REFRAT & CASE TB PARU dengan HIV
PENULIS Annisa Trisna Widiany 030.07.029 PEMBIMBING Dr. Taufik, Sp.P KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI PERIODE 12 September 2011- 19 November 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA BAB I PENDAHULUAN
Perkembangan Perkembangan HIV di Indonesia Indonesia temasuk tercepat di asia, sementaa sementaa sejumlah sejumlah kasus TB masi masih h mene menemp mpat atka kan n Indon Indones esia ia sebag sebagai ai Nega Negara ra keli kelima ma denga dengan n kasus kasus TB terb terban anya yak. k.(1) 1
Tuberculosis Paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat lama dikenal pada manusia. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi masih sampai saat ini TB masih tetap menjai problem kesehatan dunia yang utama. Hingga pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan di dunia karena 1/3 penduduk dunia teinfeksi oleh mikrobakterium TB.(2) HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang T helper atau CD4, terutama dari limfosit T, yang dapat mengakibatkan penurunan imunitas seluler dan peningkatan terjadinya infeksi oportunistik. Infeksi HIV dapat mengenai mengenai semua golongan usia, jenis kelamin kelamin maupun pekerjaan. pekerjaan. Sebagian Sebagian besar terjadi terjadi pada usia usia produkt produktif, if, remaja remaja pengguna pengguna narkot narkotika ika karena karena pengar pengaruh uh pergaul pergaulan an dan pada ibu rumah rumah tangga.
2
BAB II TB HIV
2.1 DEFINISI
TB paru adalah adalah infeksi yang disebabkan oleh oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.(3) HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang T helper atau CD4, terutama dari limfosit T, yang dapat mengakibatkan penurunan imunitas seluler dan peningkatan terjadinya infeksi oportunistik. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah tahap akhir dari infeksi HIV yang memiliki satu atau lebih infeksi oportunistik dan keganasan dengan jumlah CD4 sel T kurang dari 200 sel per mm3. Berdasarkan pengertian TB Paru dan HIV diatas, dapat dikatakan bahwa TB Paru dengan HIV adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada penderita HIV.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada WHO Region Number of people coinfected % of global with TB & HIV (thousands) total Africa 7979 70 Americas 468 4 Eastern Mediterranean 163 1 Europe 133 1 South-East Asia 2269 20 Western Pacific 427 4 Total 11440 100
akhir
tahun
2000,
terdapat sekitar 11,5 juta penderita HIV
yang
terinfeksi
M.
Tuberculosis. 70% adalah penderita berada di sub-sahara Afrika, 20% ber berad adaa di asia asia teng tengga gara ra,, 4% di Amerika latin dan caribian.(4)
Penderita TB HIV usia 15-49 tahun pada akhir tahun 2000(4)
3
2.3 ETIOLOGI
Sepert Sepertii yang yang sudah sudah diketa diketahui hui,, TB Paru Paru disebab disebabkan kan oleh oleh Basil Basil TB (Mycobacterium tuberculosis tuberculosis humaniz humaniz ). M. Tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai berbagai genus, satu diantarany diantaranyaa adalah Mycobacterium, Mycobacterium, yang salah satu speciesnya speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainy mewarnainyaa secara secara khusus. khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut disebut pula pula Basil Basil Tahan Tahan Asam Asam (BTA). (BTA). Basil Basil TB sangat sangat rentan rentan terhada terhadap p sianr sianr mataha matahari, ri, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama pada sinar ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5%.(5) HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus Acquired immune mengu menguba bah h RNA RNA menj menjad adii DNA DNA sete setela lah h masu masuk k ke dalam dalam sel sel penj penjam amu. u.(6) Acquired deficiency deficiency syndrome syndrome (AIDS) (AIDS) disebabkan disebabkan oleh Human Immunodefici Immunodeficiency ency Virus (HIV). (HIV). HIV adalah virus sitopatik family Retroviridae family Retroviridae,, subfamily Lentivirinae subfamily Lentivirinae,, genus Lentivirus genus Lentivirus.. Berdasarkan strukturnya HIV trmasuk family retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb (kilobase). Secara morfologik HIV berbentuk bulat dan terdiri atas inti dan selubung. Inti dari virus tediri atas suatu protein sedang selubungnya tediri dari atas suatu glikoprotein. Protein dari inti inti terdir terdirii atas atas genom genom RNA dan suatu suatu enzim enzim reverse tanskriptase tanskriptase.. HIV memili memiliki ki banyak banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama envelope virus, gp 120 disebelah luar dan gp 41 yang terletak di transmembran. Gp 120 memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor CD4 sehing sehingga ga betang betanggung gung jawab jawab pada pada awal interaks interaksii dengan dengan sel target target.. Sedngka Sedngkan n gp 41 betanggung jawab dalam poses p oses internalisasi atau adsorpsi.
4
2.4 FAKTOR RISIKO
Karena daya tahan tubuh terhadap penyakit TB terutama ditentukan oleh imunitas seluler, maka setiap keadaan yang mempengaruhi mempengaruhinya nya secara negatif akan meningkatka meningkatkan n kerentanan kerentanan terhadap penyakit TB, seperti AIDS, pemakaian kortikosteroid sistemik jangka panjang, diabetes mellitus, kurang gizi. Juga diketahui orang memiliki bekas TB yang belum pernah mendapatkan pengobatan secara spesifik lengkap memiliki kemungkinan menderita TB lebih besar.(5) Faktor Faktor risiko risiko penderi penderita ta HIV antara antara lain lain perila perilaku ku seks seks bebas bebas pada homose homoseksu ksual al dan heteroseksual yang tidak menggunakan kondom, pemakai narkotika dengan jarum suntik secara bersamaan, orang-orang yang memiliki PMS (penyakit menular seksual), pada bayi dengan ibu yang terinfeksi HIV.(6) Penderita HIV positif kemungkinan terinfeksi M.Tuberkulosis akan meningkat. Penderita HIV akan meningkatkan progresivitas dari perjalan penyakit TB. Risiko menderita TB pada pasien HIV meningkat dengan apabila imunitas semakin menurun. Berikut ini adalah efek dari terinfeksi HIV dengan progresivitas penyakit TB: (4) HIV Status Negative Positive
Lifetime risk of developing TB 5-10% >50%
2.5 IMUNOLOGI (7) 5
Imunitas Terhadap Bakteri
Mycobacteriu Mycobacterium m tuberculosis tuberculosis merupak merupakan an salah salah satu satu bakter bakterii intras intraselu elular lar.. Ciri Ciri utama utama bakter bakterii intraseluler adalah kemampuannya untuk hidup bahkan berkembang biak dalam fagosit. Mikroba terseb tersebut ut mendap mendapat at tempat tempat tersem tersembuny bunyii yang yang tidak tidak dapat dapat ditemu ditemukan kan oleh oleh antibo antibody dy dalam dalam sirkulasi, sehinnga untuk mengeleminasinya memerlukan imun selular. 1. Imuni Imunita tass nons nonspe pesi sifi fik k Efektor imunitas nonspesifik utama terhadap bakteri intraselular adalah fagosit dan sel NK. Fagosit menelan dan mencoba menghancurkan mikroba tersebut, namun mikroba dapat resisten terhadap efek degradasi fagosit. Bakteri intraselular dapat mengaktifkan sel NK secara direk atau melalui aktivasi makrofag yang memproduksi IL-2, sitokin poten yang mengaktifkan sel NK. Sel NK memproduksi IFN-γ yang kembali mengaktifkan makrofag dan meningkatkan daya membunuh bakteri dan memakan bakteri. Jadi sel NK memberikan respon dini dan terjadi interaksi antara sel NK dan makrofag. 2. Imun Imunit itas as spe spesi sifi fik k Proteksi utama respon imun spesifik terhadap bakteri intraselular berupa imunitas selular. Imunitas seluler terdiri atas 2 tipe reaksi yaitu, sel CD4 Th1 yang mengaktifkan makrofag (DTH) yang memproduksi IFN-γ dan sel CD 8/CTL yang memacu pembunuhan mikroba serta lisis sel yang terinfeksi. Makrofag yang diaktifkan sebagai respon terhadap mikroba intraselul intraselular ar dapat pula membentuk membentuk granuloma granuloma dan menimbulkan menimbulkan kerusakan jaringan jaringan seperti yang terjadi pada DTH terhadap protein PPD M.Tuberkulosis. sel CD4 dan CD8 bekerja sama dalam pertahanan terhadap mikroba. Bakteri intraselular dimakan makrofag dan dapat hidup dalam fagosom dan masuk dalam sitoplasma. CD4 memberikan respon terhadap peptide antigen MHC II asal bakteri intravesikular, memproduksi IFN-γ yang mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba dalam fagosom. Sel CD4 naif dapat dapat berdif berdifere erensi nsiasi asi menjad menjadii sel Th1 yang yang mengakt mengaktifk ifkan an fagosi fagositt untuk untuk membunu membunuh h mikr mikrob obaa yang yang dima dimakan kan dan dan sel sel Th2 Th2 yang yang menc mencega egah h aktiv aktivas asii oleh oleh makt maktof ofag ag.. CD8 CD8 member memberika ikan n respon respon terhada terhadap p molekul molekul MHC-1 MHC-1 yang yang mengik mengikat at antige antigen n sitoso sitosoll dan 6
membunuh sel terinfeksi. Perbedaan dalam respon sel T terhadap mikroba intraselular pada pada berbag berbagai ai indivi individu du merupa merupakan kan determ determina inan n dalam dalam perkem perkemban bangan gan penyak penyakit it dan gambaran klinis.
