54
RESPON SISTEM SARAF TERHADAP STRESS
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
"Psikologi Faal"
Dosen Pengampu :
Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiyah, M.Ag
197209271996032002
Disusun Oleh :
Rilla Fauzia Nur Anwary
J71214072
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI & KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat dan kuasa-Nya hingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu, yaitu berupa makalah dengan judul "RESPON SISTEM SARAF TERHADAP STRESS".
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas untuk mata kuliah Psikologi Sosial. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:
Bapak Prof. Moh. Sholeh, M.Pd, PNI, selaku Dekan Fakultas Psikologi. Terima kasih atas fasilitas yang diberikan.
Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiyah, M.Ag, selaku Dosen pengampu mata kuliah Psikologi Faal. Terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Teman-teman kelas G4 program studi Psikologi yang telah memberikan banyak dukungan dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat banyak kekurangan juga kesalahan baik dalam penyampaian maupun dalam penulisan kata. Oleh karena itu, penulis mohon masukan dari pembaca agar dapat membantu membenahi makalah ini.
Surabaya, 15 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan & Manfaat Penulisan 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Sistem Saraf 6
2.1.1 Mekanisme Rangsangan pada Saraf 8
2.1.2 Pembagian Sistem Saraf 9
2.2 Definisi Stress 29
2.2.1 Pendekatan-pendekatan Stress 29
2.2.2 Penyebab Stress 30
2.2.3 Macam-macam Tingkat Stress 31
2.2.4 Reaksi Psikologis terhadap Stress 32
2.2.5 Jenis Stress 32
2.2.6 Tahapan-tahapan Stress 33
2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Respon terhadap Stressor 36
2.2.8 Respon Patofisiologi terhadap Stress 38
2.2.9 Konsep Adaptasi dalam Kehidupan Manusia 41
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Respon Sistem Saraf terhadap Stress 46
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan 51
4.2 Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 53
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal sagala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Stresor, faktor yang menimbulkan stress, dapat berasal dari sumber internal ( yaitu diri sendiri) maupun eksternal ( yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan). Faktor internal stress bersumber dari diri sendiri. Stressor individual dapt timbul dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan, ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas, karakteristik atau sifat yang dimiliki, dsb. Faktor eksternal stress dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Stressor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam keluarga, perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang mengalami kecanduan narkoba, dsb. Sumber stressor masyarakat dan lingkungan dapat berasal dari lingkungan pekerjaan, lingkungan sosial, atau lingkungan fisik.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis bermaksud untuk menelisik lebih dalam lagi tentang bagaimana respon system saraf terhadap stress.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur saraf dan bagian-bagiannya?
2. Bagaimana mekanisme Terjadinya Rangsang Saraf?
3. Bagaimana pembagian Sistem Saraf Pada Manusia?
4 Apakah pengertian dari stress?
5 Bagaimana tingkatan dari stress?
6 Apa sajakah jenis-jenis dari stress?
7 Apa sajakah faktor yang mempengaruhi respon terhadap stressor ?
8. Bagaimanakah konsep adaptasi dalam kehidupan manusia?
9. Bagaimanakah respon sistem saraf terhadap stress?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Mengetahui struktur saraf dan bagian-bagiannya
2. Mengetahui mekanisme Terjadinya Rangsang Saraf
3. Mengetahui pembagian Sistem Saraf Pada Manusia
4. Memahami pengertian dari stress
5. Mengetahui tingkatan dari stress
6. Mengetahui jenis-jenis dari stress
7. Mengetahui faktor yang mempengaruhi respon terhadap stressor
8. Mengetahui konsep adaptasi dalam kehidupan manusia
9. Mengetahui bagaiman respon sistem saraf terhadap stress
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Sistem Saraf
Saraf (neuron)terdiri dari :
a. Sel saraf dan processusnya (dendrit) yang berfungsi untuk metabolisme, penghasil energi guna transmisi impuls, juga merendam adanya aliran impuls yang menuju ke dendrit.
b. Serabut saraf (axon), berfungsi untuk transmisi atau konduksi impuls.
c. Ujung saraf (telodendron) tempat produksi transmiter (acetylcholin, norepinephrin).
Sel saraf terpadu membentuk substansi kelabu, yang terdapat di otak bagian korteks dan medula spinalis bagian medialnya, yang disebut nukleus. Sedang jika kumpulan sel saraf tersebut terdapat di luar susunan saraf pusat maka disebut ganglion. Masing-masing serabut saraf dibungkus oleh sarung semacam lemak yang berguna untuk pelindung, nutrisi maupun pembatas antara saraf yang satu dengan yang lain. Pembungkus axon tersebut dinamakan neurolemma yang terdiri dari sel-sel schwan. Pada tempat-tempat tertentu sel schwan mengadakan pengendapan myelin pada lekukan-lekukan/nodus ranvier secara spiral. Sedangkan serabut saraf yang berada di otak maupun medula spinalis tidak dibungkus oleh neurolemma tetapi hanya berupa myelin, serabut-serabut saraf ini juga terpadu, membentuk substansi putih yang disebabkan adanya sarung pelindung tersebut (substansi alba).
Sebuah serabut saraf mempunyai sifat-sifat :
§ Konduktivitas (penghantar impuls)
§ Eksitabilitas (dapat dirangsang)
§ Dapat memberikan respon terhadap rangsang
Adapun macam-macam respon antara lain :
§ Rangsang mekanik
§ Rangsang elektrik
§ Rangsang kimiawi
§ Rangsang fisik
Penghantar rangsang pada sebuah saraf adalah : Dendrit àsel saraf àaxon. Penghantaran tersebut dinamakan penghantar saraf maju.
Begitu pula sebuah impuls dapat melalui beberapa saraf dengan jalan yang sama.
Impuls terdiri dari dua macam :
a. Impuls motorik :
Merupakan impuls yang menuju ke efektor (otot/kelenjar). Impuls motorik yang ditimbulkan oleh salah satu sel piramidal di daerah motorik otak, akan melewati axon menyusup ke sumsum tulang belakang berada di substansi putih, axon tersebut kemudian mengkait dendrit sel motorik pada cornu anterior medulla spinalis, kemudian impuls merambat melewati saraf penghubung menuju ke serabut saraf radix anterior medulla spinalis, lalu dihantar pada tujuannya yaitu otot (efektornya). Impuls motorik yang dibangkitkan dalam salah sebuah sel piramidal pada daerah motorik dalam kortex, melintasi axon atau serabut saraf yang sewaktu menyusui sumsum tulang belakang, berada di dalam substansi putih. Axon itu mengait dendrite sel saraf motorik pada kornu anterior sumsum tulang belakang. Kemudian impuls merambat pada axon sel-sel tersebut, yang membentuk serabut-serabut motorik akar anterior saraf sumsum tulang belakang, dan dihantar kepada tujuan akhirnya dalam otot.
b. Impuls sensorik :
Impuls sensorik diterima oleh ujung-ujung saraf dalam kulit, melintasi serabut saraf ( dendron ) menuju sel sensorik dalam ganglion akar posterior, dan kemudian melalui axon sel-sel ini masuk ke dalam sumsum tulang belakang, lantas naik menuju sebuah nukleus dalam medula oblongta, dan akhirnya dikrimkan ke otak. Serabut saraf yang bergerak ke dan dari berbagai bagian otak, dikelompokkan menjadi berkas-berkas saluran tertentu dalam sumsum tulang belakang.
Ada tiga jenis batang-batang saraf yang dibentuk oleh saraf serebro-spinal :
1) Saraf motorik atau saraf eferen yang menghantarkan impuls dari otak dan sumsum tulang belakang ke saraf periferi ( tepi ).
2) Saraf sensorik atau saraf aferen yang membawa impuls dari periferi menuju otak.
3) Batang saraf campuran yang mengandung baik serabut motorik, maupun serabut sensorik, sehingga dapat menghantar impuls dalam dua jurusan. Saraf-saraf pada umumnya adalah dari jenis yang terakhir ini.
Selain itu ada juga serabut-serabut saraf yang menghubungkan berbagai pusat saraf dalam otak dan sumsum tulang belakang. Serabut-serabut saraf ini disebut serabut saraf asosiasi atau serabut saraf komisural.
Jalan impuls saraf berkebalikan dengan impuls motorik, asal rangsang dari ujung-ujung saraf pada kulit (reseptor) kemudian lewat axon à masuk ke medulla spinalis à naik menuju ke nukleus medulla oblongata à otak.
