2.2 DEFINISI UVEITIS UVEITIS DAN PANUVE PANUVEITIS ITIS
Uveitis didefinisikan sebagai proses inflamasi pada salah satu atau semua bagian dari uvea (iris, badan siliar/korpus siliar, dan koroid). Sedangkan uveitis difus atau panuveitis adalah proses inflamasi inflamasi yang yang mengenai semua semua unsur traktus traktus uvealis atau dengan kata kata lain panuveitis tidak memiliki tempat inflamasi/peradangan yang predominan dimana inflamasi merata pada kamera okuli anterior, vitreous, retina dan atau koroid seperti retinitis, koroiditis, dan vaskulitis retinal. Keadaan ini seringnya disebabkan karena infeksi yang berkembang pada toxocariasis infantil, endoftalmitis bakterial postoperasi, atau toksoplasmosis yang berat. iri morfologis khas seperti infiltrat geografik secara khas tidak ada. ! Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas banyak pembuluh darah yang yang dapat dapat member memberika ikan n nutrisi nutrisi kepada kepada mata. mata. "danya danya perada peradanga ngan n pada pada area area ini dapat dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti kornea, retina, sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya.
!
2.3 EPIDEMIOLOGI #ender #enderita ita umumny umumnyaa berada berada pada pada usia usia $%&'% $%&'% tahun tahun.. Setelah Setelah usia usia % tahun, tahun, angka angka
keadi keadian an panuve panuveiti itiss mulai mulai berkur berkurang ang.. #ada #ada pender penderita ita berusi berusiaa tua umumn umumnya ya panuve panuveiti itiss diakibatkan oleh toxoplasmosis, herpes *oster, dan afakia. +entuk panuveitis pada umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus. Sedangkan pada anita banyak disebabkan oleh toxoplasmosis.! 2.4 LOKASI PANUVEITIS
-okasi anatomi panuveitis pada dasarnya merupakan seluruh traktus uvealis yang merupakan gabungan dari uveitis anterior, uveitis intermediet, dan uveitis posterior, yaitu meliputi a) Uveitis anterior & ritis inflamasi yang dominan pada iris & ridosiklitis inflamasi pada iris dan pars plicata b) Uveitis intermediet inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer c) Uveitis posterior inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus. !,$
Gambar 1. Lokasi Pan!"i#is $%abn%an &ari 'okasi "!i#is an#!rior( in#!rm!&i!#( &an )os#!rior* 2
2.+. GAM,A-AN KLINIS
0ambaran klinis panuveitis meliputi gambaran klinis yang teradi pada uveitis anterior,intermediet,dan posterior. 0ambaran klinis dari uveitis anterior antara lain fotofobia, epifora, gatal yang dalam dan tumpul pada daerah sekitar orbit mata dan sekitarnya. 0eala akan memburuk apabila terpapar cahaya sehingga pasien sering datang ke pasien dengan mengenakan kacamata. 1pifora yang teradi dihubungkan dengan peningkatan stimulasi neuron dari kelenar airmata, dan tidak ada hubungannya dengan sensasi benda asing yang dirasakan.2&' 3aam penglihatan tidak selalu menurun drastis ($%/4% atau kadang masih lebih baik, alaupun pasien melaporkan pandangannya berkabut). 5aya akomodasi menadi lebih sulit dan tidak nyaman. nspeksi difokuskan pada kongesti palpebra ringan hingga sedang dan menyebabkan pseudoptosis. Kadang dapat ditemukan ineksi perilimbus dari konungtiva dan sklera, alaupun konungtiva palpebra normal. Kornea dapat terlihat edem pada pemeriksaan slitlamp. #ada beberapa kondisi yang lebih parah, dapat ditemukan deposit endotel berarna coklat keabu&abuan yang disebut keratic precipitates (K#).'