Imunitas Terhadap Virus
Virus merupakan organisme obligat umumnya terdiri dari potongan DNA atau RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respon imun terhadap protein virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen virus yang menginduksi antibody dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik merupakan imunitas paling efisien pada imunitas proteksi terhadap v irus. Virus merupakan merupakan obligat obligat intraselul intraselular ar yang berkembang biak di dalam sel, sering menggunakan mesin sintesis asam nukoeat dan protein penjamu. Degan reseptor permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan dapat menimbulkan kerusakan sel dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan oleh replikasi virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi sel normal serta efek sitopatik virus. Virus nonsitopatik dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA virus menetap dalam sel penjamu dan memproduksi protein yang dapat atau tidak mengganggu fungsi sel.
7
8
1. Imunit Imunitas as nonspe nonspesif sifik ik humora humorall dan selula selular r Prinsi mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah mencegah infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe 1 dan sel NK yang membunuh sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang merangsang sel terinfeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin mencegah replikasi virus dalam sel yang menginduksi lingkungan anti viral. IFN α dan IFN β mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan merupakan efektor imunitas penti penting ng terhada terhadap p infeks infeksii dini dini virus virus sebelu sebelum m respon respon imun imun spesif spesifik ik bekerj bekerja. a. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang todak mengekspresikan MHC-I. untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan bantuan molekul MHC-I. 2. Imun Imunit itas as spe spesi sifi fik k a. Imuni Imunita tass spes spesif ifik ik hum humor oral al Respon imun terhadap virus tergantung dari lokasi virus dalam pejamu. Antibodi merupak merupakan an efekto efektorr dalam dalam imunit imunitas as spesif spesifik ik humora humorall terhada terhadap p infeks infeksii virus. virus. Antibody diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase ekstraselular. Virus Virus dapat dapat ditemu ditemukan kan ekstra ekstrasel selula ularr pada pada awal infeks infeksii sebelu sebelum m virus virus masuk masuk dalam sel atau bila dilepas oleh sel terinfeksi terinfeksi yang dihancurkan. dihancurkan. Antibody Antibody dapat menetralkan menetralkan virus mencegah virus menempel pada sel dan masuk ke sel pejamu. Antibody dapat berperan sebagai opsosnin yang meningkatkan eleminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam meningkatkan fagositosis fagositosis dan menghancurkan menghancurkan virus dengan envelop envelop lipid lipid secara secara langsung. langsung. IgA yang disekresikan disekresikan di mukosa berperan berperan terhadap terhadap virus yang masuk tubuh melalui melalui mukosa saluran pernapsan dan pencernaan.
9
b. Imunit Imunitas as spesif spesifik ik selula selular r
Virus yang berhasil masuk ke dalam sel tidak lagi rentan terhadap efek antibody. Resp Respon on imun imun terh terhad adap apaa viru viruss intr intras asel el terg tergan antu tung ng dari dari sel sel CD8/ CD8/CT CTL L yang yang memb membun unuh uh sel sel teri terinf nfek eksi si.. Fung Fungsi si fisi fisiol ologi ogi utam utamaa CTL CTL adal adalah ah pema pemant ntau auan an terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis endogen yang ber berhu hubu bung ngan an deng dengan an MHCMHC-1 1 dala dalam m seti setiap ap sel sel yang yang bern bernuk ukle leus us.. Untu Untuk k diferensiasi penuh, CD8 memerlukan sitokin yang diproduksi sel CD4 Th dan kostimulator yang diekspresikan pada sel terinfeksi. Bila sel terinfeksi dalah sel jaringan dan bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan oleh APC professional sepe sepert rtii
sel sel
dend dendrritik tik
yang ang
sel selanju anjuttnya nya
mem mempros proses es
anti antige gen n
vir virus
dan dan
mempresentasikannya bersama molekul MHC-1 ke sel CD8 naif di KGB. Sel yang yang akhir akhir akan akan berpol berpolife iferas rasii secara secara masif masif yang yang kebanya kebanyakan kan merupak merupakan an sel spes spesif ifik ik untu untuk k bebe bebera rapa pa pept peptid idee viru virus. s. Sel Sel CD8 CD8 naif naif yang yang diak diakti tifk fkan an berd berdif ifer eren ensi sias asii menj menjad adii sel sel CTL CTL efek efekto torr yang yang dapat dapat memb membunu unuh h seti setiap ap sel sel bernukl bernukleus eus yang yang terinf terinfeks eksi. i. Efek Efek antivi antivirus rus utama utama CTL adalah adalah membun membunuh uh sel terinfeksi. Patologi yang diinduksi virus merupakan efek direk yang menimbulkan kematian sel pejamu dan kerusakan jaringan. Hamper semua virus tanpa envelop menimbulkan infeksi akut dan kerusakan. Lisis sel terjadi selama terjadi replikasi dan penyebaran virus ke sel sekitar. Kerusakan patologi sebetulnya sering lebih merupakan akibat respon imun aktif terhadap antigen virus dan epitopnya pada pernukaan sel yang terinfeksi.
10
2.6 IMUNOPATOLOGI HIV (8)
Berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, tetapi HIV virion cenderung menyerang limfo limfosit sit T karena karena terdapa terdapatt resept reseptor or CD4 pada pada permuk permukaan aannya nya.. Pada Pada HIV terdapa terdapatt tonjol tonjolan an eksternal yang terdiri dari protein gp120 di sebelah luar dan gp41 yang terletak di transmembran. Gp120 Gp120 memili memiliki ki afinit afinitas as yang yang sangat sangat tinggi tinggi terhad terhadap ap resept reseptor or CD4. CD4. Meskip Meskipun un demiki demikian an kompleks gp 120 dan reseptor CD4 tersebut masuh belum memungkinkan HIV unuk masuk ke dalam limfosit T melalui proses internalisasi. Internalisasi ke dalam limfosit T di tubuh host perlu dibantu oleh peran coreseptor CCR5 dan CXCR4 yang juga terdapat di permukaan limfosit T. dengan peran gp41 transmembran maka permukaan luar dari HIV terjadi fusi dengan dengan membrane plasma limfosit T-CD4. Sedangkan inti HIV selanjutnya masuk ke dalam limfosit T transcriptase.. Begitu sambil membawa enzim reverse transcriptase Begitu memasuki memasuki sitoplasma sitoplasma limfos limfosit it T-CD4 T-CD4 yang terinfeksi, bagian inti HIV yaitu RNA ( single stranded RNA) stranded RNA) akan berusaha menyesuaikan dengan konfigurasi konfigurasi double stranded DNA dengan bantuan enzim reverse transcriptase yang telah dipersiapkan dipersiapkan tersebut. tersebut. Selanjutny Selanjutnyaa terjadi terjadi penyatuan penyatuan virion virion dengan DNA polymerase, polymerase, terbentuklah cDNA atau proviral DNA. Proses selanjutnya adalah upaya masuk ke dalam inti 11
limfosit T dengan bantuan enzim integrase. integrase. Terjadilah rangkaian proses integrasi, transkripsi yang dilanjutkan dengan translasi protein virus serta replikasi HIV virion. Jumlah HIV virion yang berlipat ganda kemudian meninggalkan inti dan sel host. Setelah mengalami modifikasi, saling melengkapi , kemudian berusaha keluar menembus membrane limfosit (budding). Virion yang baru terbetuk siap menginfeksi limfosit T-CD4 berikutnya. Demikian proses ini berlanjut sehingga jumlah limfosit T-CD4 cenderung terus menurun. Begitu proses internalisasi limfosit T oleh HIV selain terjadi perubahan melalui aktivasi limfosit T-CD4 maupun HIV, juga membangkitkan timbulnya protein stress termasuk heat termasuk heat shock prote protein in 70 (hsp70) (hsp70).. Induct Inductor or sintes sintesis is Hsp adalah adalah lingku lingkungan ngan stress stress,, ROS, ROS, serta serta banyakny banyaknyaa polipepti polipeptida da yang tidak terlipat. terlipat. Intervensi Intervensi dan internalisa internalisasi si HIV dapat berpengaruh berpengaruh terhadap limfosit T-CD4 yang terpapar. Begitu kontak dengan limfosit T, maka HIV sebagai stressor biolo biologis gis akan memicu memicu limfo limfosit sit T sehing sehingga ga mengal mengalami ami stress stress dengan dengan berbaga berbagaii peruba perubahan. han. Peruba Perubahan han diawal diawalii dari dari ekspre ekspresi si resept reseptor or CD43 (sialo (sialophor phorin) in) pada permuk permukaan aan limfo limfosit sit T. reseptor CD43 yang tereksresi tersebut kemudian menjadi activator, baik terhadap limfosit TCD4 sendiri maupun terhadap HIV. Selain itu rCD43 juga berpengaruh terhadap peningkatan ekspresi reseptor CD69 dan CD40 L. CD40 merupakan ligand untuk Hsp 70. Peningkatan aktivitas aktivitas limfosit T-CD4 yang terinfeksi terinfeksi HIV tersebut tersebut menginduksi menginduksi Th-1 untuk mensekresikan mensekresikan IL-1β, IL-2, TNF- α dan IFN-γ sehingga kadar nya meningkat dalam darah serta berpengaruh terhadap peningkatan kadar ROS. IL-1β, IL-2, TNF- α dan IFN-γ serta CD69 dan CD40 L yang terekspresi tersebut secara stimultan meningkatkan aktivitas berbagai protein yang terlibat dalam proses sinyaling termasuk protein kinase C (PKC). Meningkatnya aktivitas PKC dan mobilisasi kalsium kalsium transmembr transmembran an dalam sirkulasi tersebut berpengaruh berpengaruh terhadap terhadap mitokondri mitokondriaa sehingga sehingga meningkatkan produksi ATP dan memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS juga terjadi sebagai efek toksik langsung HIV virion melalui gp41, maupun secara tidak langsung oleh efek bifasik dari nitrit oxide (NO). HIV yang telah berada di dalam limfosit TCD4 terseb tersebut ut juga juga terakt teraktiva ivasi si oleh oleh pengaru pengaruh h rCD43, rCD43, kemudi kemudian an mengin menginduks duksii pembent pembentukan ukan kompleks TCR-CD3 dan bersama-sama CD28 mempegaruhi HIV menjadi lebih aktif. Keadaan tersebut tersebut mengakibatk mengakibatkan an terjadi terjadi peningkatan peningkatan aktivitas aktivitas NkKB, aktivitas aktivitas transkrips transkripsi, i, translasi translasi protein, dan replikasi HIV lebih progresif sehingga di dalam sirkulasi mencapai jumlah yang sangat sangat tinggi tinggi,, terben terbentuk tuk berjut berjuta-ju a-juta ta genom genom HIV perml. perml. Penuru Penurunan nan jumlah jumlah limfos limfosit it T-CD4 T-CD4 12
