I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, histolytica , suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organorgan lain, khususnya hati (Robbins, 2007). 2007). Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Kista ini memegang peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan makanan atau air minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak bersih. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5 %. Di Indonesia diperkirakan insidensinya cukup tinggi. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum mi num yang tercemar (Robbins, 2007). Disentri amoeba penting diketahui bagi para dokter untuk melakukan penatalaksanaan yang cepat dan efisien ef isien dalam mencegah maupun mengobati penyakit ini. Disentri amoeba memiliki angkat mortalitas yang cukup tinggi pada negara berkembang dengan angka kematian mencapai 600.000 setiap tahunnya.
B. Tujuan Penulisan
Untuk dapat mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis sehingga dapat menegakkan diagnosis disentri amoeba serta penatalaksanaannya secara tepat.
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Shigella, Shigella, khususnya S. Flexneri Flexneri dan S. Dysenteriae Dysenteriae tipe 1. Entamoeba histolytica histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada balita. Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica (Robbins, histolytica (Robbins, 2007). Disenti amoeba (amoebiasis) adalah infeksi atau peradangan usus yang disebabkan
oleh
adanya
bakteri Entamoeba
histolytica histolytica yang
dapat
menyebabkan diare semakin parah. Bakteri tersebut bila terus hidup dan berkembang biak dalam usus akan merusak dinding usus besar dan menyebabkan usus menjadi luka, infeksi dan mengalami perdarahan ulserasi (Dharma, 2005). B. Etiologi
Entamoeba histolytica histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba (Dharma, 2005). C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit disentri amoeba rendah. Setiap tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat dicatatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan November 1999,dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella (Dharma, 2005). Prevalensi amoebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis tr opis (50-80%). Manusia merupakan
2
host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya (Dharma, 2005). D. Faktor Resiko
Faktor resiko biasanya usia antara 25 sampai 34 tahun. Resiko diare lebih rendah ketika probabilitas kontaminasi adalah moderat dan penggunaan air swasta pasokan. Faktor resiko lain adalah (Ngastiyah, 2007): 1.
Mengkonsumsi makanan tertentu termasuk jenis dan lokasi dimana makanan dan minuman tersebut di makan.
2.
Individu dengan penurunan kekebalan tubuh seperti HIV AIDS.
3.
Efek samping obat-obatan seperti Antibiotik, antidepresan tertentu, antasida dan laksatif.
E. Tanda dan Gejala
Beberapa manifestasi klinis pada penyakit disentri amoeba (Nizam, 2006): 1.
Perut kembung
2. Nyeri perut ringan yang bersifat kejang 3.
Diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir
4.
Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya
5.
Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris)
6.
Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
7.
Mual dan muntah.
3
F.
Penegakkan Penegakkan Diagnosis 1.
Anamnesis
Anamnesis pada disentri amoeba (Nizam, 2006):
2.
a)
Perut kembung
b)
Nyeri perut yang bersifat Kejang
c)
Terjadi kram perut
d)
Diare ringan 4-5 kali sehari dengan tinja berbau busuk
e)
Nausea
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada disentri amoeba (Nizam, 2006): a)
Keadaan Umum pasien biasanya baik atau sedikit demam (Subfebris)
3.
b)
Terdapat nyeri tekan di daerah sigmoid tergangtung lokasi ulkusnya
c)
Kadang di jumpai hepatomegali dan nyeri tekan
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang disentri amoeba (Nizam, 2006): a)
Pemeriksaan tinja Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnyaterdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan
4
seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat, kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin, kista akan mengendap b)
Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita
dengan
pemeriksaan
tinja
gejala
disentri,
tidak
ditemukan
terutama amoeba.
apabila
pada
Akan
tetapi
pemeriksaan ini i ni tidak berguna be rguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. c)
Foto rontgen kolon Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkal ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma.
d)
Pemeriksaan uji serologi Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hatiamebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri dise ntri amoeba dan negatif ne gatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.
G. Patogenesis
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga sehing ga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan
5
nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis t erminalis (Lengkong, 2004) H. Patofisiologi
E. histolytica histolytica terdapat dalam dua bentuk yaitu: kista dan trofozoit yang bergerak. Penularan terjadi terja di melalui bentuk kista yang tahan suasana as am. Di dalam lumen usus halus, dinding kista pecah mengeluarkan trofozoit yang akan menjadi dewasa dalam lumen kolon. Akibat klinis yang diti,bulkan bervariasi, sebagian besar asimtomatik as imtomatik atau menimbulkan sakit yang sifatnya ringan sampai berat (Qesman, 2009). Berdasar pola isoenzimnya, E. Histolytica Histolytica dibagi menjadi golongan zymodeme
patogenik
dan
zymodeme
non-patogenik.
Walaupun
mekanismenya belum seluruhnya jelas, diperkirakan trofozoit menginvasi dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien dalam keadaan imunosupresi seperti pemakai steroid memudahkan invasi parasit ini. Penglepasan bahan toksik menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi mukosa. Bila proses berlanjut, timbul ulkus yang bentuknya seperti botol undermined , kedalaman ulkus mencapai submukosa atau lapisan submuskularis. Tepi ulkus menebal dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus terlihat normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian kolon, tersering di sekum, kemudian kolon asenden dan sigmoid, kadang-kadang apendiks dan ileum terminalis (Qesman, 2009). Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan imunitas cell-mediated amebisidal berupa makrofag lymphokine-activated serta limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asenden (Qesman, 2009).
