21
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Psoriasis adalah penyakit kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi pergantian kulit epidermis atau proses keratinisasi yang lebih cepat dari biasanya. Penyakit ini tampak sebagai plak tebal, eritematosa, berbatas tegas dan papul-papul yang tertutup sisik seperti perak, biasanya terdapat di daerah tubuh yang mudah terkena trauma seperti lutut, siku dan kulit kepala. Erupsi kulit ini dapat menyerang bagian tubuh manapun, kecuali selaput lendir.Kejadian psoriasis secara umum terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi yang bervariasi pada populasi yang berbeda mulai dari 0,1% sampai11,8%.1,2
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik. Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik, termal, ketegangan emosi, obat-obatan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik akan memicu psoriasis.Patogenesis psoriasis dianggap sebagai kelainan kulit akibat gangguan hiperproliferasi keratinosit disertai diferensiasi abnormal epidermis. Kerusakan sel target pada psoriasis terdiri dari beberapa sel, termasuk keratinosit, namun secara histopatologik menunjukan 3 faktor patogenik utama, yaitu diferensiasi abnormalitas keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan infiltrasi komponen sel radang.3 Secara singkat terlihat adanya siklus sel yang memendek sekitar 1,5 hari pada proliferasi keratinosit psoriasis, fase maturasi dan pelepasan keratinosit memerlukan waktu sekitar 4 hari sehingga keratinosit sel basal memperbanyak diri 10 kali lebih cepat dibandingkan orang normal.4
Psoriasis diklasifikasikan menjadi tujuh berdasarkan bentuk klinis, yaitu: psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa/psoriasis fleksural, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik/seboriasis, psoriasis pustulosa,dan eritroderma psoriatik.1,4Pengobatan psoriasis dapat berupa pengobatan sistemik maupun topikal. Pengobatan sistemik dapat diberikan kortikosteroid, obat sitostatik atau siklosporin. Kortikosteroid, preparat ter, antralin, analog vitamin D, retinoid, dan fototerapi (UVA dan UVB) merupakan pilihan obat topikal. Agen biologik juga dapat menjadi pilihan terapi psoriasis.1,3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa / Suku : Indonesia/Aceh
Kawin / Tidak kawin : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Kegemaran : Menonton
Alamat : Mibo
Tgl Pemeriksaan : 6 April 2017
2.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Bercak kemerahan yang bersisik tebal, berwarna putih, berlapis-lapis disertai rasa gatalhampir pada seluruh tubuh yang dialami semenjak ± 10 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSU Meuraxa dengan keluhan muncul bercak kemerahan hampir pada seluruh tubuh yang dialami semenjak ± 10 tahun yang lalu. Bercak kemerahan tersebut bersisik tebal berwarna putih dan berlapis-lapis yang disertai rasa gatal. Bercak ini awalnya muncul pada bagian paha kanan pasien dan berukuran sebesar biji jagung dan berjumlah 1 buah, namun karena pasien menggaruk-garuk bercak tersebut, bercak berubah menjadi sebesar uang logam. Bercak tersebut selanjutnya muncul pada daerah lain hingga hampir seluruh badan pasien akibat pasien sering menggaruk-garuk bagian tersebut. Apabila pasien mengangkat sisik yang terdapat pada bercak tersebut, maka bercak tersebut akan mengeluarkan darah. Keluhan tersebut dialami pasien hilang timbul selama ± 10 tahun. Untuk mengurangi keluhannya tersebut, sebelumnya pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat oles (salap) namun tidak mengurangi keluhan pasien.
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat penyakit terdahulu disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat penggunaan obat :
Pasien ada mengkonsumsi obat yang diberikan oleh puskesmas, namun pasien lupa apa nama obatnya tersebut.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Generalisata
a. Keadaan umum
Kesadaran : Kompos mentis
Gizi : Baik
Suhu badan : 37º C
Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg
Frekuensi Nadi : 72 x/i
Frekuensi pernapasan : 18 x/i
b. Keadaan spesifik
Kepala : Normocepali
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
2.3.2 Status Dermatologis
Gambar 1. Regio tibialis dextra et sinistra
Ruam primer:
Plak eritematosa berukuran plakat dengan susunan polisiklik berbatas tegas (sirkumskrip), dengan penyebaran universal.