menyeb menyebabka abkan n terjad terjadiny inyaa imunode imunodefis fisien iensi si pada infeks infeksii HIV, HIV, membuka membuka peluang peluang muncul munculnya nya infeksi sekunder dari kehadiran mikroorganisme yang berasal dari eksternal maupun internal. Terdapat tiga mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah HIV mencapai sel target yang mampu mengekspre mengekspresikan sikan CD4. Pertama, Pertama, opsonisasi opsonisasi Komplemen Komplemen yaitu yaitu berusaha untuk memusnahkan virus. Tetapi dampaknya akan terjadi peningkatan histamin. Dampaknya pasien akan merasa gatal-gatal pada kulitnya dan disebut dermatitis HIV. Kedua, interferon α dan β berusaha mencegah replikasi virus. Ketiga pada sel target, akan terjadi 3 mekanisme : 1.Sel NK, akan segera segera memusn memusnahka ahkan n sel yang yang terinf terinfeks eksii yang yang dihadap dihadapkan kan sendir sendirii maupun didukung oleh ADCC (antibody (antibody dependent cell cytotoxic). cytotoxic). 2. Apoptosis patologis, sel yang terinfeksi akan dimusnahkan secara perlahan melalui apoptosis. Apabila HIV diikuti oleh ko-infeksi lain maka akan terjadi kematian sel yang lebih cepat dan difus, disebut apoptosis patologis difus dipercepat. Proses inilah yang dapat menyebabkan penderita HIV dapat meninggal mendadak tanpa didahului petanda kegawatan klinis lainnya. 3. Sel yang terpapar HIV dapat hidup dan menjelajahi tubuh mengikuti sirkulasi sistemik. Sel yang terinfeksi terinfeksi megalami megalami aktivasi aktivasi sehingga sehingga terjadi peningkatan peningkatan
produksi produksi dan
sekresi sekresi sitokin sitokin proinflama proinflamasi si (IL-1b (IL-1b dan TNF α ), enzim enzim posfol posfolipa ipase se A2 (PLA2 (PLA2), ), meningkatnya kadar ROS akibat tuntutan terhadap mitokondria untuk meningkatkan ATP . sitokin proinflamatori yang akan memicu peningkatan produksi dan sekresi prostaglandin sehingga mempengaruhi sentral termoregulasi maka terjadi gangguan homeos homeostat tatis is dan timbu timbulah lah demam. demam. Dampak Dampak dari dari IL-1b IL-1b selain selain memicu memicu panas panas juga juga memicu pusing, mialgia,artralgia, mual, muntah, nafsu makan menurun, sulit tidur. Sekr Sekres esii PLA2 PLA2
dapa dapatt memi memicu cu prod produk uksi si dan dan sekr sekres esii medi mediat ator or sekun sekunde derr seper seperti ti
leukotrien, rostaglandin E2, prostasiklin, tromboksan A2 yang dapat mempengaruhi penderita ke dalam kondisi sepsis, syok septic akibat infeksi HIV. Dampak ROS mitochondriall permeabilit permeabilityy transition transition), berle berlebih bihan an adalah adalah terbuk terbukany anyaa pore pore MPT (mitochondria ), memicu terjadinya apoptosis. Sel yang paling potensial mengalami apoptosis adalah limfosit T.
13
Pada penderita infeksi HIV antibodi terhadap HIV menjadi tidak protektif. Hal ini terjadi akibat antibody tidak menempel dengan tepat tetapi menempel di gp120 yang lain sehingga tetap tidak menghambat penempelan antara HIV dan CD4. Antibodi yang protektif adalah antibody yang menempel tepat pada gp120 yang akan berikatan dengan molekul CD4. Salah satu mekanisme HIV untuk menghindar dari system pertahan tubuh adalah HIV mencegah ekspresi molekul MHC1 dari sel yang terinfeksi sehingga tidak dapat dikenali oleh CD8. Pengaruh HIV terhadap system imun: i.
Imunitas Seluler Respon imunitas alamiah yang berperan adalah makrofag, CD8, dan NK sel. Tetapi akibat terinfeksi oleh HIV, komponen imunitas seluler tidak dapat berfungsi secara normal : 1.
Makr Makrof ofag ag:: fung fungsi si fagos fagosit itos osis is dan dan meng menghan hancu curk rkan an organ organis isme me intr intras asel elul uler er menurun, sehingga jika terinfeksi oleh kandida albikan dan toksoplasma gondii tidak dapat difagosit.
2. CD8: kemampuan untuk menghancurkan sel yang terinfeksi menurun, terutama
pada stadium lanjut. Dan juga sering terjadi differensiasi sel kearah keganasan. Normalnya CD8 mampu mengenal berbagai peptide dari berbagai komponen prote protein in HIV termas termasuk uk enzim enzim revers reversee transc transcri ripta ptase, se, kapsul kapsul,, inti, inti, dan protei protein n khusus (nef dan vif). Respon CD 8 mampu mengenal langsung epitop yang dikodekan oleh gag dan env. Sel CD8 juga mengenal strain HIV lebih efisien dari pada respon CD4. Dengan demikian bahwa CD8 mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan HIV. 3. NK sel: kemam kemampua puan n sel NK untuk langsun langsung g menghancu menghancurka rkan n antigen antigen asing asing dan sel yang terinfeksi virus menurun. ii. Imunitas Humoral
HIV menyeb menyebabka abkan n terjad terjadii stimul stimulasi asi limfo limfosit sit B secara secara polikl poliklona onall dan non-spe non-spesif sifik, ik, sehingga terjadi hipergammaglobulinemia terutama IgA dan IgG sehingga limfosit B pada ODHA tidak memberikan memberikan respon yang tepat akibatnya akibatnya masalah masalah infeksi bakteri dan parasit intrasel menjadi masalah yang berat akibat respon yang tidak tepat tersebut..
14
iii. Reaksi Autoantibodi Autoantibodi Reaksi ini cenderung terjadi saat fase awal infeksi pada saat imunitas masih relatif baik. Hal ini dapat terjadi terjadi akibat akibat respon respon limfosi limfositt B yang yang tidak tidak tepat tepat
sehing sehingga ga terbentuk terbentuk
autoantibody terhadap beberapa protein tubuh yaitu, antibody terhadap platelet, neutrofil, limfosit dan myelin sehingga akan menyebabkan terjadinya pen yakit autoimun. iv. Reaksi Hipersensitivitas
Biasanya Biasanya berkaitan dengan obat-obatan, obat-obatan, dan semakin semakin lama semakin bertambah daftar obat-obatan yang dapat menimbulkan reaksi hipersentivitas pada ODHA. Selain itu HIV juga berdampak pada Limfosit T dan B. Pada infeksi HIV, limfosit T selain terinfeksi juga dirusak akhirnya cenderung jumlahnya semakin menurun. Sejalan dengan penurunan jumlah Limfosit T , respon dari limfosit T yang tersisa juga berkurang terhadap stimulasi stimulasi antigen. Yaitu menjadi lebih rentan terhadap mikroorganisme, mikroorganisme, yang ada pada kondisi normal dilindungi oleh system imun melalui perantara sel. Sedangkan kelainan sel B dapat terjadi akibat adanya pengaturan dan induksi sel T terhadap sel B. Seperti telah disebutkan sebelumnya, infeksi HIV dapat mengakibatkan peingkatan kadar ROS. ROS. Peni Pening ngkat katan an kdar kdar ROS ROS maup maupun un CA+2 intraselul intraseluler er mengakibatk mengakibatkan an terbukanya terbukanya MPTP (mitokondrial mitokondrial permeabilit permeabilityy transition transition pore). pore). Disamping itu juga berdampak pada penurunan potes potesial ial membra membrane ne mitoko mitokondr ndria, ia, pelepas pelepasan an factor factor pro-ap pro-apopt optoti otik k yaitu yaitu sitokr sitokrom om C dan AIF (apoptosis apoptosis Inducing Inducing Factor ), ), aktiva aktivase se kaskade kaskade caspas caspases, es, penurun penurunan an enzim enzim DNA repair repair dan cystein asparti asparticc acid acid aktiva aktivasi si endonukl endonukleos eoses, es, serta serta fragme fragmetas tasii DNA. DNA. Caspas Caspases es merupak merupakan an cystein specific proteases, proteases, merupakan interleukin 1β converting enzyme (ICE/CED3) atau CPP32, yaitu enzim enzim penting penting dalam dalam proses proses apopto apoptosis sis.. Dalam Dalam kondisi kondisi normal normal caspas caspases es diprod diproduks uksii dalam dalam sitoplasma sel sebagai proenzim inaktif. Aktivasi capases terjadi sebagai respon terhadap sinyal apoptotic, menyebabkan pro-caspases menjadi enzim aktif. Dari 11 caspases yang ada dalam tubuh tubuh manusi manusia, a, caspas caspases es 3 merupak merupakan an caspas caspasee utama utama dalam dalam rangkai rangkaian an proses proses apopto apoptosis sis.. Caspases Caspases dapat diaktifkan diaktifkan melalui melalui dua jalur. jalur. Jalur pertama, pertama, dimulai dimulai bila molekul sinyal (secara kolektif kolektif disebut disebut ligand ligand kematian) kematian) terikat terikat dengan reseptor reseptor spesifik spesifik (kolektif (kolektif disebut reseptor reseptor kematian) terjadi ligand kematian terhadap reseptor kemudian mengaktifkan molekul transduksi pada sel membrane yang diaktifkan melalui caspases. Ada dua contoh ligand kematian yaitu Fasl dan TNF-α debfab reseptor yaitu Fas reseptor (CD95) dan TNFr (TNF receptor). Jalur kedua, 15
dimulai bila molekul tertentu seperti oksidan, senyawa oksidatif reaktif, kerusakan mitokondria. apoptosis Kerusakan mitikondria diikuti sitokrom C dan molekul lain yang disebut Apaf-1 ((apoptosis protease activating factor 1). factor 1). Bersama d-ATP kemudian mengaktivasi caspases.
