BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah penting di Indonesia. Lingkungan tempat tinggal yang tidak memadai, kumuh kepadatan menjadi faktor risiko tejadinya penularan penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang menyerang penduduk Indonesia adalah diare,
penyebab
kematian urutan ketiga di Indonesia. WHO melaporkan infeksi E.histolytica menyebabkan 50 juta kasus dan 100.000 kematian setiap tahun di dunia. Di Indonesia kejadian amoebiasis pada anak sekitar 10-18%. Penyebab diare salah satunya adalah Entamoeba histolytica (amoebiasis). Amoebiasis terjadi di seluruh dunia dan prevalensi tertinggi terjadi pada daerah tropis, negara berkembang dengan keadaan sanitasi buruk, status ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik. 1 Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari tinja seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut.5 Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Philipina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa Entamoeba histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar. Amoebiasis dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik. Oleh sebab itu perlu diketahui tentang amoebiasis/disentri amoeba. 12
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA II.1
AMEBIASIS II.1.1 Definisi Suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease) . 4 II.1.2 Etiologi Amebiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Protozoa ini termasuk dalam kelas rhizopoda. Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai tiga stadium yaitu : 4,9 (1) Bentuk histolitika
ukuran 20-40 µm. ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata. endoplasma berbutir halus dan tidak mengandung bakteri/sisa
makanan, mengandung sel eritrosit dan inti entamoeba. berkembang biak dengan pembelahan biner di jaringan dan merusak jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya
Entamoeba histolytica (histo = jaringan, lisis = hancur). patogen pada usus besar, hati paru-paru, otak, kulit dan vagina
(2) Bentuk minuta
ukuran 10-20 µm ektoplasma tampak berbentuk pseudopodium dan tidak terlihat
nyata endoplasma berbutir kasar, mengandung sisa makanan/bakteri dan mengandung inti entamoeba tetapi tidak mengandung eritrosit
2
(3) Bentuk kista
ukuran 10-20 µm sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan
kadar klor standar di dalam sistem air minum. Dinding kista dibentuk oleh hialin. Pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola Kista immatur : kromosom sausage-like Kista matang 4 nukleus Kista matang merupakan bentuk infektif Entamoeba histolytica Bentuk diagnostiknya berupa kista berinti entamoeba dalam tinja.
II.1.3 Epidemiologi Transmisi penyakit ini secara fekal-oral, baik secara langsung melalui tangan maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer). Carrier biasanya orang sehat. Laju infeksi yang tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara-negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek, tercemar oleh
3
carrier, tidak terdapatnya jamban sehingga kista dapat di bawa oleh lalat atau kecoa, penggunaan kotoran manusia sebagai pupk, dan kurang baiknya kebersihan. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju yang beriklim sedang. Oleh karena itu di negara yang sudah maju dijumpai penderita asimtomatik. Akan tetapi di negara yang sedang berkembang banyak dijumpai penderita simtomatik. 9 II.1.4 Patogenesis E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Jadi protozoa ini tidak selalu menimbulkan penyakit. Bila tidak menyebabkan penyakit, amoeba ini hidup sebagai trofozoit bentuk minuta yang bersifat komensal di lumen usus besar, berkembang biak secara belah pasang. Apabila kondisi mendukung, dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus mukosa usus, kemudian menimbulkan ulserasi). Bentuk minuta dapat membentuk dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja, dengan adanya dinding tersebut bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia. Kista dapat hidup lama dalam air (10-14 hari), di lingkungan lembab (12 hari). Kista mati pada suhu 50ºC atau dalam keadaan kering. Bentuk trofozoitnya terdiri dari 2 macam, trofozoit komensal (<10 µm) dan trofozoit patogen (>10 µm). 6 Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh penderita, sifat keganasan (virulensi) amoeba maupun lingkungannya mempunyai peran. Sifat keganasan amoeba ditentukan oleh strainnya. Strain amoeba di daerah tropis ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasannya tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan mengizinkan. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu lapisan mukosa