Adapun saraf-saraf spinal sebagai penghantar impuls tersebut :
· Saraf sensorik
· Saraf motorik
· Saraf campuran
Selain itu juga terdapat serabut saraf yang menghubungkan berbagai pusat saraf dalam otak dan medulla spinalis, yang disebut saraf asosiasi/serabut saraf komisural.
2.1.1 Mekanisme Rangsangan pada Saraf
Proses terjadinya konduksi impuls saraf terdapat dua teori antara lain:
a. Teori Membran
Yang menyatakan bahwa mekanisme induksi impuls saraf tergantung pada permeabilitas deferensial perbedaan permeabilitas dari ion Natrium dan Kalium pada membran neuron yang dikendalikan oleh medan listrik. Dari kedua faktor tersebut maka akan menimbulkan nilai ambang tertentu eksitasi tersebut dapat terjadi. Eksitasi disalurkan ke sepanjang serabut berupa aksi potensial. Aksi potensial terjadi terjadi apabila membran mengalami depilarisasi. Pada saat istirahat, neuron berbentuk seperti silinder yang mempunyai muatan ion berbeda diantara membran selnya tetapi dengan jumlah yang sama, ion negatif berada didalam membran, sedangkan sedang ion positif berada di luar membran. Ion Kalium terdapat di dalam membran lebih bebas dan cepat bergerak ke luar dari pada ion Natrium yang berada di luar membran untuk berdifusi masuk ke dalam membran. Saat ion Kalium keluar dari membran maka muatan di dalam membran bertambah negatif, sehingga pada saat ion negatif lebih banyak dari ion positif di luar membran, maka ion Kalium sulit untuk ke luar membran perbedaan potensialnya mencapai 60-90 mvolt, pada saat itu diperlukan pompa Natrium yang membutuhkan energi dari ATP, yang mengalirkan Na ion sehingga terjadi keseimbangan kembali. Saat ion Na masuk, akan menurunkan potensial transmembran sampai 0 dan terus mencapai -40 atau -50 mvolt. Setelah satu atau dua milidetik permeabilitas natrium menurun., dan kalium mulai keluar kembali. Demikian proses tersebut menimbulkan potensial rehat, ini disebut repolarisasi. Jadi gelombang depolarisasi terjadi saat satu ion kalium keluar yang diimbangi dengan satu ion natrium yang masuk ke dalam membran. Oleh karena itu satu impuls saraf merupakan gelombang depolarisasi yang melalui serabut saraf.
b. Teori Penyaluran Sirkuit Lokal
Yang menyatakan bahwa aksi potensional disalurkan oleh adanya arus elektronik yang mengalir mendahuluinya. Efektifitas arus elektronik dalam meneruskan impuls tergantung pada besarnya arus, tahana membran, neuron, sitoplasma, dan medium yang mengelilinginya.
2.1.2 Pembagian Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi atas beberapa bagian antara lain :
Sistem saraf pusat terdiri dari :
· Otak
· Medulla spinalis (sumsum tulang belakang)
Sistem saraf tepi (perifer), yang dibentuk oleh beberapa saraf yang berhubungan dengan saraf pusat secara langsung maupun tidak langsung.
· Saraf cranial
· Saraf otonom :
- saraf simpatis
- saraf parasimpatetis
1) Sistem saraf pusat
Meningia
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia yang melindungi struktur saraf yang halus itu, membawa pembuluh darah ke situ, dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal memperkecil benturan atau goncangan. Meningia terdiri dari tiga lapis.
- Pia mater yang menyelipkan dirinya kedalam celah yang ada pada otak dan sumsum tulang belakang, dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erst tadi dengan demikian menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
- Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dari dura mater.
- Dura mater yang padat dan keras terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecuali pada bagian tertentu, dimana sinus-venus terbentuk, dan dimana dura mater membentuk bagian-bagian berukut : Falx serebri yang terletak di antara kedua hemisfer otak. Tepi atas falx serebis membentuk sinus longitudinalis superior atau sinus sagitalis superior yang menerima darah vena dari otak, dan tepi bawah falx serebri membentuk sinus longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar falx serebri. Tentorium serebeli memisahkan serebelum dari serebrum.
Diafragma sellae adalah sebuah lipatan berupa cincin dalam dura mater dan yang menutupi sela tursika yaitu sebuah lekukan pada tulang sphenoid, yang berisi hipofisis.
Meningitis adalah peradangan pada meningia, yang mempunyai gejala berupa bertambahnya jumlah dan berubahnya susunan cairan serebro-spinal ( CSF ). Infeksi yang terjadi mungkin disebabkan bakteri atau virus dan diagnosa dapat dilakukan dengan memeriksa cairan serebro-spinal yang diambil melalui punksi lumbal.
Sistem ventrikuler terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang berhubungan satu sama lain. Ke dalam rongga-rongga itulah plexus khoroid menyalurkan cairan serebo-spinal. Plexus khoroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat halus dan ditutupi oleh bagian pia mater yang membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan cairan serebro-spinal. Kedua ventrikel lateral, masing-masing berada satu pada tiap hemisfer otak, dan bersambung dengan ventrikel ketiga yang terletak pada garis tengah antara kedua thalamus. Ventrikel ketiga bersambung dengan ventrikel keempat yang terdapat diantara serebelum, pons dan medulla oblongata, melalui saluran kecil, aqueduktus serebri. Celah-celah pada atap ventrikel keempat memungkinkan cairan serebro-spinal memasuki ruang subarakhnoid yang mengelilingi keseluruhan otak dan sumsum tulang belakang. Cairan serebro-spinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat alkali, bening mirip plasma. Tekanannya adalah 60 sampai 140 mm air.
Sirkulasi cairan serebro-spinal. Cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak; cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga kedalam ruang subarakhnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi ruangan diatas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid ( granulatio arfachnoidais ) pada sinus sagitalis superior.
Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum tulang belakang yang sangat halus, terletak diantara dua lapisan cairan sebelah dalam yang merupakan isi dari ventrikel-ventrikel otak dan saluran pusat sumsum tulang belakang, dan lapisan cairan sebelah luar yang berada dalam ruang subarakhnoid. Dengan adanya kedua "bantalan air" ini, maka sistem persarafan terlindung baik.
Fungsi cairan serebo-spinal. Cairan ini bekerja sebagai bufer, melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan pusat.
Punksi lumbal. Oleh karena sumsum tulang belakang berakhir pada ketinggian vertebrata lumbalis pertama atau kedua dan ruang subarakhnoid memanjang terus hingga ketinggian vertebra sakralis kedua, maka contoh cairan serebro-spinal dapat disedot keluar dengan men yuntikan jarum punksi lumbal ke dalam ruang subarakhnoid diantara titik-titik ini, dan tindakan ini disebut Punksi lumbal. Pemeriksaan cairan serebo-spinal yang dilakukan dengan cara itu dapat mengungkapkan keterangan penting tentang kemungkinan adanya meningitis dan pendarahan subarakhnoid pada otak.
Otak
Otak terletak didalam rongga kranium tengkorak. Perkembangan otak manusia, semula otak berbentuk silinder (bumbung/tabung). Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran, otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah dan otak belakang, jadi :otak depan, otak tengah, dan otak belakang
Otak depan berkembang menjadi belahan otak besar (hemisphaerum cerebri), Corpus striatum dan Talami (talami 3 hipotalami). Sedang otak tengah menjadi otak antara (Diencephalon). Otak belakang berupa Pons varolli (jembatan varol), Medulla oblongata (sumsum lanjutan) dan Cerebellum (otak kecil). Ketiga otak belakang tersebut membentuk batang otak.
Otak yang terletak di dalam rongga tengkorak dapat dibedakan menjadi 3 bagian yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda-beda yaitu : cerebrum, cerebellum, batang otak.
a. Cerebrum
Cerebrum mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak, yang masing-masing disebut fosa kranialis anterior dan kranialis tengah. Cerebrum atau otak besar, di bagian kortex cerebri terdapat banyak kumpulan sel-sel saraf sehingga membentuk substansi kelabu atau ganglia basalis. Pada korteks tersebut tersusun lipatan-lipatan tak teratur sehingga menambah luas permukaan cerebrum. Sedang pada bagian medulla terdapat axon-axon yang diselaputi oleh myelin sehingga membentuk substansi alba (putih) karena lemak myelin tersebut.
Berbagai daerah pada otak. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Kortex serebri bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas permukaan substansi kelabu bertambah. Lekukan diantara gulungan-gulungan itu disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan latereralis. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah atau "lobus" yang letaknya sesuai dengan tulang tulang yang berada di atasnya, seperti lobus frontalis, temporalis, perietalis dan oksipitalis.
