PENDAHULUAN
Farmasi fisik menghubungkan struktur molekul dengan bobot/berat molekul dimana struktur
molekul
tersebut
menentukan
perilaku
sifat
fisikokimia
serta
perilaku
biologi(absorbsi obat). 1. Sifat fisikokimia
Sifat fisik dapat menentukan sifat kimia suatu senyawa, begitu pula sebaliknya. Sifat fisikokimia terdiri dari: - Titik leleh (Melting point) Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah menjadi cairan pada tekanannya satu atmosfer.Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan. Oleh karena itu tekanan biasanya tidak dilaporkan pada penentuan titik leleh , kecuali kalau perbedaan dengan tekanan normal terlalu besar. Pada umumnya titik leleh senyawa organik mudah diamati sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hamper sama dengan temperatur dimana zat telah meleleh semuanya. Suatu Fenol yang tersubtitusi oleh gugus hidroksil hidroksil pada posisi orto jika ditambahkan air maka subtituen akan melakukan interaksi intermolekul dengan sesama OH dimana interaksi ini lebih kuat dari pada interaksi antara OH dengan air.Dalam hal ini dibuat perbandingan dengan fenol yang tersubtitusi oleh gugus hidroksil pada posisi meta dan para.Dalam hal titik leleh,Fenol dengan subtituen gugus hidroksil pada posisi posis i ortolah yang mempunyai titik leleh terbesar dan tentu saja bersifat lebih padat.Ini sesuai dengan aturan titik leleh dimana dimana semakin besar interaksi interkolekul maka maka titik lelehnya akan semakin besar pula. - Kelarutan Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.Larutan hasil disebut larutan jenuh.Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.Contohnya adalah etanol di dalam air. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran.Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air.Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan
suatu
larutan
yang
disebut
lewat
jenuh
(supersaturated)
yang
metastabil.Beberpa factor yang mempengaruhi kelarutan adalah suhu dan daya hantar listrik dimana semakin naiknya suhu juga akan sinergis dengan naiknya kelarutan. - pKa Nilai Ka adalah nilai yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan senyawa atau ion untuk terpisah. Nilai Ka juga disebut konstanta disosiasi, konstanta ionisasi, dan asam konstan.Sementara pka didefinisikan dengan kemampuan senyawa untuk melepas H+ dimana dalam air ion H+ tidak dalam bentuk individu (sendiri) melainkan akan selalu ditangkap oleh H2O membentuk ion H3O+. Secara sederhana, pKa atau derajar disosiasi dapat diartikan sebagai kemampuan senyawa untuk melepas H +.Di dalam air, tidak ada ion H + bebas, karena sudah diserap oleh O
menjadi
O
+
.Pada benzene, posisi orto dan para meemiliki kemampuan melepas H+
yang berbeda. - Koefisien partisi Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan Dimana KD adalah sebuah tetapan, yang dikenal sebagai koefisien distribusi (atau koefisien partisi). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature. - Stabilitas pH
Hubungan antara Berat Molekul, Titik Lebur dan Kelarutan: Berat Molekul >> Titik Lebur >> Kelarutan >>
Hubungan antara Berat Molekul, Struktur Molekul dan Interaksi:
Semakin besar BM, struktur molekul dan interaksi maka senyawa akan berubah menjadi padat. Contohnya, air yang memiliki BM = 18 memiliki TD yang lebih tinggi dibanding etanol yang memiliki BM = 46. (TD air = 100 oC, TD etanol = 78 oC) Hal ini disebabkan O pada air memiliki positron banyak sehingga dapat menarik banyak H +, sehingga intermolekul dan antarmolekulnya kuat sehingga sulit dipisahkan.
