REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM KANKER PARU
DISUSUN OLEH : NAMA : YUNITA WULANDARI NIM : 030. 08. 263 PEMBIMBING : DR. ATIKAH SARI Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSAL DR. MINTOHARDJO SIKLUS 3 September- 10 November 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2012
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Kanker Paru”. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSAL Dr. Mintohardjo periode 3 September – 10 November 2012. Bahan-bahan yang saya gunakan dalam referat ini didapat melalui pencarian pustaka dan internet. Saya tak lupa mengucapkan terima kasih kepada : dr. Atikah Sari Sp.P sebagai pembimbing dalam penulisan referat ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman yang selalu member dukungannya. Saya sangat menyadari bahwa referat yang saya susun ini sangatlah jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan masukan sangatlah diharapkan. Semoga referat yang telah saya susun ini dapat berguna bagi kita semua.
Penyusun
Yunita Wulandari
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………….…….1 BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………………...3 BAB I: PEMBAHASAN……………………………….……..………………………...4 DEFINISI…………………………………………………………………..……….……5 ETIOLOGI………………………...………………….…………….............…….……...5 2.3 PATOFISIOLOGI……………………………………………………………….…..8 2.4 PATOGENESIS……………………………………………………………..….…..8 2.5 KLASIFIKASI……………………………………………………………..……...10 2.6 GEJALA KLINIS…………………………………………………………………..18 2.7 DIAGNOSIS………………………………………………………...………….….20 2.8 TERAPI…………………………………….………………………………………29 2.9 PROGNOSIS………………………………………………………………….……32 BAB III : KESIMPULAN…………………..………………………………………….35 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….…36
3
BAB I PENDAHULUAN Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan jaringan normal, dan tetap berperangai demikian walaupun rangsangan yang menimbulkan perubahan tersebut telah hilang. Pada umumnya penderita kanker berakhir dengan kematian.1Di negara-negara maju, kematian akibat kanker menempati urutan pertama di antara 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kanker menempati urutan ke 7 sesudah penyakitpenyakit infeksi saluran cerna, infeksisaluran nafas, penyakit kardiovaskular, dan lainlain.1 Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilandan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan,mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.1 Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen 4
yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel kanker.1
5
BAB II PEMBAHASAN
2. 1 DEFINISI Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.2
2. 2 ETIOLOGI Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru : 5 1. Merokok Merokok sudah tidak diragukan lagi merupakan utama. Suatu hubungan yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berta yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola risiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.3 Bahan-bahan karsinogenik dalam asap rokok antara lain adalah polomium 210 dan 3,4 benzipyrene. Beberapa data epidemiologi yangdilaporkan meningkatkan risiko kanker paru adalah:
6
-
jumlah rokok yang dikonsumsi yaitu: lebih dari 20 batang sehari
-
lama merokok: lebih dari 10 tahun
-
kebiasaan merokok: menghisap dalam-dalam merokok dalam jangka panjang yaitu 10-20 tahun, dengan jumlah merokok:1-10 batang/hari meningkatkan risiko 15 kali20-30 batang/hari meningkatkan risiko 40-50 kali40-50 batang/hari meningkatkan risiko 70-80 kali.
Jika seseorang perokok menghentikan kebiasaan merokok, maka penurunan risiko baru tampak setelah 3 tahun penghentian dan akan menunjukkan risiko yang sama dengan bukan perokok setelah 10-13 tahun.4 2. Iradiasi Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.5 Gas radon merupakan hasil pemecahan dari radioaktif radium. Produk radiasi ion ini dapat menyebabkan mutasi sel normal menjadi kanker. Radiasi ini menyebabkan kanker paru dengan urutan ke 2 setelah merokok dengan resiko sekitar 8-16% setiap 800Bq/ m3 peningkatan konsentrasi radon. Studi di Amerika menyebutkan sekiitar 50% resiko terjadi kanker pada paparan radon yang lama.5 3. Kanker paru akibat kerja Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.6 4. Genetik Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,yakni:5 -
Proto oncogen
-
Tumor suppressor gene 7
-
Gene encoding enzyme
5. Diet Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. Pemberian nutrisi dan supplement dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh kanker paru. Vitamin D dan Fe sangat baik untuk diberikan oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu pula dengan makanan antioxidant seperti cherri, dan buah tomat.7,8 6. Polusi Udara Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap diesel dalam atmosfer di kota.5
2.3 PATOFISIOLOGI Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, lingkungan, hormonal dan semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Inisiasi agen biasanya bisa berupa kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan. Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia ,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasanya akan timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. 15
8
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.
