BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Psoriasis adalah penyakit dengan penyebab autoimun, bersifat kronik dan residif, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang 1
kasar, berlapis-lapis dan transparan. Walaupun kondisi ini tidak mengancam nyawa atau menyebabkan kematian, kondisi ini dapat menyebabkan gangguan kosmetik, 1
terlebih lagi mengingat bahwa perjalanannya bersifat menahun dan residif. Psoriasis 1,2
dapat menyerang perempuan maupun laki-laki dengan resiko yang sama. Psoriasis dapat muncul pada usia kapan saja, akan tetapi posriasis jarang ditemukan pada usia 3
kurang dari 10 tahun. Kondisi ini lebih sering muncul pada usia 15-30 tahun.
Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang paling sering terjadi di negara-negara barat dimana hampir 2% dari penduduknya pernah menderita psoriasis 4
selama masa hidupnya. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan 1
penduduk kulit berwarna. Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti 4
mengapa psoriasis bisa timbul. Pada kebanyakan kasus ada pengaruh yang kuat dari faktor genetik, terutama bila penyakit mulai diderita pada awal remaja atau dewasa muda, akan tetapi walaupun biasanya didapatkan adanya riwayat keluarga, seringkali 4
tidak didapatkan pola keturunan yang jelas pada penderita psoriasis. Terdapat tiga faktor yang berperan dalam patogenesa psoriasis yaitu faktor genetik, faktor imunologik 1
dan berbagai faktor pencetus.
Proses penyakit ini merupakan gabungan dari hiperproliferasi epidermis dan akumulasi sel-sel radang yang disertai pemendekan waktu transit epidermis (epidermal (epidermal turn over ) dari yang normalnya sekitar 8-10 minggu (+311 jam) berubah menjadi 3,4
beberapa hari (+36 jam). Secara histopatologis gambaran utama dari kondisi ini antara lain: (1) Epidermis yang menjadi sangat tebal atau akantosis, akantosis, (2) Retensi nukleus
1
pada stratum korneum atau parakeratosis atau parakeratosis,, (3) Peningkatan aktivitas mitosis keratinosit, fibroblas dan sel endotel, (4) Adanya Microabsces Adanya Microabsces of Munro berupa Munro berupa akumulasi polimorf 4
pada stratum korneum, serta (5) Pelebaran pembuluh kapiler pada dermis bagian atas.
Psoriasis memiliki beberapa bentuk klinis yaitu Psoriasis Vulgaris, Psoriasis Gutata, Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural), Psoriasis Eksudativa (Seboriasis), Psoriasis Pustulosa (yang terdiri atas Psoriasis P soriasis Barber Barber dan dan Psoriasis Von Zumbusch), Zumbusch), serta bentuk terakhir yaitu Eritroderma Psoriatik.
1
Dalam penatalaksanaan psoriasis perlu diperhatikan mengenai luasnya lesi kulit, lokalisasi lesi kulit, usia penderita dan ada tidaknya kontraindikasi terhadap obat yang kita berikan. Pengobatan kausal belum dapat diberikan sehingga pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor-faktor yang dianggap sebagai pencetus timbulnya psoriasis antara lain pemberian sedatif pada stres psikis, psikis, serta penatalaksanaan terhadap adanya 1
infeksi fokal seperti tonsilitis, karies gigi dan infeksi parasit. Selain itu diberikan pula penanganan yang betujuan untuk menekan atau menghilangkan lesi psoriasis yang telah ada baik dengan pengobatan topikal seperti salep/krim yang mengandung steroid dan tar, maupun dengan pengobatan sistemik seperti pemberian kortikosteroid, sitostatika (Metothrexate) atau bahkan dengan pengobatan kombinasi seperti Psoralen sistemik 1,5
dengan penyinaran sinar UV (PUVA).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tatalaksana yang tepat dalam menangani psoriasis vulgaris?
