REFERAT RINITIS MEDIKAMENTOSA
PEMBIMBING:
dr. MARKUS RAMBU, Sp.THT-KL
OLEH: ANAK AGUNG GDE AGUNG ADISTAY ADISTAYA H1A011001
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BAGIAN/SM F ILMU PENYAKIT PENYAKIT THTTHT-KL KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM RUMAH SAKIT UMUM PROPINSI NTB 01! 0
DAFTAR ISI DAFTAR ISI""""""""""""""""""""""""".. 1 BAB I: PENDAHULUAN"""""""""""""""""""". BAB II: ANATOMI DAN FISIOLOFI HIDUNG"""""""""".. # BAB III: RINITIS MEDIKAMENTOSA""""""""""""""11 BAB IV: PENUTUP"""""""""""""""""""""".. 1! DAFTAR PUSTAKA"""""""""""""""""""""" 1$
1
BAB I PENDAHULUAN
Rinitis adalah kondisi terjadinya inflamasi pada mukosa hidung yang menimbulkan gejala seperti hidung tersumbat, gatal, dan berair. Rinitis dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi kondisi alergi dan non-alergi. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu tertentu yang bukan merupakan alergen. Rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis infeksi dan non-infeksi. Rinitis infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, maupun jamur. Sedangkan rinitis non-infeksi terdiri dari rinitis idiopatik, okupasi, hormonal, drug-induced , makanan, emosional, atrofi, dan refluks gastroesofageal (GER!.",# Rinitis drug-induced merupakan rinitis yang dapat diakibatkan pemakaian obat oral ataupun topikal. $amun karena patofisiologinya berbeda, penggunaan istilah untuk rinitis drug-induced lebih tepat untuk rinitis yang disebabkan penggunaan obat secara oral. Sedangkan pemakaian obat topikal dikatakan rinitis medikamentosa.% Rinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound rhinitis atau rinitis kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. % &ukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga
dalam
penggunaan
vasokontriktor
topikal
harus
berhati-hati.
'asokontriktor hidung diisolasi pertama kali pada tahun ") dari ma-huang yaitu tanaman yang mengandung efedrin dan digunakan sebagai vasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi, minyak, semprot dan tetes. %,* Rinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung non alergi yang dapat mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter. +leh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi, gejala, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari rinitis medikamentosa.",#,%,*
2
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
.1.
A%&'()* H*d+%
idung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan perdarahan dan persarafannya, serta fisiologi hidung. idung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke baah /,0 ". #. %. *. /. 0.
1angkal hidung (bridge! orsum nasi 1uncak hidung 2la nasi 3olumela 4ubang hidung
Gambar 2.1 Hidung bagian luar 8
idung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang raan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. 3erangka tulang terdiri dari /,0 1. 5ulang hidung (os nasalis! 2. Prosesus frontalis os maksilla 3. Prosesus nasalis os frontalis Sementara itu, kerangka tulang raan terdiri atas beberapa pasang tulang raan yang terletak di bagian baah hidung, yaitu /,0 ". Sepasang kartilago nasalis lateralis superior 3
#. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor! %. 3artilago alar minor *. 5epi anterior kartilago septum Prosesus nasalis os frontalis
Gambar 2.2. Kerangka hidung 8
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk teroongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. 1intu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior
dan
lubang
belakang
disebut
nares
posterior
(koana!
yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. 6agian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan vestibulum. 'estibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise./,0 5iap kavum nasi mempunyai * buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.%,*,/ inding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan tulang raan. 6agian tulang adalah lamina perpendikularis os ethmoid , vomer, krista nasalis os maksilla, krista nasalis os palatina. 6agian tulang raan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis! dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang raan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung./,0
4
Gambar 2.3 inding medial hidung 8
6agian depan hidung sisi lateral memiliki permukaan licin, yang disebut agar nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. 1ada dinding lateral terdapat * buah konka. 3onka superior, konka media, konka inferior dan konka suprema. 7ang terbesar dan letaknya paling baah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter./,0
Gambar 2.! inding lateral rongga hidung 8
3onka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid./ iantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. 6erdasarkan letaknya, ada % meatus
5
yaitu meatus inferior, medius dan superior. &eatus inferior terletak di anatara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. 1ada meatus inferior terdapat muara (ostium! duktus nasolakrimalis./,0 &eatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. 1ada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus usinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. iatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior./ 1ada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. inding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksilla dan os palatum. inding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung. / 6agian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yg merupakan cabang a. oftalmika (cabang dari a. karotid interna!. 6agian baah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maksilaris interna, yaitu a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. 6agian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis./
Gambar 2." Perdarahan hidung 8
6
1ada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, a. palatina mayor, yang disebut Pleksus Kiesselbach ( #ittle$s area%. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epitaksis, terutama anak-anak./ 'ena-vena hidung berjalan berdampingan dengan arteri. 'ena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yg berhubungan dengan sinus kavernosus. 'ena-vena dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai intrakranial./
&ukosa hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratorius!. &ukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated peudostratified collumner epithelium! dan di antaranya terdapat sel-sel goblet. &ukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga hidung bagaian atas tersusun atas epitel berlapis semu tidak bersilia ( pseudostratified collumner non ciliated epithelium! yang dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel, penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. aerah mukosa penghidu berarna coklat kekuningan. 1ada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. alam keadaan normal mukosa respiratori berarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket ! pada permukaannya. i baah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. 1embuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. 2rteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan longitudinal. 2rteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perglanduler dan sub epitel. 1embuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang 7
dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. 1ada bagian ujungnya sinusoid mempunyai otot sfingter. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. engan susunan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang erektil, yang mudah mengembangkan dan mengerut. 'asodilatasi dan vasosonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom. /,), Sistem transpor mukosilier Sistem transpor mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara. Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir. 1alut lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa. 6agian baah dari palut lendir terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian permukaan banyak mengandung protein plasma seperti albumin, 8gG, 8g& dan faktor komplemen. Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, liso9im, inhibitor lekoprotease sekretorik, dan 8g2 sekretorik (s-8g2!./ Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan lokal
yang
bersifat
antimikrobial.
8g2
berfungsi
untuk
mengeluarkan
mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan 8gG beraksi didalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajang dengan antigen bakteri. 1ada sinus maksila, sistem transpor mukosilier menggerakkan sekret sepanjang dinding anterior, medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah. Setinggi ostium, sekret akan lebih kental tetapi drainasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negatif dan berkembangnya infeksi. 3erusakan mukosa yang ringan tidak akan menghentikan atau mengubah transpor, dan sekret akan meleati mukosa yang rusak terebut. 5etapi jika sekret lebih kental, sekret akan terhenti pada mukosa yang mengalami defek./ Gerakan sistem transpor mukosilier pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral. Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian keatap, dinding 8
lateral dan bagian inferior dari dinding anterior dan posteror menuju area frontal. Gerakan spiral menuju ke ostiumnya terjadi pada sinus sphenoid, sedangkan pada sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika ostium terdapat pada salah satu dindingnya. / 1ada dinding lateral terdapat # rute besar transpror mukosilier. Rute pertama merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior. Sekret ini biasanya bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalalan menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring meleati bagian antero inferior orifisium tuba Eustachius. 5ranspor aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan epitel skuamosa pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke baah dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan./ Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sphenoid yang bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian posterosuperior orifisium tuba Eustachius. Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari tuba Eustachius. Sekret pada septum akan berjalan vertikal ke arah baah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferior tuba Eustachius./
..
F**((* H*d+%
:ungsi hidung adalah / ".
:ungsi respirasi ;dara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke baah kearah nasofaring. 2liran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus./ ;dara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. 1ada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. /
9
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar %) derajat
10
#.1.
D*%**
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung! dalam aktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. apat dikatakan baha hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse!. >,"? #..
Ep*d)*((*
2ngka kejadian pada kasus ini sama antara pria dan anita tetapi lebih sering pada usia deasa muda dan pertengahan. 8nsidensi penyakit ini dilaporkan sekitar "-)@.% #.#.