Ruam sekunder:
Skuama tebal berlapis-lapis (psoriasiformis) berukuran plakat dengan susunan polisiklik berbatas tidak tegas (difus), dengan penyebaran universal.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Tes-tes yang Dilakukan : Tidak dilakukan
2.4.2 Pemeriksan Laboratorium :
Rutin : Tidak dilakukan
Khusus : Tidak dilakukan
2.5 Ringkasan
Nn. A 50 tahun datang ke poliklinik RSU Meraxa dengan keluhan bercak kemerahan pada kulit, bersisik tebal berwarna putih, berlapis-lapis dan disertai rasa gatal hampir pada seluruh tubuh yang dialami semenjak ± 10 tahun yang lalu. Bercak-bercak ini muncul pada daerah yang sering digaruk-garuk oleh pasien. Apabila pasien mengangkat sisik yang terdapat pada bercak tersebut, maka bercak tersebut akan mengeluarkan darah. Keluhan ini telah dialami pasien selama ± 10 tahun dan hilang timbul.
Untuk mengurangi keluhannya tersebut, sebelumnya pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat oles (salap) namun tidak mengurangi keluhan pasien.
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi primer berupa plak dan makula eritematosa yang berukuran dari lentikular hingga plakat dengan susunan polisiklik dan sirkumskripta. Sedangkan untuk lesi sekundernya didapatkan skuama halus dengan penyebaran universal.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Diagnosis Banding
1. Psoriasis Vulgaris
2. Dermatitis numular
3. Tinea Korporis
4. Dermatitis Seboroik
5. Liken Planus
6. Ptiriasis Rosea
2.6.2 Diagnosis Kerja : Psoriasis Vulgaris
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Umum
Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada pasien seperti:
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
Mencegah garukan dan gosokan.
Cukup istirahat.
Menghindari faktor pencetus.
Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur.
2.7.2 Khusus
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:
Topikal
LCD 1 mL + Kloderma oint 5 gr + Acid Salicyl salep yang dioles tipis-tipis pada lesi yang diberikan 2 kali sehari terutama pada pagi dan malam hari.
Sistemik
Cetirizin 1 x 10 mg tablet per hari selama 7 hari jika gatal.
2.8 Prognosis
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
Psoriasis adalah peradangan kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak bercak eritema berbatas tegas; ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih.5 Penyebab yang kuat adalah genetik dengan perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasis digambarkan dengan gangguan biokimiawi, dan imunologik yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan mempengaruhi gambaran klinis.6
3.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian psoriasis secara umum terjadi di seluruh dunia,dengan prevalensi yang bervariasi pada populasi yang berbeda mulai dari 0,1% sampai11,8%.1 Psoriasis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, menyerang semua usia tetapi umumnya lebih sering terjadi pada orang dewasa antara usia 15-30 tahun dan jarang pada usia dibawah 10 tahun.1,7Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa usia rata-rata onset psoriasis adalah pada usia 33 tahun dan 75%kasus terjadi setelah usia 46 tahun.8 Psoriasis dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan onset penyakit yaitu; psoriasis tipe I yang dimulai sebelum usia 40 tahun serta berhubungan dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) dan tipe II yang terjadi setelah usia 40 tahun dan umumnya tidak terkait HLA.7
3.3 FAKTOR PENCETUS
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik. Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu psoriasis melalui mekanisme koebner, misalnya garukan, aberasi superfisial, reaksi fototoksik,atau pembedahan. Ketegangan emosional dapat menjadi pencetus yang mungkin diperantarai mekanisme neuroimunologis. Beberapa macam obat misalnya beta-bloker, angiotensin-converting enzym inhibitors, antimalaria, litium, nonsteroid antiinflamasi, gembfibrosil dan beberapa antibiotik. Bakteri, virus, dan jamur juga merupakan faktor pembangkit psoriasis. Endotoksin bakteri, berperan sebagai superantigen dapat mengakibatkan efek patologik dengan aktifasi sel limfosit T, makrofag, sel langerhans dan keratinosit. Penelitian sekarang menunjukan bahwa superantigen streptokokus dapat memicu ekspresi antigen limfosit kulit yang berperan dalam migrasi sel limfosit T bermigrasi ke kulit. Walaupun pada psoriasis vulgaris tidak dapat dideteksi antigen streptokokus, beberapa antigen asing dan auto-antigen dapat memicu interaksi APC dan limfosit T. Peristiwa hipersensitifitas terhadap obat, imunisasi juga akan membangkitkan aktivasi sel T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik dapat memerparah kondisi psoriasis.5
3.4 ETIOPATOGENESIS
