelas e. Mulai sadar dengan barang miliknya J. Dampak hospitalisasi
34
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi. Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut : a) Rasa takut o Memandang penyakit dan hospitalisasi o Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal o Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit o Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan o Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang. b). Ansietas Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal Protes (menangis dan mudah marah, (merengek) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit Tidak berdaya Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol Protes dan Ansietas karena restrain c). Gangguan citra diri Sedih dengan perubahan citra diri Takut terhadap prosedur invasive (nyeri) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut K. Pengkajian Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang. Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang. a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter b. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
35
c.
Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
d. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter e. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi f.
Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
g. Riwayat jatuh / trauma L. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1) Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot. 2) Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular 3) Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh 4) Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan 5) Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi M. Intervensi
NO 1
Diagnosa Kerusakan mobilitas fisik
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan :
Intervensi Kaji tingkat mobilisasi klien.
b/d kerusakan persepsi,
Kerusakan mobilisasi fisik
Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.
penurunan kekuatan
teratasi
Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih
Kriteria hasil : Mobilisasi fisik klien aktif , Kejang tidak ada, Kebutuhan klien
klien
dalam
mobilisasi
sesuai
kemampuan klien. Libatkan
keluarga
dalam
pemenuhan
kebutuhan klien. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi sesuai indikasi
teratasi 2
Resiko tinggi trauma /
Tujuan :
cidera
kelemahan,
Cidera / trauma tidak
perubahan
kesadaran,
terjadi
kehilangan
koordinasi
otot.
b/d
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi
keadaan
umum,
sebelum,
selama, dan sesudah kejang. Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Catat
tipe
dari
aktivitas
kejang
dan
beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
36
3
pemberian therapi anti compulsan Observasi tanda-tanda vital,
Resiko tinggi terhadap
Tujuan :
inefektifnya bersihan
Inefektifnya
jalan nafas b/d kerusakan
jalan napas tidak terjadi
bersihan
neuromuskular
Atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir
Kriteria hasil :
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
Jalan napas bersih dari
therapi
sumbatan, Suara napas vesikuler, Sekresi mukosa tidak ada, RR 4
dalam
Resiko kejang berulang
normal Tujuan :
b/d
Aktivitas
peningkatan
suhu
tubuh
batas Kaji factor pencetus kejang.
kejang
tidak
Libatkan
berulang
keluarga
dalam
pemberian
tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital.
Kriteria hasil :
Lindungi anak dari trauma.
Kejang dapat dikontrol, Suhu
tubuh
normal 5
Berikan kompres dingin pada daerah dahi
kembali
dan ketiak Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
Tujuan:
sesuai indikasi Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
keluarga b/d kurangnya
Pengetahuan keluarga
Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
informasi
meningkat
Jelaskan pada keluarga klien tentang
Kurang
pengetahuan
penyakit kejang demam melalui penkes. Kriteria hasil :
Beri kesempatan pada keluarga untuk
Keluarga mengerti
menanyakan hal yang belum dimengerti.
dengan proses
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
penyakit kejang demam,
pada klien. Jawab semua pertanyaan keluarga klien
Keluarga klien tidak
dengan jelas dan tepat
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
37
Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC. Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994 Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GASTROENTERITIS
A.
KONSEP DASAR
38
I. PENGERTIAN. Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995). Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ). Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen. II. PATOFISIOLOGI. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah. III. GEJALA KLINIS. a. Diare. b. Muntah. c. Demam. d. Nyeri Abdomen e. Membran mukosa mulut dan bibir kering f. Fontanel Cekung g. Kehilangan berat badan h. Tidak nafsu makan i. Lemah
39
IV. KOMPLIKASI a. Dehidrasi b. Renjatan hipovolemik c. Kejang d. Bakterimia e. Mal nutrisi f. Hipoglikemia g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. b.Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. c.Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis. V. PENATALAKSANAAN MEDIS. a. Pemberian cairan. b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : 1. Memberikan asi. 2. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. c. Obat-obatan. Keterangan : a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum. 1. cairan per oral. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
40
2. Cairan parentral. Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. 1) Dehidrasi ringan. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari Kemudian 125 ml / Kg BB / oral 2)
Dehidrasi sedang. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral Kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3)
Dehidrasi berat. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit. 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg. 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ). 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg. 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
3. Diatetik ( pemberian makanan ). Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita. Hal – hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan Asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin,makanan harus bersih.