15
Pada
stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka. 15
2.4 PATOGENESIS Walaupun kanker paru tidak diakibatkan oleh kelainan genetik, namun telah diteliti bahwa penderita kanker paru memiliki lesi genetik yang terutama disebabkan oleh paparan rokok, dimana terjadi aktivasi dari onkogen dominan dan inaktivasi dari tumor supressor atau onkogen resesif. Untuk onkogen dominan, terjadi : -
Point mutation pada regio coding gen ras yaitu H-ras, K-ras, N-ras. Biasanya Kras berhubungan dengan adenokarsinoma paru.
-
Amplifikasi, perubahan susunan, dan hilangnya kendali transkripsi dari onkogen myc, yaitu c-myc, N-myc, dan L-myc. Perubahan pada c-myc terdapat pada karsinoma paru bukan jenis sel kecil, sedangkan perubahan pada semua jenis myc didapati pada karsinoma paru jenis sel kecil.
-
Over ekspresi dari bcl-2, Her-2/neu, dan gen telomerase.
Teori Onkogenesis5 Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya. 9
Mutasi tumor dari gen ras berhubungan dengan prognosis dari karsinoma jenis bukan sel kecil.16 Selain itu, terjadi perubahan gen supresi tumor seperti p53 dan rb yang berperan pada siklus sel pada fase G1 ke S. Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan atau menyisipkan sebagian susunan pasangan basanya. Gen rb dan p53 berperan dalam proses apoptosis, sehingga perubahan gen ini mengakibatkan sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang otonom.16 Sel normal
Agen perusak DNA yang didapat :
Perbaikan DNA berhasil
Zat-zat kimia, Radiasi, Virus
Kerusakan DNA
Mutasi bawaan pada : -
Kegagalan memperbai ki DNA
Gen yang mempemgaruhi perbaikan DNA
Gen yang mempengaruhi pertumbuhan sel Aktivasi onkogen atau apoptosis yang
Mutasi pada genom sel-sel somatik
-
menggalakkan pertumbuhan
Inaktivasi gen supresi tumor
Perubahan dalam gen yang mengatur apoptosis Pengurangan apoptosis
Proliferasi sel yang tidak diatur
Ekspansi Klonal
Angiogenesis
Mutasi tambahlan
Pengelakan dari imunitas Progresi tumor
Neoplasma ganas 10
Invasi dan metastasis
2.5 KLASIFIKASI Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua kriteria: 1. Kanker paru primer Memiliki 2 tipe utama, yaitu Small cell lung cancer (SCLC) dan Non-small celllung cancer (NSCLC). SCLC adalah jenis sell yang kecil-kecil (banyak) dimana memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut“oat cell carcinomas” (karsinoma sel gandum). Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan terapi radiasi. Sedangkan NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru. Misalnya Adenoma, Hamartoma kondromatous dan Sarkoma.8 2. Kanker paru sekunder Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ.8 Klasifikasi menurut WHO tahun 1988 untuk Neoplasma Pleura dan Paru : Karsinoma Bronkogenik a.Karsinoma epidermoid (skuamosa) Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam 11
bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.11 b. Karsinoma sel kecil Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronkus. Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.11 c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar) Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dankadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. 10 d. Karsinoma sel besar Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh. .11 e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid f. Lain – lain. 1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus) 2). Tumor kelenjar bronchial 3). Tumor papilaris dari epitel permukaan 4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma 5). Sarkoma 12
6). Tak terklasifikasi 7). Mesotelioma 8). Melanoma12
Karsinoma sel skuamosa Lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan tumor ini cenderung timbul di bagian tengah bronkus utama dan akhirnya menyebar ke kelenjar hilus lokal, tetapi tumor ini lebih lambat menyebar keluar toraks dibandingkan subtipe lainnya. Lesi besar mungkin mengalami nekrosis sentral dan menyebabkan terbentuknya kavitasi. Karsinoma sel skuamosa sering didahului selama bertahun-tahun leh metaplasia ata displasia skuamosa di epitel bronkus, kemudian berubah menjadi karsinoma in situ, suatu fase yang berlangsung selama beberapa tahun. Pada saat ini, sel atipikal dapat diidentifikasi dengan apusan sitologi sputum atau penyikatan (brushing) atau cairan lavase bronkus, meskipun lesi asimptomatik dan tidak terdeteksi dengan radiologi. Saat massa tumor mulai menyumbat lumen bronkus utama dan menginvasi parenkim paru di sekitanya, dapat menyebabkan atelektasis distal dan infeksi. Secara histopatologis, tampak sel skuamosa berdiferensiasi baik yang mengalami pearls keratin dan jembatan intersel hingga sel-sel berdiferensiasi buruk yang memperlihatkan sedikit gambaran sel skuamosa. 1, 2, 7