Kejadian psoriasis berhubungan dengan adanya predisposisi genetik. Keadaan tersebut ditandai dengan gangguan diferensiasi dan pertumbuhan epidermis, atau kelainan imunologi, biokimia atau vaskular yang multipel.1 Hal lain yang mendukung adanya faktor genetik yaitu Human Leukocyte Antigen (HLA).2,7 Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2.7 Awalnya psoriasis merupakan penyakit yang dianggap sebagai kelainan keratinosit primer,tetapi setelah ditemukan bahwa terjadi aktivasi sel T spesifik imunosupresan siklosporin A(CsA), penelitian selanjutnya lebih difokuskan pada sel T dan sistem imun.1 Defek genetikpada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel yakni limfosit T, antigenpresenting cell, atau keratinosit. Beberapa faktor pencetus lain yang dapat mencetuskan ataumemperberat psoriasis disebutkan dalam kepustakaan antara lain stres psikis, infeksi lokal,trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok.1,6,7,9
Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis psoriasis, tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi. Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks, yang melibatkan berbagai sitokin, kemokin maupun faktor pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel-sel radang dan pembuluh darah; sehingga lesi tampak menebal dan berskuama tebal berlapis.7
Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag penangkap antigen (Antigen Persenting Cell / APC) melalui Major Histocompatibility Complex (MHC) mempresentasikan antigen tersangka dan diikat oleh ke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap antigen tersebut selain melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan yang dikenal dengan ko-stimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit.7
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T sitotoksik 1/Tc1CD8+, IFN-γ, TNF-α dan IL-12 adalah produk yang ditemukan pada kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003 dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel dendrit bersifat heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian dari IL-12. Sitokin IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21 dan TNF-α adalah mediator turunan Th-17. Telah dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis. Injeksi intradermal IL-23 dan IL-21 pada mencit memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hiperplasia epidermis yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A seperti juga kemokin CCR6 dapat menstimulasi timbulnya reaksi peradangan psoriasis.7
Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator menentukan gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage colony stimulating factor), EGF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23 dan TNF-α. Akibat peristiwa banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit normal menjadi keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam 311 jam, menjadi 36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali lebih banyak dari pada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis dan hipermeabilitas vakular diperankan oleh Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Vascular Permeability Factor (VFP) yang dikeluarkan oleh keratinosit.7
Gambar 2. Perkembangan lesi psoriasis dari kulit normal
hingga lesi kulit terbentuk sempurna.1
3.5 KLINIS
3.5.1 Anamnesis
Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga berkaitan dengan tingginya eksistensi dan rekurensi penyakit. Selain itu, tentukan apakah lesi merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan pada persendian, karena kemunkinan artritis psoriatika pada pasien dengan riwayat pembengkakan sendi sebelum usia 40 tahun.1,11
Lesi kronis cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, sedangkan dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa hari.1,11
Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering relaps biasanya memliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan area tubuh yang lebih luas sehingga terapi harus lebih agresif.1,11
3.5.2 Gambaran Klinis
Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-titik perdarahan bila skuama dilepas (tanda Auspitz)., berukuran dari seujung jarum sampai dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa, dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut.6
Penampilan berupa infiltrat eritematosa, eritema yang muncul bervariasi dari yang cerah ("hot" psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai merah pucat ("cold" psoriasis). Fenomena koebner adalah peristiwa munculnya lesi psoriasis setelah terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien.7 , lebih sering terjadi saat penyakit sedang kambuh. Reaksi tersebut timbul 7-14 hari setelah trauma.1 Pada lidah dapat dijumpai plak putih berkonfigurasi mirip peta yang disebut lidah geografik.6
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yaitu sebanyak kira-kira 50%, khas disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hiperkeratosis subungual) dan onikolisis.7,12
Gambar 3. Tanda Auspitz, yaitu adanya titik perdarahan
pada kulit bila skuama dilepaskan1
Gambar 4. Psoriasis plakat kronik1
3.5.3 Klasifikasi Psoriasis
1. Psoriasis Vulgaris/Plakat
Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula eritematosa, papul yang melebar kearah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal dengan woronoff's ring. Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis girata), lesi mirip cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis). Umumnya dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung, lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar atau nyeri.7