E'*((*
1enyakit
rinitis
medikamentosa
disebabkan
oleh pemakaian obat
vasokonstriktor topikal. +bat ini sebaiknya isotonik dengan sekret hidung yang normal, dengan p antara 0,% dan 0,/, serta pemakaiannya tidak lebih dari satu minggu. =ika tidak, akan terjadi kerusakan pada mukosa hidung berupa #,/,>,"? ". Silia rusak #. Sel goblet berubah ukurannya %. &embran basal menebal *. 1embuluh darah melebar /. Stroma tampak edema 0. ipersekresi kelenjar mukus ). 4apisan submukosa dan periostium menebal
5abel %.". ekongestan yang menyebabkan rinitis medikamentosa S*)p&'()*)'* A)*%
I)*d&2(*%
•
2mfetamin
•
3lonidin
•
6en9edrine
•
•
3afein
•
+Aymeta9olin
•
Ephedrin
•
Bylometa9olin
$apha9olin
11
•
&escalin
•
1henylephrin
•
1henylpropanolamin
•
1seudoephedrin
#.3.
F&'(r prd*p(**
1asien dengan riayat rinitis alergika, rinitis non-alergi, sinusitis akut, sinusitis kronis, poliposis hidung, rinitis sekunder akibat kehamilan, rinitis akibat septum deviasi dan obstruksi, dan otitis media. #.4.
P&'(**((*
3ongesti mukosa cavum nasi diakibatkan rangsangan dari saraf simpatis, parasimpatis, serabut saraf <, dan saraf nonadrenergik nonkolinergik ($2$ 1emakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam aktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation! setelah vasokonstriksi, sehingga timbul gejala obstruksi. 2danya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut.
12
1ada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. al ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfaadrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. 2ktivitas dari tonus simpatis
yang
menyebabkan vasokonstriksi
(dekongesti mukosa hidung!
menghilang. 2kan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. 3eadaan ini disebut juga sebagai rebound congestion. > 3erusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam aktu lama ialah "! silia rusak, #! sel goblet berubah ukurannya, %! membran basal menebal, *! pembuluh darah melebar, /! stroma tampak edema, 0! hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan p sekret hidung, )! lapisan submukosa menebal, dan ! lapisan periosteum menebal. > #.!.
G5&& *%*
3eluhan utama pasien adalah hidung tersumbat secara terus menerus tanpa mengeluarkan
sekret.
1enampakan
pada
pemeriksaan
fisik
bagi
rinitis
medikamentosa tidak jauh bedanya dengan infeksi atau rinitis alergi. &ukosa hidung kelihatan kemerahan (beef&-red ! dengan area bercak pendarahan dan sekret yang minimal atau edema. Selain itu juga, mukosanya bisa tampak pucat dan edema, juga bisa menjadi atrofi dan berkrusta disebabkan penggunaan dekongestan hidung dalan jangka aktu yang lama seperti pada pasien rinitis alergi, asma, dan sinusitis kronis. Gejala lainnya pasien mendengkur, bernafas leat mulut, insomnia, dan sakit tenggorokan.%,*,/,>,"? #.$.
D*&%(*
3riteria bagi diagnosis rinitis medikamentosa adalah ",# %,*,/ •
Riayat pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau obat semprot hidung dalam aktu lama dan berlebihan.
•
+bstruksi hidung yang berkelanjutan (kronik! tanpa pengeluaran sekret atau bersin.
•
itemukan mukosa hidung yang menebal pada pemeriksaan fisik. Rinitis medikamentosa sering terjadi disebabkan oleh kondisi medis
lainnya yang menyebabkan penggunaan dekongestan. =adi, penting untuk menjalankan beberapa pemeriksaan lainnya untuk mengidentifikasi kondisi medis 13
lainnya yang berpotensi untuk diobati. i antara pemeriksaannya adalah uji tusuk bagi pasien yang mempunyai riayat rinitis alergi, uji aspirin bagi pasien yang mempunyai trias 2S2 (rinosinusitis kronis, polip nasi, asma bronkial derajat berat! dan pemeriksaan rinoskopi untuk mengidentifikasi deviasi septum, abnormalitas struktur anatomi dan juga polip hidung. ",# %,*,/ #.6.
P%&'&&&%&&%
;ntuk mengobati rinitis medikamentosa dapat dilakukan hal-hal berikut ini> -
inasihatkan agar segera dihentikan penggunaan obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung. 1asien juga harus diberi edukasi mengenai keluhan yang dialami dan diberikan pengobatan alternatif lainnya untuk menggantikan obat yang menyebabkan terjadinya sumbatan hidung pada pasien.>
-
;ntuk mengatasi sumbatan
berulang (rebound congestion!, dapat
diberikan kortikosteroid topikal selama minimal # minggu untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung. apat juga dengan pemberian kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tapering off! dengan menurunkan dosis sebanyak / mg setiap hari, (misalnya hari " *? mg, hari # %/ mg dan seterusnya!.> -
+bat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin!.> 2pabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah % minggu, pasien
sebaiknya ditindaklajuti dengan terapi kauterisasi (kyroterapi! dan pembedahan (reseksi dan laser!.> #.7.
