BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI II. 1 Reaksi Peradangan
Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami cedera tai mati, selama pejamu masih berthan hidup, jaringan hidup disekitarnya membuat suartu respon mencolok yang disebut peradangan. peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah reaksi vascular yang menimbulkan pengiriman zat, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cedera atau nekrosis.
Kecenderungan alami yang memandang peradangan sebgai sesuatu yang tidak diingkan, karena peradangan pada tenggorok, kulit, a tau jaringan lunak dapat menyebabkan rasa tidak nyaman. Akan tetapi, perdanganan sebenarnya merupakan fenomena yang menguntungkan dan defensive yang menghasilkan netralisasi dan eleminasiagen penyerang, penghancuran jaringan nekrotik, dan terbentuknya keadaan yang diperlukan untuk penyembuhan dan pemulihan. Kejadian-kejadian yang terjadi pada saat tubuh tidak dapat menghasillkan reaksi peradangan yang diperlukan secara dramatis menunjukan ciri khas yang menguntungkan.
Reaksi peradangan sebenarnya merupakan suatu proses yang dinamik dan kontinu pada kejadian-kejadian yang terkoordinasi dengan baik. Untuk menunjukan manifestasi suatu reaksi peradangan, sebuah jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika daerah jaringan nekorisis luas, maka reaksi oeradangan tidak ditemukan dibagian tengah jaringan, tetapi pada bagian tepinyam yaitu diantara jaringan mati dan jaringan hidup yang memilki sirkulasi utuh. Selain itu, jika cedera t erntu
segera menyebabkan kematian pada pejamu, maka tidak ada bukti reaksi peradangan karena untuk timbulnya respons memerlukan waktu. Penyebab-penyebab peradangan banyak dan bervariasi, dan penting untuk dipahami bahwa peradangan dan infeksi tidak sinonim. Dengan demikian, infeksi (adanya mikroorganisme hidup di dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab peradangan. Peradngan dapat terjadi dengan mudah pada keadaaan yang benar-benar steril, seperti pada saat sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan, maka pemahaman proses ini merupakan dasar ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa memahami proses peradangan kita tidak mungkin
memahami
prinsi-prinsip
penyakit
infeksi;
prinsip-prinsip
pembedahan, penyembuhan luka, dan respons terhadap berbagai trauma; atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan seperti cedera serebrovaskular (CVA, stroke), “serangan jantung,” dan hal-hal serupa.
Walupun
terdapat
banyak
perangan
dan
berbagai
keaadan
yang
menimbulkannya, kejadian-kejadian ini secara garis besar cenderung sama, dengan berbagai jenis peradangan yang berbeda secra kuantitatif. Oleh karena itu, reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai fenomena umum dan variasi kuantitatif dapat muncul kemudian.
Gambaran makroskopik peradangan digambarkan pada 2000 tahun lalu, dan masih
dikenal
sebagai
tanda-tanda
pokok peradangan:
mencakup
kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, atau dalam bahasa Latin klasik, rubor, kalor, dolor, dan tumor . Pada abad terakhir ditambahakna tanda pokok yang kelima, yaitu perubahan fungsi, atau fungsio laesa. Peradangan akut merupakan respons langsung tubuh terhadap cedera atau kematian sel.
Sementara peradangan kronis berlangsung lama yang ditandai dengan adanya limfosit dan makrofag disertai kerusakan jaringan.