2. Psoriasis Inversa
Ditandai dengan letak lesi didaerah intertriginosa, tampak lembab, dan eritematosa. Bentuknya nyaris tidak berskuama dan merah merona, mengkilap, berbatas tegas, seringkali mirip dengan ruam intertrigo, misalnya infeksi jamur. Lesi dijumpai di axila, fosa antekubital, poplitea, lipat inguinal, inframammae, dan perineum.7
Gambar 5. Psoriasis fleksura, dengan pinggir jelas, dengan plak yang nyata dan kemerahan.1
3 . Psoriasis Gutata
Khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat swasirna. Bentuk spesifik yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1-10 mm berwarna merah salmon. Menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan, dapat mengenai ekstremitas dan kepala.7
Gambar 6. Psoriasis gutata 1
4. Psoriasis Pustulosa
Bentuk ini merupakan komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid sistemik, infeksi, ataupun pengobatan topikal bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis von zumbusch terjadi bila pustul yang muncul sangat parah dan menyerang seluruh tubuh, sering diikuti dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat sistemik dan mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah, nyeri, meradang dengan pustul milier tersebar diatasnya. Pustul terletak nonfolikuler, putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar eritematosa. Pustul dapat bergabung membentuk lake of pustules, bila mengering dan krusta leapas meninggalkan lapisan merah terang. Pustul tersebut bersifat steril sehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik.7
Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmo-plantar menyerang daaerah hipotenar dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam telapak kaki atau dengan sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif dimulai dengan vesikel bening, vesikulopustul, pustulparah dan makulopapular kering coklat. Bentuk kronik disebut akrodermatitis kontinua supurativa dari hallopeau, ditandai dengan pustul yang muncul pada ujung jari tangan dan kaki, bila mengering menjadi skuama yang meninggalkan lapisan merah kalau skuama dilepas. Destruksi lempeng kuku dan osteolisis falangs distal sering terjadi. Bentuk psoriasis pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis berbeda dengan psoriasis dan dianggap lebih merupakan komorbiditas dibandingkan bentuk psoriasis.7
Gambar 7. Psoriasis pustulosa. Panel A dan B merupakan psoriasis pustulosa generalisata (Von Zumbusch) dengan pustul kecil berdiameter 1-2 mm dan kulit yang eritem. Panel C dan D merupakan psoriasis pultulosa lokalisata pada tungkai dan kaki. Panel E menunjukkan psoriasis pustulosa yang telah pecah sehingga menghasilkan area deskuamasi yang luas.1
5. Eritroderma
Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi ini harus dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi psoriasis vulgaris yang luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan gejal demam atau menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris. Bentuk yang kedua adalah bentuk yang lebih akut sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar, obat atau putus obat kortikosteroid sistemik. Kegawatdaruratan dapat terjadi disebabkan terganggunya sistem panas tubuh, payah jantung, kegagalan fungsi hati dan ginjal. Kulit tampak eritema difus biasanya disertai dengan demam, menggigil dan malese. Bentuk psoriasis pustulosa generalisata dapat kembali ke bentuk psoriasis eritroderma. Keduanya membutuhkan pengobatan segera menenangkan keadaan akut serta menurunkan peradangan sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa.7
Gambar 8. Psoriasis Eritroderma. Panel A menunjukkan psoriasis yang hampir penuh, pasien mengeluhkan kelemahan dan malaise. Panel B dan C menunjukkan hiperkeratosis dan deskuamasi.1
6. Psoriasis Kuku
Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur sumur dangkal (pits). Bentuk lainnya adalah kuku berwarna kekuning-kuningan disebut yellowish dis-coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis), hiperkeratosis subungual merupakan penebelan kuku dengan hiperkeratosis, abnormalitas lempeng kuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam dapat membentuk jembatan-jembatan mengakibatkan kuku hancur(crumbling) dan splinter haemorrhage.7
Gambar 9. Nail Psoriasis. Panel A menunjukan onycholysis distal dan memperlihatkan tetas minyak. Panel B menunjukkan nail pitting. Panel C menunjukkan subungual hyperkeratosis. Panel D menunjukkan onychodystrophy dan hilangnya kuku pada pasien psoriatik arthritis.1
7. Psoriasis Arthritis
Bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Keluhan pasien yang sering dijumpai adalah artritis perifer, etesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang, dan atralgia non spesifik, dengan gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi persisten, atau nyeri sendi fluktuatif bila psoriasis kambuh.7
3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologis. Apabila ditemukan fenomena tetesan lilin, tanda Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat.7
Fenomena tetesan lilin & Auspitz sign:
Didapatkan skuama putih tebal yang akan meninggalkan bintik-bintik perdarahan ketika digores dengan pinggiran kaca objek.