Fisura longitudinalis adalah celah dalam pada bidang medial yang membagi serebrum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sekeping tipis dura mater yang disebut falx serebri me nyelipkan dirinya kedalam fisura itu. Dengan cara yang sama sebagian kecil dura mater, yang disebut flax serebeli, membagi serebelum menjadi hemisfer kanan dan kiri.
Sulkus lateralis atau fisura Silvius, memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis (pada sebelah anterior) dan dari lobus parietalis pada sebelah posterior.
Kortex adalah asal semua impuls motorik yang mengendalikan otot tulang-tulang. Kortex juga merupakan daerah akhir untuk menerima semua impuls saraf sensorik yang masuk guna dinilai dan ditafsirkan, termasuk sensibilitas kulit, sentuhan, sakit, suhu, getaran, jarinagn, bentuk dan ukuran, serta sensibilitas otot dan sendi.
Kortex Serebri terdiri dari banyak lapisan sel saraf; yang adalah substansi kelabu serebrum. Kortex serebri ini tersusun dalam, banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan demikian menambah daerah permukaan kortex serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik ujungnya yang sebenarnya.
Substansi putih terletak agak lebih dalam dan terdiri dari serabut saraf milik sel-sel pada kortex. Cortex cerebri terdiri dari beberapa daerah motoris dan sensoris. Daerah tersebut terletak persis di depan sulkus sentralis sampai sulkus lateralis. Daerah kortex tersebut mengandung sel-sel saraf sebagai awal jalur motorik yang mengendalikan gerakan pada sisi lain dari tubuh. Daerah motoris bagian atas mengendalikan anggota badan bagian bawah, sedang bagian bawah tubuh berturut-turut ke atas dikendalikan oled daerah motoris bagian atas ke bawah sampai daerah kendalinya leher, anggota badan atas maupun kepala.
Pada daerah kortex tersebut, bagian motoris paling bawah disebut broca, ini mempunyai kaitan dengan kemampuan berbicara seseorang ataupun aktivitas individu, misalnya seseorang biasa menggunakan anggota badannya untuk kegiatan digunakan bagian sebelah kiri maka broca berada disebelah kanan dari hemispherum cerebri. Dan begitu pula sebaliknya.
Berbagai macam perasaan dirasakan dan ditafsirkan dikortex sensoris, sedang daerah auditorik (pendengaran) pada lobus temporalis di bawah fisura longitudinalis, kesan suara diterima dan ditafsirkan. Daerah visuil (penglihatan) terletak di ujung lobus oksipetalis yang menerima bayangan kesan-kesan untuk juga ditafsirkan. Pusat pengecap dan penciuman agak anterior lobus temporalis.
Di dalam hemisphaerum cerebri banyak terbenam ganglia (beberapa kelompok kecil sunstansi kelabu yang disebut ganglia atau nuklei basalis) dalam substansi putih. Dua diantaranya adalah nukleus caudatus dan nukleus lentiformis, yang keduanya membentuk corpus striatum. Struktur tersebut berhubungan erat dengan talamus (yaitu substansi kelabu yang lain), yang terletak di tengah – tengahnya struktur ini.
Sistem nukleus dengan sistem serabut tersebut merupakan bagian dari sistem extrapiramidal yang mempengaruhi :
§ Tonus dan sikap tubuh
§ Menyatu dan menyesuaikan gerakan otot sadar utama yang merupakan sebuah jalur motorik dengan sistem piramidal.
Thalamus sebagai penerima impuls sensorik yang dapat ditafsirkan pada tingkat subkortikal atau disalurkan pada daerah sensorik.
Hipothalamus mempunyai beberapa nukleus yang berhubungan dengan hipophise pada sistem endokrin., nukleus-nukleus tersebut mengendalikan fungsi-fungsinya, seperti lapar, haus, pengaturan suhu tubuh.
Bagian yang menghubungkan antara kortex cerebri dengan batang otak dan medulla spinalis adalah capsula interna yang penuh dengan serabut penuh serabut motorik dan sensorik. Pada saat melintasi substansi kelabu, saraf-saraf tersebut terpadu erat. Jika terjadi thrombosis arteri pada capsula interna, dapat mengakibatkan hemiplegia (kerusakan salah satu sisi tubuh). Sedang kerusakan pada cerebrovaskuler tersebut dinamakan stroke.
Jadi fungsi Cerebrum :
- Mengontrol mental; tingkah laku, pikairan, kesadaran, moral, kemauan, kecerdasan, kemampuan berbicara, bahasa dan beberapa perasaan khusus. Fungsi tersebut dilakukan oleh korteks cerebri yang mengandung pusat-pusat tertinggi.
- Mengendalikan otot-otot tulang, sebab kortex cerebri tempat semua impuls motoris.
- Menilai dan menafsirkan impuls yang masuk termasuk sensibilitas kulit, sentuhan, sakit, tekanan, suhu, getaran, jaringan, bentuk dan ukuran, serta sensibilitas otot dan sendi. Fungsi ini dipertanggungjawabkan oleh kortex cerebri yang merupakan tempat menerima impuls sensoris.
b. Cerebellum
Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fosa kranialis posterior dan diatapi oleh tentorium-serebeli, yang merupakan lipatan dura mater yang memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri.
Fungsi serebelum adalah untuk mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperan penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut kortiko-spinal yang melintas dari kortex serebri ke sumsum tulang belakang mengalami penyilangan, dan dmikian mengendalikan gerakan sisi yang lain dari tubuh, maka hemisfer serebri mengendalikan tonus otot dan sikap pada sisinya sendiri.
Cedera unilateral pada Serebelum mengakibatkn gangguan pada sikap dan tonus otot. Gerakan sangat tidak terkoordinir. Semua gerakan sadar dan otot-otot anggota badan menjadi lemah, dan cara bicara pun lambat.
Batang otak
Terdiri dari : Diencephalon (otak tengah )
Pons varolli
Medulla oblongata
Otak tengah (diensefalon) merupakan bagian atas batang otak. Aqueduktus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah dibagi 2 tingkat :
- Atap yang mengandung banyak pusat-pusat refleks yang penting untuk penglihatan dan pendengaran.
- Jalur motorik yang besar, yang turun dari kapsula interna melalui bagian dasar otak tengah, menurun terus menerus melalui pons dan medula oblongata menuju sumsum tulang belakang.
Jalur lintas motorik : Capsula interna à dasar otak tengah à pons varolli à medulla oblongata à medulla spinalis à organ.
Jalur lintas sensorik : Organ à medulla spinalis à medulla oblongata à pons varolli à otak tengah à thalamus à kortex sensoris hemisphaerum cerebri.
Fungsi otak tengah : Mengendalikan kesetimbangan dan gerakan-gerakan mata
Pons Varoli merupakan bagian tengah otak dan karena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti pada otak tengah. Fungsi pons varolli :
1. Sebagai jalur lintas motorik mapun sensorik
2. Terdapat serabut penghubung lobus cerebellum
3. Menghubungkan cerebellum dengan kortex cerebri
Medula Oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta mengubungkan pons dengan sumsum tulang belakang, terletak dalam fosa kranialis posterior adn bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat dibawah foramen magnum tulang oksipital. Sifat utama Medula Oblongata adalah bahwa disitu jalur motorik desendens (menurun) melintasi batang otak dari sisi yang satu menuju sisi yang lain yang disebut duktus motorik. Perpotongan seperti diatas yang dilakukan jalur sensorik pada medula juga terjadi dan disebut duktus sensorik. Medula Oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai saraf otak yang penting dan mengandung "pusat-pusat vital" yang mengendalikan pernapasan dan kardiovaskuler.Fungsi medulla oblongata :
1. Mengendalikan pernafasan
2. Mengendalikan sistem cardiovaskuler
b. Medula Spinalis
Medulla spinalis bermula dari medulla oblongata menuju ke arah otak caudal melalui foramen magnum dan berakhir pada daerah pinggang. Penampangnya dari atas ke bawah semakin kecil kecuali pada daerah leher dan daerah pinggang menebal/melebar. Dari penebalan tersebut plexus-plexus saraf bergerak guna mensarafi anggota badan atas dan bawah, dan untuk daerah dada tidak membentuk plexus tetapi tersebar membentuk saraf intercostalis. Pada penampang melintang medulla spinalis tampak gambaran seperti kupu-kupu. Sayapnya dibentuk oleh tanduk depan/cornu anterior dan tanduk belakang/cornu posterior di kanan dan kiri. Medulla spinalis juga mempunyai 3 substansi yaitu kelabu dan putih. Serabut-serabut saraf tersebut tersusun menjadi beberapa jalur. Medulla spinalis keluar saraf-saraf spinal yang tersusun menurut segmen tubuh.