1.3 Tujuan (kegunaan bagi dokter umum)
1.3.1 Untuk mengetahui secara garis besar gambaran penyakit psoriasis vulgaris
2
1.3.2
Untuk mengetahui garis besar tatalaksana dalam menangani penyakit psoriasis vulgaris
1.3.3
Untuk mengetahui cara mengukur derajat keparahan psoriasis dan pemilihan terapi yang tepat berdasarkan PASI Score
1.3.4
Untuk mengetahui preparat yang digunakan dalam terapi topikal, fototerapi, dan terapi sistemik, dosis, indikasi, serta efek sampingnya
3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, 1
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. 2.2
Epidemiologi
Prevalensi psoriasis sangat bervariasi tergantung pada etnisitas. Psoriasis terjadi paling sering di Kaukasia, dengan kejadian diperkirakan 60 kasus per 100.000 / tahun pada populasi ini. Prevalensi di Amerika Serikat adalah 2-4 %, meskipun jarang atau tidak ada di beberapa populasi Afrika-Amerika. Di Cina, angka kejadiannya diperkirakan 0,3 %. Prevalensi di Eropa Utara dan Skandinavia adalah 1,5-3 %. Wanita dan pria sama-sama dipengaruhi oleh kondisi ini. Meskipun psoriasis dapat terjadi pada semua usia, rata-rata usia terjadinya psoriasis adalah 33 tahun, dengan 75 % kasus dimulai sebelum usia 46 6
tahun.
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Insiden pada pria agak lebih banyak daripada wanita, psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi 1
umumnya pada orang dewasa.
4
2.3
Etiopatogenesis
Factor genetic Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis, resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe : psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya factor genetic ialah bah wa 1
psoriasis berkaitan dengan HLA.
Factor imunologik Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi pada umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan
sedikit sebukan limfositik pada epidermis.
Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfost T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekita 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal 1
lamanya 27 hari.
Psoriasis pertama kali digambarkan sebagai penyakit yang terutama mempengaruhi proliferasi keratinosit epidermal dan infiltrasi inflamasi kulit sekunder. Dalam dekade terakhir ini telah menjadi jelas bahwa psoriasis adalah penyakit kekebalan-dimediasi inflamasi sistemik terutama melibatkan sel Th1.
5
Sitokin dari jalur Th1 (interferon-γ, interleukin 2, interleukin 12, dan TNF-α) mendominasi di plak psoriasis. Hal ini diterima secara luas bahwa stimulus tidak diketahui mengaktifkan kulit dendritik antigen-sel penyajian. Antigen-presenting sel diaktifkan kemudian mengaktifkan sel T helper yang mengarah ke rilis berikutnya dari kaskade sitokin inflamasi. Kaskade ini mengakibatkan rekrutmen dan aktivasi dari jenis sel lain seperti sel-sel endotel dan neutrofil, dan produksi kemokin dan faktor pertumbuhan. Akhirnya ini mengarah ke proliferasi keratinosit. Sebuah kondisi inflamasi kronis kemudian memastikan dan mengarah pada pembentukan lesi kulit psoriasis. Baru-baru ini, Interleukin-17mensekresi T helper (Th 17) telah diidentifikasi untuk memainkan peran penting dalam patogenesis psoriasis. Interleukin-17 mempromosikan peradangan dengan menginduksi ekspresi chemoattractants yang ditemukan pada lesi psoriasis. Th17 sel juga mengeluarkan interleukin 22, yang terlibat dalam diferensiasi 6,7
keratinosit dan menyebabkan proliferasi keratinosit.
Berbagai factor pencetus Ada beberapa pencetus diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma, (fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat juga alcohol daan 1
merokok.
6
Gambar 1. Mekanisme imunologi pada psoriasis
Diambil dari kepustakaan nomor 8
2.4
Gejala klinis
Sebagian penderita mengeluhkan gatal ringan. Tempat predoleksi pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku serta 1
lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapislapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi:
7
lentikular, nummular atau plakat, dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi 1
setelah infeksi streptococcus.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken 1
planus dan veruka plana juvenilis.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena 1
auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang diseb abkan oleh papilomatosis. Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis : 1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula 1
tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.
Gambar 2. Gambaran klinis psoriasis vulgaris
Diambil dari kepustakaan nomor 8
8
2. Psoriasis gutata Psoriasis bentuk ini sering menyerang anak-anak dan dewasa serta sering menyertai sakit tenggorokan causa streptococcus. Secara klasik psoriasis gutata tampak sangat kecil,merah,seperti tetesan air, berskuama (istilah gutata diambil dari bahasa latin yang berarti “tetesan air hujan”). Setiap lesi biasanya berdiameter 0,2-1 cm dan 1
berbentuk bulat sampai oval.