Apoptosis diregulasi baik oleh molekul pro-apoptotik seperti Bad dan molekul antiapoptotik seperti Bcl-2. Keseimbangan antar keduanya menentukan terjadi sensitive atau resisten terhadap pencet pencetus us apoptos apoptosis. is. Infeks Infeksii HIV, HIV, pening peningkat katan an mobil mobilisa isasi si Ca dan ROS dapat dapat menind meninduks uksii terjadinya lesi DNA mitokondria. DNA mitokondria yang lesi dapat memicu epigenetic atau mutasi mutasi sehingga sehingga kualitas kualitas control control terhadap terhadap protein protein terganggu. terganggu. Akibatnya Akibatnya chaperonin chaperonin mengalami mengalami perubahan perilaku yang potensial mendorong terjadinya perubahan epigenetic atau mutasi DNA inti. inti. DNA mitokon mitokondri driaa yang yang lesi lesi juga juga potens potensial ial memicu memicu aktivi aktivitas tas sitokr sitokrom om C, Apaf-1, Apaf-1, pro caspases-9 yang inaktif amenjad caspase-9 aktif. Caspases-9 aktif menginduksi pro caspases-3 inakti inaktiff menjad menjadii caspas caspases es 3 aktif aktif yang yang kemudi kemudian an bertin bertindak dak sebagi sebagi eksekut eksekutor or terhad terhadap ap DNA sehingga terjadi fragmentasi DNA. Perubaan epigenetic atau mutasi DNA inti serta peningkatan aktivitas caspases-3 mendorong kearah terjadinya apoptosis limfosit T-CD4 sehingga jumalah CD4 lambat laun terdegradasi dan terdesak semakin menurun. 16
17
2.7 PATOFISIOLOGI
(6,8,9)
HIV HIV masu masuk k ke dala dalam m tubu tubuh h manu manusi siaa mela melalu luii berba berbagai gai cara cara yait yaitu u seca secara ra vert vertic ical al,, horizontal, dan transeksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi dalam darah. Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk pilek dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load. Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian turun sampai pada suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunana hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS. Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Untuk bisa masuk ke sel target, gp120 HIV harus berikatan dengan reseptor CD4. Selain itu untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine reseptor yaitu CXCR4 dan CCR5, beberapa reseptor lain yang memiliki peran adalah CCR2b dan CCR3. Semakin kuat dan meningkatnya intensitas ikatan tersebut akan diikuti proses interaksi lebih lanjut yaitu terjadi fusi membrane HIV dengan membrane sel target atas peran gp41 HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membrane, seluruh isi sitoplasma HIV tremasuk enzim reverse transcriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Setelah masuk dalam sel target, HIV melepaskan single stranded RNA (ssRNA). Enzim reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk mensintesis DNA. Kemudian RNA dipindahkan oleh ribonukleasa strand DNA yang dan enzim reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi sehingga double strand DNA disebut provirus. Provirus masuk ke dalam nucleus menyatu dengan kromosom sel host dengan integrase. Penggabungan ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk perantara enzim integrase. melaku melakukan kan trans transkri kripsi psi dan transl translasi asi,, kondis kondisii ini disebu disebutt sebagi sebagi keadaan keadaan laten. laten. Bila Bila sel host host teraktivasi oleh inductor seperti antigen, sitokin, atau factor lain maka sel akan memicu nuclear factor kB (NF-kB) sehingga menjafi aktif dan berikatan pada 5’LTR ( Long Long Terminal Terminal Repeats Repeats) yang mengapit gen-gen tersebut. Inductor NF-kB akan menginduksi replikasi DNA. Inductor NF-kB sehingga cepat memicu replikasi HIV adalah intervensi mikroorganisme lain. Enzim 18
polymerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara struktur berfungsi sebagai RNA genomi genomicc dan mRNA. mRNA. RNA keluar keluar dari dari nucleus nucleus,, mRNA mRNA mengal mengalai ai transl translasi asi mengha menghasil silkan kan polip polipept eptida ida.. Polipe Polipepti ptida da akan akan bergab bergabung ung dengan dengan RNA menjad menjadii inti inti virus virus baru. baru. Inti Inti besert besertaa perangkat lengakap virion baru ini membentuk tonjolan seperti permukaan sel host, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease mrnjadi protein dan enzim yang fungsional. Inti virus baru dilengakpi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host, sehingga terbentuk virus baru baru yang yang lengkap lengkap dan matang. matang. Virus yang sudah sudah lengak lengakp p ini keluar keluar dari dari dalam dalam sel akan menginfeksi sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampi melakukan replikasi hingga mencap mencapai ai 109-1011 virus virus baru. baru. Indivi Individu du yang yang terinf terinfeks eksii HIV mengal mengalami ami penuru penurunan nan jumlah jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut: 1. Kemati Kematian an sel secara secara langsu langsung ng karena karena kehila kehilanga ngan n integr integrit itas as membra membrane ne plasma plasma akibat adan adanya ya peno penonj njol olan an dan dan pero perobe beka kan n oleh oleh viri virion on,, akumu akumula lasi si DNA DNA viru viruss yang yang tida tidak k berintegrasi dengan nucleus dan terjadinya gangguan sintesis makromolekul. 2. Syncintia Syncintia formation formation yaitu terjadinya terjadinya fusi antarmembr antarmembran an sel yang terinfeksi terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang terinfeksi. 3. Respon imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus dan sel
yang terinfeksi. Namun respon ini dapat menyebabkan disfungsi imun akibat eleminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di sekitarnya (innocent-bystander (innocent-bystander ). ). 4. Meka Mekani nism smee
auto autoim imun un
deng dengan an
pemb pembet etuk ukan an
auto autoan anti tibo body dy
yang yang
berp berper eran an
untu untuk k
mengeleminasi sel yang terinfeksi. 5. Kematian Kematian sel yang yang terprogra terprogram m (apoptosis) (apoptosis).. 6.
Kema Kemati tian an sel sel targ target et yang yang terj terjad adii akib akibat at hiper hiperak akti tivi vita tass Hsp7 Hsp70, 0, sehi sehingg nggaa fung fungsi si sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi miss folding dan denaturasi protein, jejas dan kematian sel. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan system imun sehingga pertahanan
individu terhadap mukroorganisme pathogen menjadi lemah dan meningkatkan risikoterjadinya infeksi sekunder sehingga masuk stadium AIDS. 19
2.8 PERJALANAN INFEKSI HIV (8) Fase infeksi akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang mengahsilkan virus baru (virion) (virion) jumlahnya jumlahnya berjuta-jut berjuta-juta. a. Viremia Viremia begitu begitu banyak virion tersebut tersebut memicu memicu munculnya munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu yang juga mirip dengan infeksi mononukleosa. Sindrom infeksi akut terjadi selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri nyeri kepala kepala,, mual, mual, muntah muntah,, diare, diare, anoreks anoreksia ia dan penuru penurunan nan berta berta badan. badan. HIV juga juga sering sering menyebabkan gangguan pada system saraf seperti meningitis, ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati. Gejala dermatologi yaitu ruam makropapular erimatosa dan ulkus mukokutan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500 sel/mm dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV. Fase infeksi laten
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikular di pusat germinativum kelenjar limfe mengakibatkan virion dapat dikendaliakn, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion dalam plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe. Sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion dalam plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500-200 sel/mm3, meskipun telah terjadi serokonversi positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis (asimtomatis). Beberapa pasien terdapat sarcoma Kaposi, herpes simpleks, sinusitis bacterial, herpes zoster dan pneumonia yang sering berlangsung tidak terlalu lama. Fase ini berlangsung merata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah terinfeksi HIV. Pada tahun kedelapan setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis yaitu demam, banyak keringat pada malam hari, kehilangan berat badan badan kurang kurang dari dari 10%, 10%, diare, diare, lesi lesi pada pada mukosa mukosa dan kulit kulit berula berulang, ng, peyaki peyakitt infeks infeksii kulit kulit berulang. Gejala ini merupaan tanda awal munculnya infeksi oportunistik. 20
Fase infeksi kronis
Selama berlangsung dalam fase ini, di dalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan menghilang dan virus dicurahkan ke dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut. Terjadi penuruan jumlah limfo limfosit sit T-CD4 T-CD4 hingga hingga di bawah bawah 200sel 200sel/mm /mm3. 3. Penuru Penurunan nan limfo limfosit sit T ini mengaki mengakibat batkan kan penurunan system imun dan pasien semakin rentan terinfeksi berbagai penyakit infeksi sekunder. Infeksi sekunder yang sering menyertai adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberculosi tuberculosis, s, sepsis, sepsis, toksoplasm toksoplasmosis osis ensefalits ensefalitsi, i, diare akibat kriptospori kriptosporidiasi diasis, s, infeksi infeksi virus sitomegalo sitomegalo,, infeksi infeksi virus herpes, kandidiasis kandidiasis esophagus, esophagus, kandidiadis kandidiadisis is bronkus bronkus serta infeksi jamur lainnya. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu kanker kelenjar getah bening, da kanker sarcoma Kaposi. Selain Selain 3 fase fase terseb tersebut ut ada period periodee masa masa jendel jendelaa yaitu yaitu peiode peiode dimana dimana pemeri pemeriksa ksaam am antibody HIV masih menunjukan hasil negative walaupun virus sudah ada dalam darah pasien dengan jumlah yang cukup banyak. Antibody terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer.