41
4. Obat-obatan.
Obat anti sekresi
Obat anti spasmolitik.
Obat antibiotik.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
2.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
VII. TUMBUH KEMBANG ANAK. Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional. Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan orang dewasa kecil, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi. Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat. Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan. a. Motorik halus. 1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar. 2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya 3. Memasukkan benda kedalam mulutnya. 4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya. 5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan. b. Motorik kasar. 1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan. 2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri. 3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang. c. Kognitif. 1. Berusaha memperluas lapangan. 2. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
42
3. Mulai mencari benda-benda yang hilang. d. Bahasa. Mengeluarkan suara ma, pa, ba walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti. VIII. DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK. Separation ansiety a. Tergantung pada orang tua b. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti c. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis d. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan denga.n orang lain dan menyukai lingkungan B. ASUHAN KEPERTAWATAN SECARA TEORITIS I.
PENGKAJIAN. Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah : 1. Identitas klien. 2. Riwayat keperawatan. Awal serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3. Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi. 4. Riwayat psikososial keluarga. Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
43
Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. 6. Pemerikasaan fisik. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat. Pemeriksaan sistematik : - Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan. - Perkusi : adanya distensi abdomen. - Palpasi : Turgor kulit kurang elastis - Auskultasi : terdengarnya bising usus. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. Pemeriksaan penunjang. - Pemeriksaan tinja, - Darah lengkap dan doedenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN. 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah. 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan. 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
III.INTERVENSI. NO 1
Diagnosa Defisit volume cairan dan
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan :
Intervensi Observasi tanda-tanda vital.
44
elektrolit
kurang
kebutuhan
tubuh
berhubungan output
dari
cairan
Devisit
cairan
dan
elektrolit teratasi
Ukur infut dan output cairan (balanc
dengan yang
berlebihan.
Observasi tanda-tanda dehidrasi.
cairan). Kriteria hasil :
Berikan
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada,
dan
lembab,
memberikan minum yang banyak kurang Kolaborasi
Tujuan
nutrisi kurang dari
Gangguan
kebutuhan tubuh
kebutuhan nutrisi teratasi
pemenuhan
dalam
dengan
tim
gizi
dalam
terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji
Kriteria hasil
factor
penyebab
gangguan
pemenuhan nutrisi.
nutrisi
klien
meningkat,
Lakukan
pemerikasaan
fisik
abdomen
(palpasi,perkusi,dan auskultasi).
Diet habis 1 porsi yang disediakan,
Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
Mual,muntah tidak ada.
Kolaborasi
Gangguan rasa nyaman
Tujuan :
penentuan diet klien. Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat
nyeri
Nyeri dapat teratasi
berhubungan
dengan
dengan
tim
gizi
dalam
rasa nyeri.
distensi
abdomen.
Atur posisi yang nyaman bagi klien. Kriteria hasil : Nyeri
Beri dapat
berkurang / hiilang, Ekspresi wajah tenang 4
dokter
pemberian cairan rendah sodium. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang
Gangguan kebutuhan
berhubuingan dengan
3
dengan
pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi
Intake
untuk
pemberian therafi cairan,
Balan cairan seimbang
mual dan muntah.
keluarga
lebih 2000 – 2500 cc per hari.
Mukosa mulut dan bibir
2
anjurkan
kompres
hangat
pada
daerah
dokter
dalam
abdoment. Kolaborasi
dengan
pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.
Gangguan integritas kulit
Tujuan :
Ganti popok anak jika basah.
berhubungan
Gangguan integritas kulit
Bersihkan bokong perlahan sabun non
iritasi,frekwensi
dengan BAB
teratasi
alcohol.
yang berlebihan
Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi Kriteria hasil :
iritasi pada kulit.
Integritas kulit kembali normal,
bokong
dan
perineum
dari
infeksi.
Iritasi tidak ada Tanda-tanda
Observasi Kolaborasi
infeksi
dengan
dokter
dalam
pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.
tidak ada
45
5
Kurang pengetahuan
Tujuan :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
berhubungan dengan
Pengetahuan
kurangnya informasi
meningkat
keluarga
Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien.
tentang
Jelaskan tentang proses penyakit klien
penyakit,prognosis dan
Kriteria hasil :
pengobatan.