Adenokarsinoma Merupakan tumor primer tersering yang terutama ditemukan pada perempuan, bukan perokok dan pasien berusia kurang dari 45 tahun. Adenokarsinoma telah menggantikan karsinoma sel skuamosa sebagai tumor primer tersering dalam beberapa tahun terakhir. Adenokarsinoma dapat bermanifestasi sebagai suatu lesi sentral seperti varian sel skuamosa, tetapi biasanya terletak lebih perifer dan banyak diantaranya timbul pada jaringan parut paru perifer. Adenokarsinoma memiliki keterkaitan paling lemah dengan riwayat merokok. Tumor ini tumbuh lambat dan membentuk massa yang lebih kecil daripada subtipe lainnya, tetapi tumor ini cenderung bermetastasis luas pada stadium awal. Secara histopatologis, tumor ini memiliki beragam bentuk, termasuk tipe 13
asinar (menbentuk kelenjar), papilar dan padat. Meskipun fokus metaplasia dan displasia skuamosa mungkin ditemuka di epitel yang terletak proksimal dari adenokarsinoma, tetapi bukan merupakan prekursor untuk tumor ini, melainkan hiperplasia adenomatosa atipikal (HAA).
1,2,7
Karsinoma sel kecil Tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan perluasan ke parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sitplasma sedikit, dan kromatin granular. Gambaran mitotik dan nekrosis sering ditemukan. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Tumor ini berasal dari sel neuroendokrin paru sehingga memperlihatkan beragam penanda neuroendokrin. 1,2,8
Karsinoma sel besar Merupakan satu kelompok neoplasma yang tidak memperlihatkan diferensiasi sitologi dan mungkin mencerminkan neoplasma sel skuamosa atau glandular yang sangat tidak berdiferensiasi sehingga sulit digolongkan. Sel besar, biasanya anaplastik, dan memiliki nucleus vesikuler dengan nucleolus mencolok. Kadang-kadang, tumor memperlihatkan komponen sel raksasa, sel berbentuk gelondong mirip sarkoma, atau campurannya. Karsinoma sel besar memiliki prognosis buruk karena kecenderungannya menyebar ke tempat jauh pada awal perjalanan penyakit.
1,2
Karsinoma bronkioloalveolus (BAC) Merupakan subtipe adenokarsinoma, mengenai bagian perifer paru, baik sebagi nodus tunggal atau nodus difus multiple yang menyatu menyerupai konsolidasi mirippneumonia. Sel neoplastik yang melapisi alveolus mirip dengan yang terdapat pada HAA, tetapi memperlihatkan pleomorfisme nucleus yang derajatnya lebih tinggi dan
14
pola pertumbuhan kompleks. BAC tidak menyebabkan desttruksi arsitektur alveolus atau melakukan invasi ke stroma disertai desmoplasia. 1,2 Karsinoid bronkus Berasal dari sel Kulchitsky (sel neuroendokrin yang melapisi mukosa bronkus) dan tumbuh dalam bentuk massa polipoid sferis intralumen yang menyebabkan obstruksi atau plak di mukosa yang menembus dinding bronkus dan menyebar di jaringan peribronkus. Neoplasma ini kadang-kadang timbul sebagai bagian neoplasia endokrin multiple. Karsinoid bronkus muncul pada usia dini (rerata 40 tahun) dan membentuk sekitar 5% dari semua kanker paru. Lima sampai lima belas persen tumor telah bermetastasis ke kelenjar getah bening hilau saat diagnosis, walaupun metastasis jauh jarang terjadi. Angka 5-10 years survival rate berkisar 50-95% tetapi kadangkadang timbul rekurensi setelah beberapa tahun. 1,
Table 1.Perbandingan SCLC dan NSCLC
15
Staging Kanker Paru Penderajatan atau staging ditentukan dengan International Staging System for Lung Cancer berdasarkan sistem TMN.17 T
: adalah tumor dengan simbol Tx, To s/d T4
N
: adalah keterlibatan KGB dengan simbol Nx, No s/d N4
M
: adalah menunjukkan ada tidaknya metastase Mo dan M1
Table 2: Penderajatan International Kanker Paru Berdasarkan Sistem TMN.17 Stage Occult carcinoma
TNM :
Tx,
N0,
M0
0
:
Tis,
N0,
M0
IA
:
T1,
N0,
M0
IB
:
T2,
N0,
M0 16
IIA
:
T1,
N1,
M0
IIB
:
T2,
N1,
M0
:
T3,
N0,
M0
:
T1,
N2,
M0
T2,
N2,
M0
T3,
N1,
M0
T3,
N2,
M0
IIIA
IIIB
:
Sebarang T, N3, M0 T4, sebarang N, M0
IV
:
Sebarang T, sebarang N, M1
Kategori TNM untuk kanker paru T
: Tumor Primer.