Gambar 2. K!ra#i Pr!i)i#a#!s4
3anda patagonomis dari uveitis anterior adalah ditemukannya sel leukosit (hipopion)6 dan flare (protein bebas yang lepas dari iris dan badan siliar yang meradang6 dan dapat ditemukan pada kamera okuli anterior sehingga kamera okuli anterior tampak kotor dan berkabut). ris dapat mengalami perlengketan dengan kapsul lensa (sinekia posterior) atau kadang dapat teradi perlengketan dengan kornea perifer (sinekia anterior). Sebagai tambahan kadang terlihat nodul granulomatosa pada stroma iris. 2&'
Gambar 3. Sin!kia )os#!rior .+
Gambar 4. F'ar!.+
Gambar +. /i)o)ion.0
Gambar 0. U"!i#is an#!rior &!n%an k!ra#ik )r!si)i#a# m##ona# &an no&' Ko!))! &an ,saa .0
Gambar 5. U"!i#is an#!rior &!n%an no&' ,saa )a&a )!rmkaan iris &an s!&iki# m##ona# )a&a as)!k in!rior .0
3ekanan intraokular dapat menurun karena penurunan sekresi dari badan siliar. 7amun saat reaksi berlangsung, produk peradangan dapat perakumulasi pada trabekulum. "pabila debris ditemukan signifikan, dan apabila badan siliar menghasilkan sekresi yang normal maka dapat teradi peningkatan tekanan intraokular dan menadi glaukoma uveitis sekunder. Uveitis ntermediate adalah bentuk peradangan yang tidak mengenai uvea anterior atau posterior secara langsung. Sebaliknya ini mengenai *ona intermediate mata. ni terutama teradi pada orang deasa muda dengan keluhan utama melihat 8bintik&bintik terapung9 di dalam lapangan penglihatannya. #ada kebanyakan kasus kedua mata terkena. 3idak ada perbedaan distribusi antara pria dengan anita. 3idak terdapat rasa sakit, kemerahan, maupun fotofobia. #asien mungkin tidak menyadari adanya masalah pada matanya, namun dokter melihat adanya kekeruhan dalam vitreus, yang sering menutupi pars plana inferior, dengan oftalmoskop.' :ikapun ada, hanya sedikit geala uveitis anterior. Kadang&kadang terlihat beberapa sel di kamera okuli anterior, sangat arang teradi sinekia posterior dan anterior. Sel radang lebih besar kemungkinan terlihat di ruangan retrolental atau di vitreus anterior pada pemeriksaan dengan slit&lamp. Sering timbul katarak subkapsular posterior. ;ftalmoskopi indirek sering menampakan kekeruhan tipis bulat halus di atas retina perifer. 1ksudat seluler ini mungkin menyatu, sering menutupi pars plana. Sebagian pasien ini mungkin menunukan vaskulitis, yaitu terlihat adanya selubung perivaskuler pada pembuluh retina. 4,' #ada kebanyakan pasien, #enyakit ini tetap stasioner atau berangsur membaik dalam aktu ' sampai !% tahun. #ada beberapa pasien timbul edema makular kistoid dan parut makular permanen, selain katarak subkapsular posterior. #ada kasus berat dapat teradi pelepasan membran&membran siklitik dan retina. 0laukoma sekunder adalah komplikasi yang arang teradi. Uveitis posterior merupakan peradangan pada koroid dan retina6 meliputi koroiditis, korioretinitis (bila peradangan koroidnya lebih menonol), retinokoroiditis (bila peradangan retinanya lebih menonol), retinitis dan uveitis disseminta. Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik.' Secara tipikal, retinitis merupakan manifestasi dari infeksi toksoplasma dan herpes. Koroiditis dapat muncul diikuti dengan uveitis granulomatosa (seperti tuberkulosis, sarcoidosis, penyakit -yme, sifilis), histoplasmosis, atau sindrom yang tidak biasa seperti
korioretinitis serpiginous atau birdshot . #apilitis dapat timbul dengan toksoplasmosis, retinitis viral, limfoma, atau sarkoidosis.< -esi pada segmen posterior mata dapat fokal, geografis atau difus. =ang menimbulkan kekeruhan pada vitreus di atasnya harus dibedakan dari yang tidak pernah menimbulkan sel&sel vitreus. :enis dan distribusi kekeruhan vitreus harus dielaskan. -esi radang di segmen posterior umumnya beraal tenang, namun ada yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan penglihatan secara tiba&tiba. #enyakit demikian biasanya disertai uveitis anterior, yang pada gilirannya kadang&kadang diikuti sebentuk glaukoma sekunder. Uveitis posterior pada pasien 2 tahun dapat disebabkan oleh 8sindrom samaran9, seperti retinoblastoma atau leukemia. #enyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok umur ini adalah infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan infeksi rubella.',< 5alam kelompok umur 4 sampai !' tahun, penyebab uveitis posterior termasuk toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediate, infeksi sitomegalovirus, sindrom samaran, panensefalitis sklerosis subakut, dan kurang penting, infeksi bakteri atau fungi pada segmen posterior. 