Keluarga klien mengeri
dengan melalui penkes.
dengan
Berikan kesempatan pada keluarga bila
proses
ada yang belum dimengertinya.
penyakit klien,
Libatkan
Ekspresi wajah tenang,
keluarga
dalam
pemberian
tindakan pada klien.
Keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang 6
Cemas berhubungan
proses penyakit klien. Tujuan :
Kaji tingkat kecemasan klien.
dengan perpisahan
Klien
Kaji factor pencetus cemas.
dengan orang
maupun takut lagi
tidak
cemas
tua,prosedur yang menakutkan.
Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien.
Kriteria hasil :
Berikan mainan sesuai kesukaan klien.
Anak tenang
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan.
Mau diajak kerja sama dalam
Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu
pemberian
tindakan Mau
mendampingi klien.
berkomunikasi
dengan perawat
IV. EVALUASI. 1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan. 2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh. 3. Integritas kulit kembali noprmal. 4. Rasa nyaman terpenuhi. 5. Pengetahuan kelurga meningkat. 6. Cemas pada klien teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media
Acsulapius. FKUI. Jakarta.
46
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL 1.
PENGARTIAN Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.
47
( Huddak & Gallo, 1997 ) Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, 2002 : 611) Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48) 2.
PENYEBAB Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi) -
Reaksi antigen-antibodi
-
Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi) -
Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
-
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
-
Iritan : kimia
-
Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
-
Emosional : takut, cemas dan tegang
-
Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7) 3.
TANDA DAN GEJALA 1. Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul c. Whezing belum ada d. Belum ada kelainan bentuk thorak e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E f. BGA belum patologis Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum b. Whezing c.
Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2 2. Stadium lanjut/kronik a.
Batuk, ronchi
b.
Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c.
Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d.
Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
48
e.
Thorak seperti barel chest
f.
Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g.
Sianosis
h.
BGA Pa O2 kurang dari 80%
i.
Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j.
Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229) 4.
PATOFISIOLOGO / PATHWAYS Spasme otot
Sumbatan
bronchus
Edema
mukus
Mk : Tak efektif
dinding bronchus
Obstruksi sal nafas
bersihan
Inflamasi
Alveoli tertutup
( bronchospasme )
jalan nafas Hipoksemia
Mk : Gg Pertuka ran gas
Penyempitan jalan
Asidosis metabolik
nafas Peningkatan kerja
Mk : Kurang pengetahuan
pernafasan Peningkatan kebut oksigen
Hyperventilasi
Penurunan masukan oral
Mk : Perub nutrisi kurang dari kebutuhan tbh
Retensi CO Asidosis respiratorik 5.
TANDA DAN GEJALA 0
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
1
Batuk produktif, sering pada malam hari
2
Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
3
49
6.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan cosinofit total
Uji kulit
Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Foto dada
Analisis gas darah
7.
PENGKAJIAN a.
Awitan distres pernafasan tiba-tiba - Perpanjangan ekspirasi mengi - Penggunaan otot-otot aksesori - Perpendekan periode inpirasi - Sesak nafas - Restraksi interkostral dan esternal - Krekels
b.
Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c.
Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d.
Diaforesis
e.
Distensi vera leher
f.
Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g.
Batuk keras, kering : batuk produktif sulit
h.
Perubahan tingkat kesadaran
i.
Hipokria
j.
Hipotensi
k.
Pulsus paradoksus > 10 mm
l.
Dehidrasi
m.
Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati
8.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme : peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental : penurunan energi/kelemahan b. Kerusakan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan oral
d. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi 9.
INTERVENSI KEPERAWATAN
50
NO 1
Diagnosa Tidak efektifnya bersihan
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan :
jalan
Bersihan
nafas
bronkospasme peningkatan
b.d :
jalan
nafas
efektif
nafas, mis; mengi, krekels, ronki Kaji/pantau frekuensi pernafasan Catat
produksi
sekret, sekresi
Intervensi Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi
adanya/derajat diespnea KH
:
mis : gelisah,
ansietas, distres pernafasan, penggunaan
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
otot bantuKaji pasienuntuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
bersih/jelas
Pertahankan polusi lingkungan minimum
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir Observasi
karakteristik
batuk
mis
:
menetap, batuk pendek, basah Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti makanan Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi sesuai indikasi Awasi
2
Kerusakan
pertukaran
Pertukaran
oksigen,
dan adekuat
kerusakan
buat
grafik
seri
oksimetri, foto dada Kaji frekuensi, kedalaman
Tujuan :
gas b.d gangguan suplai
/
gas
efektie
alveoli
GDA,
nadi
pernafasan,
catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang Tinggikan kepala tempat tidur, pasien untuk
KH
:
Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat dalam rentang normal dan bebas
memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir sesuai kebutuhan / toleransi individu. Dorong mengeluarkan sputum : penguapan bila diindikasikan. Auskultasi
bunyi
gejala distres
penurunan
aliran
pernafasan
tambahan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan
nafas, udara
catat dan
/
area bunyi
Awasi tingkat kesadaran / status mental, selidiki adanya perubahan.