21
Stadium Klinis 1
•
Tanpa gejala (asimtomatis)
•
Limfadenopati generalisata persisten
22
Stadium Klinis 2 •
Kehilangan berat badani yang sedang tanpa alasanii (<10% berat badan diperkirakan atau diukur)
•
Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis, tonsilitis, ototis media dan faringitis)
•
Herpes zoster
•
Kheilitis angularis
•
Ulkus di mulut yang berulang
•
Erupsi papular pruritis
•
Dermatitis seboroik
•
Infeksi jamur di kuku
Stadium Klinis 3
•
Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat badan diperkirakan atau diukur)
•
Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan
•
Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan)
•
Kandidiasis mulut berkepanjangan
•
Oral hairy leukoplakia
•
Tuberkulosis paru
•
Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia, empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis atau
• bakteremia) •
Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang akut
•
Anemia (<8g/dl), neutropenia (<0,5 × 109/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 × 109/l) tanpa alasan
23
Stadium Klinis 4iii •
Sindrom wasting HIV wasting HIV
•
Pneumonia Pneumocystis Pneumonia Pneumocystis
•
Pneumonia bakteri parah yang berulang
•
Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau rektum/anus lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun)
•
Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)
•
Tuberkulosis di luar paru
•
Sarkoma Kaposi (KS)
•
Infeksi sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain)
•
Toksoplasmosis sistem saraf pusat
•
Ensefalopati HIV
•
Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis
•
Infeksi mikobakteri non-TB diseminata
• Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
•
Kriptosporidiosis kronis
•
Isosporiasis kronis
•
Mikosis diseminata (histoplasmosis atau kokidiomikosis di luar paru)
•
Septisemia yang berulang (termasuk Salmonela (termasuk Salmonela nontifoid)
•
Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B)
•
Karsinoma leher rahim invasif
•
Leishmaniasis diseminata atipikal
• Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV i.
Peni Penila laia ian n bera beratt badan badan pada perem perempu puan an hamil hamil haru haruss memp memper erti timb mban angk gkan an penam penambah bahan an yang umum waktu hamil
ii. ii. iii. iii.
‘Tanpa ‘Tanpa alas alasan’ an’ bera berarti rti keadaan keadaan tida tidak k dapat dapat diak diakiba ibatka tkan n oleh oleh alasa alasan n lain. lain. Bebe Bebera rapa pa peny penyak akit it khus khusus us yang yang juga juga dapa dapatt dima dimasu sukk kkan an pada pada klas klasif ifik ikas asii wila wilaya yah h (misalnya penisiliosis di Asia)
24
Kategori klinis A
•
Infeksi HIV asimtomatis
•
Limfadenopati generalisata yang menetap
•
Infeksi HIV akut primer dengan penyakit primer penyerta atau adanya riwayat
infeksi HIV akut
Kategori klinis B
Terdiri atas kondisi dengan gejala pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk kategori C dan memenuhi paling kurang satu dari keadaan:
•
Angiomatosis
•
Kandidiasi, orofarengal
•
Kandidiasis, vulvovaginal
•
Dysplasia servikal
•
Demam 38,5°C atau diare lebih dari 1 bulan
•
Herpes zoster
•
ITP
•
Penyakit radang tunggal
• Neuropati perifer Kategori klinis C
•
Kandidiasis pada bronkus, trakea dan paru
•
Kandidiasis esophagus
•
Kanker leher rahim
•
Coccidiodomycosis yang menyebar atau di paru
•
Kriptokokosis ekstrapulmonar
•
Retinitis virus sitomegalo
•
Ensefalopati HIV 25
•
Herpes simpleks, ulkus kronis lebih dari 1 bulan
•
Histoplasmosis sistemik atau ekstrapulmoner
•
Sarcoma Kaposi
•
Limfoma imunoblastik
•
Limfoma primer di otak
•
TB di berbagai tempat
•
PCP
•
Pneumonia berulang
•
Septicemia salmonella berulang
•
Toksoplasmosis ensefalitis
•
HIV wasting syndrome (peurunan berat badan lebih dari 10% diserati diare kronis lebih dari 1 bulan atau demam lebih dari 1 bulan yang bukan disebabkan penyakit lain)
Klasifikasi klinis dan CD4 orang dewasa menurut CDC Limfosit CD4
Kategori A
Kategori B
(asimtomatis,
(simtomatis)
infeksi akut)
Kategori C (AIDS)
>500 sel/mm3
A1
B1
C1
200-499 sel/mm3
A2
B2
C2
<200 sel/mm3
A3
B3
C3
2.9 DIAGNOSIS(4,5,9)
Gejala klinis pasien HIV yang terinfeksi TB Riwayat Dahulu :
•
Riwayat infeksi menular seksual
•
Herpes zoster, yang meninggalkan scar 26
•
Riwayat pneumonia
•
Infeksi bakteri seperti sinusitis, bakteriemia, pyomyositis
•
Riwayat TB
Symptoms :
•
Penurunan berat badan (>10kg atau >20% dari berat badan semula)
•
Diare (>1bulan)
• Nyeri retrosternal pada saat menelan (kemungkinan ka ndidiasis oesophagial) •
Sensasi rasa panas di kaki (neuropati sensoris perifer)
•
Batuk ≥3 minggu
•
Batuk berdahak
•
Sesak nafas
• Nyeri dada •
Malaise, lemah
• Nafsu makan turun •
Keringat malam
•
Demam
Signs :
•
Herpes zoster scar
•
Pruritic papular skin rash
•
Kaposa sarcoma
•
Pembesaran KGB
•
Oral candidiasis
•
Chelitis
•
Oral hairy leukoplakia
• Nekrosis ginggivitis •
Giant aphthous ulceration
• Nyeri ulserasi genital.
27
•
Pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda konsolidasi: redup, fremitus mengeras / melemah, suara nafas bronkhial / melemah, ronkhi basah / kering)
Laboratorium :
•
Pemeriksaan sputum : BTA positif (sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen sputum)
•
Pemeriksaan darah : LED meningkat, pemeriksaan anti HIV reaktif, pemeriksaan CD4. Infeksi
dini
(CD4 Infeksi
lanjut
>200/mm3
(CD4<200/mm3)
Sputum mikroskopis
Seing positif
Sering negative
TB ekstra pulmonal
Jarang
Umum / banyak
Mikobakteiemia
Tdak ada
Ad a
Tubekulin
Positif
Negative
Foto thoraks
Eaktivasi TB, kaviti di Tipikal pimer TB milie / puncak
Adenopati
intestisial
hilus/ Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
mediastinum Efusi pleura
Radiologi : Gambaran radiologi pada penderit TB HIV dapat menentukan derajat imunocompromise. Pada Pada imunoc imunocomp omprom romise ise sedang sedang,, akan terli terlihat hat gambar gambaran an radiol radiologi ogi TB paru paru pada umumny umumnya. a. Sedangkan apabila imunocompromise sudah berat maka akan terlihat gambaran yang atypical. Gambaran klasik
Gambaran atypical
•
Infiltrate di lobus superior
•
•
Infiltrate bilateral
•
Kavitas
•
Intrathoracic lymphadhenophaty
•
Pulmonary fibrosis
•
Tidak ada kavitas
•
Tidak ada abnormalitas
Interstisial infiltrate (terutama di bagian bawah)
28
2.10 PENGOBATAN (9)
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa beberapa jenis obat dalam jumlah jumlah yang cukup dan dosis dosis serta serta jngka jngka waktu waktu yang yang tepat. tepat. Pemebe Pemeberia rian n tiaset tiasetazo azon n pada pasien pasien HIV/AI HIV/AIDS DS sangat sangat berbahaya karena akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit. Injeksi streptomisin hanya boleh boleh diberi diberikan kan jika jika tesedi tesediaa alat alat sunti suntik k sekal sekalii pakai pakai yang yang steril steril.. Desent Desentisa isasi si obat (INH, (INH, rifampisi rifampisin) n) tidak boleh dilakukan dilakukan karena mengakibatk mengakibatkan an toksik toksik yang serius pada hati. Pada pasie pasien n TB degan degan HIV/AI HIV/AIDS DS yang yang tidak tidak member memberika ikan n respon respon terhad terhadap ap pengoba pengobatan tan,, selain selain dipikiran terdapatya resistensi terhadap obat juga harus dipikirkan tedapatnya malabsorpsi obat. Pada Pada pasien pasien HIV/A HIV/AIDS IDS tedapa tedapatt korela korelasi si antara antara imunos imunosupr upresi esi yang yang berat berat dengan dengan deraja derajatt penyerapan, karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum. Saat pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Jumlah CD4
Rejimen yang dianjurkan
keterangan
CD4< CD4<20 200/ 0/mm mm3 3
Mula Mulaii terap erapii TB
Dianjurkan ART:
Mulai ART segera setelah teapi TB EFV
meupakan
dapat ditolerans ditoleransii (antara (antara 2minggu 2minggu kontr kontrai aindi ndika kasi si
untu untuk k
hingga 2bulan) Panduan yang mengandung EFV
bu
hamil atau perempuan usia subur subur
tanp tanpaa
kontr kontras aseps epsii