Fenomena koebner
Merupakan peristiwa munculnya lesi psoriasis pada daerah yang sering terjadi trauma.
Histopatologis
Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan beberapa perubahan patologis pada psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai berikut:
Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete ridge epidermis.
Hiperkeratosis adalah penebalan lapiran korneum.
Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya stratum granulosum
Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
Granulosit neutrofilik yang bermigrasi dari ujung subset kepiler dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu lapisan parakeratosisstratum korneum yang disebut mikroabses Munro.
Pada papila dermis terlihat pembuluh darah yang lebih banyak dari kulit normal, yang membengkak,memanjang dan berkelok-kelok. Infiltrat sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast terdapat disekitar pembuluh darah.
Gambar 10. Gambaran klinis dan histopatologis psoriasis13
3.7 DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis vulgaris dapat dibedakan dengan beberapa penyakit dibawah ini:7
Dermatitis Numularis
Biasanya menunjukkan lesi berupa plak eritematosa berbentuk koin yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens, kemudian pecah dan membentuk krusta kekuningan yang disebut pinpoint.
Dermatitis Seboroik
Sering mengenai daerah yang berambut, sangat jarang menjadi luas, dengan lesi berupa skuama kuning berminyak, eksematosa ringan dan menyengat.
Tinea Korporis
Merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas yang terdiri atas eritema, skuama halus, kadang-kadang terdapat papul atau vesikel di tepi, dengan tengah yang lebih tenang.
Liken Planus
Berupa makula eritematosa yang kemudian berubah menjadi papul keunguan. Lesi biasanya bilateral simetris pada ekstremitas.
Ptiriasis Rosea
Dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk oval dan anular. Ruam berupa eritema, skuama halus di pinggir. Setelah 4-10 hari muncul lesi yang sejajar dengan costae, sehingga menyerupai pohon cemara terbalik.
Sedangkan pada psoriasis vulgaris berupa makula eritematosa dengan papul berskuama yang melebar ke arah pinggir dan beberapa lesi bergabung menjadi satu, dengan lingkaran putih pucat yang mengelilingi lesi disebut woronoff's ring.
3.8 DERAJAT KEPARAHAN PSORIASIS
Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis, namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U (1987) yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis Area dan Severity Index (PASI) adalah metode yang digunakan untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, cara ini digunakan untuk mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan. PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: Kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:14
Karakteristik klinis yang dinilai adalah: eritema (E), skuama (S) dan ketebalan lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut : tidak ada lesi = 0, ringan = 1, sedang = 2, berat = 3 dan sangat berat = 4. Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh : kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasi sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat.14
Tabel 1. Lembar Psoriasis and Severity Index (PASI)
3.9 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan secara sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi lesi sehingga tidak terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien.11
Terapi Promotif15
Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal yang sangat penting, menekankan bahwa psoriasis tidak menular dan tersedianya pengobatan pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk dari psoriasis.
Terapi Preventif15
Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis, infeksi fokal dan memperbaiki pola hidup.