dalam tingkat
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
kemampuan /situasi
Awasi tanda vital dan irama jantung. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
51
3
sesuai indikasi dalam pemberian terapi O2 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan,
Perubahan nutrisi kurang
Tujuan :
dari kebutuhan tubuh b.d
Kebutuhan
penurunan masukan oral
terpenuhi
nutrisi
catat derajat kesulitan makan, evaluasi BB. Auskultasi bunyi usus. Berikan perawatan oral sering, buang
KH
:
sekret.
Menunjukan
Dorong periode istirahat, 1jam sebelum
peningkatan BB
dan sesudah makan berikan makan porsi
Menunjukan perilaku / perubahan pada hidup
kecil tapi sering. Hindari
untuk meningkatkan dan / mempertahankan
makanan
penghasil
gas
dan
minuman karbonat. Hindari maknan yang sangat panas /
berat yang tepat.
dingin. Timbang BB sesuai indikasi. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi : pemeriksaan laboratorium, ex : alb.serum. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
4
Kurang pengetahuan b.d
Tujuan :
kurang informasi / tidak
miningkat
mengenal informasi
Pengetahuan
sesuai indikasi Jelaskan proses penyakit kepada anak atau keluarga
sumber
Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk KH
:
efektif.
Menyatakan
Diskusikan tentang obat yang digunakan,
pemahaman kondisi /
efek samping, dan reaksi yang tidak
proses
diinginkan
penyakit
dan
tindakan.
Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct :
Keluarga berpartisipasi
cara memegang, interval semprotan, cara
dalam kesehatan anak
membersihkan. Beritahukan
kepada
ibu
untuk
tidak
membiarkan anak terpapar debu atau lainya yang menyebabkan sesak kambuh ulang Berikan
informasi
tentang
pembatasan
aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media
Acsulapius. FKUI. Jakarta.
52
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI 1. Pengertian Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996). Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,
53
tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993). Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994). Berdasarkan
beberapa
pengertian
di
atas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. 2. Etiologi Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna. 3. Patofisiologi Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses. 4. Manifestasi klinis Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk
54
yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring. Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan. 5. Pemeriksaan penunjang 1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. 2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi. 3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. 6. Penatalaksanaan Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti : 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. 2. Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit. 7. Komplikasi Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
55
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. d. Infeksi sitemik e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial. f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. 8. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar
Loncat tali
Badminton
Memukul
Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
b. Motorik halus
Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi
Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
56
Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal
Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
7. Dampak hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; 1. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran 2. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri 3. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah 4. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) 1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya 2. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri 3. Selalu ingin tahu alasan tindakan 4. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua 1. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak 2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya
57
peraturan Rumah sakit B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan 1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. 2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah. 3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi. 4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan 5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis b. Pemeriksaan fisik 1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung 2) Auskultasi paru ronchi basah 3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal 4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru) c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan 1) Usia tingkat perkembangan 2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan 3) Koping 4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua 5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya d. Pengetahuan keluarga / orang tua 1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan 2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan 3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya 2. Diagnosa keperawatan 1)Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret. 2)Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli. 3)Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan. 4)Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. 5)Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi 6)Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.
58
7)Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi 3. Intervensi NO 1
Tidak
Diagnosa efektifnya
Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan :
bersihan jalan napas berhubungan
dengan
penumpukan sekret.
Intervensi Monitor status respirasi setiap 2 jam, Kaji adanya peningkatan pernapasan
Bersihan jalan nafas kembali efektif.
dan bunyi napas abnormal. Lakukan suction sesuai indikasi. Ciptakan
Kriteri hasil :
lingkungan
/
nyaman
sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
sekret dapat keluar.