T0
: Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx
: Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik.
Tis : Karsinoma in situ.17
Table 3 : TMN sistem.17 TI
Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik : invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor supervisial sebarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang
17
meluas ke proksimal bronkus utama. Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut : -
Garis tengah terbesar lebih dari dari 3 cm
-
T2
Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina, dapat mengenai pleura viseral
:
-
Berhubungan
dengan
atelektasis
atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk tumor sulkus
superior),
diafragma,
pleura
mediastinum atau tumor dalam bronkus utama
T3
yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal atau
tumor
yang
berhubungan
dengan
: atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru Tumor
sebarang
ukuran
yang
mengenai
mediastinum atau jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor
T4
yang disertai dengan efusi pleura ganas atau :
tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer
N
: Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx
: Kelenjar getah bening tak dapat dinilai
N0
: Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1
: Metastasis
pada
kelenjar
getah
bening
peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk
18
perluasan tumor secara langsung : Metastasis N2
mediastinum
pada
kelenjar
ipsilateral
getah
bening
dan/atau
KGB
subkarina : Metastasis N3
pada
hilus
atau
mediastinum
kontralateral atau KGB skalenus/supraklavilla ipsilateral/kontraletral
M
: Metastasis (anak sebar) jauh
Mx
: Metastasis tak dapat dinilai
M0
: Tak ditemukan metastasis jauh Ditemukan metastasis jauh. Metastatic tumor
M1
:
nodule (S) ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1
2. 6 GEJALA KLINIS 1,2,4,10 Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik beraneka ragam, dapat dibagi atas: a. Gejala intrapulmoner -
Batuk lama atau berulang, batuk lebih dari 2 minggu. Keluhan batuk ini terdapat pada 70-90% kasus
-
Batuk darah, pada 6-51% kasus
-
Nyeri dada yang biasanya unilateral, tidak berbatas tegas, terdapat pada42-67% kasus
-
Sesak napas, terdapat pada 58% kasus
b.
Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan/merusak struktur-struktur di dalam mediastinum dengan akibat antara lain:
19
- N. phrenicus : parese/paralisis diafragma - N. recurrens : parese/paralisis korda vocalis - Saraf simpatik : sindroma Horner - Esophagus : disfagia - Vena cava superior : Sindrom vena cava superior - Trakea dan bronkus : sesak - Jantung : terjadi gangguan fungsional, efusi pericardia c. Gejala intratorasik non-metastatik Dapat dibagi atas: -
Manifestasi darimiopati,
neuromuskular, neuropati
berupa perifer,
neuropatia
karsinomatosa
degenerasi
serebellar
terdiri subakut,
ensefalomiopati,dan mielopati nekrotik. Insiden ini terdapat pada 4-15% kasus. -
Manifestasi endokrin metabolik, dapat berupa sindrom Cushing, sindroma karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, sekresi ADH dengan akibat hiponatremi,
sekresi
insulin
dengan
akibat
dapat
terjadihipoglikemia,
ginekomastia karena peningkatan sekresi gonadotropin, hiperpigmentasi kulit karena sekresi MSH. -
Manifestasi jaringan ikat dan tulang, yang paling terkenal yaitu hypertropic pulmonary osteoarthropathy, gejala ini dihubungkan dengan peningkatan growth hormone yang imunoreaktif dalam plasma.