efektif. EFV dapat diganti dengan:
•
SQV/RTV 400/400 mg 2x/hari
•
SQV/r QV/r
1600 1600//200 200 29
4x/hai
(dalam
form formul ulaa soft soft gelgelsgc)
• CD4
200- Mulai terapi TB
350/mm3
LPV/RT LPV/RTV V 400400 400400
mg 2x/hari ABC Pertimbangan ART
•
Mulai ulai sal salah satu satu pad padua uan n di bawa bawah h ini setela setelah h selesa selesaii fase intensif (mulai lebih dini dan bila penyakit beat) beat):pa :paduan duan yang yang mengandung mengandung EFV: (AZT
atau
d4T)
+3TC +3TC+E +EFV FV
(600 (600
atau 800 mg/hari)
•
Paduan
yang
mengand mengandung ung NVP bila
paduan
TB
fase fase lanjut lanjutan an tidak tidak menggunakan rifa rifamp mpis isin in atau CD4>350/mm3 CD4
Mulai terapi TB
tidak Mulai terapi TB
(AZT (AZT d4T)
+3TC+NVP Tunda ART Petimbangan ART
mungkin diperiksa
30
Jenis obat TB yang dipakai: 1. Jenis Jenis obat obat utama utama (lini (lini 1) yang yang diguna digunakan kan adalah adalah::
•
INH (H)
•
Rifampisin (R)
•
Pirazinamid (Z)
•
Streptomisin (S)
•
Etambutol (E)
2. Jenis obat tambaha tambahan n lainnya lainnya (lini (lini2) 2) yang yang digunakan digunakan adalah: adalah:
•
Kanamisin
•
Amikasin
•
Kuinolon
•
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
•
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia, antara lain: o
Kapreomisin
o
Sikloserin
o
PAS (dulu tersedia)
o
Derivat rifampisin dan INH
o
Thiomides (ehionamide dan prothionamide)
31
Panduan obat TB: Kategori Kasus
Panduan obat yang dianjurkan
I
TB paru BTA +
2RHZE / 4RH atau
BTA -, lesi luas
2RHZE / 6HE
Keterangan
2RHZE / 4R3H3 II
•
Kambuh
•
2RHZES / 1RHZE atau Bila
alergi
sesuai hasil uji resistensi steptomisin dapat digant digantii atau 2RHZES / 1RHZE / dapat kanamisin
5RHE
• •
3-6 kanamisin,ofloksasin,
Gagal
etio etiona nami mid, d,
pengobatan
sikl siklos oser erin in /
15-18
ofloksasin,
etio etiona nami mid, d,
sikl siklos oser erin in
atau 2RHZES / 1RHZE / III
TB Paru putus berobat
5 RHE Sesuai lama sebel ebelum umny nya, a,
pengobatan
lam lama
berh berhen enti ti
minum obat dan keadaan klinis, bakteriol bakteriologi, ogi, dan radiologi radiologi saat ini atau 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3 V
Kronik
RHZES
/
sesuai
hasil
uji
resist resistens ensii (minim (minimal al OAT yang yang sensitif)
+
obat
lini
2
(pengobatan minimal 18 bulan) TB Par Paru BTA BTA -, Lesi Lesi 2RHZE / 4RH atau 6 RHE atau minimal
2RHZE / 4 R3H3 32
MDR TB
Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup
Interaksi obat TB dengan ARV (antiretovirus): Pemakaian obat HIV / AIDS misalanya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek toksik OAT. Tidak ada inteaksi bemakna antara OAT dengan AV glongan nukleosida, kecuali didanosin (ddI) yang harus dibeikan selang 1jam dengan OAT kaena bersifat seba sebaga gaii buffe bufferr antas antasid ida. a. Inte Intera raks ksii denga dengan n OAT OAT teru teruta tama ma terj terjad adii denga dengan n AT golo golong ngan an nonnukleosida dan inhbito orotease. Rifampisin jangan dibeikan bersamaan dengan nelfinavir karena rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapn 82%. Rifampisn dapat menurunkan kadar nevi nevira rapi pin n ampa ampaii 37% teta tetapi pi samp sampai ai saat saat ini ini belu belum m ada ada peni peningk ngkat atan an dosi dosiss nevia neviapi pin n yang yang direkomendasikan. Golongan obat
Dosis
Nukleosida TI (NsTI)
•
Abakavir (ABC)
•
Didanosin (ddI)
•
Lamivudin (3TC)
•
Stavudin (d4T)
•
Zidovudin (ZDV)
200mg 2x/hr atau 400mg 1x/hr 250 mg 1x/hr (BB<60kg) 150mg 2x/hr atau 300mg 1x/hr 40mg 2x/hr (30mg 2x/hai bila BB<60kg) 300mg 2x/hr
Nukleotida RTI
•
TDF
300mg 1x/hr
Non nukleosida (NNRTI)
•
Efavienz (EFV)
• Nevirapine (NVP)
600mg 1x/hr 200m 200mg g 1x/h 1x/hrr unt untuk 14 hr kem kemudi udian 200mg 2x/hr 33
Protease Inhibitor
•
Indinavir / ritonavir (IDV/r)
•
Lopinavir/ ritonavir (LPV/r)
800mg/100mg 2x/hr 400mg / 100mg 2x/hr
• Nelvinafir (NFV) •
Saquinavir / ritonavir (SQV/r)
1250mg 2x/hr 1000mg/100mg
•
Ritonavir (RTV/)
2x/hr
atau
1600mg/200mg x/hr Kapsul 100mg larutan oral 400mg/5ml
34
2.11 KEBIJAKAN NASIONAL KOLABORASI TB HIV (1)
Peni Peningk ngkat atan an juml jumlah ah pend pender erit itaa HIV HIV di indo indone nesi si memb membua uatt peme pemeri rint ntah ah memb membua uatt “ Kebijakan Nasional Kolaborai TB HIV “. Program ini memiliki tujuan umum : memberikan arah dalam pelaksanaan pelaksanaan kolaborasi TB-HIV untuk mengurangi mengurangi beban TB dan HIV pada masyarakat masyarakat akibat kedua penyakit ini. Tujuan khusus dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV: A. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS B. Menurunkan beban TB pada ODHA C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB Pela Pelaks ksan anaa aan n dari dari prog progra ram m ini ini terb terbagi agi menj menjadi adi 3 bagi bagian an besar besar yait yaitu, u, memb membent entuk uk mekanisme kolaborasi, menurunkan beban TB pada ODHA, dan menurunkan beban HIV pada pasien TB. A. Memben Membentuk tuk mekanis mekanisme me kolabora kolaborasi si 1.
Memb Memben entu tuk k kel kelom ompo pok k ker kerka ka (POKJ POKJA) A) TB HIV HIV di di sem semua ua lini lini Kelomp Kelompok ok kerja kerja TB-HI TB-HIV V dibe dibent ntuk uk pada pada tingk tingkat at nasi nasiona onall dan pada pada tingk tingkat at provinsi. Di daerah prioritas, kelompok kerja dibentuk di tingkat kabupaten/kota dan tingkat UPK (rumah sakit, puskesmas dan klinik dalam bentuk tim TB-HIV). Koordinator Koordinator kolaborasi kolaborasi TB-HIV TB-HIV ditunj ditunjuk uk pada tingka tingkatt nasion nasional, al, provin provinsi si dan kabupaten/kota, yang bertugas purna waktu, harus berasal dari program TB atau program AIDS.
2.
Pela Pelaks ksan anaan aan surv survai aila lans ns unt untuk uk men menge geta tahu huii prev preval alens ensii HIV HIV dian dianta tara ra pas pasie ien n TB TB Penetapan Penetapan UPK DOTS sebagai sebagai tempat tempat pelaksanaan pelaksanaan surveilans sentinel harus sesuai pedoman yang berlaku (yaitu pada tempat dan dengan metode yang sama). sama). Semua surveilans surveilans dilaksanakan dilaksanakan dengan informed consent dari pasien, tes HIV dengan metode unlinked anonymous dan tetap menghormati prinsip-prinsip etika. 35
3.
Melaksanakan pe perencan canaan be bersama TB TB HI HIV Program Program TB dan HIV/AIDS HIV/AIDS memerlukan memerlukan perencanaan perencanaan strategis secara bersama untuk melakukan kerjasama secara sistematis dan berhasil. Mereka harus melengkapi dengan rencana TB-HIV bersama, atau memperkenalkan komponen TB-HIV TB-HIV pada pada rencana rencana pengenda pengendali lian an nasion nasional al TB dan rencan rencanaa pengend pengendali alian an nasional HIV/AIDS. Peran dan tanggung jawab masing-masing program dalam pelaksanaan kegiatan TB-HIV yang spesifik pada tingkat pusat maupun tingkat daer daerah ah haru haruss
diny dinyat atak akan an deng dengan an jela jelas. s. Pere Perenc ncan anaa aan n
bers bersam amaa
TB HIV HIV
dilaksanakan dalam bidang-bidang sebagi berikut : a. Mobilisasi sumber daya untuk TB-HIV b. Membangun kapasitas TB HIV termasuk pelatihan c. Kombinasi TB HIV: advokasi, komunikasi program dan mobilisasi sosial d. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan kolaborasi TB HIV e. Peneli Penelitia tian n operas operasion ional al untuk untuk mening meningkat katkan kan kegiata kegiatan n kolabor kolaborasi asi TB HIV. HIV.
4.
Moni Monito tori ring ng dan dan eval evalua uasi si kegi kegiat atan an kola kolabo bora rasi si TB HIV HIV
B. Menuru Menurunkan nkan beban beban TB pada pada ODHA ODHA 1.
Mengintensifkan penemuan kasus TB
2.
Menjamin pe pengendalian in infeksi TB pada la layanan ke kesehatan dan tempat orang terkumpul (Rutan/Lapas, panti rehabilitasi NAPZA)
C. Menuru Menurunkan nkan beban beban HIV HIV pada pada pasien pasien TB TB 1.
Meny Menyed edia iaka kan n pela pelaya yana nan n kons konsel elin ing g dan dan tes tes HIV HIV suk sukar arel elaa (KT (KTS) S) untuk untuk pas pasie ien n TB TB
2.