§ 8 pasang saraf spinal leher
§ 12 pasang saraf spinal dada
§ 5 pasang saraf pinggang
§ 5 pasang saraf spinal kelangkang
§ Beberapa saraf pinggang tungging
Setiap saraf spinal yang keluar dari medulla spinalis terdiri dua akar yaitu:
§ Akar depan (radix anterior)
§ Akar belakang (radix posterior)
Kedua radix tersebut mempunyai kumpulan sel saraf yang disebut simpul saraf spinal (ganglion spinale). Kedua radix tersebut saling bertaut satu sama lain membentuk sebuah saraf spinal yang kemdian meninggalkan canalis vertebralis melalui foramen intervertebralis. Kemudian segera bercabang menjadi cabang ke depan, ke belakang dan cabang penghubung.
Cabang belakang saraf spinal tersebut (ramus posterior nervi spinali) mensarafi :
Otot punggung sejati dan sebagian kecil kulit punggung.
Cabang depan saraf spinal mensarafi :
· Semua otot kerangka badan
· Anggota gerak
· Semua kulit kecuali sebagian kecil kulit punggung
· Lengan atas yang disebut plexus branchialis, dicabangkan lagi keketiak, bahu, lengan, dan tangan
· Anggota gerak bawah juga membentuk plexus yaitu plexus lumbosacralis mensarafi paha, tungkai atas dan bawah
Di daerah plexus brachialis dan plexus lumbosacralis, cabang – cabang depan dari nervi spinalis tidak membentuk anyaman (plexus) tetapi terpisah sendiri – sendiri sebagai saraf – saraf antar iga (n intercostalis) ke dinding dada dan dinding perut.
Cabang penghubung dan spinalis menuju ke batang simpatis (truncus simpaticus) yaitu dua untai saraf membujur di samping columna vertebralis dari atas ke bawah. Pada setiap segmen tubuh, truncus simpaticus membentuk simpul saraf yang mensarafi alat – alat dalam. Susunan saraf tersebut termasuk susunan saraf otonom (mandiri).
Nervi spinalis berjalan melalui foramen intervertebralis dengan arah mengeray, menyesuaikan, karena spinalis hanya sampai pada pinggang sehingga hanya melanjutkan sebagai benang ujung (filum terminal). Bagian canalis vertebralis yang terletak dibawahnya diisinoleh sebagian n spinalis yang berasal dari bagian bawah columna vertebralis dengan berjalan serong kebawah menuju foramen intervertebralis yang sesuai, terbentuklah ekor kuda (cauda equina).
Plexus utama saraf spinal :
1. Plexus cervicalis : di bentuk empat saraf cervical pertama. Letak plexus ini dibawah otot sterno-mastoid. Dari plexus ini timbul banyak cabang yang berfungsi untuk mensarafi beberapa otot leher dan diafragma (n frenicus)
2. Plexus brachialis : dibentuk oleh 4 saraf cervical lebih rendah dari pembentuk plexus cervicalis, dan saraf thoracal pertama. Letaknya dibelakang sagita posterior leher, dibelakang clavicula dan axila. Mula – mula membentuk tiga berkas (n.c. 5&6) membentuk tangkai atas, (n.c. 7) membentuk tangkai tengah dan (n.c.8 dan n. th.1) membentuk tangkai bawah. Yang selanjutnya bergabung membentuk urat lateral yang meneruskan mensarafi otot dibawah kulit (muscul ossubkutans) dan urat posterior yang selanjutnya sebagai saraf radialis dan untuk sircumflexi, kemudian yang lain adalah urat medial yang melanjutkan diri sebagai saraf ulnaris, urat medial dan lateral bertemu membentuk saraf mediana. Dari saraf radialis mensarafi lengan atas dan otot radialis, saraf ulnaris mensarafi lengan atas dan otot ulnaris sedang saraf mediana mensarafi bagian volar, fossa cubiti dan melanjutkan bercabang ke palmaris mensarafi ke 3 jari - jari dari lateral, dan ke 2 jari - jari lainnya disarafi o,eh cabang saraf ulnaris.
3. Plexus lumbalis dibentuk oleh akar saraf lumbal pertama, di dalam otot psoas, dan mensarafi otot tersebut.
plexus ini bercabang menjadi :
· nervus femoralis melalui bawah ligament inguinale melanjutkan mensarafi femur / paha sebelah anterior
· nervus obturatorius melalui foramen obturatorium masuk ke paha mensarafi paha sbelah dalam
4. Plexus sacralis dibentuk saraf lumbal keempat dan kelima. Saraf - saraf sacralis bergabung membentuk nervus ischiadichus yang masuk ke dalam paha melalui celah sacrum melayani paha sebelah posterior, sampai di fossa poplitea, bercabang menjadi n popliteus medialis dan lateralis yang melayani otot tungkai bawah.
5. Plexus Lumbo-Sekralis menyalurkan saraf-saraf yang utama untuk anggota bawah.
Fungsi medula spinalis:
a. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh
b. Gerak reflek
Gerakan tersebut dapat terjadi bila ada:
- Organ sensorik yang menerima impuls misalnya kulit.
- Serabut saraf sensorik yang akan meneruskan.
Jalannya rangsang:
Impuls menuju sel – sel ganglion radix posterior àoleh serabut sel saraf, impuls dihantar ke substansi kelabu pada cornu posterior medulla spinalis à serabut saraf penghubung (n konektor) à ke cornu anterior à sel saraf motorik menerima impuls à diteruskan melalui serabut saraf motorik à organ motorik
Untuk gerak refleks maka dibutuhkan struktur sbb :
a. Organ sensorik yang menerima impuls, misalnya kulit.
b. Serabut saraf sensorik, yang menghantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion radix posterior dan selanjutnya serabut itu akan meneruskan impuls menuju substansi kelabu pada kornu posterior medula spinalis.
c. Sumsum tulang belakang, dimana serabut saraf penghantar menghantarkan impuls menuju kornu anterior melalui medula spinalis.
d. Sel saraf motorik, dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut saraf motorik.
e. Organ motorik, yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf motorik.
Gerak Refleks merupakan bagian dari mekanisme pertahanan pada tubuh dan terjadi jauh lebih cepat sari gerak sadar , misalnya menutup mata pada saat terkena debu, dll.
Saraf-saraf spinalis. 31 pasang saraf sumsum tulang belakang muncul dari segmen-segmen medula spinalis melalui dua akar, akar anteior dan akar posterior.
Jalur saraf motorik. Impuls berjalan dari kortex serebri menuju sumsum tulang belakang, melalui jalur-jalur menurun yang disebut traktus serebo spinalis/ traktus piramidalis.
Neuro motorik bawah, yang bermula sebagai badan sel dalam kornu anterior sumsum tulang belakang, keluar lantas masuk akar anterior saraf spinalis, lalu didistribusikan ke periferi, dan berakhir dalam organ motorik, misalnya otot.
Kerusakan pada neuron motorik. Dari segi klinis, perlu dibedakan antara kerusakan pada neuron motorik atas, seperti jalur motorik pada daerah otak dan gangguan pada neuron motorik bagian bawah.
Jalur Saraf sensorik. Impuls saraf sensorik bergerak melintasi traktus menaik yang terdiri dari 3 neuron.
Yang pertama atau neuron yang paling tepi, memiliki badan sel dalam ganglion sensorik, pada akar posterior sebuah saraf spinalis, lantas dendron yang merupakan sebuah cabangnya, bergerak menuju periferi dan berakhir dalam satu organ sensorik, misalnya kulit. Sementara itu axon, yang merupakan cabang yang lain masuk ke dalam sumsum tulang belakang, lantas naik menuju kolumna posreior dan berakhir pada sekeliling sebuah nukleus dalam medula oblongata.
Sel neuron yang kedua timbul dalam nukleus tersebut, kemudian melintasi garis tengah dalam cara yang sama seperti jalur motorik desendens untuk membentuk dekusasio sensorik, naik melalui ponsdan diensefalon guna mencapai talamus.