II. 2 Gambaran Morfologi Peradangan Kronis Inflamasi
kronik
dapat
dianggap
sebagai
inflamasi
memanjang
(berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, bahkan menahun), dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan, dan penyembuhan secara serentak. Inflamasi kronik ditandai dengan hal-hal berikut: (1)
Infiltrasi Sel Mononuklear, yang mencakup makrofag, limfosit, dan
sel plasma. (2) Destruksi Jaringan, sebagian besar diatur oleh sel radang (3)
Perbaikan,
melibatkan
proliferasi
pembuluh
darah
baru
(Angiogenesis) dan fibrosis Perubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal. Fibrosis, secara khusus – proliferasi fibroblas dan akumulasi matriks ekstraselular yang berlebiha- merupakan gambaran umum pada banyak penyakit radang kronik dan merupakan penyebab penting disfungsi organ. Inflamasi kronik terjadi pada keadaan sebagai berikut: -. Infeksi Virus -. Infeksi Mikroba -. Pejanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik -. Penyakit Autoimun
II. 3 Gambaran Makroskopik Peradangan Akut
Tanda-tanda pokok peradangan: mencakup kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, atau dalam bahasa Latin klasik, rubor, kalor, dolor, dan tumor . Pada abad terakhir ditambahakna tanda pokok yang kelima, yaitu perubahan fungsi, atau fungsio laesa. Penjelasan tanda-tanda pokok peradangan sebagai berikut :
1. Rubor (Kemerahan) Rubor, atau kemerahan, biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteriol yang memasok daerah tersebut bedilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnnya kosong, atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat erisi penuh dengan darah. Keadaan ini, disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan kemerahan local pada peradangan akut. Tubuh mengontrol produksi hyperemia pada awal reaksi peradangan, baik secara neurologis maupun kimiawi melalui pelepasa zat-zat seperti histamine.
2. Kalor (Panas) Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan akut. Panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh yang secara normal lebih dingin dari 37oC yang merupakan suhu inti tubuh. Daerah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada suhu 37 oC) dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan darah yang normal. Fenomena hangat local ini tidak terlihat di daerah-daerah meradang yang terletak jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah memilki suhu inti 37 oC dan hyperemia local tidak menimbulkan perbedaan.
3. Dolor (Nyeri)
Dolor atau nyeri, pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan dalam berbagai cara. Perubahan pH local atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamine atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan local yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri.
4. Tumor (Pembengkakan) Aspke paling mencolok pada peradangan akut mungkin adalah tumor, atau pembengkakan local yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstial. Campuran cairan dan sel-sel ini tertimbun di daerah peradangan yang disebut eksudat . Pada awal perjalanan reaksi peradangan, sebagian besar eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara tepat pada lepuhan setelah luka bakar ringan pada kulit. Kemudian, sel-sel darah putih atau leukosit, meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai eksudat.
5. Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi) Funsio laesa atau perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim dalam peradangan. Sepintas mudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, seharusnya berfungsi secara abnormal. Akantetapi, cara bagaimana fungsi jaringan yang merdang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.
II. 4 Mediator Nyeri
Mediator-mediator nyeri yang lebih dikenal dengan baik digolongkan menjadi kelompok-kelompok berikut ini : 1. Histamin
Amin vasokatif yang paling penting adalah histamin, yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan permbeabilitas vascular. Sejumlah besar histamine disimpan di dalam granula sel-sel jaringan ikat yang dikenal sebagai sel-sel mast yang tersebar luas di dalam tubuh (histamine juga terdapat dalam basophil dan trombosit). Histamin yang disimpan tidak aktif dan mengeluar efek vaskularnya hanya jika dilepas. Banyak cedera fisik menyebabkana degranulasi sel mast dan pelepasan histamin. Cedera tertentu awalnya mencetuskan aktivasi system komplemen serum, komponen tertentu yang kemudian menyebabkan pelepasan histamine. Beberapa reaksi imunologik juga mencetuskan pelepasan mediator ini dari sel mast. Histamine terutama penting pada awal peradangan dan merupakan mediator utama pada beberapa reaksi alregik yang sering. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek mediator histamin. Fosfolipid
Asam arakhidonat
Jalur siklooksigenase
Jalur lipooksigenase
Endoperoksidase
Asam hidroperoksi dan asam hidroksi lemak
Prostaglandin (PGE, PGF, PGI, PGI2)
Tromboksan A2 Leukotrien (leukotrien A4, B4, zat-zat anafilaksis yang bereaksi lambat atau LTC4, LTD4)
metabolisme asam arakhidonat dan mediator-mediator peradangan
‘’
2. Metabolit Asam Arakhidonat
’’
Pada beberapa tahun terakhir ini, perhatian ditujukan pada metabolit asam arakhidonat sebagai mediator peradangan yang penting. Asam arakhidonat berasal dari fosfolipid pada banyak membrane sel ketika fosfolipase diaktivasi oleh cedera (atau oleh mediator-mediator lain). Kemudian, dua jalur yang berbeda dapat memetabolisme asam arakhidonat: jalur
siklooksigenase
dan
jalur
lipooksigenase,
menghasilkan berbagai prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Zat-zat ini menunjukan kisaran luas efek-efek vascular dan kemotaktik pada peradangan, dan beberapa diantranya juga penting untuk homeostatis. Aspirin dan banyak obat antiinflamasi nonsteroid sekarang dikenal sebagai penghambat jalur siklooksigenase.