Penc Penceg egah ahan an HIV HIV dan dan inf infeks eksi men menul ular ar sek seksual sual.. Pelayanan DOTS di rumah sakit dan puskesmas harus melakukan KIE tentang HIV selama pengobatan TB dan pada saat rujukan jika layanan HIV tersebut tidak tersedia di puskesmas. BAB III KASUS 36
I. IDENTITAS
N am a
: Ny.A
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 35 tahun
Alamat
: Ciketik Udik RT 001 RW 006 Bantar Gebang, Bekasi
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SD kelas 6
Pembayaran
: SKTM
Tang Tangga gall Mas Masuk uk RS
: 17 17 Sep Septe temb mber er 2011 2011
No.Rekam Medis
: 03252595
37
II. ANAMNESIS
Anamnesis Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis autoanamnesis pada tanggal tanggal 20 September 2011 jam 16.00 WIB di bangsal Mawar RSUD Bekasi.
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak satu hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Batuk berdahak, nyeri dada, tidak nafsu makan, lemas, mual.
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita datang ke RSUD bekasi dengan keluhan sesak nafas sejak satu hari sebelu sebelum m masuk masuk Rumah Rumah Sakit. Sakit. Sesak Sesak nafas nafas dirasa dirasakan kan secara secara tiba-t tiba-tiba iba,, terus terus meneru meneruss tanpa tanpa dipengaruhi dipengaruhi oleh posisi posisi dan aktivitas, aktivitas, serta tidak terdengar terdengar suara “ngik”. “ngik”. Pasien Pasien mengeluhkan mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih sejak ±2 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan jika batuk maka akan timbul sakit di dada. Sejak beberapa bulan sebelum masuk Rumah Sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan dan 2 hari sebelum masuk RS pasien semakin tidak nafsu makan. Pasien juga merasa badannya sangat lemas hingga tidak dapat bangun dari tempat tidurnya sejak 1 hari sebelum masuk RSUD Bekasi. Pasien mengatakan sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan sakit di seluruh perutnya dan mual. Demam dan muntah disangkal oleh pasien.
38
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pada bulan Agustus 2009, pasien pernah menderita sakit jantung, setelah berobat beberapa bulan pasien dinyatakan sembuh. Satu bulan setelah dinyatakan sembuh, pasien mengeluhkan gatal-gatal diseluruh badan, keudian pasien berobat ke dokter kulit dan diberi obat salep dan obat minum. Setelah minum obat dan memakai salep, gatal pada badan pun hilang tetapi timbul bekas hitam di seluruh tubuh. Pada bulan Desember 2010, pasien mengeluhkan ada benjolan di daerah leher bagian bawah kanan. Kemudian pasien berobat ke dokter, kemudian dilakukan tindakan pungsi. Ketika di pungsi didapatkan cairan berupa darah dan nanah. Selain di pungsi pungsi pasien juga mendapatkan mendapatkan obat anti tuberculosis. tuberculosis. Tapi pada bulan kelima pasien berhenti berhenti minum obat anti tuberculosis karena merasa sehat. Pada bulan Agustus 2011, pasien kembali mengeluhkan batuk-batuk kemudian pasien minum obat warung. Karena batuknya tidak sembuh selain itu pasien juga mengeluhkan diare, maka pada tanggal 11 september 2011 pasien berobat ke puskesmas. Pada tanggal 12 september 2011 pasien melakukan pemeriksaan pemeriksaan anti HIV dan hasilnya reaktif. Karena kondisi pasien semakin buruk, pada hari yang sama pasien dibawa ke RSUD bekasi dan kemudian menjalani rawat inap hingga tanggal 15 september 2011. ketika dirawat pasien mendapatkan obat: ambroxol, rifampisin 450mg, INH 300mg, Etambutol 750mg, pirazinamid 750mg, curcuma, diatab, nystatin, contrimoxasol, ranitidine dan cefotaxim. Riwaya Riwayatt Darah Darah Tinggi Tinggi,, Diabet Diabetes es Mellit Mellitus us dan asma asma disangk disangkal al pasien pasien.. Pasien Pasien juga juga menyangkal pernah menderita penyakit ginjal dan alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung kandung pasien pasien memil memiliki iki riwaya riwayatt Hipert Hipertens ensi. i. Riwaya Riwayatt diabet diabetes es melli mellitus tus,, asma, asma, penyakit keganasan pada anggota keluarga disangkal.
Riwayat Kehamilan
Pasien memiliki 3 orang anak. Anak pertama dilahirkan pada tahun 1995, sekarang dalam kondis kondisii sehat. sehat. Anak Anak kedua kedua lahir lahir pada bulan April April 2010, 2010, bayi bayi meninn meninngal gal 30 menit menit setela setelah h 39
dilahirkan karena gizi buruk. Pada bulan April 2011, pasien melahirkan anak ketiganya. Anak ketiga meninggal ketika usianya 3 bulan karena gizi buruk dan terdapat terdapat luka yang tidak tidak sembuh pada bagian bokong.
Riwayat Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi,sayur dan lauk pauk, setiap makan pasien hany hanyaa makan makan ±3 sendo sendok k maka makan. n. Pasi Pasien en meng mengak aku u kada kadang ng mero merokok kok.. Pasi Pasien en tida tidak k pern pernah ah mengko mengkonsu nsumsi msi minum minuman an beralk beralkoho ohol. l. Pasien Pasien tidak tidak pernah pernah menggun menggunakan akan narkoba narkoba.. Pasie Pasien n mengaku jarang berolah-raga.
Riwayat Sosio-Ekonomi
Pasien Pasien berasal berasal dari keluarga keluarga kurang mampu. Pasien memiliki memiliki SKTM untuk berobat ke Rumah Sakit.
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
Kesa Kesan n Sak Sakit it
: tam tampa pak k sak sakit it ring ringan an
Kesadaran
: Compos Mentis
Status gizi
: kurang
Tanda Vital
:
- TD
: 100/80 mmHg
- Nadi Nadi : 80 x/me x/meni nitt - Nafas: 24 x/menit 40
- Suhu : 36.7°C TB/BB
: 155 cm/ 35 kg
BMI
: 14.58
Mobilitas
: aktif
Tidak terdapat sianosis, nafs cuping hidung dan oedem. Status generalis
Kulit
: Sawo matang terdapat skin eruption
Kepa Kepala la
: nor normoch mochep epal al,, tid tidak ak ter terda dapa patt def defor ormi mittas, as, ramb rambut ut hita hitam m panj panjan ang. g.
Mata
: Pupil bulat isorkor, CA+/+, SI -/-, RCL+/+, RCTL+/+
Teli Telinga nga
: Nor Normo moti tia, a, nyer nyerii teka tekan n tra tragu guss dan dan mast mastoi oid d -/-/-,, sec secre rett -/-/-,, mem membr bran an timp timpani ani inta intak. k.
Hidu Hidung ng
: Si Simet metris, ris, septu eptum m dev deviiasi asi ((-), defo deforrmita mitass ((-), sec secre rett -/ -/-
Mul Mulut
: bibi bibirr sime simettris, ris, si sianos anosis is (-), -), muko mukosa sa mer merah ah mud muda, a, lid lidah ah ber bersi sih h mer merah mud muda, a, gi gigi
lengkap, kalkulus (-), karies (-) Leher
: deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), KGB tidak membesar, terdapat
ekskoriasi di supraklavikula dextra. Thorax
: Paru Inspeksi : gerak dada simetris, retraksi sela iga (-) Palpasi : vocal fremitus fremitus sama keras kanan kiri. Perkusi : sonor Auskultasi : Suara Nafas vesikular rh +/+ wh +/+
41
Jantung Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak terlihat. Palpasi: ictus cordis teraba di ICS V midklavikularis sinistra Perkusi: tidak dilakukan perkusi batas jantung. Auskultasi: BJ I,II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
Inspeksi : cekung Palpasi : supel, NT + di epigastrium dan umbilikus Perkusi : timpani, tidak terdapat nyeri ketok CVA Auskultasi: Bising Usus 3x/menit Ekstre Ekstremit mitas as
: - atas: atas: akral akral hang hangat, at, oedem oedem -/-, -/-, sianos sianosis is -/- bawah : akral hangat, oedem o edem -/-, sianosis -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium tanggal 21 september 2011
PEMERIKSAAN
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Leukosit
12.3
103/µL
5-10
Eritrosit
3. 5 9
106/µL
4-5
Hemoglobin
8 .8
g/dL
12-14
Hematokrit
27.7
%
37-47
MCV
77.1
fL
82-92
MCH
24.5
Pg
27-32
MCHC
31.7
g/dL
32-37
Trombosit
541
103/µL
266
Darah Lengkap
42
Diff Count
Eosinofil
0
%
<1
Basofil
0
%
1–3
Netrofil
2
%
50 – 70
Limfosit
18
%
20 – 40
Monosit
1
%
2–8
97
mm
0 – 15
Gula Darah Sewaktu
94
mg/dL
60-110
Ureum
23
mg/dL
Creatinin
0 .9 3
mg/dL
SGOT
42
U/L
< 37
SGPT
35
U/L
< 41
Natrium
142
Mmol/l
135-145
Kalium
4 .3
Mmol/l
3.5-5.0
Clorida
107
Mmol/l
94-111
LED
Kimia Darah
Sero Imunologi 12 september 2011
Anti HIV
Reaktif
Non reaktif
Rontgen thorax
43
Terdapat gambaran infltrat di kedua lapang paru, terdapat gambaran seperti hney comb di bagian kanan rongga thoraks. Kesan : TB Pau aktif duplex. V. DIAGNOSIS KERJA
TB Paru dengan B20 VI. DIAGNOSIS BANDING
Infeksi jamur di paru dengan B20
44
VII. FOLLOW UP Tanggal
17
/
2011
9
S
O
/ sesa sesak k
naf nafas TSS, CM
sejak
1hr
SMRS, batuk berdahak warna warna putih, putih,
A
TB
Paru
•
dan B20
TD:100/50 RR:32x/m N :80x/m
•
INH 300 mg
•
Pirazinamid 1000mg
•
Thorax:
ketika ketika batuk, batuk, lemas.