4
berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis. 6
Kista matang tertelan Kista masuk secara fecal-oral(rute gastrointestinal) Kista tahan terhadap asam lambung
5
Dinding kista dicerna pada usus halus Bentuk minuta menuju ke rongga usus besar Bentuk histolitika yang patogen
Menginvasi mukosa usus besar Mengeluarkan sistein proteinase(histolisin) dan Nekrosis dengan lisis sel jaringan (lisis) Menembus lapisan submukosa(kerusakan bertambah)
Menimbulkan luka/ulkus amoeba (Flask-shaped ulcer) Tinja disentri (tinja yang bercampur lendir dan darah)
6
7
II.1.5 Gejala Klinis Berdasarkan berat ringannya gejala klinis yang ditimbulkan maka amoebiasis dapat dibagi menjadi : 6, 4 1)
Carrier (cyst passer) Penderita tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak mengadakan invasi ke dinding usus. 8
2)
Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan) Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Biasanya penderita mengeluh : Perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang
3)
bersifat kejang Diare ringan 4-5 kali sehari Tinja berbau busuk Kadang tinja bercampur darah dan lendir Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid Tanpa atau disertai demam ringan (subfebril) Kadang-kadang disertai hepatomegali Amebiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang) Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi penderita masih mampu melakukan aktivitas
4)
sehari-hari, dengan ciri-ciri : Tinja disertai darah dan lendir Perut kram Demam dan lemah badan Hepatomegali yang nyeri ringan Disentri amoeba berat Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi, yaitu dengan
ciri-ciri : Diare disertai darah yang banyak Diare >15 kali per hari Demam tinggi (400C-40,50 C) Mual dan anemia Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
5)
sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan perforasi usus Disentri amoeba kronik Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, seranganserangan diare diselingi periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Penderita biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna. 4
II.1.6 Diagnosis
9
Amoebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari irritable bowel syndrom, divertikulitis, enteritis regional dan hemorroid interna, sedang disentri amoeba sukar dibedakan dengan disentri basilar (Shigellosis) atau Salmonellosis, kolitis ulserosa dan skistosomiasis. Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan apabila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi dengan diketemukan ameba tersebut tidak berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain, karena amoebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain pada seorang penderita. Sering amoebiasis terdapat bersamaan dengan karsinoma usus besar. Oleh karena itu apabila penderita amebiasis yang telah mendapat pengobatan spesifik masih tetap mengelus perutnya sakit, perlu dilakukan pemeriksaan lain, seperti endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan tinja. 3 II.1.7 Pemeriksaan Penunjang Dari pemeriksaan penunjang pada penderita amoebiasis akan didapatkan : 1)
Leukositosis 2) Adanya trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di
dalam pus hasil aspirasi atau dalam specimen jaringan. Tes diagnostik laboratorium yang paling baik untuk menegakkan diagnosa diare adalah diagnosa laboratorium tinja. Pengambilan tinja harus dilakukan sebelum pemakaian terapi antimikroba. Tinja yang diambil tidak boleh terkontaminasi urin. Jadi, sebaiknya pasien diminta berkemih dahulu sebelum mengeluarkan tinja. Tinja yang telah diambil diawetkan dalam larutan fiksatif polivinil alkohol(PVA) atau metiolat iodium
formalin(MIF).