Beri posisi yang nyaman bagi pasien Monitor
analisa
gas
darah
untuk
mengkaji status pernapasan Lakukan perkusi dada Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas Kolaborasi dengan dokter pemberian 2
Gangguan gas dengan
pertukaran berhubungan perubahan
kapiler alveoli.
pernafasan, tanda-tanda cianosis pertujaran gas kembali normal.
Defisit volume cairan berhubungan
Beri oksigen sesuai program
Klien memperlihatkan perbaikan
Ciprtakan lingkungan yang nyaman
ventilasi, pertukaran gas secara
Cegah terjadinya kelelahan
dan
oksigenisasi
jaringan secara adekuat
Kolaborasi dengan dokter : Monitor
Tujuan :
AGD Catat intake dan output cairan (balanc
dengan
output yang berlebihan
Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
Kriteria hasil :
optimal
3
terapi sesuai indikasi Observasi tingkat kesadaran, status
Tujuan :
cairan) Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal Kriteria hasil : Tanda dehidrasi tidak ada.
Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral Monitor
keseimbangan
cairan
,
membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tandatanda vital. Pertahankan keakuratan tetesan infus Observasi
tanda-tanda
vital
(nadi,
59
suhu, respirasi) Kolaborasi dengan dokter pemberian 4
Peningkatan tubuh
suhu
terapi sesuai indikasi Observasi tanda-tanda vital
Tujuan :
berhubungan
dengan proses infeksi
Berikandan anjurkan keluarga untuk Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak Libatkan
Kriteria hasil :
keluarga
suhu
dapat teratasi dengan proses
Berikan minum per oral Ganti
pakaian
Kolaborasi anak
berhubungan
basah
oleh
dengan
dokter
dalam
pemberian obat penurun panas. Kaji tingkat kecemasan klien
Tujuan :
dengan
dampak hospitalisasi
yang
keringat
infeksi hilang
Cemas
setiap
tindakan
Hipertermi/peningkatan
5
dalam
Dorong ibu / keluarga klien mensufort Cemas anak hilang
anaknya
dapat
tenang,
cemas
hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah
cara
ibu
selalu
didekat klien.
Kritera hasil : Klien
dengan
dilakukan
tindakan
keperawatan
Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya Lakukan kunjungan, kontak dengan klien Anjurkan
keluarga
yang
lain
mengunjungi klien Berikan mainan sesuai kesukaan klien 6
Resti nutrisi
pemenuhan kurang
kebutuhan berhubungan
dari tubuh
dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan :
dirumah Kaji status nutrisi klien Lakukan pemeriksaan fisik abdomen
Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil :
klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi) Timbang BB klien setiap hari.
Klien dapat
Kaji adanya mual dan muntah
mempertahankan/meningkatkan
Berikan diet sedikit tapi sering
pemasukan nutrisi..
Berikan
makanan
dalam
keadaan
hangat
Kolaborasi dengan tim gizi 60
7
Kurang pengetahuan
Tujuan :
Kaji tingkat pengetahuan orang tua
orang tua tentang
klien tentang proses penyakit anaknya
perawatan klien
Pengetahuan orang tua klien
berhubungan dengan
tentang
kurangnya informasi.
anaknya
proses meningkat
penyakit setelah
dilakukan tindakan keperawatan
tua
Bantu
orang
tua
mengembangkan
klien
rencana
untuk asuhan
keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
Kriteria hasil : Orang
Kaji tingkat pendidikan orang tua klien
Tekankan perlunya melindungi anak. klien
mengerti
tentang penyakit anaknya.
Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian,
penyebab,
tanda
dan
gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi
dengan
memberikan
penkes. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya
4. Evaluasi Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah : a. Pertukaran gas normal.
e. Suhu tubuh dalam batas normal
b. Bersihan jalan napas kembali efektif
f. Pengetahuan keluarga meningkat
c. Intake dan output seimbang
g. Cemas teratas
d. Intake nutrisi adekuat
DAFTAR PUSTAKA Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Selekta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC. Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II
book 1. USA:
CV. Mosby-Year book. Inc Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
61
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakart
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THPOID 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini
62
adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. 2. Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. 3. Patofisiologi kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
63
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan
merupakan
penyebab
utama
demam
pada
typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. 4. Manifestasi Klinik Masa tunas typhoid 10 – 14 hari a. Minggu I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. b. Minggu II hiperemi), hepatomegali, meteorismus pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya, penurunan kesadaran. 5. Komplikasi a. Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perporasi usus 3) Ilius paralitik b. Komplikasi extra intestinal 1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,tromboplebitis. 2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. 4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis. 5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
64
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia. 6. Penatalaksanaan a. Perawatan. 1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. 2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. b. Diet. 1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein. 2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. 3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. 4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. c. Obat-obatan. 1) Klorampenikol 2) Tiampenikol 3) Kotrimoxazol 4) Amoxilin dan ampicillin 7. Pencegahan Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas. 8. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
65
a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : 1) Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. 2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. 3) Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. 4) Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
66
mungkin negatif. d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : 1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). 3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal : a. Faktor yang berhubungan dengan klien : 1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. 2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. 3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typhoid
yang
tidak
dapat
menimbulkan
antibodi
seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. 4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. 5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
67
retikuloendotelial. 6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. 8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu. b. Faktor-faktor Teknis 1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal. 3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain. 9. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Faktor Presipitasi dan Predisposisi Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
68
b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah : a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah. b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat. c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi. d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik. e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
c. Perencanaan NO 1
DIAGNOSA KEPERAWATAN Resti
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Tujuan
gangguanketidak seimbangan volume cairan dan
volume cairan tidak terjadi
dari
kurang kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
Ketidak
elektrolit,
INTERVENSI
seimbangan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24
Kriteria hasil
jam,
Membran mukosa bibir ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang lembab,
tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada
sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
69
(Hb, Ht, K, Na, Cl)
kolaborasi
dengan
pemberian 2
Resiko
tinggi
cairan
dokter
tambahan
dalam melalui
Tujuan
parenteral sesuai indikasi Kaji pola nutrisi klien,
Resiko nutrisi kurang dari
kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
pemenuhan nutrisi : kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
kebutuhan
tubuh
klien,
tidak
terjadi
anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut
Kriteria hasil Nafsu
makan
bertambah, berat
badan stabil/ideal nilai
bising
usus/peristaltik
usus
normal (6-12 kali per
nilai laboratorium normal konjungtiva
dan
membran mukosa bibir
kolaborasi
dengan
ahli
gizi
untuk
pemberian diet, kolaborasi
dalam
pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
tidak pucat. Hipertermia
catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung,
menit)
3
timbang berat badan tiap hari.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
menunjukkan
Tujuan
Observasi suhu tubuh klien
Hipertermi teratasi
berhubungan dengan
proses
infeksi salmonella thypi
anjurkan
keluarga
untuk
membatasi
aktivitas klien, Kriteria hasil Suhu,
nadi
pernafasan
dan beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila dalam terjadi panas,
batas normal bebas dari kedinginan dan
tidak
terjadi
komplikasi
yang
anjurkan
keluarga
untuk
memakaikan
pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun,
berhubungan dengan masalah typhoid.
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
70
obat anti piretik.
4
Ketidak mampuan
Berikan
Tujuan
memenuhi
lingkungan
tenang
dengan
membatasi pengunjung,
kebutuhan sehari-
Kebutuhan
hari berhubungan
terpenuhi
dengan kelemahan fisik
sehari-hari
bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap,
Kriteria hasil Mampu
melakukan
dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien
aktivitas, bergerak
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
menunjukkan peningkatan
vitamin sesuai indikasi.
kekuatan
otot. 5
Resti
infeksi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan
Tujuan
sekunder
RR). Infeksi tidak terjadi
berhubungan dengan
tindakan
invasive
Observasi kelancaran tetesan infus, Kriteria hasil Bebas
dari
bengkak,
eritema,
sesuai dengan kondisi balutan infus
tanda-tanda
infeksi dan bebas
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik
dari
sekresi
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
purulen/drainase serta febris. 6
Kurang
Tujuan
pengetahuan tentang
keluarga klien tentang penyakit anaknya,
penyakit kurang
informasi
atau
informasi
yang
tidak adekuat
Pengetahuan
keluarga
meningkat
berhubungan dengan
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan
Beri
pendidikan
kesehatan
tentang
penyakit dan perawatan klien, Kriteria hasil Menunjukkan pemahaman tentang dan
ikut
Sserta
beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti,
penyakitnya,
melalui perubahan gaya hidup
beri
reinforcement
positif
jika
klien
menjawab dengan tepat,
dalam pengobatan.
pilih berbagai strategi belajar seperti teknik
ceramah,
tanya
jawab
dan
demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak
71
di ketahui klien,
libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
.