-
Manifestasi vaskuler dan hematologik, tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory trombophlebitis, purpura, dan anemia.
d. Gejala intratorasik metastatik Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut dapat menyebar hampir pada semua organ, terutama otak, hati, dan tulang. 20
e. Gejala sistemik Anoreksia, berat badan menurun lebih dari 4 kg dalam kurun waktu 6 bulan, di RSUD dr. Soetomo, gejala penurunan berat badan ini mencapai53,1%.
2.7 DIAGNOSIS Anamnesis Dari anamnesis di dapati keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang sering membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama yang biasanya penderita keluhkan berupa : -
Batuk-batuk dengan/tanpa dahak.
-
Batuk darah
-
Sesak nafas
-
Sakit dada
-
Sulit/sakit menelan
-
Benjolan dipangkal leher
-
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.17
Adapun gejala yang tidak khas seperti : -
Berat badan berkurang
-
Nafsu makan hilang
-
Demam hilang timbul
-
Sindrom paraneoplastik, seperti hypertropic pulmonary, osteoarthropathy, trombosis vena perifer dan neuropati.17
21
Pemeriksaan Fisik Inspeksi : simetris, kecuali massa menekan keluar atau efusi pleura Palpasi : Stem fremitus normal atau melemah bila massa tumor membesar. Perkusi : normal atau beda bila ada massa yang membesar atau efusi pleura. Auskultasi : SP: Vesikuler, Vesikuler mengeras, Vesikuler melemah. ST : Ronchi basah, bila disertai pneumonitis.18,19
Pemeriksaan Penunjang -
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi adalah satu penunjang diagnosa yang harus dilakukan terutama dalam menentukan lokasi tumor primer dan metastasis serta untuk penentuan staging. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah Foto Toraks PA dan Lateral, CT Scan Toraks, bila diperlukan USG abdomen dan CT Scan Otak untuk melihat adanya metastase. -
Foto Thoraks
Berdasarkan dari Study Mayo Clinic USA, foto toraks dapat mendeteksi 61% tumor paru.20 Table 4 : Ciri-ciri radiologis pada kanker paru CIRI-CIRI RADIOLOGIS PADA KANKER PARU Pembesaran hilus unilateral Tumor sentral. Keterlibatan kelenjar hilus. Tumor perifer pada segmen apikal lobus bawah bisa tampak seperti pembesaran bayangan hilus pada foto PA. Opasiti paru perifer Biasanya irreguler tetapi berbatas tegas. Bisa mengandungi kavitasi di dalamnya. Kolaps segmental, lobus, atau paru 22
Biasanya disebabkan oleh tumor di dalam bronkus sehingga menyebabkan oklusi. Kolaps paru disebabkan oleh kompresi bronkus utama akibat pembesaran kelenjar limfe. Efusi pleura Biasanya menandai invasi tumor ke rongga pleura; jarang merupakan manifestasi infeksi pada jaringan paru yang kolaps distal kepada karsinoma bronkial. Pelebaran mediastinum, pembesaran bayangan jantung, elevasi hemidiafragma Limfadenopati paratrakeal bisa menyebabkan pelebaran mediastinum bagian atas. Efusi pleura malignan bisa menyebabkan pembesaran bayangan jantung. Palsy nervus phrenicus menyebabkan elevasi hemidiafragma. Destruksi iga Invasi langsung ke dinding dada atau metastase hemogenik bisa menyebabkan lesi osteolitik pada tulang iga.