Psoriasis gutata dapat berkembang menjadi bentuk plak kronik. Presentasi pasien psoriasis gutata yang berkembang menjadi psoriasis plak tidak jelas, tapi mungkin sekitar 40-50%. Pasien dengan psoriasis plak kronik dapat juga berkembang 1
menjadi psoriasis gutata yang menyertai infeksi saluran pernafasan atas. 3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan 1
namanya.
4. Psoriasis eksudativa Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada 1
bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut. 5. Psoriasis seboroik (seboriasis) 6. Psoriasis pustulosa
Ada dua bentuk psoriasis pustular, yaitu palmar-plantar dan generalisata : a. Pustulosis palmar plantar Pustulosis Palmar-plantar juga dikenal sebagai psoriasis pustular palmar-plantar. Bentuk psoriasis ini terlokalisasi berupa pustul steril pada telapak tangan dan kaki, biasanya tersusun secara simetris. Bentuk psoriasis ini jarang sekali pada usia sebelum dewasa, dan dapat tampak de novo atau pada pasien yang telah diketahui terkena psoriasis. Biasanya terdapat eritem yang berbatas tegas, dengan skuama pada daerah yang berpustul (lihat gambar 6,hal.189). Pustul awal berwarna krem putih klasik dengan dasar eritem. Hal diatas biasanya
9
berwarna matur sampai setengah kecoklatan. Kulit tangan dan kaki dapat menjadi sangat tebal dan retak-retak yang terasa nyeri sekali. Kedua kondisi tersebut terasa gatal yang terus menerus. Tampak hubungan yang erat antara psoriasis pustulosa dengan merokok, lebih dari 95% yang terkena psoriasis 1
adalah perokok.
b. Psoriasis pustular generalisata Psoriasis pustular generalisata adalah suatu kedaruratan kulit. Tampak pustul steril yang biasanya dengan dasar kulit eritroderma (kerusakan kulit total,lihat dibawah). Mungkin ada daerah psoriasis klasik yang bisa membantu diagnosis tapi sering sekali kulit pasien tampak berwarna sangat merah dengan sedikit atau tidak ada skuama. Steroid oral dapat menjadi pemicu keadaan kondisi tersebut dan seharusnya tidak boleh digunakan secara rutin pada pengobatan psoriasis. Keadaan umum pasien biasanya jelek dan harus dirawat di rumah 1
sakit sebagai suatu masalah kedaruratan. 7. Eritroderma psoriatik
Dikatakan eritroderma jika menyerang lebih dari 95% kulit dengan lesi kulit apapun.
1
Psoriasis eritrodermi dapat timbul melalui dua cara,yaitu : 1. Lesi kronik yang secara bertahap berkembang menjadi plak yang luas, yang meliputi hampir seluruh bagian tubuh. Kondisi ini kadang menyebabkan gangguan sistemik dan biasanya berespon baik dengan pengobatan ringan 1
hingga moderat.
2. Psoriasis yang tidak stabil dapat tiba-tiba berkembang atau mengikuti periode peningkatan ketidakstabilan dan intoleransi terhadap terapi topikal. Hal ini merupakan kedaruratan medis dan pasien seharusnya di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan terapi dan pengawasan yang intensif. Hal tersebut dihubungkan
dengan
gangguan
10
sistemik
yang
signifikan
dan
dapat
menghasilkan ketidakseimbangan kontrol suhu tubuh dan ketidakseimbangan cairan tubuh. Kondisi ini bisa dipicu oleh hipokalemi, anti malaria,coal tar atau kegagalan terapi sistemik terutama steroid sistemik. 2.5
1
Histopatologi
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis, dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses munro. 1
Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.
2.6
PASI dan Pilihan Pengobatan
Pengobatan psoriasis dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu : topikal, fototerapi, dan pengobatan sistemik. Tujuan pengobatan psoriasis adalah
untuk
mengontrol
penyakit
sehingg
menurunkan
morbiditas
dan
komplikasinya. Rencana manajemen disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan individu pasien, dengan meningkatkan ekspektasi pasien dan persepsinya terhadap tingkat keparahan penyakit, keuangan dan potensi dampak negatif akibat psoriasis. Prinsip "do no harm" harus dilaksanakan dengan menghindari pengobatan yang 9
tidak memadai.