2. Absorbsi obat
Terbagi menjadi: - Therapeutic Window (Jendela terapetik) Merupakan range kemampuan obat yang dapat memberi efek terapi (harus tepat dosis agar tidak underdose maupun overdose). Respon terapeutik dapat diartikan sebagai hasil kerja obat hingga mencapai efek yang diinginkan dari penggunaan obat tersebut.Sedangkan toksisitas dapat diartikan sebagai suatu efek yang tidak diinginkan dari suatu penggunaan obat yang digunakan dengan dosis yang lazim digunakan. Diketahui bahwa intensitas efek farmakologik suatu obat tergantung pada kadar obat tersebut dalam cairan tubuh yang berada disekitar tempat aksi. Dengan demikian timbul pemikiran bahwa mestinya ef ek farmakologik dapat dioptimalkan dengan mengatur kadar obat di tempat aksinya, selama periode waktu tertentu. Setiap obat mempunyai batas / range konsentrasi untuk memberikan efek terapi dan efek toksik. Range ini disebut sebagai jendela terapi/therapeutic drug monitoring (TDM). Ada tiga daerah yang harus diperhatikan pada TDM, yaitu: *KEM (Konsentrasi Efektif Minimum), menyatakan batas terendah suatu obat untuk memberikan efek. Jika konsentrasi obat dalam plasma dibawah KEM maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi. *Jendela terapi, merupakan daerah suatu obat untuk memberikan efek terapi *KTM, menyatakan batas atas penggunaan suatu obat. Jika suatu konsentrasi suatu obat diatas KTM maka yang akan muncul adalah efek toksik. Agar tetap masuk dalam jendela terapi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pemberian dosis atau konsentrasi obat berdasarkan berat badan dan luas tubuh pasien (farmakokinetika), kondisi patofisiologi pasien dan melihat daftar medis penggunaan obat pasien selain itu juga penting dalam melihat lama waktu pengunaan obat, atau sudah penggunaan dosis ke berapa, ada tidaknya perubahan dosis. - Passive/active transport
Transpor aktif Transpor aktif merupakan kebalikan dari transpor pasif dan bersifat tidak spontan.Arah perpindahan dari transpor ini melawan gradien konsentrasi.Transpor aktif membutuhkan bantuan dari beberapa protein. Contoh protein yang terlibat dalam transpor aktif ialah channel protein dan carrier protein, serta ionofor. Ionofor merupakan antibiotik yang menginduksi transpor ion melalui membran sel maupun membran buatan. Yang termasuk transpor aktif ialah coupled carriers, ATP driven pumps, dan light driven pumps. Dalam transpor menggunakan coupled carriers dikenal dua istilah, yaitu simporter dan antiporter. Simporter ialah suatu protein yang mentransportasikan kedua substrat
searah,
sedangkan
antiporter
mentransfer
kedua
substrat
dengan
arah
berlawanan. ATP driven pump merupakan suatu siklus transpor Na+/K + ATPase. Light driven pump umumnya ditemukan pada sel bakteri. Mekanisme ini membutuhkan energi cahaya dan contohnya terjadi pada Bakteriorhodopsin. Transpor pasif Transpor
pasif
merupakan
suatu
perpindahan
molekul
menuruni
gradien
konsentrasinya.Transpor pasif ini bersifat spontan.Difusi, osmosis, dan difusi terfasilitasi merupakan contoh dari transpor pasif.Difusi terjadi akibat gerak termal yang meningkatkan entropi atau ketidakteraturan sehingga menyebabkan campuran yang lebih acak. Difusi akan berlanjut selama respirasi seluler yang mengonsumsi O 2 masuk. Osmosis merupakan difusi pelarut melintasi membran selektif yang arah perpindahannya ditentukan oleh beda konsentrasi zat terlarut total (dari hipotonis ke hipertonis). Difusi terfasilitasi juga masih dianggap ke dalam transpor pasif karena zat terlarut berpindah menurut gradien konsentrasinya. Contoh molekul yang berpindah dengan transpor pasif ialah air dan glukosa.Transpor pasif air dilakukan lipid bilayer dan transpor pasif glukosa terfasilitasi transporter.Ion polar berdifusi dengan bantuan protein transpor.
- GIT (Gastrointestinal) Behaviour First Pass Effect merupakan kemampuan obat berinteraksi dengan enzim-enzim dalam sistem pencernaan. Obat biasanya dibuat dengan enteric coated. Enteric coated berfungsi untuk melindungi obat dari enzim lambung sehingga dapat pecah dalam usus halus. Jika tidak dibuat dengan enteric coated, maka obat diabsorbsi oleh lambung kemudian metabolitnya diabsorbsi oleh usus halus. Pecahnya obat dalam saluran percernaan bisa berefek terapi maupun toksik. - Pharmacokinetic parameter
Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu resorpsi, transpor, biotransformasi (metabolisme), distribusi dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu.