Neuron yang ketiga dan terakhir bermula dalam talamus, bergerak melalui kapsula interna untuk mencapai daerah sensorik kortek serebri. Traktus menaik ini menghantarkan impuls sentuhan, kedudukan sendi-sendi dan getaran, sementara yang lainnya menghantarkan impuls sentuhan, rasa sakit dan suhu.
Perasaan ( Sensibilitas ). Saraf sensorik tepi akan menghantarkan beberapa impuls " aferen " untuk ditafsirkan oleh daerah sensorik dalam kortex serebri sebagai sentuhan rasa sakit, gatal, panas dan dingin yang berasal dari struktur tepi.
Sinapsis saraf. Axon sebuah saraf adalah serabut penghantar, sementara dendrit (ada lebih dari satu ) adalah serabut yang menerima impuls saraf dan mengalihkannya menuju sel saraf. Impuls dapat disalurkan melalui serangkaian neuron, seperti yang terdapat pada neuron sensorik asendens. Diperkirakan bahwa proses penyaluran impuls tidak harus melalui struktur tanpa terputus. Proses ini diperlihatkan dalam diagram berikut yang menunjukkan apa yang disebut persambungan sinaptik.
2) Sistem saraf tepi
Secara langsung maupun tidak langsung, sistem saraf tersebut tergantung pada sistem saraf pusat. Terdiri dari :
Saraf cranial
Terdapat 12 pasang serabut saraf cranial, bersifat sensorik atau motorik, juga campuran antara lain :
1. N olfaktorius (sensorik), saraf pembau
2. N opticus (sensorik), saraf penglihat
3. N oculomotoris (motoris), mensarafi otot mata externa dan penghantar saraf parasimpatis untuk melayani o. siliaris dan o. Oris
4. N choclearis (motoris) ke arah sebuah otot mata, m obliquus externa
5. N trigeminus (sensoris) mensarafi kulit wajah, o.kunyah
6. N abduscens (motoris) mensarafi satu otot mata yaitu rectum lacriminalis
7. N fascialis (motoris) mensarafi otot - otot mimik wajah dan kulit kepala.
8. N acusticus (sensoris) untuk pendengaran
9. N glossopharingeus (motorik dan sensorik) mensarafi lidah dan tekak dan kelenjar parotis
10. N vagus (sensoris dan motoris) mensarafi semua organ tubuh
11. N accesoris (motoris) terbelah menjadi dua, yang pertama menyertai n vagus, yang lainnya sebagai n motoris menuju ke otot sternocleiodosmatoideus dan m. Trapezius
12. N hypoglosus (motoris) mensarafi otot - otot lida
b. Saraf otonom : Semua alat-alat dalam dikendalikan oleh saraf otonom. Saraf otonom terdiri dari dua sistem:
- Sistem simpatis
- Sistem parasimpatis
Saraf simpatis dan saraf parasimpatis bekerja secara antagonis, tidak dibawah kesadaran oleh karena itu sering disebut saraf tak sadar.
Sifat - sifat saraf otonom:
· saraf otonom tidak diatur oleh cerebrum
· sebagian besar organ menerima seperangkat ganda saraf otonom simpatis dan parasimpatis
· ujung axon masing - masing serabut tersebut mengeluarkan zat transmiter yang berbeda : simpatis mengeluarkan noreppneprin oleh karena itu sering disebut serabur adrenergik dan serabut par simpatis mengeluarkan asetilkholin juga disebut serabut kholinergik, pada setiap efektor. Jadi yang menyebabkan berbeda, responnya karena zat transmiter tersebut sedang impuls kedua sistem saraf tersebut sama.
· Impuls motor mencapai organ efektor dari otak dan sumsum tulang belakang melalui dua neuron : neuron preganglion yang terletak didalam otak atau sumsum tulang belakang dan neuron postganglion terletak ganglion diluar sistem saraf pusat
· badan sel neuron postganglion dari saraf simpatis terletak didekat sumsum tulang belakang, sedang di sistem saraf parasimpatis terletak didekat atau dalam organ yang dilayani
· bekerja secara antagonis
Sistem saraf simpatis terletak didepan columna vertebralis dan berhubungan serta bersambung dengan sumsum tulang belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem simpatis tersebut terdiri dari serangkaian urat kembar yang bermuatan ganglion – ganglion, saraf tersebut bergerak dari dasar tengkorak yang terletak didepan columna vertebralis dan berakhir pada pelvis sebagai ganglion coccygeus. Ganglion – ganglion tersebut tersebar:
· 3 pasang ganglion cervical, didaerah leher
· 11 pasang ganglion thorakal, didaerah dada
· 4 pasang ganglion lumbal, di daerah pinggang
· 4 pasang ganglion sakral, di daerah sakral
· Ganglion koksigeus, didaerah koksigeus
Gangliuon-ganglion ini bersambung erat dengan system saraf pusat melalui sumsum tulang belakang,dengan mempergunakan cabang-cabang penghubung ,yang bergerak ke luar dari sumsum tulang belakang menuju ganglion, dan dari ganglion masuk menuju sumsum tulang belakang.
Ganglion simpatik lainnya berhubungan dengan dua rangkaian besar ganglia ini dan bersama serabutnya membentuk plexus-plexus simpatis sebagai berikut:
1. Plexus kardiak, terletak didekat dasar jantung, serta mengarahkan cabangnya ke jantung dan paru – paru
2. Plexus silika, terletak di sebelah belakang lambung melayani alat – alat dalam rongga abdomen
3. Plexus mesentrikus, terletak di depan sakrum dan melayani organ – organ dalam pelvis
Serabut-serabut saraf simpatis mensarafi otot jantung, otot otot tak sadar semua pembuluh darah, serta semua alat alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat, serabut- serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit-yaitu arrectores pilorum- serta mempertahankan tonus semua otot, termasuk tonus otot sadar.
Saraf parasimpatis, keluar dari otak melalui saraf – saraf kranial ketiga, tujuh, sembilan, dan sepuluh. Saraf- saraf ini merupakan penghubung melalui mana serabut-serabut parasimpatik lewat, dalam perjalanannya keluar dari otak menuju organ-organ yang sebagian dikendalikan olehnya. Serabut- serabut yang mencapai serabut-serabut otot sirkuler pada iris, dan dengan demikian merangsang gerakan- gerakan yang menentukan ukuran pupil mata, menggunakan saraf cranial ketiga yaitu saraf okulo- motorik. Serabut – serabutnya mencapai iris, pupil melalui neuron okulomotorik, mencapai kelenjar ludah melalui neuron fascial dan melalui neuron glossofaringeus. Saraf parasimpatis yang keluar dari medula spinalis melalui daerah sakral membentuk urat – urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan melayani kolon, rektum, dan kandung kemih.
Serabut- serabut otot motorik sekretorik mencapai kelenjar ludah melalui saraf ketujuh, fasial, serta saraf kesembilan, glosofaringeus.
Saraf vagus atau saraf cranial kesepuluh adalah serabut saraf otonom terbesar. Daerah layanannya luas, serta serabut- serabutnya disebarkan kepada sejumlah besar kelenjar dan organ. Penyebarannya ini sejalan dengan penyebaran serabut simpatis.
Sistem simpatis dan parasimpatis bekerja secara antagonis pada organ yang sama, misalnya saraf simpatis mengencangkan suatu alat dalam maka saraf parasimpatis mengendorkannya.
System pengendalian ganda (simpatis dan parasimpatis )
Cuma sebagian kecil organ dan kelenjar yang memiliki satu sumber pelayanan ,yaitu simpatis dan parasimpatis . sebagian besar organ dan kelenjar memiliki pelayanan ganda,yaitu menerima beberapa serabut dari sitem simpatis di samping beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau cranial. Keaktifan organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf, sementara di lain pihak dilambatkan/diberhentikan oleh sekelompok urat lain-dengan kata lain masing-masing kelompok bekerja berlawanan. Dengan demikian,penyesuaian –tepat antara aktivitas dan istirahat tetap dipertahankan, sementara ritme kegiatan halus organ-organ dalam,kelenjar,pembuluh darah serta otot tak sadar juga dipertahankan. Dengan demikian,jantung menerima serabut akselerator dari saraf simpatis ,dan serabut inhibitor (penghambat) dari vagus. Pembuluh darah mempunyai vaso-konstriktor dan vaso-dilator. Saluran pencernaan memiliki urat saraf akselerator dan inhibitor, yang mempercepat dan memperlambat gerakan peristaltic berturut-turut.