DAFTAR PUSTAKA Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Selekta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC. Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II
book 1. USA: CV. Mosby-
Year book. Inc Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta
72
Marylin
E
doengoes.
(2000).
Rencana
Asuhan
keperawatan
Pedoman
untuk
Perencnaan
/pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakart
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ISK
1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya
infasi
mikroorganisme
pada
saluran
kemih.
(Agus
Tessy,
2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
2. Klasifikasi Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut : 1. Kandung kemih (sistitis)
73
2. Uretra (uretritis) 3. Prostat (prostatitis) 4. Ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
ISK Simple ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
ISK Complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: o
Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
o
Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
o
Gangguan daya tahan tubuh
o
Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.
3. Etiologi 1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: o
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
o
Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
o
Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain: o
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
o
Mobilitas menurun
o
Nutrisi yang sering kurang baik
o
Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
o
Adanya hambatan pada aliran urin
o
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
74
4.Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
Secara asending yaitu: o
Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
o
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.
Secara hematogen yaitu: Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
System imunnitas yng menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan
75
parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun. 5. Tanda dan Gejala 1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : o
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
o
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
o
Hematuria
o
Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah : o
Demam
o
Menggigil
o
Nyeri panggul dan pinggang
o
Nyeri ketika berkemih
o
Malaise
o
Pusing
o
Mual dan muntah
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalisis o
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
o
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis o
Mikroskopis
o
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 5. Metode tes o
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
o
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
76
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek). o
Tes- tes tambahan : Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
7.Penatalaksanaan Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika
kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
Efek nefrotosik obat
Efek toksisitas obat
77
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK) A. Pengkajian 1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe 2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko: o
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
o
Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial o
Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
o
Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
o
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih o
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
o
Adakah disuria?
o
Adakah urgensi?
o
Adakah hesitancy?
o
Adakah bau urine yang menyengat?
o
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
o
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
o
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
o
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien: o
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
o
Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.
B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain. 2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. 3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. C. Intervensi
78
NO
DIAGNOSA
TUJUAN DAN
INTERVENSI
1
KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman
KRITERIA HASIL Tujuan :
Pantau perubahan
:
Nyeri
nyeri
berhubungan
Berkurang
dengan inflamasi dan
Hilang
infeksi uretra, kandung
Kriteria Hasil :
kemih
dan
struktur
atau
warna urin,
pola
berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
traktus urinarius
Klien
tidak
Catat lokasi, lamanya intensitas skala (110)
mengeluh
Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
nyeri
nyeri.
Ekspresi
Berikan perawatan perineal
wajah rileks
Skala nyeri 0
Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari. Alihkan
perhatian
pada
hal
yang
menyenangkan Kolabrasi dengan dkter dalam pemberian obat. 2
Perubahan eliminasi dengan
pola
Tujuan :
berhubungan obstruksi
mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius
Awasi
o
pemasukan
dan
pengeluaran karakteristi urin Kriteria Hasil :
Dorong
o
Pola
eliminasi
meningkatkan
pemasukan
cairan
membaik tidak
terjadi
tanda berkemih
tanda-
kemih
gangguan (urgensi,
Kaji keluhan pada kandung
o
Observasi
o
oliguri)
perubahan
tingkat kesadaran Kolaborasi:
o
Awasi
pemeriksaan
laboratorium;
elektrolit,
BUN, kreatinin
Lakukan
tindakan
untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
79
3
Kurangnya pengetahuan
Tujuan :
o Berikan waktu kepada pasien untuk
tentang
menanyakan apa yang tidak di ketahui
kondisi, prognosis, dan
tentang
penyakitnya.
kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan
kurangnya
sumber
informasi.
Kriteria Hasil :
o Kaji ulang proses penyakit dan harapan
menyatakan
yang
akan
datang
mengerti tentang kondisi,
o Berikan
informasi
tentang:
tindakan
untuk
sumber
pemeriksaan
infeksi,
diagnostik,
penyebaran,
rencana
antibiotik,
pengobatan, dan
tujuan, gambaran singkat, persiapan
tindakan
ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan,
perawatan preventif.
diri
jelaskan pemeriksaan
mencegah pemberian diagnostik:
perawatan sesudah pemeriksaan. o Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari. o Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan
DAFTAR PUSTAKA :
Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume III, EGC, Jakarta
80