BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat menyebar melalui jaringan ikat (percontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (lymphogenous). Penyebaran langsung melalui jaringan ikat dapat menimbulkan abces submandibula, abces submental dan abces sublingual yang dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas, Karasutisna (2007). Penjalaran ini dapat berlangsung secara continue dimana pada mulanya berawal dari jaringan ikat yang akan menimbulkan abses submandibula, abses submental dan abses sublingual dan berlanjut mengakibatkan gangguan jalan nafas yang disebut phlegmon. Sedangakn bila penyebaran melalui hematogen dapat menyebabkan abses serebri. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi adalah mikroorganisme ( jenis mikroorganisme, jumlah mikroorganisme dan virulensi mikroorganisme), host ( umur, status kesehatan) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem imun), sedangkan faktor yang memperberat penyebaran infeksi diantaranya diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis dan sistemik lupus eritematosus. Penyakit diabetes mielitus dapat memperberat penyakit infeksi melalui mekanisme meningkatkan virulensi kuman dan menghambat proses penyembuhan. Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Oragisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva saliva dan mukosa mulut.
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan
limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis.
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Infeksi odontogenik adalah salah satu diantara beberapa infeksi yang paling umum kita temui pada manusia. Infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan. Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi. Pada keadaan normal, faktor host ebih dominan terhadap faktor mikroba. Bia faktor mikroba meningkat atau faktor pertahanan tubuh menurun atau yang sering terjadi adalah faktor keduanya, maka potensi patogen sehingga tubuh di dominasi oleh faktor mikroba sampai akhirnya terdapat tanda terjadinya infeksi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau dapat beranjut menjadi penyakit yang lebih serius, seperti penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri misalnya streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain.
2.2 ETIOLOGI
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang utama ditemukanadalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif dan batan g anaerob gramnegative. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis.Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen (Ariji et. al.2002). Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.Organisme pemeriksaan
kultur
penyebab adalah
infeksi
odontogen
alpha-hemolytic
yang
sering
Streptococcus,
ditemukan
pada
Peptostreptococcus,
Peptococcus, 2
Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium.
Bakteri
aerob sendiri jarangmenyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen
disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species
Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerobyaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur (Ariji et. Al. 2002).
2.3 KLASIFIKASI TERJADINYA INFEKSI ODONTOGENIK 1.
2.
Berdasarkan organisme penyebab Infeksi -
Bakteri
-
Virus
-
Parasit
-
Mikotik
Berdasarkan Jaringan -
Odontogenik
- Non-odontogenik 3. Berdasarkan lokasi masuknya -
Pulpa
-
Periodontal
-
Perikoronal
4. Berdasarkan tinjauan klinis -
Akut
-
Kronik
2.4 FAKTOR TERJADINYA INFEKSI ODONTOGENIK 1.
Virulensi dan Quantity Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan dengan 3
kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen. 2. Pertahanan Tubuh Lokal Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri. Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam tubuh host dan tidak menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri tersebut berkurang akibat penggunaan antibiotik, organisme lainnya dapat menggantikannya dan bekerjasama dengan bakteri penyebab infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih berat. 3. Pertahanan Humoral Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi yang melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit. Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 % terdiri dari Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan pada membran mukosa. Ig M merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui. Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral lainnya, merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan harus di aktifkan untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang penting adalah yang pertama dalam proses pengenalan 4
bakteri, peran kedua adalah proses kemotaksis oleh polimorfonuklear leukosit yang dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah proses opsonisasi, untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan fagositosis. Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk merusak dinding sel bakteri. 4. Pertahanan Seluler Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, pembunuh dan menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis. Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor).
2.5 TAHAPAN TERJADINYA FAKTOR INFEKSI ODONTOGENIK
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani resolusi: 1.
Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan adonannya konsisten.
2.
Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
3.
Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.
5
2.6 JALUR TERJADINYA INFEKSI ODONTOGENIK
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu 1. jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal (dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapical). 2. jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket 3. jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak atau belum dapat tumbuh sempuna.