Apabila sebuah organ memiliki otot sfinkter,maka serabut saraf yang menyebabkan kontraksi organnya akan menghambat sfinkter ,dan sebaliknya. Hal-hal seperti itu terjadi pada lambung dalam sfinkter pilorik, usus dalam sfinkter ileokolik, dan kantong kencing dalam sfinkter uretra interna. Sebagai contoh misalnya,pada kegiatan mikturisi sfinkter uretra dikendorkan , sementara otot pada dinding kandung kencing berkontraksi, sehingga memungkinkan kandung kencing dikosongkan.
Zat transmiter yang dihasilkan adalah asetilkholin yang berfungsi dari asetilkholin setelah disekresi oleh saraf kholinergik simpatis, zat tersebut kemudian disintesa oleh vesikel yang ada di ujung saraf tersebut, kemungkinan juga terjadi di axoplasma, reaksi utama yang terjadi sebagai berikut:
Acetyl+ KoA + Kolin à Kholin acetylase àAcetylkholin
Acetylkholin à (kholinesterase) à Ion acetat + kholin
Kholin yang terbentuk tersebut dibawa kembali ke dalam ujung saraf terminal untuk disintesa acetylkholin baru . Dalam pemecahan acetylkholin tersebut diatas, biasanya memerlukan waktu yang cepat sekali hanya beberapa detik setelah sekresinya, tetapi kadang – kadang tahan selama beberapa detik, sehingga sejumlah kecil difusi di cairan sekitarnya, cairan tersebut mengandung semacam kholinesterase lain yang disebut kholinesterase serum yang dpaat memecahkan acetylkholin yang tersisa dalam beberapa detik berikutnya. Oleh karena itu kegiatan acetylkholin di ujung saraf kholinergik hanya beber5apa detik atau sepersekian detik.
Sedang sintesa norepineprin dimulai dari exoplasma dari ujung saraf terminal serabut saraf adrenergik dan diselesaikan di vesikel.
Tirosin à hidroksilasi à DOPA
DOPA à dekarboksilasi à Dopamin
Transpor dopamin ke dalam vesikel
Dopamin à hidroksilasi à norepineprin
Jika ini terjadi di medulla adrenalis maka reaksi tersebut masih dilanjutkan:
Norepinephrin à metilasi à epenephrin
Guna pemecaha / penghilangan Norepinephrin yang disekresi di ujung saraf terminal serabut saraf adrenergik maka dilakukan:
1. Difusi kembali ke ujung saraf adrenergik secara transpor aktif, sehingga 50-80% yang diserap dari Norepinephrin yang disekresikan
2. Difusi menjauhi ujung saraf tersebut, ke dalam cairan tubuh sekitarnya kemudian masuk ke dalam darah, inilah yang memindahkan Norepinephrin yang tersisa
3. Sebagian kecil dipecah oleh enzim monoamin aoksidase (COMD) yang tersebar di seluruh jaringan
Lama bekerjanya Norepinephrin yang langsung disekresikan ke dalam jaringan sangat cepat sekali hanya beberapa detik khususnya yang berada di ujung saraf adrenergik, kecuali Norepinephrin maupun ephinephrinyang disekresi oleh adrenal masuk ke dalam darah, aktif sampai jaringan yang kemudian diperoleh oleh enzym COMT, terutama di hepar. Jadi kira - kira 10-30 detik, setelah itu terjadi penurunan selama satu sampai beberapa menit.
Mekanisme pengaruh zat transmiter saraf otonom terhadap reseptor pada organ – organ dalam (otot polos atau kelenjar).
Acetylkholin, Norepinephrin dan ephinephrin yang disekresikan oleh saraf otonom akan merangsang organ efektor:
1. Bereaksi dengan reseptor (protein/ lipoprotein) yang terdapat didalam membran sel, sehingga mengubah permeabilitas membran yang dapat mengakibatkan kemungkinan terjadi aksipotensial misalnya pada otot polos atau mengakibatkan efek elektronik pada sel misalnya pada sel kelenjar untuk menimbulkan respons. Ion tersebut menimbulkan efek langsung pada sel reseptor, misalnya ion kalsium akan meningkatkan kontraksi otot polos.
2. Meningkatkan kegiatan enzym yang terdapat dalam sel efektor, misalnya ephineprin meningkatkan kegiatan adenil siklase dalam membran sel, yang menyebabkan pembentukan AMP siklis, yang sangat berperanan dalam banyak kegiatan intrasel.
2.2 Definisi Stres
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya. Stress dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
Menurut Hans Selye, "Stress adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya" (Pusdiknakes, Dep.Kes.RI,1989).
Stress adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan)" (Dadang Hawari, 2001).
Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang" (Soeharto Heerdjan, 1987).
Secara umum, yang dimaksud "Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain".
"Stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita" (Maramis, 1999).
Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang dimaksud "Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut".
Stressor adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan kebutuhan cultural.
2.2.1 Pendekatan-pendekatan Stres
Menurut Sarafino (1990), Sutherland dan Cooper (1990) stress dapat dikonseptualisasikan dari berbagai macam titik atau pandang :
Stress sebagai 'stimulus' aalah pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stress sebagai suatu stimulus (atau stress sebagai 'variabel bebas'). Pendekatan seperti ini biasanya digunakan individu ketika dia berbicara tentang stress dalam kehidupan sehari-hari, seperti : "Banyak stress di tempat kerja".
Stress sebagai 'respon' adalah pendekatan yang memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor dan menggambarkan stress sebagai suatu respon (atau stress sebagai 'variabel tergantung'). Respon yang dialami itu mengandung dua komponen, yaitu : komponen psikologis, yang meliputi prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress; dan komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat. Stress sebagai suatu respon ini juga dikenal dalam ilmu medis dan sering dipandang sebagai perspektif fisiologis. Konsep 'General Adaptation Syndrome' dari Selye dan 'fight or flight reaction' dari Cannon.
Stress sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan, adalah pendekatan yang menggambarkan stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional (Van Broeck, 1979; Sutherland dan Cooper, 1990; Sarafino, 1990). Di dalam proses hubungan ini termasuk juga proses penyesuaian.
2.2.2 Penyebab Stres
Adapun menurut Grant Brecht (2000), stress ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stress Psikologis, yaitu :
Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict, avoidance -avoidance conflict.
c) Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu.
d) Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi. Keadaan stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik dan tekanan.
2.2.3 Macam-macam Tingkat Stress
Penggolongan Stress apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat digolongkan sebagai berikut :
- Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
- Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas.
- Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
- Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
- Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
- Stress psikis atau emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
2.2.4 Reaksi Psikologis terhadap Stres
Reaksi Psikologis terhadap stress diantaranya :
Kecemasan, Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan dengan istilah "kuatir", "tegang", "prihatin", "takut" fisik jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
Kemarahan dan agresi, Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang.
Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih.
2.2.5 Jenis Stress
Ditinjau dari penyebabnya, stress dapat dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:
- Stres fisik, merupakan stress yang disebabkan oleh keadaan fisik, seperti suhu yang terlalu tinggin atau terlalu rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalu menyengat, dll.
- Stress kimiawi, merupakan stress yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormone atau gas, dll.
- Stress mikrobiologis, merupakan stress yang disebabkan oleh kuman, seperti virus, bakteri, atau parasit.
- Stress fisiologis, merupakan stress yang disebabkan oleh gangguan fungsi organ tubuh, antara lain gangguan struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dll.
- Stress proses tumbuh kembang, merupakan stress yang disebabkan oleh proses tumbuh kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan pertambahan usia.
- Stress psikologis dan emosional, merupakan stress yang disebabkan oleh gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya dalam hubungan interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.
2.2.6 Tahapan-tahapan Stress
Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stress timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Van amberg (1979) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stress sebagaimana berikut :
Stress Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
Penglihatan "tajam" tidak sebagaimana biasanya.
Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula.
Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, Namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
Stress Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula "menyenangkan" sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas Mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami deficit. Analogi dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :
Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
Lekas merasa capai menjelang sore hari.
Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort).
Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
Tidak bisa santai
Stress Tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stress tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :
Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan "maag" (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).
Ketegangan otot semakin terasa.
Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.
Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk Mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).
Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stress hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
Stress Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stress tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stress tahap IV akan muncul :
Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate).
Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.
Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan.
Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan.
Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
Stress Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion).
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.
Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder).
Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
Stress Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress tahap VI ini adalah sebagai berikut :
Debaran jantung teramat keras.
Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap).
Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran.
Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.
Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
2.2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stressor
- Intensitas
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehingga memberikan respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain. Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan. Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.
Sifat
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.
Durasi
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress.