23
Gambar : Lung cancer, small cell. Radiografi dada bagian depan menunjukkan penyakit yang luas. Massa yang besar terlihat di bagian kiri tengah paru dengan gambaran opak yang meluas ke bagian atas paru. Terlihat juga nodul di bagian kanan bawah paru yang menunjukkan gambaran metastase. Pada paratrakeal kanan menunjukkan adanya limpadenopati. Efusi pleura minimal dijumpai pada paru kiri, dengan sudut kostofrenikus yang tumpul. 3
24
Gambar : Non–small cell lung cancer. Kolaps pada bagian atas paru kiri hampir selalu terjadi pada endobronchial bronchogenic carcinoma. -
CT Scan
Tehnik pencitraan ini dapat menetukan kelainan di paru secara lebih baik dari foto thoraks. CT scan dapat mendeteksi tumor paru dengan ukuran < 1 cm secara lebih tepat. Juga dapat memperlihatkan gambaran bila ada penekanan terhadap bronkhus, tumor intrabronkhial, atelektase, efusi pleura. Juga untuk melihat keterlibatan KGB (N1 s/d N3).17
25
Gambar : Non–small cell lung cancer. Kolaps pada bagian atas paru kiri hampir selalu terjadi pada endobronchial bronchogenic carcinoma. 3
-
Emission Tomography (PET)
Belum menjadi prosedur diagnostik yang rutin dan tidak diindikasikan untuk mengevaluasi tumor primer, kecuali pada kasus nodul soliter. PET lebih berperan untuk menentukan keganasan pada KGB mediastinum sebagai konfirmasi pembacaan CT Scan toraks terutama jika ukuran KGB < 1 cm. Indikasi PET lain adalah menilai downstaging, rekurensi dan evaluasi pengobatan. Pada kasus soliter nodul PET memberikan informasi lebih baik daripada CT Scan, karena PET dapat menduga keganasan dengan melihat peningkatan metabolisme pada sel ganas. Tumor ukuran < 1cm indikasi operasi bila PET positif.
26
Gambar : Lung cancer, small cell. Emisi positron koronal tomogram menunjukkan area yang abnormal ditandai dengan peningkatan aktifitas metabolik di hilar kiri dan di daerah adrenal kiri yang menunjukkan adanya tumor hilar dengan metastase ke adrenal kiri. 3
-
Pemeriksaan Laboratorium
Sitologi Sputum Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama pasien ada keluhan seperti batuk.7 Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena tergantung dari: 1. Letak tumor terhadap bronkus. 2. Jenis tumor. 3. Tehnik pengeluaran sputum. 27
4. Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut. 5. Waktu pemeriksaan sputum.17 Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum dapat memberikan hasil positif sampai 67%-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini untuk kanker paru. Saat ini sedang dikembangkang diagnosis dini pemeriksaan sputum dengan memakai immune staining dengan Mab dengan antibodi 624H12 untuk antigen SCLC dan antibodi 703D4 untuk antigen NSCLC.20 -
Tumor Marker
Beberapa tes yang dipakai : 1. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen) 2. NSE (Neuron-spesific enolase) yang spesifik untuk SCLC degan sensitivitas sebesar 42%. 3. Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 21-1) yang spesifik untuk SCLC dengan sensitivitas sebesar 50%.20
-
Pemeriksaan Khusus
Bronkoskopi Bronkoskopi adalah Gold Standard untuk mendiagnosis tumor paru. Apabila dilakukan bronkoskopi akan dapat : 1. Melihat perubahan pada bentuk cincin trakea samapi ke karina. 2. Melihat adanya perubahan pada bronkhus utama. 3. Melihat adanya massa di bronkhus serta percabangannya. 4. Pengambilan
sampel
massa
atau
bronkus
dengan
biopsi,
brushing,
bronchoalveolar lavage (BAL).
28
5. Melakukan transbronkial biopsy.20
Gambar : Gambaran bronkoskopi massa berada di B5
Biopsi Aspirasi Jarum Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah sebaiknya dilakukan aspirasi biopsi jarum.20 Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) TBNA di daerah karina atau trakea 1/3 bawah (2 cincin diatas karina) pada posisi jam 1 bila tumor berada di kanan akan memberikan informasi ganda yakni didapatkannya bahan untuk sitologi dan informasi metastase KGB sub karina.17 Transbronchial Lung Biopsi (TBLB) Jika lesi cukup kecil dan lokasi agak di perifer serta adanya sarana fluoroskopi maka biopsi paru lewat bronkhus dapat dilakukan.17 Transthorasic Needle Aspiration (TTNA) Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2cm, TTNA dilakukan dengan bantuan fluoroskopi atau USG. Namun jika lesi lebih kecil dari 2cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTNA dengan bantuan CT Scan.17 29
Biopsi Transtorakal (Transthorasic Biopsy/TTB) Biopsi dengan TTB dilakukan terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2cm atau apabila dengan TTNA tidak dapat memberikan hasil yang representatif,dimana sensitivitasnya mencapai 90%-95% dan dilakukan dengan bantuan CT Scan.17,20 Biopsi KGB Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau axila, apalagi jika diagnostik sitologi/ histologi primer di paru belum dikatahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas ditemukan pembesaran KBG supraklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel tumor.17