3.
Neuropeptida
Seperti amina vasoaktif, neuropeptida dapat menginisiasi respons radang; neuropeptida merupakan protein kecil, seperti Substansi P, yang mentransmisikan sinyal nyeri, mengatur tonus pembuluh darah, dan mengatur permeabilitas vaskular.
4. Protease Plasma
Banyak efek peradangan diperantarai oleh 4 faktor yang berasal dari plasma yang saling terkait; Kinin, Sistem Pembekuan, Sistem Fibrinolisis, dan Komplemen – semuanya terkait dengan aktivasi inisial.
5. Faktor Hageman.
Faktor Hageman (Faktor XII pada Kaskade Koagulasi Intrinsik) merupakan suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif sampai bertemu dengan kolagen, membrane basalis, atau trombosit yang teraktivasi (seperti pada tempat terjadinya cedera endotel).
Faktor Hageman teraktivasi (Faktor XIIa) menginiasiasi keempat sistem diatas dengan rincian : 1. Sistem kinin, menghasilkan Kinin Vasoaktif. 2. Sistem
Pembekuan,
menginduksi
aktivasi
Trombin,
Fibrinopeptida dan Faktor X, semuanya dengan bahan peradangan. 3. Sistem Fibrinolisis, menghasilkan Plasmin dan mendegradasi trombin. 4. Sistem Komplemen, menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a.
Bradikinin,
C3a,
dan
C5a
merupakan
mediator
utama
pada
peningkatan permeabilitas vaskular. C5a merupakan mediator utama kemotaksis. Trombin memiliki efek yang bermakna pada banyak sel dan jalurnya (adhesi leukosit, permeabilitas vaskular, dan kemotaksis). Banyak produk yang dihasilkan oleh jalur ini (misalnya Kalikrein dan Plasmin) dapat memperkuat sistem melalui aktivasi umpan balik faktor Hageman.
6. Faktor Pengangtivasi Trombosit ( PAF, Platelet-Activating Factor)
Memiliki kemampuan mengangregasi trombosit dan menyebabkan degranulasi. PAF merupakan mediator lain yang berasal dari fosfolipid dengan efek radang berspektrum luas. Secara formal, PAF merupakan Asetil Gliserol Eter Fosfokolin, yang dibentuk dan fosfolipid membran neutrofil, monosit, basofil, endotel, dan trombosit (dan sel lainnya) oleh kerja Fosfolipase A2.
7. Sitokin
Merupakan produk polipeptida dari banyak jenis sel, tetapi pada dasarnya merupakan limfosit dan makrofag yang teraktivasi yang
melakukan fungsi jenis sel lainnya, termasuk (1) Faktor Perangsang Koloni, yang mengatur pertumbuhan sel prekursor sumsum imatur; (2) banyak Faktor Pertumbuhan Klasik, Interleukin. Sekresinya dirangsang oleh endotoksin, kompleks imun, toksin, cedera fisik, atau berbagai mediator peradangan; dan (3) Kemokin, suatu protein kecil yang merangsang terjadinya adhesi leukosit serta pergerakan terarah (Kemotaksis). Sitokin dihasilkan selama terjadi respons radang dan imun; sekresinya bersifat sementara dan diatur secara ketat.
8. Nitrit Oksida (NO) & Radikal Bebas dari Oksigen
NO adalah gas radikal bebas yang mudah larut dan berumur pendek yang dihasilkan oleh berbagai sel dan mampu memerantarai beberapa fungsi efektor yang membingungkan. Makrofag
menggunakannya
sebagai
metabolit
sitotoksik
untuk
membunuh mikroba dan sel tumor. NO banyak berperan dalam inflamasi, yaitu: -. Relaksasi otot polos pembuluh darah (Vasodilatasi) -. Antagonisme semua tahap aktivasi trombosit (adhesi, agregasi, dan degranulasi) -. Penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang -. Berperan sebagai agen mikrobisidal (dengan atau tanpa radikal superoksida) pada makrofag taraktivasi. Radikal bebas yang berasal dari oksigen disintesis melalui jalur NADPH oksidase dan dilepaskan dari neutrofil dan makrofag setelah perangsangan oleh agen kemotaktik, kompleks imun, atau agen fagositik. Pada kadar rendah, spesies oksigen reaktif ini dapat meningkatkan pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi.
