BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan daya tahan tubuh tubuh balita yang yang masih lemah. Selain itu kehidupan balita juga masih sangat bergantung kepada orang tua terutama pada ibu, sehingga masalah kesehatan pada balita pun menjadi tanggung tanggung jawab orang tua yang tidak bisa dianggap remeh. Salah satu masalah kesehatan balita di Indonesia yang masih sering terjadi adalah diare. Diare merupakan suatu keadaan di mana pada bayi frekuensi buang air besar lebih dari empat kali dan pada anak lebih dari tiga kali dengan konsistensi feses yang encer, berwarna hijau atau dapat juga bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Christy MY, 2014). Data dari Riskesdas 2007 menyebutkan bahwa pen yakit diare dari tahun ke tahun masih menjadi penyebab utama kematian kem atian bayi dan balita di Indonesia. Di dunia sekitar lima juta anak meninggal dunia karena diare akut, dimana sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Riskesdas 2007 menyebutkan angka mortilitas karena diare balita (1 – 4 tahun) sebesar 25,2% (Kemenkes RI, 2011). Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit (natrium, klorida, kalium, bikarbonat). Dehidrasi terjadi jika kehilangan air dan
elektrolit tidak diganti. Penelitian tahun 2011 menunjukkan bahwa derajat dehidrasi ringan-sedang akibat diare memiliki presentasi yang paling besar yaitu 62,5 % dibanding dehidrasi berat dan tanpa dehidrasi (Jacobs C, Manop po J, Warouw S, 2013). 1.2
Tujuan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang Disentri dan Dehidrasi mengenai definisi, etiologi, faktor resiko, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1.3
Manfaat Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Disentri Disentri dan Dehidrasi beserta patofisiologi dan penangananannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disentri
2.1
Definisi Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode disebabkan oleh Shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik.
2.2
Epidemiologi Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2014, perkiraan jumlah penderita diare tahun 2014 adalah sebanyak 8.713.537 kasus. Jumlah kasus yang ditangani sekitar 97,45% atau 8.490.976 kasus. Di Provinsi Lampung, jumlah kasus diare yang ditangani ditemukan dan ditangain sebanyak 98.449 kasus (Archietobias MA, 2016). Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia (Iwalokun, et al ., ., 2001). Setiap tahun, ada sekitar 500.000 kasus shigellosis di Amerika Serikat (Scallan, et al ., ., 2011). Pada tahun 2013 rata-rata kejadian tahunan shigellosis di Amerika Serikat adalah 4,82 kasus per 100.000 orang (Crim, et al ., ., 20014). Data di Indonesia memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan oleh disentri basiler (Edmundson, 2014).
2.3
Etiologi Disentri basiler disebabkan oleh bakteri genus Shigella. Shigella. Di Indonesia, Shigella sp merupakan penyebab tersering ke-2 dari diare yang dirawat di
rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari keseluruhan Shigella sp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; flexneri; 15,0% adalah S. sonnei; sonnei; dan 2,2% merupakan S. Dysenteriae. 2.4
Patofisiologi Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri (Zein U, Sagala KH, Ginting J, 2004).
2.4
Manifestasi Klinis
BAB cair, sering dan disertai dengan darah yang dapat dilihat dengan jelas.
Nyeri perut
Demam
Kejang
Letargis
Prolaps rectum
Dehidrasi
2.5
2.6
Gangguan percernaan dan kekurangan zat gizi.
Diagnosis
Anamnesis gejala klinis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang (Kultur Feses, Tes Sensitivitas)
Tatalaksana Anak dengan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan) yang menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang lainnya dapat dirawat di rumah Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk
kunjungan
ulang
untuk
kemungkinan
mengganti
antibiotiknya
Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut. Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tinja rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan metronidazol dengan dosis 50 mg/kg/BB dibagi tiga dosis selama 5 hari. Jika tidak ada amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk Shigella. Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian besar strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap strain shigella di Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat. Beri tablet zinc
sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi. Pada bayi muda (umur < 2 bulan), bulan), jika ada penyebab lain seperti invaginasi, rujuk anak ke spesialis bedah.
B. Dehidrasi 2.1
Definisi Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya (Leksana E, 2015).
2.2
Epidemiologi Hasil laporan bulanan diare Puskesmas Kalijudan tahun 2013 ditemukan adanya balita dengan umur 1 – 4 tahun yang menderita dehidrasi diare dengan jumlah yang tidak sedikit (Puskemas Kalijudan, 2013). Kasus dehidrasi diare tersebut terjadi pada bulan April, Mei, Juni, Agustus dan Desember yang diimbangi dengan terjadinya peningkatan kasus yang diawali pada bulan Mei (Christy MY, 2014).
2.3
Etiologi Asupan cairan yang buruk, cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss (IWL), atau kombinasi hal tersebut dapat menjadi penyebab deplesi volume intravaskuler. Keberhasilan terapi membutuhkan identifikasi penyakit yang mendasari kondisi dehidrasi. • Gastroenteritis Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang disertai muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi karena diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di dunia. • Stomatitis dan faringitis
Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi asupan makanan dan minuman lewat mulut. • Ketoasidosis diabetes (KAD) KAD disebabkan karena adanya diuresis osmotik. Berat badan turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme jaringan. • Demam Demam dapat meningkatkan IWL ( Insensible Insensible Water Loss) Loss) dan menurunkan nafsu makan (Leksana E, 2015). 2.4
Klasifikasi Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan, derajat/skala dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat.
2.5
(Leksana E, 2015). Tatalaksana
Rencana Terapi A
Rencana Terapi B
Rencana Terapi C
BAB III KESIMPULAN
Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode disebabkan oleh Shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik. Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Dehidrasi dapat disebabkan karena diare. Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang disertai muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi karena diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di dunia. Hasil laporan bulanan diare Puskesmas Kalijudan tahun 2013 ditemukan adanya balita dengan umur 1 – 4 tahun yang menderita dehidrasi diare dengan jumlah yang tidak sedikit. Dan kasus nya semakin meningkat setiap bulan. Tatalaksana diare dengan dan atau tanpa dehidrasi menggunaka panduan rencana terapi A, B, dan C yang telah diuraikan di bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Christy MY, 2014, Faktor 2014, Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dehidrasi Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2(3), pp. 297-308. Kemenkes. R.I., 2011. Panduan 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita. Balita. Jakarta; Ditjen PP & PL: 9. Jacobs C, Manoppo J, Warouw S, 2013, Pengaruh Oralit Who Terhadap Kadar Natrium dan Kalium Plasma Pada Anak Diare Akut Dengan Dehidrasi, Dehidrasi, Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol. 1(1), pp. 154-160. Leksana E, 2015, Strategi Terapi Cairan Pada Dehidrasi, CDK-224, Vol. 42(1), pp. 70-73. Archietobias MA, 2016, Diare 2016, Diare Akut Dan Dehidrasi Ringan-Sedang + Hipokalemia, Hipokalemia, Journal Medula Unila, Vol. 4(3), pp. 94-98. Zein U, Sagala KH, Ginting J, 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri, Bakteri, e-USU Repository.