6
I.
Gambaran Histopatologi
Gambar 2. 1. Entamoeba hostolytica pada kolon. Beberapa organisme organisme mengingesti sel darah merah (Kumar, et al., 2007)
Amuba menginvasi kriptus kelenjar kolon dan terbenam di dalam submukosa (Gambar 2. 1); organisme kemudian menyebar ke lateral untuk menyebabkan ulkus berbentuk botol dengan leher sempit dan dasar lebar. Di dalam ulkus mungkin hanya sedikit terdapat infiltrat peradangan. Pada sekitar 40% pasien dengan disentri amuba, parasit menembus pembuluh porta dan membentuk embolus ke hati sehingga terbentuk abses hati diskret soliter (kadang-kadang multipel). Sebagian abses memiliki garis tengah lebih dari 10 cm. Beberapa pasien mungkin datang dengan abses hati amuba, tanpa riwayat klinis disentri amuba. Seperti pada lesi di usus, reaksi peradangan di tepi minimal. Jaringan yang mencair di rongga berlapis fibrin mungkin tampak cokelat tua karena perdarahan. Kadang-kadang abses amuba ditemukan pada paru, jantung, ja ntung, ginjal, bahkan otak. Abses semacam ini menetap lama setelah penyakit usus akut reda (Kumar, et al., 2007). 2007).
7
Gambar 2.2. Respon inflamasi di intestinal oleh invasi Entamoeba histolytica
(hematoxylin dan eosin x100). Tanda panah menunjukkan trofozoit Entamoeba histolytica Sumber: (Haque, et al., 2004)
J.
Penatalaksanaan 1. Medika Mentosa
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan disentri amoeba antara lain (Qesman, 2009): a) Karier asimtomatik. Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal ( luminal agents) agents) antara lain: Iodoquinol (diiodo-hidroxyquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari. b) Kolitis ameba akut. Metronodazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut di atas c) Amebiasis ekstraintestinal (misalnya: abses hati ameba). Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut di atas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstraintestinal tidak terbukti lebih efektif penggunaan dari satu macam obat. Beberapa obat yang juga dapat digunakan untuk amebiasis ekstra intestinal antara lain: 1) kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari
8
dilanjutkan 500 mg/hari selama 19 hari. 2) Emetin 1 mg/kgBB/ hari IM ( maksimal 60 mg) selama 10 hari. Emetin merupakan obat yang efektif untuk membunuh trofozoit di jaringan atau yang berada di dinding usus, tetapi tidak bermanfaat untuk ameba yang berada di lumen usus. Beberapa dasawarsa yang lalu emetin sangat populer namun saat ini ditinggalkan karena efek toksiknya, yaitu dapat menimbulkan mual muntah, diare, kram perut, nyeri otot, takikardia, ta kikardia, hipotensi, nyeri prekardial, dan kelainan kela inan EKG berupa inversi gelombang T dan interval QT memanjang, sedangkan aritmia dan QRS yang melebar jarang ditemukan. Disarankan pasien yang mendapatkan obat ini dalam keadaan tirah baring dengan pemantauan EKG. Hindari penggunaan emetin bila terdapat kelainan ginjal, jantung, otot, sedang hamil, atau pada anak-anak, kecuali bila obat lain gagal (Qesman, 2009). 2. Non Medika Mentosa
Beberapa terapi non medikamentosa yang dapat diberikan (Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 2000): a)
Diet tinggi kalori tinggi protein Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang biasanya disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan mineral. Penderita disarankan untuk makan makanan dalam bentuk yang relatif lembek (dengan tujuan mengurangi kerja usus).
b)
Penggunaan air bersih untuk minum & minum yang banyak.
c)
Mencuci tangan (sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan atau makan).
d)
Membuang tinja secara benar.
9
3. Terapi Baru
Terapi terbaru yang dapat diberikan (Petri, 2011): a)
Terapi
tergantung
dari
derajat
keparahan
infeksi.
Biasanya,
metronidazole diberikan per oral selama 10 hari. Setelah itu dilanjutkan dengan paromomycin atau diloxanide. b)
Jika terjadi muntah, pengobatan dapat diberikan lewat vena (intra vena) sampai dapat diberikan melalui oral. Pengobatan untuk menghentikan
diare
biasanya
tidak
diresepkan
karena
dapat
memperburuk kondisi. c)
Setelah terapi selesai, lakukan pengecekan feses dan pastikan bahwa sudah tidak terdapat infeksi
K. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat disentri amoeba antara lai n (Qesman, 2009): 1.
Intestinal. Berupa perdarahan kolon, perforasi, peritonitis, ameboma, intususepsi, dan striktur
2.
Ekstraintestinal. Dapat terjadi abses hati, amebiasis kulit, amebiasis pleuropulmonal, abses otak, limpa, atau organ lain.
L. Prognosis
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba. Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematianrendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipundalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yangrendah (Yost, 2002).
10
III.
1.
KESIMPULAN
Disenti amoeba (amoebiasis) adalah infeksi atau peradangan usus yang disebabkan oleh adanya bakteri Entamoeba bakteri Entamoeba histolytica.
2.
Beberapa manifestasi klinis disentri amoeba yaitu perut kembung, nyeri perut ringan yang bersifat kejang, diare ringan, subfebris, keadaan umum psien biasanya baik, mual dan muntah.
3.
Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba.
11