11
Gambar 3. Pilihan terapi pada psoriasis
Diambil dari kepustakaan nomor 9
12
Gambar 4. Skema tatalaksana pada psoriasis
Diambil dari kepustakaan nomor 9
13
Tingkat keparahan penyakit merupakan kunci untuk perencanaan pengobatan selanjutnya. Untuk penelitian yang melibatkan pasien dengan penyakit yang luas (biasanya didefinisikan sebagai penyakit yang mempengaruhi 10% dari luas permukaan tubuh), Area Psoriasis dan Indeks Keparahan (PASI) digunakan untuk mengukur tingkat keparahan penyakit dan respon terhadap pengobatan. Pada kriteria PASI, skor > 10 dikorelasikan dengan penyakit dengan derajat yang parah, dan memerlukan pemberian
terapi
sistemik.Dalam praktek klinis, langkah-langkah penilaian sederhana mesti digunakan. Pasien dapat dikategorikan memiliki psoriasis lokal, yang dimana akan diberikan pengobatan topikal, atau psoriasis umum, yang akan menggunakan pengobatan dengan fototerapi atau pengobatan sistemik. Biasanya, pasien yang terkena lebih dari 5-10% BSA 9
membutuhkan lebih dari pengobatan topical. 2.6.1
PASI (Psoriasis Area and Severity Index)
Suatu indeks untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yang berelemenkan tingkat keparahan lesi dan area yang dipengaruhi dengan rentang skor 0 (tanpa penyakit) hingga 72 (penyakit derajat terberat/maksimal). Skor PASI dihitung idealnya sebelum, selama, dan setelah pengobatan untuk mengetahui bagaimana respon tubuh terhadap 10
pengobatan. Untuk menghitung Skor PASI, terlebih dahulu harus diketahui pembagian area tubuh untuk kepentingan ini. Area tubuh dibagi menjadi: Kepala/H (10%), Lengan/A (20%), Trunkus/T (30%), Tungkai/L (40%). Kemudian
perlu
diketahui
pula
persentase
yang
mempresentasikan
derajat:
0%
:
derajat
0
<10%
:
derajat
1
10-29%
:
derajat
2
30-49%
:
derajat
3
50-69%
:
derajat
4
70-89%
:
derajat
5
90-100%
:
derajat
6
14
Untuk setiap area, dilihat tanda klinis berupa Eritem (kemerahan), Indurasi (ketebalan), dan Deskuamasi (scale). Keparahan mulai dari 0-4 (tidak ada-berat). Untuk lebih jelasnya, untuk mengukur derajat intensitas disajikan tabel sebagai berikut :
Gambar 5. Psoriasis: Severity Scoring
Diambil dari kepustakaan nomor 11
Skor PASI kemudian dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini : Head: (Ihead+Ehead+Shead+Thead) x Ahead x 0.1 = Totalhead Arms: (Iarms+Earms+Sarms+Tarms) x Aarms x 0.2 = Totalarms Body: (Ibody+Ebody+Sbody+Tbody) x Abody x 0.3 = Totalbody Legs: (Ilegs+Elegs+Slegs+Tlegs) x Alegs x 0.4 = Totallegs 11
Skor PASI adalah jumlah keseluruhan dari Totalhead+Totalarms+Totalbody+Totallegs. Untuk lebih jelasnya, akan dilampirkan tabel skoring PASI di bawah ini.
15
16
2.6.2
Pilihan Pengobatan
1) Pengobatan topikal Pengobatan topikal, merupakan pendekatan yang efektif dan aman untuk psoriasis lokal. Pasien harus diedukasi mengenai manfaat dan efek samping obat, serta cara menggunakannya. Kepatuhan terhadap pengobatan adalah kunci dari keberhasilan pengobatan psoriasis. Pengobatan lini pertama untuk psoriasis lokal adalah kortikosteroid topikal seperti clobetasol. Analog vitamin D (dan kadangkadang vitamin A) dapat digunakan dengan kortikosteroid topikal untuk mencapai respon lebih cepat dan mengurangi durasi penggunaan kortikosteroid. Penggunaan pembalut oklusif (seperti bungkus plastik) dapat meningkatkan penetrasi dan kecepatan respon pengobatan. Obat topikal lama seperti tar dan Anthralin dapat 9
efektif, tetapi lebih jarang digunakan. Yang biasa digunakan ialah : 1. Perparat ter Efeknya ialah anti radang. Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan, konsentrasi dinaikkan. Agar lebih efektif, maka daya penetrasinya harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai vehikulum 1
harus digunakan salap, karena salap mempunyai daya penetrasi yang terbaik. 2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topical member hasil yang baik. Potensi dan vehikulum 1
bergantung pada lokasinya.
Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, ditempat lain digunakan 1
salap. Jika telah terjadi perbaikan, potensi dan freku ensinya dikurangi. 3. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ - ½ jam sehaari 1
sekaliuntuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
17
4. Calcipotriol Adalah sintetik vitamin D. preparatnya berupa salap atau krim 50mg/g, efeknya 1
antiproliferasi. Perbaikan setelah satu minggu. 5. Tazaroten
Obat ini merupakan molekuul retinoid asetlinik topical, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan menghambat 1
petanda proinfalamsi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.
Tarazoten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Efek sampinya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 1
30% kasus juga bersifat fotosensitif. 6. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salap dengan bahan dasar vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain ialah lanolin dan minyak mineral. Jadi 1
emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
2) Pengobatan sistemik Methotrexate adalah salah satu obat sistemik yang paling umum digunakan dalam pengobatan psoriasis. Dosis berkisar antara 10 sampai 30 mg sekali seminggu. Asam folat dapat diberikan pada hari-hari lain untuk mengurangi efek samping pada lambung dan organ lainnya. Pengobatan dosis inisial dapat diberikan 5 mg, kemudian dilakukan tes darah dan fungsi hati setelah satu minggu pemberian guna memantau efek samping obat. Gangguan hati dan fibrosis paru merupakan efek samping jangka panjang. Setelah respon klinis dicapai pada dosis yang stabil, tes darah dilakukan setiap 4-8 minggu untuk memantau efek toksik terhadap hati dan / atau sumsum tulang. Penghambatan fungsi kekebalan tubuh dengan
18
siklosporin adalah perawatan yang sangat efektif untuk psoriasis, tetapi tidak umum 9
digunakan karena potensi efek samping yang serius berupa gangguan ginjal. Adapun yang digunakan ialah : 1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, penulis dosisnya kira-kira ekuivalen dengan prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan1
lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. 2. Obat sitostatik
Yang biasa digunakan adalah metotreksat. Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit, dan eritroderma karena 1
psoriasis. Cara pemberian metotreksat : mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg perminggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah diberikan secara IM 1
7,5 mg – 25 mg dosis tunggal setiap minggu. Namun saat ini, yang biasa digunakan sebagai preparat imunosupresif ialah siklosporin A. Mekanisme kerjanya
ialah
mengikat
cyclophilin dan
membentuk
kompleks
yang
menghambat calcineurin, mengurangi efek dari Nuclear factor of activated T cells (NF - AT) pada sel T, menghambat pengeluaran IL2 dan sitokin yang lain. Kontraindikasi diberikannya obat ini ialah adanya penyakit ginjal, hati, hipertensi, hiperkalemi, dan hiperlipidemia. Efek samping yang dapat terjadi diantaranya adalah hirsutism, rasa terbakar pada kaki dan tangan (pada minggu pertama), mual, muntah, hipertensi, sakit kepala, tremor, hipertrichosis, parestesia dan meningkatkan risiko terkena keganasan. Dosis pemberian siklosporin A adalah 2-5 mg/kg/hari dibagi dalam dua dosis. Dosis tinggi 5
19
mg/kg/hari kemudian di tapering, kalau dosis rendah 2,5 mg/kg/hari dinaikkan setiap 2-4 minggu menjadi 5 mg/kg/hari dan kemudia ditapering. Bentuk sediaan oralnya adalah
kapsul 25, 50, 100 mg dan solusio 100 mg/mL, 12,13
sedangkan untuk parenteral, 50 mg/mL IV. 3. Levodopa
Menurut uji coba yang dilakukan obat ini berhasil ,enyembuhkan kira-kira 40% 1
kasus psoriasis. Dosisnya antara 2 x 250 mg – 3 x 500 mg. 4. DDS
Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe 1
Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. 5. Etretinat dan asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat laim mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan pada eritroderma psoriatika. Dosisnya bervariasi, pada bulan pertama diberikan 1 mg/kgBB, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan 1
menjadi 1 ½ mg/kgBB.
Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek samping dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya waktu paruh eliminasinya 1
hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari. 6. Siklosporin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat hepatotoksik 1
dan nefrotoksik. 3) Fototerapi
Sinar ultraviolet dalam bentuk sinar matahari telah digunakan sebagai pengobatan psoriasis selama berabad-abad. Sinar matahari mengandung ultraviolet B baik (UVB, sinar bertanggung jawab untuk sebagian besar sunburns) dan 9
ultraviolet A. Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat
20
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artificial, di antaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan 1
preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara goeckerman. Risiko utama dari fototerapi adalah kulit yang terbakar, reaksi, photoaging, dan peningkatan risiko 9
menderita kanker kulit.
2.7
Prognosis 1
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif.
21
BAB III KESIMPULAN
Psoriasis merupakan penyakit kronik rekuren pada kulit dengan gambaran klinis yang bervariasi. Lesi pada psoriasis berupa eritropapuloskuamosa yang menunjukkan keterlibatan vaskuler dan epidermis. Sampai saat ini, penyebab pasti penyakit ini belum diketahui. Namun, faktor genetik diduga memegang peranan penting pada beberapa kasus. Prevalensi penyakit ini bervariasi diseluruh dunia, hal ini mungkin dipengaruhi oleh lingkungan. Daerah predileksi psoriasis adalah batas rambut kepala, lutut, siku, lumbosakral dan kuku. Namun, secara umum daerah predileksinya adalah di daerah ekstensor yaitu daerah yang mudah terkena trauma. Pengobatan psoriasis dapat dilakukan secara topical, sistemik, dengan penyinaran dan sekarang ada lagi pengobatan secara biologi. Pengobatan secara sistemik dilakukan apabila pengobatan secara topikal tidak memberikan perbaikan atau pada psoriasis derajat sedang sampai berat berdasarkan skor PASI. Obat-obatan yang digunakan secara sistemik antara lain siklosporin A, metotreksat, asitretin, fumaric acid esters, hidroksiurea, 6-tioguanin, mycophenolate, sulfasalazin dan kortikosteroid.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Psoriasis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. h 189 2. Sjamsoe ES, Menaldi Sri L, Wisnu I M. Psoriasis. Dalam Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia – Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia. 2007. h 22 3. Wolf Klauss, Johnson Richard A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 5th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 2007 . 4. Graham-Brown Robin, Burns Tony. Psoriasis. Dalam Lecture Notes Dermatologi Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005. h 78 5. Murtiastutik Dwi, Ervianti Evy, Agusini Indropo, Suyoso Sunarso. Psoriasis Vulgaris. Dalam Atlas Penyakit Kulit & Kelamin Edisi 2. Surabaya: Pusat Penerbit dan Percetakan UNAIR. 2007. h 131 6. Traub, Michael et al. Psoriasis-Pathophysiology, Conventional and Alternative Approaches
to
Treatment,
Vol.
12
;
No.
4.
2007.
Diunduh
dari
http://www.thorne.com/altmedrev/.fulltext/12/4/319.pdf. (akses:23-10-2012) 7. Fu, Lisa Wenyang et al. Review article : Systemic role for vitamin D in the treatment
of
Psoriasis
and
Metabolic
Syndrome.
2011.
Diunduh
dari
http://www.hindawi.com/journals/drp/2011/276079/. (akses:23-10-2012) 8. Mawilson. Psoriasis. Journal from Department of Biology, Davidson College. 2006. Diunduh dari http://www.bio.davidson.edu (akses:24-10-2012) 9. Al-Kudwah, Aida J. et al. Review article : Management of Psoriasis, vol. 102 ; No. 6 .
2009.
Diunduh
dari
http://journals.lww.com/smajournalonline/Fulltext/2009/06000/Management_of_Ps oriasis.20.aspx. (akses:23-10-2012)
23
10. Marlia, dkk. Penurunan Kadar Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor Type 1 (sTNFRI) Dalam Serum Penderita Psoriasis Vulgaris Setelah Diterapi Dengan Krim Klobetasol Dipropionat 0,05%. Artikel penelitian dalam MKB Vol XI no 1. 2008. Diunduh
dari
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/151082428.pdf
(akses:26/10/2012) 11. Oakley, Amanda. PASI Score. 2009. Diunduh dari http://dermnetnz.org/scally/pasi (akses:26/10/2012) 12. Woodfork KA, Dyke KV, Sikic BI. Antiinflammatory and antirheumatic drugs-The rational basis for cancer. In: Modern pharmacology with clinical application. Sixth Edition. Pp 432-661. th
13. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 9 Edition. Pp 826-1468
24