Rifampisin 450mg
mula mula S :37.5
+, nyeri dada
Contrimoksasol 2x1tab
•
nafsu nafsu makan makan turu turun, n,
P
Etam Etambu buto toll
1000 1000
mg -
ins:
gera erak
nafas simetris. - pal: vf sama
•
Curcuma 2x1 tab
• Nystatin 2 tetes x 3
keras ka-ki - per: sonor -
aus:
SN
vesi vesiku kula lar, r,
rh
+/+, wh +/+ Abdomen: - ins: cekung - pal: NT + seluruh abdomen - per : timpani - aus : BU 45
3x/m
18
/
2011
9
/ Sesa Sesak k nafa nafas, s, TD 100/60 batuk
TB
dan B20
N: 80 x/m
berdahak,
Paru
•
OBH 3x1 sdm
•
Antacid 3x1 sdm
•
Rifampisin
dahak dahak warna warna RR: 25 x/m put putiih, saat
pada pada
450mg
S: 37°C
batuk
•
INH 300mg
•
Pirazinamid
timb timbul ul nyer nyerii Thorax: pada lemas
dad dada,
-
ins:
1000mg gera erak
•
nafas simetris. - pal: vf sama
Etambutol 1000mg
•
Contrimoksasol 2x1
keras ka-ki
•
Valamin
- per: sonor -
aus:
SN
vesi vesiku kula lar, r,
rh
+/+, wh +/+ Abdomen: - ins: cekung - pal: NT + - per : timpani - aus : BU 3x/m
46
19
/
9
2011
/ Batuk
TD 100/60
bedahak warna putih
TB
Paru
dan B20
N: 80 x/m
•
OBH 3x1 sdm
•
Ant Antacid acid
3x1 3x1
sdm RR: 25 x/m
•
450mg
S: 37°C Thorax: -
ins:
Rifampisin
•
INH 300mg
•
Pirazinamid 1000mg
gera erak
•
nafas simetris.
Etambutol 1000mg
- pal: vf sama
•
keras ka-ki
Contrimoksas ol 2x1
- per: sonor -
aus:
•
Valamin
SN
vesi vesiku kula lar, r,
rh
+/+, wh +/+ Abdomen: - ins: cekung - pal: NT + - per : timpani - aus : BU 3x/m
20
/
2011
9
/ Batuk
TD: 100/80
bedahak wana wana
puti putih, h,
N: 80 x/m
TB
Paru
dan B20
•
OBH 3x1 sdm
•
Antacid 3x1 sdm 47
sesak (-)
RR: 24x/m
•
450mg
S: 36.7°C Thorax: -
ins:
Rifampisin
•
INH 300mg
•
Pirazinamid 1000mg
gera erak
•
nafas simetris.
Etambutol 1000mg
- pal: vf sama
•
keras ka-ki
2x1
- per: sonor -
aus:
Contrimoksasol
•
Valamin
•
OBH 3x1 sdm
•
Antacid 3x1 sdm
•
Rifampisin
SN
vesi vesiku kula lar, r,
rh
+/+, wh +/+ Abdomen: - ins: cekung - pal: NT + epigastrium - per : timpani - aus : BU 3x/m
21
/
2011
9
/ Batuk berdahak warna warna putih, putih, sesak (-),
TD: 80/60 N: 118x/m
TB
Paru
dan B20
RR: 32 x/m S: 36.7°C
450mg
•
INH 300mg
•
Pirazinamid 48
Thorax: -
ins:
1000mg
•
gera erak
Etambutol 1000mg
nafas simetris.
• - pal: vf sama
Contrimoksasol 2x1
keras ka-ki
•
Valamin
•
OBH 3x1 sdm
•
Antacid 3x1 sdm
•
Rifampisin
- per: sonor -
aus:
SN
vesi vesiku kula lar, r,
rh
+/+, wh +/+ Abdomen: - ins: cekung - pal: NT - per : timpani - aus : BU 3x/m
22
/
2011
9
/ Batuk berdahak warna putih
TD: 80/60 N: 88x/m
TB
Paru
dan B20
RR: 28 x/m S: 36.1°C
450mg
•
INH 300mg
•
Pirazinamid
Thorax: -
ins:
1000mg gera erak
•
nafas simetris.
Etambutol 1000mg
•
Contrimoksasol 49
- pal: vf sama keras ka-ki
2x1
•
Valamin
- per: sonor -
aus:
SN
vesi vesiku kula lar, r,
rh
+/+, wh +/+ Abdomen: - ins: cekung - pal: NT - per : timpani - aus : BU 3x/m
50
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
Penega Penegakan kan diagnos diagnosis is TB Paru Paru dengan dengan HIV pada pasien pasien ini berdas berdasark arkan an anamnes anamnesis, is, pem pemer erik iksa saan an fisi fisik k dan dan peme pemeri riks ksaa aan n penu penunj njan ang. g. Pada Pada anam anamnes nesis is yang yang dila dilakuk kukan an seca secara ra autoanamnesi autoanamnesiss dan alloanamnes alloanamnesis is didapatkan didapatkan pasien pasien batuk berdahak >1bulan dengan dahak bewarna putih, sesak nafas, berat badan menurun, keringat terutama malam hari, lemas dan sakit pada seluruh bagian perut. Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien pernah mengalami pembesaran KGB di supraklavikula yang telah dilakukan tindakan pungsi didapatkan nanah dan darah. Pasien juga memiliki riwayat memakai OAT selama 5bulan, gatal-gatal diseluruh tubuh, diare ±1 bulan. Pasien juga memiliki riwayat kandidiasis oral dan sudah menggunakan nystatin. Bedasarkan pemeriksaan fisik didapatkan BMI 14.58, skin eruption di seluruh badan, konjungtiva anemis, terdengar rhonki dan wheezing dikedua lapang paru. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di regio epigastrium dan umbilicus. Pada pemeriksaan penunjang peeiksaan darah, didapatkan LED 97mm, HB 8,8 g/dl, eitosi eitositt 3,59 juta/u juta/ul, l, hemato hematokri kritt 27,7%, 27,7%, MCV 77.1fL 77.1fL,, MCH 24.5Pg 24.5Pg,, MCHC MCHC 37.1g/ 37.1g/dl. dl. Pada Pada pemeriksaan anti HIV reaktif. Pada pemeriksaan foto rontgen didapatkan bercak infiltrat di kedua lapang paru, kesan TB paru aktif. Pengobatan pada pasien ini dibeikan obat anti tuberculosis, yaitu Rifampisin 450mg, INH 300m 300mg, g, Pira Pirazi zinam namid id 1000m 1000mg, g, etam etambut butol ol 1000m 1000mg. g. sela selain in itu itu juga juga dibe diberi rika kan n OBH OBH untu untuk k mengurangi batuk berdahak pasien, antasida untuk mengatasi mual, dan valamin diberikan untuk memperbaiki nutrisi pasien. Pasien juga diberikan kontimoksasol adalah golongan sulfa dengan tuju tujuan an
pence pencega gaha han n
(pro (profi fila laks ksis is))
nosoko nosokomi mial al
denga dengan n
pert pertim imban bangan gan
pasi pasien en
menga mengala lami mi
imunosupresan. Setelah mendapatkan pengobatan selama 6 hari keadaan pasien mulai membaik. Pasien sudah tidak merasa lemas, batuk sudah mulai berkurang oleh karena itu pasien iijinkan rawat jalan.
51
Diagnosis banding pasien ini infeksi jamur pada paru. Hal yang membedakan dengan TB par paru u adal adalah ah pada pada gambar gambaran an fungu funguss ball ball pada pada ront rontge gen n thor thoraks aks infe infeks ksii jamu jamur, r, yang yang tidak tidak didapatkan pada foto rontgen pasien ini.
52
DAFTAR PUSTAKA
1.
Tim Depa epartemen Kesehatan RI. Kebijakan Nasional nal kola olabora orasi TB HIV.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2007. 2.
Sudoyo Sudoyo Aru, Aru, et al. Tuberk Tuberkulo ulosis sis Paru. Buku Ajar Ajar Ilmu Ilmu Penyak Penyakit it Dalam. Dalam. 4th
Edition. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 988-994. 3.
Kampon Kampono o N, et al. al. Pan Pandua duan n Pel Pelay ayan anan an Med Medis is Depar Departe teme men n Peny Penyak akit it Dala Dalam. m. RSU RSUP P
Nasional DR. CiptoMangunkusomo. Jakarta. 2007. 130-3. 4.
Harries A, et al. TB/HIV a Clinical Manual. 2nd Edition. Department of HIV
AIDS WHO. Geneva. 2004. 5.
Danus Danusan anto toso so Hal Halim im.. Tuber Tuberku kulo losi siss Paru Paru.. Ilmu Ilmu Pen Penya yaki kitt Paru Paru.. Pener Penerbi bitt Hipo Hipokr krat ates es..
Jakarta. 2000. 93-154. 6.
Pric Pricee SA, Wil Wilson son LM. LM. Vir Virus Imun Imunod odef efiisien siensi si Manu Manusi siaa (HIV) HIV) dan dan Sindr indrom om
Imunodefisiensi Didapat (AIDS). Patofisiologi Penyakit volume 1. 6 Ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. 7.
Bara Barata ta W.K, W.K, reng rengga gani niss I. imun imunol olog ogii Dasar Dasar.. Balai Balai Pene Penerb rbit it FKU FKUI. I. Jaka Jakart rta. a. 2009 2009..
407-19. 8.
Nasr Nasron onud udin in.. HIV dan dan AIDS AIDS pende pendeka kata tan n biolo biologi gi mole molecu cula lar, r, Klin Klinis is,, dan Sosi Sosial al..
Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 2007. 9.
Adit Aditam amaa TY, TY, et al. Tube Tuberk rkul ulos osis is.. Perh Perhim impu puna nan n Dokt Dokter er Paru Paru Indo Indone nesi sia. a. Jaka Jakart rta. a.
2006.
53