Gambar 2.1. jalur penyebaran infeksi odontogen. (1) jalur periapikal, (2) jalur periodontal, (3) jalur pericoronal
2.7 PATOFISIOLOGI INFEKSI ODONTOGENIK
Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa,kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi(nekrosis pulpa).Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi.Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringa n lain yang dekat denganstruktur gigi yang nekrosis tersebut (Green et. Al. 2001). Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran 6
hebat apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalarantidak berat adalah serous periostitis, abses subperiosteal, abses submukosa, abses subgingiva,dan abses subpalatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga merupakanfokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadidermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitismaxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke persendian menjadi arthritis (Green et. al. 2001). Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Ciri khas dari infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses dekalsifikasi email . Suatu perbandingan demineralisasi dan remineralisasi strukturgigiterjadi pada perkembangan lesi karies.Demineralisasi yang paling baik pada g igi terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfatyang tinggi. Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa (Green et. al. 2001). Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menujuapeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula.Infeksitersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superficial dari ronggamulut atau membuat saluran yang sangat dalampadadaerahfasial.Serotipedari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinu s) merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut (Green et. al. 2001).
2.8 PATOGENESA DAN POLA PENYEBARAN INFEKSI ODONTOGENIK
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal
secara
progresif. Ketika
infeksi
mencapai
akar
gigi,
7
jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat. Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif mendeposisi
fibrin.
yang
disebut koagulase
yang
fungsinya
untuk
Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang
berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu
streptokinase, streptodornase,
dan
hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan. 2.9 MACAM-MACAM INFEKSI ODONTOGENIK
1. Pericoronitis Pericoronitis didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi di dalam rongga mulut danmengeluarkan simtom. Secara klinis, perikorontis seperti abses periodontal namun begitu, etiologik nya berbeda. (Topazian et. al.,2002). Perikoronitis dapat memberi efek terhadap molar ketiga kerana kasus impaksi banyak terjadi pada molar ketiga dan ia terletak pada pinggir anterior mandibular, oleh karena itu, kasus impaksi molar ketiga banyak terjadi pada usia dewasa muda. (Peterson et. al.,2003). Etiologi
perikoronitis
secara
umum
adalah
infeksi.
Namun
beigtu,
mikroorganisma spesifik yang menyebabkan perikoronitis ini masih belum diketahui. Disamping itu, etiologi perikoronitis adalah trauma dari gigi tetangga dalam terjadinyaekserbasi dan pembekakan jaringan. Faktor lainnya adalah stress emosi, rokok, chronic fatigue,dan infeksi pada saluran respiratori di bahagian atas. (Topazian et. al.,2002). Perikoronitis diklasifikasikan menjadi kronis dan akut. Perikoronitis kronis dapat hadir tanpa atau hanya gejala ringan dan remisi panjang antara setiap peninggian fase untuk perikoronitis akut. Perikoronitis akut dikaitkan denganberbagai gejala termasuk sak it parah, pembengkakan dan demam. Kadang-kadang ada abses perikoronal terkait (akumulasi nanah) .Infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain dari wajah atau leher, dan
8
kadang-kadang
dapatmenyebabkan
jalan
nafas
(misal
Ludwig
angina)
yang
membutuhkan perawatan rumah sakitdarurat. (Malik,2011). Patogenesis umumnya, bakteri tidak dijumpai dalam jaringan. Namun, apabila terdapat „port deentre‟, bakteri tersebut dapat menginvasi jaringan. Mekanisme Terjadinya Trismus akibat perikoronitis infeksi pada daerah mastikator sering terjadi akibat infeksi dari gigi molarterutamanya infeksi dari molar ketiga. perikoronitis dari daerah molar ketiga atau abses yangterjadi akibat dari abses sering ditemukan dalam kasus ini dimana mikroorganisma yang berasal dari molar ketiga dan menyebar ke 'masticator spaces'. (Topazian et.al., 2002) 2. Abses a. Abses Periapikal Abses
periapikal
daerah periapikal
sering
gigi yang
juga
disebut
abses
sudah mengalami
dento-alveolar,
kematian dan
terjadi
di
terjadi keadaan
eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode latenyang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).
1) Abses Apikalis Akut Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri,serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikali s akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan 9
pembengkakan.Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon. Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.
2) Abses Apikalis Kronis Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses ap ikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan local yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas 10
tidak memberikan respon. Gambaran radiografis absesapikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler. b. Abses subperiosteal Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut berasal dari
dan dalam
gigi premolar
serta tidak
atau
terlokalisir.