Terapi Topikal1
Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan pengobatan topikal meskipun memakan waktu lama dan juga secara kosmetik tidak baik, sehingga kepatuhan sangat rendah.
Kortikosteroid
Glukokortikoid dapat menstabilkan dan menyebabkan translokasi reseptor glukokortikoid. Sediaan topikalnya dipergunakan sebagai lini pertama pengobatan psoriasis ringan hingga sedang di area fleksural dan genitalia, karena obat topikal lain dapat mencetuskan iritasi.
Vitamin D3 dan Analog
Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan meregulasi pertumbuhan dan deferensiasi epidermis, serta menghambat proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi epidermis, serta menghambat produksi beberapa sitokin pro-inflamasi seperti interleukin 2 dan interferon gamma.
Analog vitamin D3 yang telah digunakan dalam tatalaksana penyakit kulit adalah calcipotriol, calcipotriene, maxacalcitrol dan tacalcitol.
Anthralin (Dithranol)
Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis plakat kronis, dengan konsentrasi terendah 0,05% sekali sehari kemudian ditingkatkan manjadi 1% yang memiliki efek antiproliferasi terhadap keratinosit dan antiinflamasi yang poten, terutama yang resisten terhadap terapi lain. Dapat dikombinasikan dengan phototherapy UVB dengan hasil memuaskan (regimen ingram).
Tar Batubara
Penggunaan tar batubara dan sinar UV untuk pengobatan psoriasis telah diperkenalkan oleh Goeckerman sejak tahun 1925. Efeknya antara lain mensupresi sintesis DNA dan mengurangi aktivitas mitosis lapisan basal epidermis, serta beberapa komponen memiliki efek antiinflamasi.
Penggunaan tar batu bara dengan konsentrasi 2-5% dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan, agar lebih efektif maka daya penetrasinya juga harus ditingkatkan dengan menambahkan asam salisilat 3% atau lebih. Untuk mengurangi daya iritasi dapat ditambahkan seng oksida 10% sebagai vehikulum dalam bentuk salap.
Tazarotene
Merupakan generasi ketiga retinoid yang dapat digunakan secara topikal untuk mereduksi skuama dan plak, walaupun efektivitasnya terhadap eritema sangat minim. Efikasinya dapat ditingkatkan bila dikombinasikan dengan glukokortikoid potensi tinggi atau fototherapi.
Inhibitor Calcineurin Topikal
Takrolimus (FK 506) merupakan antibiotik golongan maksolid yang bila berikatan dengan immunophilin (proteinpengikat FK506), membentuk kompleks yang menghambat transduksi sinyal limfosit T dan transkripsi interleukin 2. Meskipun takrolimus tidak efektif dalam pengobatan plak kronis psoriasis, namun terbukti efektif untuk psoriasis fasialis dan inversa.
Emolien
Emolien seperti urea (hingga 10%) sebaiknya digunakan selama terapi, segera setelah mandi, untuk mencegah kekeringan pada kulit, mengurangi nyeri akibat fisura, dan mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal.
Fototherapi1
Fototherapi dapat mendeplesi sel limfosit T secara selektif, terutama di epidermis, melalui apopotosis dan perubahan respons imun Th1 menjadi Th2.
Sinar Ultraviolet B (290-320 mn)
Terapi UVB inisial berkisar antara 50-75% minimal erythema dose (MED). Tujuan terapi ini adalah mempertahankan lesi eritema minimal sebagai indikator tercapainya dosis optimal. Terapi diberikan hingga remisi total tercapai atau bila perbaikan klinis lebih lanjut tidak tercapai dengan peningkatan dosis.
Psoralen dan Terapi Sinar Ultraviolet A (PUVA)
PUVA merupakan kombinasi psoralen dan long wave ultravioletA yang dapat memberikan efek terapetik, yang tidak tercapai dengan penggunaan tunggal keduanya.
Excimer Laser
Diindikasikan untuk tatalaksana pasien psoriasis dengan plak rekalsitran, terutama di bahu dan lutut.
Terapi Fotodinamik
Terapi fotodinamik telah dilakukan pada beberapa dermatosis inflamatorik termasuk psoriasis. Meski demikian, tetapi ini tidak terbukti memuaskan.