Kemudian
tinja
disimpan
pada
media
transport(dapat berupa media Cary Blair & Stuart atau pepton water) 5 Perbedaan disentri amoeba dan shigella a. Makroskopik Amoebiasis
Shigella
10
Inkubasi
lama
< 1 minggu
Onset
Lambat
Cepat
Jumlah
6-8x/hari
>10x/hari
Jumlah
Relaif lebih
banyak
feses
sedikit
Bau
Busuk
Amis
Warna
Merah gelap
Merah segar
Konsistensi
Lendir
Viscous dan
bercampur pada
mengumpul di dasar
feses
feses
Asam
Basa
defekasi
Reaksi b. Mikroskopik Sel darah merah Makrofag Eosinofil Kristal charcot leyden Parasit
Amoebiasis Menggumpal Sedikit Banyak Ada E. histolytica
Shigella Terpisah Banyak Jarang Tidak ada Tidak ada
II.1.8 Komplikasi Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi menjadi : 7 1) Komplikasi Intestinal a) Perdarahan usus b) Perforasi usus c) Ameboma d) Intususepsi 2) Komplikasi Ektra Intestinal a) Amebiasis hati b) Amebiasis pleuropulmonal c) Abses otak, limpa, dan organ lain d) Amoebiasis kulit
11
II.1.9 Diagnosis Banding • Disentri basiler : diare di sertai darah, demam , tenesmus, frekuensi >10x/hari, bau amis, warna tinja merah segar dan lendir •
mengumpul di dasar feses. Kolitis Ulserativa : diare di sertai darah dan lendir, demam tinggi, nyeri perut bawah, penurunan berat badan, nafsu makan menurun,
•
peritonitis Escherichia coli enteroinvasive (EIEC): : diare di sertai darah dan lendir, tenesmus, kram perut, tidak berbau, warna tinja merah-
• •
ijo,konsistensi lembek EHEC: diare berdarah, kram perut, muntah, demam Instususepsi : feses bercampur darah dan lendir, awalnya keadaan sehat tiba-tiba menangis kesakitan jika sedang serangan, serangan berulang dengan jarak 15-20 menit, muntah, pada pemeriksaan colok dubur didapatkan Tonus sphincter melemah 11
II.1.10 Penatalaksanaan 1)
Terapi diare : cairan sesuai derajat dehidrasi, nutrisi, zink, probiotik 10
2)
Carrier (cyst passer) Carrier atau cyst passer, walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena ameba yang hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, sewaktuwaktu dapat berubah menjadi patogen. Di samping itu carrier merupakan sumber infeksi utama. Trofozoit banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa atau sedikit sekali menimbulkan kelainan mukosa usus. Kelainan tersebut tidak menimbulkan gangguan peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala
klinis. Obat yang diberikan adalah amebisid luminal, misalnya 11: Diloksanit furoat (Diloxanite furoate) Dosis 7-10 mb/kg/hari, di bagi menjadi 3 dosis. Di berikan 3) 4)
selama 7-10 hari Amebiasis intestinal ringan – sedang Metronidazol 15 mg/kg/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari Disentri amoeba berat Metronidazol 50 mg/kg/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari 12
II.1.10 Prognosis Prognosis ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amoebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi. Pada abses hati amoeba kadang-kadang diperlukan tindakan pungsi untuk mengeluarkan nanah. Demikian pula pada amoebiasis yang disertai penyulit efusi pleura. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba. 12, 8 II.1.11 Pencegahan Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa bila air dipanaskan 400C selama 5 menit. Pemberian klor dalam jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan air bersih, ternyata tidak bisa membinasakan nkista. Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. 1,2,3,12
13
DAFTAR PUSTAKA 1. Armon K. Stephenson T, Macfaul R, Eccleston P, Warneke U. An evidence and consensus based guideline for acute diarrhea management. Arch Dis Child 2010;85:132-42. 2. Badan Koordinasi Gastroenterology Anak Indonesia. 2007. Tata Laksana Diare Pada Anak. Jakarta : BKGAI. 3. B. Soebagyo. 2008. Diare akut pada anak. Sebelas Maret University Press 4. Ikatan dokter anak indonesia.2012. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. IDAI: jakarta 5. Lung E. Acute diarrheal diseases dalam current diagnosis abd treatment in gastroenterology. Ed. Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2008 :McGraw Hill,hal 131-49 6. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., Setiowulan, W. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius UI. 7. Rani, A., Simadibrata, M., Syam, A.F. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi 1. Jakarta : Interna Publishing. 8. Kittrick, L. 2012. Amoebic Abscess of the liver without Preceding Diarrhea. Di kutip tanggal 9 Oktober 2014, http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM193312212092 510 9. Robbins et al. 2007. Basic pathology of disease. Philadelphia. Elsevier Saunders, 18: 833-893
14
10. Shattuck, G. 2010. Amebiasis In Boston. Di kutip tanggal 9 Oktober 2014, htttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM193412062112302 11. Suraatmaja, S. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto. 12. World health organzization. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Depkses RI: Jakarta
15