Pada rahang
molar pembengkakan
dapat
bawah bila
meluas dari
pipi
sampai pinggir mandibula,tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan. c. Abses Submukosa Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal
yang
kemudian pus berkumpul
dan
sampai
dibawah
mukosa
setelah periosteum tertembus.Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengka kan bertambahbesar. Gejala lain yaitumasih terdapat pembengkakanekstra oral kadan g-kadang disertai demam lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial me ndatar,terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi. d. Abses Fosa Kanina Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinyaaku mulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka,kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampaktertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah. e. Abses spasium bukal Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan muskulus businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dap at berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium 11
bukal.Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arahrongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekatlainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan. f. Abses spasium infratemporal Abses
ini
jarang
terjadi,
tetapi
bila
terjadi
sangat
berbahaya
dan
seringmenimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataranhorisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibuladan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pter igoideksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula, milohioid, lingual,businator, dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berde katandengan pleksus faringeal. g. Spasium submasseter Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi ototmasseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah da n bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini. Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagiandalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dansakit pada penekanan. h. Abses spasium submandibular Spasium ini terletak dibagian bawah m. mylohioid yang memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh muskulus hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoideksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna. 12
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dento alveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula. i.
Spasium sublingual Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal, teletak diatas m.milohioid
dan
bagian
medial
dibatasi
oleh
m.genioglosus
dan
lateral
oleh permukaan lingual mandibula.Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasarmulutdanlidahterangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan t ampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit. j.
Abses spasium submental Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakangdapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar. Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akanterjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada pemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.
k. Abses spasium parafaringeal Spasium
parafaringeal
berbentuk
konus
dengan
dasar
kepala
dan
apeks bergabung dengan selubung karotid.Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoi dinterna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasaldari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe. Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foraminamenuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atautrombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim. 3. Periodontitis Apikalis 13
Periodontitis apikal dapat di definisikan sebagai peradangan semua struktur pendukung gigi di daerah sekitar apeks gigi. Inflamasi periapikal biasanya disebabkan oleh infeksi gigi yang khas menyebabkan sakit gigi dalam soketnya. Hal ini sering disertai dengan kerusakan tulang dan kadang-kadang, apeks akar gigi. Namun jaringan periapikal memiliki kemampuan untuk menyembuhkan jika penyebab peradangan dihapus. Periodontitis periapikal dapatdibagi menjadi periodontitis apikal akut dan kronis. a. Periodontitis Apikalis Akut Periodontitis apikalis akut adalah suatu keradangan akut dari jaringan periodontal dan tulangdi daerah apical gigi. Gejala subjektif dari periodontitis apikalis akut berupa sakit yang sangat,terutama bila gigi yang bersangkutan ini digunakan untuk menggigit,selainitugigiyang bersangkutan terasa lebih menonjol. Pada pemeriksaan kl inis, gigi yang mengalami periodontitis apikalis akut sudah nonvital, pada pemeriksaa n perkusi dan juga drug terasasakit sekali. Sakit ini disebabakan oleh
adanya
keradangan yang terdapat di jaringan periapikal. b. Periodontitis Apikalis Kronis Periodontitis apikalis kronis adalah suatu keradangan kronis pada jaringan periapikalgigi yang biasanya merupakan kenajutan dari periodontitis apikalis akut. Namun periodontitisapikalis kronis ini biasanya merupakan kelainan yang terjadi sejak awal tanpa menunjukkangejala akut terlebih dahulu.Hal ini bias diakibatkan oleh karena infeksi periapikal yang adasifatnya ringan,atau bias juga karena resistensi jaringancukupbaik,ataugabungankeduanya.Rasa sakit yang timbul biasanya berupa ke luhan kemeng atau kadang tidakada keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan klinis didapatkan berupa gigi yang telah non-vital, pada pemeriksaan perkusi dan drug bias didapatkan keluhan rasa sakit berupa kemengatau sama sekali tidak ada respon sakit.
2.10
GEJALA KLINIS
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafa s. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul 14
atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya (Ariji et. al. 2002). Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu :
Rubor : permukaan kulit yang terlihat infeksi kemerahan.
Tumor : pembengkakan terjadi karena akumulasi nanah atau cairan exudant.
Kalor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke infeksi.
Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan aliran sensorik karena bengkak
Fungsiolaesa : terdapat masalah dengan proses trismus, disfagia dan gangguan pernafasan. Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra,
gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan Pemeriksaan
fisik
kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala
dimulai
dari
ekstra
oral,
lalu
berlanjut
hebat, muntah). ke
intra
oral.
Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutane us. Dilihatadakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus.Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.
2.11
PENATALAKSANAAN INFEKSI ODONTOGENIK
1. Menjaga saluran nafas tetap bebas Dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal nafas, mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang paling penting dalam manajemen infeksi odontogen, tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak dapat tidur dalam p osisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur, disfonia, terdengar stridor. Saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi odontogen, jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi, dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan
15
metode operasi untuk mempertahankan saluran nafas pada saat emergency (gawat darurat). 2. Operasi drainase Pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah penyakit abses, memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit infeksi odontogen, penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan, ruang sekunder potensial terinfeksi juga. CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi, foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat infeksi. Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral, abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral, abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase. 3. Medikamentosa Rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat besar), merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya Diabetes Mellitus), mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit, memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita trismus, pembengkakan atau rasa sakit di mulut. 4. Identifikasi bakteri penyebab Diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri anaerob lainnya, kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji sensitivitas dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan resisten terhadap antibiotika). Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika incisi dan drainase terlambat dilakukan
16
5. Menyeleksi terapi antibotika yang tepat -
Penicillin parenteral
-
Metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi yang berat
-
Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
-
Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
-
Antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi odontogen yang signifikan. Jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax segera dan konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular. Ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen
17
BAB 3 KESIMPULAN
Infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat menyebar melalui jaringan ikat (percontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (lymphogenous). Penyebaran langsung melalui jaringan ikat dapat menimbulkan abces submandibula, abces submental dan abces sublingual yang dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas, Karasutisna (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi adalah mikroorganisme ( jenis mikroorganisme, jumlah mikroorganisme dan virulensi mikroorganisme), host ( umur, status kesehatan) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem imun), sedangkan faktor yang memperberat penyebaran infeksi diantaranya diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis dan sistemik lupus eritematosus. Penyakit diabetes mielitus dapat memperberat penyakit infeksi melalui mekanisme meningkatkan virulensi kuman dan menghambat proses penyembuhan. Infeksi odontogenik yang tidak dikelolah dengan baik dapat menimbulkan komplikasi berupa adanya abses sublingual, abses submental, abses submandibular dan dapat meluas ke abces menubrium dan apabila abces tersebut disertai gangguan saluran napas akibat tekanan abces biasa disebut Ludwig's angina. Infeksi odontogenik dapat menyebar lewat pembuluh darah membentuk abces cerebri ditandai adanya tanda septicemia, peningkatan tekanan intracranial, deficit neurologis serta gambaran CT-scan kepala. Penyebab kematian pada kasus ini adalah syok septic pada kondisi severe sepsis hal itu digambarkan dengan penurunan tekanan darah secara gradual walaupun dengan pemberian antibiotik tidak bisa menolong banyak karena fokal infeksi yang luas di region colli dan abces cerebri.
18
DAFTAR PUSTAKA
Fragiskos, F. D. Oral Surgery. Berlin : Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 200 7 Guyton dan Hall. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Penerbit ECG. Jakarta. Hal 1044-1046. Hartmann RW, Ludwigs angina in children American Family Physician, 1999 Ianes Emilia, Rosu S, et all, Early recognition of life-threatening cervicofacial infection of denta origin, 2004 Karasustina.T, Selulitis facialis, Fakutas Kedokteran Gigi Padjajaran Bandung, 2000 Marsh DP, Martin VM. 2009. Oral Microbiology : Orofacial Bacterial Infections. 5th ed. Toronto : Churchill Livingstone Elsevier. p 146-149 Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Patologi umum dan sistemik. Vol. 1/ J.C.E. Underwood ; editor edisi bahasa Indonesia, Sarjadi. Ed. 2.Jakarta : EGC, 1999. Southwick FS, Calderwood SB, Thorner AR. Pathogenesis, clinical manifestation, and diagnosis of brain abscess, 2010 Tahun 2008, Surabaya, Pedoman diagnosis dan terapi, ilmu kesehatan gigi dan mulut, edisi 1, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
19