Pada tingkat yang lebih tinggi, molekul berumur pendek ini terlibat dalam berbagai mekanisme cedera jaringan, yang meliputi: -. Kerusakan endotel, disertai trombosis dan peningkatan permeabilitas -. Aktivasi protease dan inaktivasi antiprotease, disertai peningkatan bersih pemecahan matriks ekstraselular -. Jejas langsung pada jenis sel lainnya (misalnya, sel tumor, eritrosit, sel parenkim).
9. Unsur Pokok Lisosom
Granula lisosom neutrofil dan monosit mengandung banyak molekul yang dapat memerantarai inflamasi akut.
II. 5 Jenis dan Fungsi Leukosit Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus. Dalam keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis dan “pool” leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah “sesuai kebutuhan” jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
Granulosit.
Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil. Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula dalam sitoplasmanya.
a) Neutrofil Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur
atau
polimorf.
Karena
itu
sel-sel
ini
disebut
neutrofil
polimorfonuklear (pmn) atau “pool”. Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal.
Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya merupakan paket-paket enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang matang adalah kantong
yang
mengandung
banyak
enzim
dan
partikel-partikel
antimicrobial. Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis.
Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agen-agen
yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom. Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.
b) Eosinofil Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan, walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan memberikan respon terhadap rangsang kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan allergis dan mereka mengandung enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi peradangan semacam itu.
c) Basofil Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan reaksi immunologis tertentu. Dan basofil biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam eksudat.
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi peradangan.
Monosit adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit.
Dengan banyak hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat bertahan berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul seperti halnya neutrofil.
Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim pencenna. Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani “on the.job training”, ini adalah suatu sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami perubahan itu,
mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut giant cell.
Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan tubuh.
Fungsi
RES
yang
sehari-hari
penting
menyangkut
pemrosesan
haemoglobin sel darah merah yang sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb menjadi suatu zat yang mengandung besi dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan sel-sel darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak bilirubin dari aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu.
II. 6 Pola – Pola Peradangan Pola-pola peradangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan lamanya respon peradangan.
1. Peradangan akut
Disebut peradangan akut yaitu saat peradangan masih berada dalam tahap eksudasi aktif. Peradangan akut memiliki tiga komponen utama: (1) perubahan kaliber dalam pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan
aliran
darah;
(2)
perubahan
struktural
pada
mikrovaskular
yang
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi; (3) emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, akumulasi leukosit pada daerah cedera, dan aktivasi leukosit untuk menghancurkan agen penyebab.2
2. Peradangan subakut
Disebut peradangan subakut jika ada bukti awal perbaikan disertai dengan eksudasi.
3. Peradangan kronis
Disebut peradangan kronis jika ada bukti perbaikan lebih lanjut disertai dengan eksudasi. Manifestasi terjadinya peradangan kronis yaitu: (1) infiltrasi sel mononuklear, seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma; (2) kerusakan jaringan yang disebabkan oleh pengaruh agen penyebab yang terus-menerus dihasilkan; (3) upaya penyembuhan dengan penggantian jaringan ikat pada jaringan yang rusak, dilakukan dengan cara proliferasi mikrovaskular (angiogenesis) dan secara khusus disebut dengan fibrosis.2
Berbagai pola peradangan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis eksudat yang terbentuk (inflamasi eksudatif), yang terdiri dari:1
Eksudat Nonselular
Eksudat serosa
Eksudat serosa merupakan eksudat selular yang paling sederhana, terdiri dari cairan dan protein-protein yang bocor dari pembuluh darah yang permeabel. Contoh: cairan yang terdapat pada luka lepuh.