2.8 TERAPI
1,2,8
Penentuan modalitas terapi yang akan diberikan pada penderita tergantung pada: 1. Jenis histologi kanker paru 2. Stadium kanker 3. Status performance 4. Fasilitas dan pengalaman dokter Pada kanker dikenal modalitas terapi, yaitu: -
Pembedahan
Pada kasus karsinoma bronkogenik, pembedahan dapat sebagai terapi kuratif maupun paliatif. Setiap kasus dengan karsinoma bronkogenik yang akan dilakukan pembedahan kuratif, harus ditentukan stadium pra bedah. Pembedahan hanya dilakukan pada penderita kanker paru stadium I, II, dan III-a tanpa IV-2. Status faal paru penderita, serta syarat-syarat operasi besar lainnya dikerjakan pada pra bedah. Dari faal paru pra bedah, bila FEV1 penderita 60% nilai predicted dan VC 50% atau diatas 1,7 L, umumnya penderita tahan terhadap tindakan pneumectomi. Bila FEV1 kurang dari 40% nilai predicted risiko terjadi gagal napas besar. 30
-
Radiasi
Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neo adjuvan untuk stadium III A. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindrom vena kava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada & metastasis tumor di tulang atau otak. Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000-6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/kali, 5 hari seminggu. -
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis dan tampilan (performance status) yang harus lebih dari dosis skala Karnofsky atau mempunyai nilai 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat anti kanker atau kombinasi beberapa jenis obat dalam sebuah regimen kemoterapi. Berdasar konsensus PDPI yang telah disepakati, prinsip pemilihan jenis panduan obat anti kanker adalah: (1) Platinum based therapy (sisplatin atau karboplatin); (2)Respon obyektif satu obat anti kanker > 15%; (3) Toksisitas obat tidak lebih dari grade 3 skala WHO; (4) Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian terjadi tumor progresif. Tabel 2. Tampilan menurut skala Karnofsky dan WHO.
Nilai Skala Nilai Skala Keterangan Karnofsky
WHO
90 – 100
0
aktivitas normal
70 – 80
1
ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat mengurus diri 31
sendiri 50 – 60
2
cukup aktif, namun kadang memerlukan bantuan
30 – 40
3
kurang aktif, perlu rawatan
10 – 20
4
tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat di rumah sakit
0 – 10
-
tidak sadar
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil (SCLC) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (NSCLC) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas
hidup
penderita.
Tetapi
akhir-akhir
ini
berbagai
penelitian
telah
memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk NSCLC sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau pembedahan. Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru ialah: 1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala. 2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi. 3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.
32
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti. Sekali kemoterapi dimulai, maka perlu diberikan kesempatan yang cukup kepada obat-obat itu untuk bekerja. Karena itu pengobatan perlu diberikan setidaktidaknya dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan pengobatan akan berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 – 3 siklus kemoterapi.12 Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4 – 6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 – 28 hari ( 3 – 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan. Perlu diperhatikan, apabila dosis maksimal untuk setiap obat telah tercapai pengobatan harus dihentikan. Demikian pula bila penyakit menjadi progresif atau performance status menjadi amat berkurang dan tidak kembali ke keadaan sebelum kemoterapi. Secara umum toksisiti akibat kemoterapi dikelompokkan pada toksisiti hematologi dan non-hematologi. Masing-masing obat mempunyai efek samping yang berbeda sesuai dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu. Semua obat sitostatik mempunyai pengaruh depresi pada sumsum tulang. Beberapa obat mempunyai efek samping yang berhubungan dengan dosis. Adriamisin mempunyai efek samping pada miokard berupa miokardiopati, bila telah tercapai dosis maksimal. Siklofosfamid dan ifosfamid dapat menimbulkan sistitis, sedangkan sisplatin dan karboplatin mempunyai efek toksik pada ginjal dan saraf. Paklitaksel dan dosetaksel mempunyai efek samping hipersensitiviti serta gangguan susunan saraf pusat. Alopesia amat sering ditemukan. Gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah disertai rasa lemah dan anoreksia hampir selalu dirasakan sesudah pemberian kemoterapi. Gemsitabin termasuk obat sitostatik yang kurang menimbulkan gejala gastrointestinal dan alopesia, walaupun masih menunjukkan depresi sumsum tulang. -
Hormonal
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya. -
Imunoterapi
33
-
Teknik Gen