Terapi Obat Sistemik Per Oral1
Metotreksat
Metotreksat (MTX) merupakan pilihan terapi yang sangat efektif bagi psoriasis tipe plak kronis, juga untuk tatalaksana psoriasis berat jangka panjang termasuk psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular, dengan dosis 7,5-15 mg setiap minggu. MTX bekerja secara langsung menghambat hiperproliferasi epidermis melalui inhibisi dihidrofolat reduktase. Efek antiinflamasi disebabkan oleh inhibisi enzim yang berperan dalam metabolisme purin.
Acitretin
Acitretin merupakan generasi kedua retinoid sistemik yang telah digunakan untuk pengobatan psoriasis sejak tahun 1997. Monoterapi acitretin paling efektif bila diberikan pada psoriasis tipe eritrodermik dan generalized pustular psoriasis.dosis yang diberikan berkisar 0,5-1 mg per kilogram berat badan perhari.
Siklosporin A (CsA)
CsA per oral merupakan sangat efektif untuk psoriasis kulit ataupun kuku, terutama pasien psoriasis eritrodermik. Dosis rendah 2,5 mg/kg/BB/hari sebagai terapi awal, dengan dosis maksimum 4 mg/kg/BB/hari.
Ester Asam Fumarat
Preparat ini diabsorbsi lengkap di usus halus, dihidrolisis menjadi metabolit aktifnya, monometilfumarat, yang akan menghambat proliferasi keratinosit serta mengubahan respons sel Th1 menjadi Th2. Terapi ini dapat diberikan jangka lama (>2 tahun) untuk mencegah relaps ataupun singkat (hingga tercapai perbaikan).
Sulfasalazine
Merupakan agen terapi sistemik yang jarang digunakan untuk tatalaksana psoriasis.
Steroid Sistemik
Steroid sistemik tidak rutin dalam tatalaksana psoriasis, karena resiko kambuh tinggi jika dihentikan. Preparat ini diindikasikan pada psoriasis persisten yang tidak terkontrol dengan modalitas terapi lain, bentuk eritroderma dan psoriasis pustular (Von Zumbuch)
Mikofenolat Mofetil
Merupakan bentuk pro-drug asam mikofenolat, yaitu inhibitor inosin 5' monophosphate dehydrogenase. Asam mikofenolat mendeplesi guanosin limfosit T dan B serta menghambat proliferasinya, sehingga menekan respons imun dan pembentukan antibodi.
6-Thioguanin
Merupakan analog purin yang sangat efektif untuk tatalaksana psoriasis. Efek samping yang sering adalah mal, diare, serta gangguan fungsi hepar dan supresi sumsum tulang.
Hidroksiurea
Hidroksiurea merupakan anti-metabolit yang dapat digunakan secara tunggal dalam tatalaksana psoriasis, tetapi 50% pasien yang berespons baik terhadap terapi ini mengalami efek samping supresi sumsum tulang (berupa leukopenia atau trombositopenia) serta ulkus kaki.
Terapi Kombinasi1
Terapi kombinasi dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping terapi, serta dapat memberikan perbaikan klinis yang lebih baik dengan dosis yang lebih rendah. Kombinasi yang biasa diberikan untuk artritis inflamatorik adalah MTX dan agen anti-TNF, yang juga dapat diberikan pada psoriasis rekalsitrans.
Terapi Biologis1
Terapi biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan memblokade molekul spesifik yang berperan dalam patogenesis psoriasis.
Agen-agen biologis memiliki efektivitas yang setara dengan MTX dengan risiko hepatotoksisitas yang lebih rendah. Meski demikian, harganya cukup mahal, serta memiliki berbagai efek samping seperti imunosupresi, reaksi infus, pembentukan antibodi, serta membutuhkan evaluasi keamanan penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu, terapi ini hanya diindikasikan bila penyakit tidak berespons atau memiliki kontraindikasi terhadap MTX.
Alefacept
Merupakan gabungan human lymphocyte function associated antigen (LFA)-3 dengan IgG 1 yang dapat mencegah interaksi antara LFA-3 dan CD2, sehingga menghambat aktivasi sel limfosit T. Oleh karena itu, alefacept dapat mengurangi proses inflamasi. Walaupun tidak memberikan respons baik pada 1/3 pasien, pemberian berulang terbukti dapat memperbaiki kondisi klinis pasien psoriasis.
