Nama : ASNITA NIM
: A062171031
MK
: Metodologi Metodologi Penelitian Non Positivis
STOR ST OR Y OF B R I D E PR I CE :
SEBUAH KRITIK ATAS FENOMENA UA N G P A N A I K SUKU MAKASSAR Penulis: Syarifuddin, dan Ratna Ayu Damayanti
1. Ontologi Dari Story Of Bride Price
Adanya fenomena pernikahan di Makassar yang menjunjung tinggi nominal dari uang panaik, sehingga mengenyampingkan mahar yang sesungguhnya dalam pernikahan syariat Islam. Dimana penetapan uang panaik jauh lebih besar jika dibandingkan dengan mahar.
2. Tujuan penelitian
Untuk mengkritisi fenomena budaya uang panaik dari sudut pandang akuntansi yang dikritisi dengan nilai-nilai Islam.
3.
Metode Penelitian / Pendekatan Penelitian
Untuk mengkritisi praktek penetapan harga uang panaik, peneliti menggunakan pendekatan metodologi etnografi kritis yaitu sebuah metode yang bertujuan mengeksplorasi beberapa faktor tersembunyi seperti kekuasaan yang masyarakat, serta membuka mitos yang tersembunyi dibalik fenomena uang panaik. Pendekatan kritis menunjukkan bahwa etnografi bukan sebuah fiksi karena peristiwa dalam narasi etnografi adalah situasi yang benarbenar terjadi. Secara etnografi studi ini memahami interpretasi (tafsiran) masyarakat atas budaya uang panaik dan selanjutnya analisis plot digunakan untuk memahami bagaimana interpretasi mengalami pergeseran makna ke arah budaya modern di mana plot baru tercipta dan meninggalkan plot lama. Plot baru yang tercipta tersebut, kemudian dikritisi dengan konsep walimah yang syar’i menurut hukum Islam.
4. Kolekting Data
Situs penelitian dilakukan di kota Makassar. Informan yang dipilih adalah orang Makassar yang tahu persis mengenai budaya uang panaik dan memahami budaya Makassar secara utuh. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi langsung tempat riset. Peneliti berbaur atau tinggal langsung dalam waktu yang cukup lama untuk berinteraksi dengan 1|Page
orang-orang yang diriset (first-hand observation). Peneliti memilih informan berdasarkan kedekatan dengan informan, serta pemahaman informan atas konteks penelitian. Selain itu pengumpulan data juga didapatkan berbagai sumber data, perluasan pemahaman terhadap konteks budaya, serta mensinergikan perspektif peneliti dengan subjek riset, termasuk etic dan emic.
5. Analisis Data
Setelah kolekting data, selanjutnya analisis data. Dalam jurnal ini peneliti menganalisis data dengan cara:
Mengaitkan antara hasil interview yang didapatkan dengan hadis Rasul SAW. Dari hasil analisis, peneliti berpendapat bahwan fenomena yang berkembang di kalangan masyarakat adalah uang panaik mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan mahar, jumlah uang panaik yang ditentukan oleh pihak wanita biasanya lebih banyak daripada jumlah mahar yang diminta. Dan hal ini tidak sesuai dengan Sunnah Nabi SAW. Melihat fenomen ini maka sangat tidak etis jika uang panaik yang diberikan oleh calon suami lebih banyak daripada uang mahar. Dalam Hadis sangat jelas menganjurkan kepada wanita agar meringankan pihak laki-laki.
Peneliti juga menganalisis data dari pengalaman pribadi, yang menyatakan bahwa dalam adat dan upacara perkawinan daerah Makassar, besar kecilnya harga uang panaik ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Jika penulis hubungkan dengan pengalaman pribadinya, yaitu pada saat kakak perempuannya menikah, uang panaik yang diistilahkan orang Makassar dengan doe’ balanja ini memang benar pada akhirnya ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak Akan tetapi, pihak keluarga perempuan (keluarga kami) sebelumnya sudah ‘memasang’ nominal yang nantinya akan dinegosiasikan lebih jauh lagi.
Jadi tidak murni berdasarkan mufakat kedua pihak
mempelai.