Jumlah
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
Pengalaman
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress.
Tingkat Perkembangan
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.
2.2.8 Respon Patofisiologi Terhadap Stress
- Komponen Fisiologi
Riset klasik yang telah dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress; sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ atau bagian tubuh terhadap stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya. GAS adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress.
LAS (Lokal Adaptation Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya dan respon tekanan. Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut :
Respon yang terjadi adalah setempat, respon ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh.
Respon adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk menstimulasinya.
Respon adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus menerus.
Respon adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
Dua respon setempat , yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi adalah contoh dari LAS. Perawat menghadapi respons ini dibanyak lingkungan perawatan kesehatan.
Respon refleks nyeri
Respon refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respon ini adalah respons adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Respons ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis dan otot efektif. Misalnya , sebut saja di bawah sadar, yaitu refleks menghindarkan tangan dari permukaan panas. Contoh lainnya adalah kram otot.
Respons inflamasi
Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi , sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respons inflamasi dapat mengakibatkan nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi.Respons inflamasi terbagi dalam tiga fase yaitu perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka dan perbaikan jaringan oleh regenerasi atau pembentukan jaringan parut.
GAS (General Adaptation Syndrome)
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
Alarm reaction (AR, reaksi cemas)
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi.
Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental. Aktivitas hormonal yang luasini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
State of Resistance (SR, Perlawanan)
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. namun demikian, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
State of Exhausting (SE, tahap keadaan sangat lelah/ kehabisan tenaga)
Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksia cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang pebuh ketegangan.
2.2.9 Konsep Adaptasi dalam Kehidupan Manusia
- Konsep Adaptasi
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain :
W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa "Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis).
Menurut Soeharto Heerdjan (1987), penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengawasi kesulitan dan hambatan.
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress. Cara mengatasi stress dapat berupa membatasi tempat terjadinya stress, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya.
Model-model Adaptasi
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah :
Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu.
Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor.
Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.
Adaptasi Fisiologis/Biologis
Indikator fisiologis stress :
Kenaikan tekanan darah
Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
Peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan
Telapak tangan berkeringat
Tangan dan kaki dingin
Postur tubuh yang tidak tegap
Keletihan
Sakit kepala
Gangguan lambung
Suara yang bernada tinggi
Mual, muntah, dan diare
Perubahan nafsu makan
Perubahan berat badan
Perubahan frekwensi berkemih
Dilatasi pupil
Gelisah, kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur
Temuan hasil laboratorium abnormal : Peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.
Adaptasi Psikologis
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
Ansietas
Depresi
Kepenatan
Peningkatan penggunaan bahan kimia
Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
Kelelahan mental
Perasaan tidak adekuat
Kehilangan harga diri
Peningkatan kepekaan
Kehilangan motivasi.
Ledakan emosional dan menangis.
Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
Mudah lupa dan pikiran buntu
Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
Letargi
Kehilangan minat
Rentan terhadap kecelakaan.
Adaptasi Perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Adaptasi Sosial Budaya
Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.
Adaptasi Spiritual
Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.
Lingkungan Sosial Model
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.
Proses Model
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.
Homeostasis
Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis. Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi: homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.
Mekanisme Homeostasis
Ketika seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi seperti makanan atau kehangatan, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut . Untuk sebagian besar bagaimanapun juga , adaptasi mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau menopang homeostasis. Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu duatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikomtrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan kelenjar hipofisis.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Respon Sistem Saraf terhadap Stress
Sistem saraf simpatis berhubungan erat dengan reaksi stress tubuh. ketika saraf ini dirangsang, terjadi pupil dilatasi, konstriksi pembuluh darah perifer, penigkatan pemakaian oksigen dan denyut jantung, dilatasi bronkus, menurunkan aktivitas viseral dengan menghambat peristaltik dan peningkatan kekuatan sfingter, proses glikogenolisis dihati, menstimulasi medula supradrenal dan berkeringat dan piloereksi. saraf simpatik pelvis menghambat kontraksi vesika urinaria.
Aliran darah koroner meningkat, sebagian disebabkan oleh efek langsung simpatis dan sebagian disebabkan oleh faktor tidak langsung yang termasuk kontraksi jantung yang kuat, menurunnya sistole, diastole relatif meningkat dan peningkatan konsentrasi metabolit vasodilator.
Sistem saraf simpatis berefek antagonis terhadap sistem simpatis. perangsangannya menyebabkan konstirksi pupil, penurunan frekwensi, hantaran dan respon rangsangan otot jantung, peningkatan peristaltik usus dengan relaksasi spingter . tambahan pada sistem parasimpatis pelvis menghambat spingter internal vesika urinaria.
Sistem saraf simpatis mempunyai efek yang luas, menstimulasi banyak organ yang menimbulkan respon yang bervariasi. berbanding terbalik dengan aktivitas parasimpatis yang biasanya tidak menyeluruh dan terlokalisir. perbedaan ini dapat dijelaskan, setidaknya sebagian, oleh perbedaan secara anatomi yang telah diterngkan sebelumnya.
Sistem saraf perifer dapat bekerja secara sinergis contohnya reflek penurunan detak jantung sebagian disebabkan oleh rangsangan vagal dan sebagian karena penurunan rangsangan simpatis. beberapa organ mendapat inervasi otonom hanya dari satu sistem contohnya medulla supradrenal dan arteriol kutan hanya oleh saraf simpatis, sedangkan sekresi lambung neorogenik seluruhnya dikontrol oleh sistem para simpatis melalui saraf vagus.
Devisi simpatik cendrung beraksi sebagai suatu kesatuan, selama eksitasi emosional. Saraf simpatik secara simultan mempercepat jantung,mendilatasi arteri di otot rangka dan jantung, mengkonstraksi alteri di kulit dan organ pencernaan dan menyebabkan perspirasi. Walaupun sistem simpatik dan parasimpatik biasanya antagonistik satu sama lain, terdapat beberapa pengecualian prinsip ini. Sebagai contohnya sistim simpatik dominan selama ketakutan yang ekstrim berupa pengeluaran involunter isi kandung kemih atau usus.
Peran sistem saraf otonom adalah untuk terus menyempurnakan fungsi organ dan sistem organ sesuai dengan rangsangan baik internal maupun eksternal. Sistem saraf otonom membantu untuk mempertahankan homeostasis (stabilitas internal dan keseimbangan) melalui koordinasi berbagai kegiatan seperti sekresi hormon, sirkulasi, respirasi, pencernaan dan ekskresi. Sistem saraf otonom selalu "on" dan berfungsi secara tidak sadar, jadi kita tidak menyadari tugas pentingnya yang dilakukannya setiap bangun (dan tidur) setiap menit setiap hari.
Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua subsistem, sistem saraf simpatik (sss) dan sistem saraf parasimpatik (ssp).
Sistem saraf simpatik – sistem saraf simpatik memicu apa yang dikenal sebagai respon "melawan atau lari" atau disebut juga respon darurat:
Neuron simpatik umumnya dianggap milik sistem saraf perifer, meskipun beberapa neuron simpatik terletak di ssp (sistem saraf pusat)
Neuron simpatik dari ssp (sumsum tulang belakang) berinteraksi dengan neuron simpatik perifer melalui serangkaian badan sel-sel saraf simpatik yang dikenal sebagai ganglia
Melalui sinapsis kimia dalam ganglia, neuron simpatik bergabung dengan neuron simpatik perifer (untuk alasan ini, istilah 'presinaptik' dan 'postsinaptik' masing-masing digunakan untuk merujuk pada kabel neuron simpatik tulang belakang dan neuron simpatik perifer)
Neuron simpatik presinaptik melepaskan asetilkolin pada sinapsis dalam ganglia simpatik. Asetilkolin (ach) adalah pembawa pesan kimia yang mengikat reseptor nicotinic asetilkolin ke neuron postsinaptik
Neuron postsinaptik melepaskan norepinefrin (ne) dalam menanggapi stimulus ini
Aktivasi berkepanjangan respon stimulus ini dapat memicu pelepasan adrenalin dari kelenjar adrenal (khususnya medula adrenal)
Sekali dirilis, mengikat ne dan adrenalin ke reseptor adrenergik pada berbagai jaringan, sehingga menghasilkan efek karakteristik "melawan-atau-lari "
Efek berikut dilihat sebagai hasil dari aktivasi reseptor adrenergik:
Peningkatan keringat
Penurunan peristalsis
Peningkatan denyut jantung (peningkatan kecepatan konduksi, penurunan periode refrakter)
Pelebaran pupil
Peningkatan tekanan darah (peningkatan kontraktilitas, peningkatan kemampuan jantung untuk bersantai dan mengisi)
Sistem saraf parasimpatik (ssp) – sistem saraf parasimpatik kadang-kadang disebut sebagai sistem "beristirahat dan mencerna". Secara umum, sistem saraf parasimpatik bertindak dengan cara yang berlawanan dengan sistem saraf simpatik, membalikkan efek dari respon darurat. Namun, mungkin lebih tepat untuk mengatakan bahwa sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik memiliki hubungan saling melengkapi, bukan salah seorang oposisi dari yang lain.