Teknik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian -
Pengobatan Paliatif Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejalabronkopulmoner, ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada beberapa
keadaan
intervensi
bedah,
pemasangan
stent
dan
cryotherapy dapatdilakukan. -
Rehabilitasi Medik Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan musculoskeletal terutama akibat metastasis ke tulang.Manifestasinya dapat berupa inviltrasi ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat akhirterjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi. Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak. 1. Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif. 2. Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif. Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi
medik prabedah danpascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah (misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepatmobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit atau dirumah). 34
2.9 PROGNOSIS 10 Ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival rate) untuk karsinoma bronkogenik tipe small cell = 0% untuk karsinoma bronkogenik tipe non-small cell tergantung pentahapannya dan dilakukan pembedahan atau tidak. Tahap I + operasi : untuk karsinoma epidermoid = 54% adenokarsinoma dan sel besar = 51% Tahap II + operasi: Ca epidermoid = 35% adenokarsinoma dan sel besar = 18% Tanpa operasi : ketahanan hidup 5 tahun, kurang dari 10%
35
BAB III KESIMPULAN
Kanker paru adalah tumor ganas yang primer berasal dari bronkus atau sering disebut sebagai bronchogenic carcinoma. Tingkat kematian pada kanker paru berkaitan dengan jumlah konsumsi rokok per hari, dimana lelaki yang merokok 2 bungkus sehari selama 20 tahun memiliki peningkatan resiko sebesar 60 – 70 kali lipat dibandingkan dengan non perokok. Untuk itu faktor risiko kanker paru seperti merokok atau paparan zat-zat karsinogenik sebaiknya dihindari. Screening staging sebaiknya dilakukan lebih awal jika dicurigai adanya kanker paru berdasarkan gejala klinis dan radiologis agar dapat ditangani hingga tuntas. Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk karsinoma paru bukan jenis sel kecil (KPBKSK) stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanker
Paru.
Diunduh
dari:http://www.kankerparu.org/main/index.php?
option=com_content&task=view&id=19&Itemid=33.
Diakses
pada
tanggal
16
September 2012 2. Landis SH, Mliiray T, Bolden S, Wingo PA. Cancer 2010. Ca Cancer JClin 1998; 48:629. 3. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 2008 : 227. 4. Jusuf, Anwar 2002 Pengobatan Kanker Paru Menurut Konsensus Bali 2001dalam Prof.DR dr Benjamin P Margono (Editor) Pertemuan Ilmiah ParuMillenium 2002, Surabaya 11 – 12. 5. Stover DE. Women, smoking and lung cancer. Chest 2010; 113:1-2. 6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2010. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.Jakarta 7. Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with lung cancer. A national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005. 8. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,2005. 9. Price,
S.A.,
Wilson,
L.M.
(2006).Patofisiologi
:
Konsep
Klinis
Proses-
Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6 . Jakarta: EGC 10. Dwidjo, Sutjipto, Margono P Benyamin, Alrasyid Harun Samsul 1994 Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPK Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR RSUD Dr Soetomo Surabaya.
37
11. Price S.A, Wilson L.M., 1995 Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta. Hal.1049 – 10519. 12. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis andtreatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2005 13. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. Ed.7, Vol.2. Penerbit EGC. Jakarta. 2007. Hal : 559- 566. 14. Underwood, J.C.E. General and Systemic Pathology. 4 th ed. Churchill Livingstone. 2004. Page : 352-356. 15. Price S.A, Wilson L.M., 2005. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta. Hal. 1049 – 1051 16. Jhon D. M. Neoplasma of the Lung. In : Braunwald et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine Edisi ke-15. 2001(1).USA : Mc Graw Hill Company. 17. PDPI. Kanker Paru Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. Available
at: http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kanker-paru.kankerparu.pdf. 18. Syed, Huq, Irfan Maghfoor and Michael Perry. Lung Cancer, Non-Small Cell. Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/279960-overview. Accessed on 19 September 2012. 19. Sharma
S.
and
Bruce
M.
Lung
Cancer,
Non-Small
Cell.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/ 358433 -overview. Accessed on 20 September 2012. 20. Sharma
S.
and
Bruce
M.
Lung
Cancer,
Non-Small
Cell.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/ 358433 -overview. Accessed on 20 September 2012.
38