Eksudat fibrinosa
Eksudat fibrinosa merupakan eksudat yang terdiri dari campuran cairan dan protein fibrinogen yang keluar dari kapiler darah. Fibrinogen ini akan diubah menjadi bentuk fibrin berupa jalinan lengket dan elastik. Biasanya dijumpai pada permukaan serosa yang meradang, seperti pleura dan perikardium, tempat fibrin yang sudah diendapkan akan mengeras membentuk lapisan di atas membran yang terkena.
Eksudat musinosa
Eksudat musinosa (kataral) hanya dapat terjadi pada membran mukosa yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini tidak keluar dari pembuluh darah, melainkan langsung berupa sekresi selular. Contoh: pilek yang menyertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.
Eksuda Selular
Eksudat neutrofilik
Eksudat neutrofilik memiliki kandungan neutrofil dalam jumlah yang banyak hingga melebihi cairan dan protein lain yang menyertainya. Eksudat semacam itu disebut dengan purulen. Eksudat purulen ini biasanya terbentuk sebagai respons terhadap infeksi bakteri, respons terhadap banyak cedera aseptik dan secara mencolok terjadi di hampir semua tempat pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
Ketika neutrofil telah sampai di jaringan target, maka kebanyakan dari sel neutrofil tersebut akan mati dan melepaskan enzim hidrolitiknya. Dalam keadaan ini, enzim hidrolitik dari sel neutrofil akan mengenai jaringan di bawahnya dan mencairkannya. Kombinasi dari agregasi neutrofil dan pencairan jaringan-jaringan di bawahnya disebut dengn supurasi, dengan demikian eksudat yang terbentuk diberi nama eksudat supuratif, atau lebih dikenal dengan nama pus.
Eksudat campuran
Eksudat ini merupakan pencampuran dari eksudat selular dan nonselular. Eksudat diberi nama sesuai dengan bahan yang menyusunnya. Contoh: campuran
antara
fibrinogen
dengan
purulent
dinamakan
eksudat
fibrinopurulen.
Peradangan Granulomatosa
Ciri utama pada peradangan granulomatosa adalah pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan agregasi makrofag menjadi gumpalan-gumpalan kecil yang disebut dengan granuloma. Pada peradangan ini, jaringan yang
mengalami cedera didominasi oleh lapisan sel-sel makrofag atau derivatnya, seperti sel-sel epitelioid atau sel-sel raksasa berinti banyak.
Peradangan Hemoragik
Peradangan hemoragik merupakan jenis inflamasi akut yang melibatkan terjadinya lubang pada pembuluh kapiler sehingga terjadi perdarahan di sekitar pembuluh kapiler tersebut, dan menghasilkan eksudat yang banyak mengandung eritrosit.
II. 7 Nasib Reaksi Peradangan Pada umumnya inflamasi akut memiliki 3 akibat: (1) Resolusi Jika cedera bersifat terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan jaringan ataupun terdapat kerusakan kecil, dan jika jaringan mampu mengganti setiap sel yang cedera secara ireversibel. (2) Pembentukan Jaringan Parut (Scarring) atau Fibrosis Terjadi setelah destruksi jaringan yang substansial atau ketika inflamasi pada jaringan yang tidak beregenerasi. (3) Kemajuan ke arah Inflamasi Kronik
II. 8 Faktor Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan Luka Faktor-faktor yang memicu penyembuhan luka meliputi suplai darah yang baik ke daerah cedera, usia muda (anak-anak sembuh lebih cepat), nutrisi yang baik (protein, vitamin C, dan seng yang adekuat), pendekatan tepi luka yang baik, dan fungsi leukosit serta respons peradangan yang normal. Penyembuhan luka dapat terganggu atau lambat jika ada pemberian kotikosteroid atau adanya benda asing, jaringan nekrotik, atau infeksi pada luka; hal ini merupakan alasan sering
dilakukannya insisi dan drainase abses atau debridimen luka untuk mempercepat penyembuhan.
RUJUKAN http://mantankoas.blogspot.co.id/search/label/Patofisiologi http://worldhealth-bokepzz.blogspot.co.id/2012/06/jenis-jenis-leukosit-dan-masingmasing.html http://www.drmeu.com/2016/08/peradangan-atau-inflamasi.html
Price AS, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
Robbins S, Cotran R. Robbin and cotran’s pathologic basis of disease. 7th ed. USA: Saunders; 2005.