Efalizumab
Efalizumab (anti-CD11a) merupakan humanized monoclonal antibody yang digunakan untuk tatalaksana psoriasis vulgaris (tipe plakat), yang langsung memblokade CD11a (sub unit LFA 1), sehingga mencegah interaksi LFA 1dengan intercellular adhesion molecule 1. Blokade ini mengurangi aktivasi sel limfosit T dan adhesi sel T ke keratosit. Meski demikian, eksaserbasi gejala kerap terjadi di akhir pengobatan, diperlukan penelitian terkait keamanan dan tolerabilitas jangka panjangnya.
Antagonis Tumor Necrosis α (TNF α)
TNF α merupakan protein homosimetrik yang memediasi aktivitas pro-inflamatorik. Saat ini terdapat 3 jenis obat yangs udah dipakai di Amerika Serikat, yaitu etanercept, infliximab dan adalimumab.
Etanercept diindikasikan untuk psoriasis plakat kronis moderat sampai berat, sebelum fototherapi dan terapi sistemik.
Infliximab dan adalimumab adalah dua regimen yang telah disetujui oleh US Food dan Drugs Administration untuk terapi artritis psoriatika, dan terbukti lebih baik dibandingkan etanercept pada psoriasis tipe plakat kronis. Meskipun demikan, efek imunosupresi dan keamanannya harus dipertimbangkan untuk penggunaan jangka panjang.
Anti-interleukin 12/ Interleukin 23 P40
Blokade interleukin 12 yang penting dalam diferensiasi sel Th1 dan interleukin 23 merupakan dua mekanisme penting untuk tatalaksana psoriasis tipe plakat kronis.
3.10 Prognosis1
Psoriasis vulgaris tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif. Psoriasis guttata biasanya akan hilang sendiri (self limited) dalam 12-16 minggu tanpa pengobatan, meskipun pada beberapa pasien menjadi lesi plakat kronis. Psoriasis tipe plakat kronis berlangsung seumur hidup dan interval antara gejala tidak dapat diprediksi. Remisi spontan dapat terjadi pada 50% pasien dalam waktu yang bervariasi. Eritroderma dan generalized pustular psoriasis memiliki prognosis yang lebih buruk dengan kecenderungan menjadi persisten.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leff el DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2012.p.197-231.
Griffi th CEM, Camp RDR HI, Baker J. Psoriasis. In: Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffi th C, editors. Rook's textbook of dermatology. 7th ed. Massachussets: Blackwell Publishing; 2004.p.351-69.
Kerkhof PCM. Pathogenesis. In: Peter Van de Kerkhof, editor. Textbook of psoriasis. Oxford: Blackwell Publishing; 1999.p.79.
Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. In: Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.p.189-95.
Siregar,R.S. 2015.Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta : EGC
Menaldi,Sri L,dkk. 2015.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI
Djuanda.A. "Dermatosis Eritroskuamosa". Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. pp 213-221
Djuanda.A. "Dermatosis Eritroskuamosa". Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. pp 189-203
WHO. 2016. Global Report on Psoriasis.
Langley RGB, Krueger GG and griffiths CEM. "Psoriasis: Epidemiology, Clinical Features and Quality of Life". In : British Medical Journal. Vol 64. 2005. pp ii18-ii23. Available from: http://ard.bmj.com/content/64/suppl_2/ii18.full. [Accessed on 1sr June 2016]
Yuliastuti, D. 2015. Psoriasis. CDK- 235/Vol 42. No 12 tahun 2015.
James, W.D., Berger, T.G dan Elston, D.M. 2011. Psoriasis dalam Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology, 11th Edition. China: Saunders Elsevier.
Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of disease psoriasis. N Eng J Med [Internet]. 2009. [cited 2015 Jan 24]; 361: 496-509. Available from: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra0804595
Astindari, Suwitri dan Sardhika, W. 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol 26. No. 1 April 2014.
Sinaga,d. Pengaruh Stress Psikologis terhadap Pasien Psoriasis. 2013. Jurnal ilmiah widya. volume 1 nomor 2 juli-agustus 2013