KLASIFIKASI OBAT
Sistem klasifikasi biofarmasetik diperkenalkan melalui sebuah metode untuk mengidentifikasi situasi yang mungkin mengikuti uji disolusi in vitro yang digunakan untuk memastikan bioekivalensi dalam ketidakhadiran studi bioekivalensi klinik secara nyata.Pada dasarnya pendekatan secara teori menyatakan kelarutan dan permeabilitas intestinal diidentifikasi sebagai karakteristik pengobatan utama yang mengontrol absorpsi. Teori ini mengklasifikasikan obat dalam empat kelompok secara garis besarn ya sebagai berikut:
Kelas
Kelarutan
Permeabilitas
1
Tinggi
Bagus
2
Rendah
Bagus
3
Tinggi
Rendah
4
Rendah
Rendah
1. Kelarutan tinggi - Permeabilitas tinggi
Obat-obat untuk kategori kelas I menunjukkan jumlah absorbsinya tinggi serta jumlah disolusi yang tinggi pula.Kecepatan disolusi obat-obat ini tergantung dari kecepatan pengosongan lambung. Pada obat kelas 1, tidak perlu ditablet karena mudah larut dan permeabilitasnya bagussehingga mudah di-disintegrasi. Contoh
:
Propanolo,
Metoprolol,
Diltiazem,
Verapamil,
Parasetamol,
Teofilin,
Pseudoefedrin sulfat, Metformin hidrokloride, Emtricitabine, Stavudine, Zidovudine, Levofloxacin, Ofloxacin, Amlodipin, Bisoprolol, Cetirizine, Citalopram /escitalopram, Donepezil, Doxazosin, Enalapril, Loratadine, Mirtazapine Ondansetron Pravastatin Quinapril, Ramipril, Sertraline, Sildenafil ,Terbinafin, Tramadol,Venlafaxine, dan Zolpide. 2. Kelarutan rendah – Permeabilitas tinggi
Obat-obat untuk kategori kelas II mempunyai jumlah absorbsi yang tinggi tetapi dengan jumlah disolusi yang rendah. Kecepatan disolusi obat secara in-vivo besar jika
dosis obat ditingkatkan, biasanya obat dibuat dalam bentuk sediaan padat sehingga tidak perlu mempertimbangkan kelarutannya. Contoh : Cimetidine (Ekarat et al. 2006), Alendronic acid, Aciklovir, Kaptopril, Atenolol, Simetidin, Ranitidin, Enalaprilate, Neomycin B, Abacavir sulfate, Lamivudine, Ethambutol, Isoniazid, Pyrazinamide, Anastrazole, Cefaclor, Codeine, Fluconazole, Gabapentin, Isoniazid, Letrozole, Levetiracetam, Levofloxacin, Lisinopril, Losartan, Risedronic acid,Terazosin Topiramate .
3. Kelarutan tinggi – Permeabilitas rendah
Obat dalam kelas 3 hampir sama dengan obat kelas 1, namun permeabilitasnya jelek. Obat-obat untuk kategori kelas III menunjukkan variasi kecepatan dan besarnya absorbsi obat yang tinggi terhadap permeabilitas. Jika disolusi obat cepat, maka variasi tersebut dapat disebabkan oleh perubahan fisiologi atau permeabilitas membran yang lebih baik daripada faktor bentuk dosis. Contoh : Cimetidine (Ekarat et al. 2006), Alendronic acid, Aciklovir, Kaptopril, Atenolol, Ranitidin, Enalaprilate, Neomycin B, Abacavir sulfate, Lamivudine, Ethambutol, Isoniazid, Pyrazinamide, Anastrazole, Cefaclor, Codeine, Fluconazole, Gabapentin, Isoniazid, Letrozole, Levetiracetam, Levofloxacin, Lisinopril, Losartan, Risedronic acid, dan Terazosin Topiramate .
4. Kelarutan rendah – Permeabilitas rendah
Obat dalam kelas 4 memiliki kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang jelek. Obat-obat untuk kategori kelas IV menunjukkan banyak masalah untuk metabolisme oral yang efektif. Contoh : Furosemide (Sutriyo, Rachmat, and Rosalina 2008), Clorothiazide, Tobramycin, Cefuroxime,
Siklosforin,
Itrakonazole,
Hydrochlorothiazide,
Amoxicillin, Cefixime, Cefuroxime, Asetil Famotidine, Oxcarbazepine .
RULE OF 5 : Permeabilitas yang rendah dapat terjadi pada: 1. Ada lebih dari 5 ikatan H donor (dilihat dari jumlah – OH dan – NH) 2. Ada lebih dari 10 ikatan H aseptor (dilihat dari jumlah atom N dan O) 3. Titik lebur lebih dari 500 4. Log koefisien partisi lebih dari 5
Acetaminophen,
5. Kelas senyawa yang termasuk substrat untuk transport biologis (misalnya enzim) tidak termasuk dalam rule ini)
DAFTAR PUSTAKA
Ekarat, Jantratid, Prakongpan Sompol, Amidon Gordon L., And Dressman Jennifer B. 2006. “Feasibility Of Biowaiver Extension To Biopharmaceutics Classification System Class Iii Drug Products: Cimetidine.” Adis International 45 (4): 385 – 399. Rachmawati, Heni, Estherina Juliana Marbun, And Jessie S Pamudji. 2011. “Pengembangan Formula Tablet Hancur Cepat Dari Kompleks Inklusi Ketoprofen Dalam Beta Siklodekstrin.” Majalah Farmasi Indonesia 22 (3): 229 – 237. Sutriyo, Hasan Rachmat, And Mita Rosalina. 2008. “Peng embangan Sediaan Dengan Pelepasan
Dimodifikasi
Mengandung
Furosemid
Sebagai
Model
Zat
Menggunakan Sistem Mukoadhesif.” Majalah Ilmu Kefarmasian 5 (1): 01 – 08.
Aktif