6. Writing Report / Hasil dan Pembahasan
Apakah penetapan uang panaik sama dengan harga perempuan? Apakah Harga Perempuan? . Setelah membaca salah satu cerpen tentang uang panaik yang menghalangi
suatu pernikahan, peneliti tertarik untuk mengkritisi sebuah tradisi yang kadang mengorbankan pihak yang saling mencintai hanya karena ketidaksanggupan memenuhi permintaan tingginya uang panaik. Ditengah-tengah adat Makassar, masyarakat memandang
2|Page
bahwa semakin tinggi uang panaik seorang perempuan maka semakin dipandang tinggi pula kehormatan disematkan kepadanya berikut juga kepada keluarganya. Menurut salah satu informan (firman) bahwa mas kawin tidaklah dapat disamakan dengan ‘harga perempuan’ (bride price) yang sering digunakan antropolog Barat. Berdasarkan pengalaman penulis, bukan hanya antropolog Barat yang sering salah kaprah mengenai ini, tapi juga masyarakat awam, khususnya masyarakat Bugis-Makassar sendiri Banyak dari mereka yang tidak setuju dengan kekakuan aturan adat mengenai penetapan uang panaik ini, karena selain anggapan ‘kayak membeli perempuan saja’, juga karena ’sudah tidak sesuai dengan perkembangan Zaman’. Uang panaik Lambang Martabat Sang Mempelai Wanita . Sebagaimana diceritakan di
atas, uang panaik untuk menikahi wanita Makassar terkenal tidak sedikit jumlahnya. Dari informasi yang peneliti terima tingkat strata sosial wanita, serta tingkat pendidikannya biasanya menjadi standar dalam penentuan besaran uang panaik. Jadi, jika calon mempelai wanita adalah keturunan darah biru (biasanya namanya ada Andi nya), maka uang panaiknya akan berpuluh-puluh juta, bahkan ratusan juta Begitupun jika tingkat pendidikan calon mempelai wanita adalah S1, S2, atau Kedokteran, maka akan berlaku hal yang sama. Di Makassar, besaran uang panaik ini tidak berkaitan dengan kebebasan dan unsur seksualitas perempuan, hanya sematamata menjadi standar “kualitas” si mempelai wanita. Namun, saat ini uang panaik juga menjadi ukuran kemakmuran mempelai pria, sehingga ketika seorang wanita dinikahi oleh pria dengan uang panaik yang kecil dapat membuatnya agak malu dengan teman atau saudaranya yang mendapat uang panaik yang lebih besar. Demikian pula dengan mempelai laki laki juga akan merasa malu ketika dia tidak dapat memberikan uang panaik yang cukup besar bila dibandingkan dengan teman-temannya.
7. Fenomena Dan Kaitannya Dengan Akuntansi
Fenomena uang panai jika dikaitkan dengan akuntansi yaitu sebaiknya dalam menentukan uang panaik kita merujuk atau menggunakan teknik akuntansi manajemen untuk menentukan harga, sehingga pengambilan keputusan berkaitan
acara pesta pernikahan dapat diambil dengan tepat.
Pemberian informasi biaya untuk penentuan harga adalah fungsi penting dari akuntansi manajemen. Sehingga hal ini diperlukan dalam rangka identifikasi biaya yang relevan yaitu, arus kas berkaitan dengan uang panaik, maka identifikasi biaya disesuaikan dengan kemampuan keuangan pihak laki-laki.
3|Page
Perlunya pertimbangan mendalam guna memperoleh penetapan harga yang sesuai dengan keinginan dan tujuan. penetapan harga uang panaik, sebaiknya sesuai dengan biaya yang melekat pada pelaksanaan resepsi pernikahan atau dalam bahasa akuntansinya disebut sebagai harga pokok suatu aktivitas. Namun keputusan harga merupakan keputusan yang sulit karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah keadaan perekonomian, penawaran dan permintaan, biaya, tujuan, dan faktor lainnya.
8. SIMPULAN
Uang panaik (uang belanja) perkawinan adat Makassar seharusnya hanya memperhitungkan biaya untuk memproduksi sebuah pesta perkawinan. Jadi, jangan dicampurkan dengan pembelian martabat, status sosial, dan lain-lain, karena semua hal tersebut tidak dapat terukur. Dalam hal ini, perlu adanya perubahan paradigma berkaitan dengan uang panaik. Bercermin pada konsep walimah sebagai perayaaan pengantin sebagai ungkapan rasa syukur atas pernikahannya. Terlihat bahwa martabat manusia tidak dikaitkan sama sekali dan yang dibahas hanyalah penyelenggaraan pesta pernikahan. Jadi, apabila uang panaik melibatkan martabat manusia dalam penetapan harganya, maka sesungguhnya telah melecehkan harga diri dan martabat yang seharusnya dijunjung tinggi. Martabat tidak dapat dibeli dan karenanya tidak ternilai harganya. Karena, seberapapun besarnya uang panaik pada hakikatnya hanya bernilai simbolis.
4|Page