K()p*&*
. 3omplikasi yang dapat terjadi adalah hiperplasia menetap, perforasi septum, rinitis atropi dan infeksi sinus. %
#.10.
Pr(%(*
1enelitian menunjukkan baha hampir semua pasien bisa menghentikan penggunaan obat tetes hidung dan akhirnya menunjukkan penyembuhan yang 14
sempurna. 6agi yang tetap menggunakan obat tersebut, fenomena rebound congestion ini akan tetap berlangsung selagi pasien tidak menghentikan pengobatan tersebut.%
15
BAB IV PENUTUP
Rinitis medikamentosa merupakan suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung! dalam aktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. al ini sering disebut sebagai rebound congestion. 1enggunaan vasokonstriktor topikal sebaiknya paling lama selama " minggu karena dapat menimbulkan silia rusak, sel goblet berubah ukurannya, membran basal menebal, pembuluh darah melebar, stroma tampak edema, hipersekresi kelenjar mukus, dan lapisan submukosa dan periostium menebal. Gejala dari penyakit ini mirip dengan rinitis lainnya seperti mukosa hiperemis, edema, atau pucat, hidung tersumbat secara terus menerus tetapi tanpa mengeluarkan sekret. Sesuai dengan definisinya, pada penegakan rinitis medikamentosa harus ditemukan riayat penggunaan obat vasokonstriktor topikal (dekongestan! jangka panjang yang biasanya terjadi pada pasien rinitis alergi, asma, dan sinusitis kronis. Selain itu, dapat ditemukan mukosa hidung yang menebal dan obstruksi hidung tanpa pengeluaran sekret. 1enatalaksanaan pada pasien ini antara lain dengan menghentikan penggunaan obat penyebab dari gejala yang dialami, kemudian dapat diganti dengan obat golongan lainnya atau dengan sediaan yang berbeda. apat diberikan kortikosteroid dosis tinggi jangka pendek serta dekongestan oral. 1enggunaan yang terus menerus ini dapat merusak struktur hidung yang lebih dalam sehingga mengakibatkan hyperplasia menetap, perforasi septum, rinitis atrofi serta infeksi sinus. 1ada pasien yang dapat menjalani terapi dengan baik, angka kesembuhan pada kasus ini sangat baik, namun jika penggunaan obat vasokonstriktor tetap berlangsung maka akan tetap terjadi rebound congestion.
16
DAFTAR PUSTAKA
". 4und, '. =. 'cute and (hronic )asal isorders. alam Sno =r, =. 6., 6allenger, =. =. *allenger$s +torhinolar&ngolog& Head and )eck ,urger&. SiAteenth edition. Dilliam Dilkins. #??%. p )*"-)/?. #. 4alani, 2. 3. )onallergic 'llergic hinitis/ 0ntroduction. alam 4alani, 2. 3. (urrent iagnosis reatment +tolar&ngolog& Head and )eck ,urger&. Second edition. $e 7ork &c Gra ill. #??%. %. Ramey, =. 5., 6ailen, E., 4ockey, R. :. hinitis edicamentosa. 2llergy >). p ")%-"> ). hingra 1. 4., hingra S., eds. iseases of 5ar6 )ose hroat. :ifth Edition. $e elhi Elsevier, #?"". p. "?-"* . $etter :., ed. 2tlas of uman 2natomy, *t Edition. $e 7ork ElsevierI #??0. p. %#-%0 >. 8raati, $., 1oerbonegoro, $. 4., 3asakeyan, E. Rinitis vasomotor. alam Soepardi, E. 2., 8skandar $., 6ashiruddin, =., Rastuti, R. FEditor. *uku 'ar 0lmu Kesehatan elinga Hidung enggorok Kepala #eher . Edisi keenam. =akarta :3;8, #?"?. p "%/-"% "?. ilger, 1. 2. Pen&akit Hidung . alam *+05, - *uku 'ar Pen&akit H . Edisi 0. =akarta EG<, ">>). p #??-#%>
17