Sistem saraf parasimpatik menggunakan ach sebagai neurotrsistem saraf otonommitter utama. Jika dirangsang, saraf presinaptik melepaskan asetilkolin (ach) pada ganglion Ach pada gilirannya bekerja pada reseptor nicotinic neuron postsynaptic Saraf postsinaptik kemudian melepaskan asetilkolin untuk merangsang reseptor muscarinic dari organ target
Efek berikut dilihat sebagai hasil dari aktivasi sistem saraf parasimpatik:
Penurunan keringat
Peningkatan peristalsis
Denyut jantung menurun (penurunan kecepatan konduksi, peningkatan periode refrakter)
Penyempitan pupil
Tekanan darah menurun (penurunan kontraktilitas, penurunan kemampuan jantung untuk bersantai dan mengisi).
Sistem saraf otonom mengatur aktifitas alat-alat dalam (visceral) yang dalam keadaan normal, di luar kesadaran, dan kontrol volunteer, misalnya sirkulasi pencernaan, berkeringat, dan ukuran pupil. Dengan demikian sistem ini disebut sebagai cabang involunter divisi everen, berbeda dengan cabang volunter somatik, yang mempersarafi otot rangka dan dapat dikontrol secara volunteer, namun tidak seluruhnya benar bahwa individu tidak memiliki control terhadap aktivitas yang diatur oleh sistem otonom. Informasi aferen visceral biasanya tidak mencapai tingkat kesadaran, sehingga individu tidak mungkin secara sadar mengontrol keluaran eferen yang timbul namun, dengan teknik-teknik biofeedback individu dapat diberi suatu sinyal sadar mengenai informasi aferen visceral.
Sebagian besar organ visceral dpersarafi oleh serat saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis menimbulkan efek yang bertentangan pada organ tertentu. Stimulasi simpatis meningkatkan kecepatan denyut jantung, dan stimulasi saraf parasimpatis menurunkannya. Stimulasi simpatis memperlambat gerakan saluran pencernaan, sedangkan stimulasi parasimpatis meningkatkan mobilitas saluran pencernaan. Sistem otonom mengendalikan kelenjar dan otot halus, termasuk jantung, pembuluh darah, dan lapisan perut serta usus. Sistem saraf otonom memperoleh kenyataan bahwa kebanyakan kegiatan yang dikendalikannya bersifat otonom atau mengatur pencernaan dan sirkulasi suara mandiri yang terus berjalan meskipun seseorang sedang tidur dalam keadaan tak sadar.
Sistem saraf otonom berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan kelenjar endokrin, yaitu kelenjar yang mengontrol detak jantung dan organ-organ internal lainnya,seperti perut, intestin, hati, dan paru-paru seecara psikologis, sistem saraf ini sangat mempengaruhi dinamika emosi, perasaan dan suasana hati (mood).
Sistem simpatis meningkatkan respons-respons yang mempersiapkan tubuh untuk melakukan aktifitas fisik yang berat dalam menghadapi situasi penuh stress atau darurat, misalnya ancaman fisik dari lingkungan luar. Respon seperti ini disebut dengan flight or flight response,karena sistem simpatis mempersiapkan tubuh untuk melawan dan melarikan diri dari ancaman. Jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat, tekanan darah meningkat karena konstruksi umum pembuluh darah, saluran pernafasan terbuka lebar untuk memungkinkan aliran udara maksimal, glukogen dan simpanan lemak dipecah untuk menghasilkan bahan bakar tambahan dalam darah, dan pembuluh darah yang mendarahi otot-otot rangka berdilatasi. Sema respon ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi otot-otot rangka sebagai antisipasi terhadap aktivitas fisik yang berat.
Secara fisiologi, situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight (Nasution I. K., 2007)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta
Jenis Stress yaitu, Stress fisik, Stress kimiawi, Stress mikrobiologis, Stress fisiologis, Stress proses tumbuh kembang, Stress psikologis atau emosional. Pengalaman stress dapat bersumber dari :Lingkungan, Diri dan tubuh Pikiran. Gejala-gejala stress ada 2 yaitu secara fisik dan psikis.
Saat kita mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan, saat sesuatu yang buruk terjadi di luar kendali kita maka secara otomatis mengalami perasaan yang tidak tenang. Jika hal yang terjadi itu jauh melampaui daya tahan diri kita, melampaui bagaimana kita mampu bertoleransi maka timbullah stress. Ada peristiwa tertentu menimbulkam stress bagi seseorang, namun bagi orang lain hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah persepsi. Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
Sehingga, pada saat kondisi stress maka saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang bersamaan dan terjadi :
a. Peningkatan tekanan arteri
b. Peningkatan aliran darah untuk meningaktifkan otot-otot dan menurunkan aliran ke organ yang tidak diperlukan seperti Traktus Gastrointestinal (aktivitas motorik yang cepat)
c. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh
d. Peningkatan konsentrasi glukosa darah
e. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot
f. Peningkatan kekuatan otot
g. Peningkatan aktivitas mental
h. Peningkatan kecepatan koagulasi darah
4.2 Saran
Setelah kita tahu lebih banyak tentang stress, mudah-mudahan bisa membantu kita semua untuk dapat menghadapi setiap stress yang dialami dengan bijaksana. Segala persoalan dalam hidup bukanlah untuk dihindari tapi untuk dihadapi dengan bijaksana. Caranya adalah dengan memperlengkapi diri kita dengan skill hidup (life skill) yang terbaik untuk menghadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
A, Bessel etc. (2005). Disorders of Extreme Stress: Journal of Traumatic Stress Vol.8 No.15
Asiyah, Siti Nur. 2014. "Kuliah Psikologi Faal". Sidoarjo: Zifatama Publishing
Bagian laboratorium fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. 1997. "Pedoman Praktikum Psikologi Faal II". Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Ganong, W. F. 1983. " Fisiologi Kedokteran. Bagian II. Edisi V". Jakarta: CV. EGC.
Gibson, Jhon. 1981. "Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat". Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Guyton Arthur, C. 1983. "Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Bagian II. Edisi V". Jakarta : CV. EGC
Kimball, John W .1992. "Biologi". Jakarta: Erlangga.
Liza, dr. (2006). Otak Manusia, Neurotransmiter, dan Stress: Dinkes. Kabupaten Cirebon
Pinel, John P.J. 2009. "Biopsikologi". Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Pearce, Evelyn C. 2002. "Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Terjemahan Sri Yulianti Handoyo". Jakarta : PT. Gramedia
Sukadiyanto. (2010). Stress dan Cara Menguranginya: Cakrawala Pendidikan Vol.1
http://niandre7lovely.wordpress.com/2009/07/08/stress-lingkungan-dan-penanggulangannya/. Diakses pada: 15 Juni 2015
http://rachmadrevanz.com/pengertian-stres-dan-sebab-sebabnya.html.Diakses pada:15 Juni 2015
http://kasturi82.blogspot.com/2009/04/jenis-jenis-stres.html. Diakses pada: 15 Juni 2015
http://silahkanngintip.blogspot.com/2011/03/defenisi-sumber-jenis-dan-model-stress.html. Diakses pada: 15 Juni 2015
http://aditindi.blogspot.com/2011/04/jenis-jenis-stress.html. Diakses pada: 15 Juni 2015
http://assova.blogspot.com/2012/06/gangguan-stress.html. Diakses pada: 15 Juni 2015
http://yusufsukarta.blogspot.com/2013/05/sistem-saraf-otonom.html.Diakses pada: 16 Juni 2015
http://tatangsma.com/2015/02/proses-tahapan-terjadinya-stres-pada-manusia.html. Diakses pada: 16 Juni 2015
http://intisari-online.com/read/beginilah-proses-saat-stres Diakses pada: 17 Juni 2015
http://kalangkangmencrang.blogspot.com/2014/09/sympathetic-autonomic-nervous-system.html Diakses pada: 18 Juni 2015