5alam kelompok umur !< sampai 4% tahun, yang termasuk diagnosis diferensial adalah toksoplasmosis, penyakit +ehcet, sindrom >ogt&Koyanagi&?arada, sifilis, endoftalmitis candida, dan kurang sering, infeksi bakteri endogen misalanya meningitis meningococcus.< #asien uveitis posterior dan berumur di atas 4% tahun mungkin menderita sindrom nekrosis retina akut, toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, retinitis, sarcoma sel retikulum, atau kriptokosis. Uveitis yang teradi unilateral lebih condong untuk diagnosis akibat toksoplasmosis, kandidiasis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri endogen. ;nset uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa geala. #enyakit pada segmen posterior mata yang onset mendadak adalah retinitis toksoplasmosis, nekrosis retina akut, dan infeksi bakterial. Kebanyakan penyebab uveitis posterior yang lain onsetnya lambat. 4,'
2.0 PENDEKATAN DIAGNOSIS PANUVEITIS
0eala penyakit pada traktus uvealis tergantung tempat teradinya penyakit itu. @isalnya, karena terdapat serabut&serabut nyeri di iris, pasien dengan iritis akan mengeluh sakit dan fotofobia. #eradangan iris itu sendiri tidak mengaburkan penglihatan kecuali bila
prosesnya berat atau cukup lanut hingga mengeruhkan humor aAueous, kornea, dan lensa. #enyakit koroid sendiri tidak menimbulkan sakit atau penglihatan kabur. Karena dekatnya koroid dengan retina, penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina, penglihatan sentral akan terganggu. >itreus uga dapat menadi keruh sebagai akibat infiltrasi sel dari bagian koroid dan retina yang merdang. 7amun gangguan penglihatan proposional dengan densitas kekeruhan vitreus dan bersifat reversible bila peradangan mereda. "dapun, secara umum pasien yang sedang mengalami peradangan uvea akan mengeluhkan geala&geala umum sebagai berikut &
@ata merah (hiperemis konungtiva)
&
@ata nyeri
&
Botofobia
&
#andangan mata menurun dan kabur
&
1pifora #asien dengan uveitis anterior menunukan banyak geala. 0eala&geala ini bervariasi
dari geala ringan (pandangan kabur dengan kondisi mata normal) hingga geala berat, fotofobia, dan hilang penglihatan yang berhubungan dengan ineksi yang muncul dan hipopion. Baktor diluar geala mata kadang membantu dalam menegakan diagnosis uveitis anterior. ;nset, durasi, dan keparahan geala seperti unilateral atau bilateral harus diketahui. Selain itu usia pasien, latar belakang pasien, dan keadaan mata harus menadi pertimbangan. Ciayat rinci dan revie dari sistem merupakan pendekatan diagnosis yang berharga bagi pasien dengan uveitis.
Untuk menegakkan diagnosis dari uveitis ada beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan antara lain !.
#emeriksaan subyektif mata a. #emeriksaan subyektif mata yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan taam pengllihatan, pemeriksaan gerakan bola mata. b. #ada mata yang terkena akan mengalami penurunan taam penglihatan c. Sedangkan pada pemeriksaan gerakan bola mata ditemukan hasil yang normal.
$.
#emeriksaan obyektif mata #ada pemeriksaan obyektif mata dapat ditemukan a. #emeriksaan sekitar mata, palpebra, dan duktus lakrimalis dalam kondisi normal
b. 5itemukan ineksi konungtiva (#ola dari ineksi konungtiva pada uveitis sering ditemukan pada 2<% deraat dari ineksi perilimbus dan akan semakin meningkat menuu arah limbus. ?al inilah yang membedakannya dengan konungtivitis yang terlihat ineksi semakin banyak dengan arah menauhi limbus.) c. #emeriksaan tekanan intraokular dapat meningkat atau menurun, tergantung kondisi dari produksi humor aAueous, drainase, dan keberadaan sel radang, putih dan merah. d. #ada pemeriksaan iris dapat ditemukan sinekia. e. #upil, pasien dapat mengalami fotofobia direct ketika cahaya secara langsung mengenai iris yang terkena, sebagaimana fotofobia consensus ketika cahaya secara langsung mengenai iris berlaanan. "rti klinis dari temuaan ini yaitu &
Botofobia consensus sangat membantu dalam membedakan antra iritis dan beberapa penyebab fotofobia lain, seperti konungtivitis.
&
#upil dalam kondisi miosis.
2.
#emeriksaan funduskopi
4.
#emeriksaan biomikroskopis/slit lamp a. #eriksa epithelium dari kornea untuk menemukan adanya abrasi, edem, ulkus, atau benda asing. b. -akukan inspeksi pada kondisi ulkus yang dalam dan edema kornea c.
3emukan tanda patogonomis dari iritis yaitu keratitic precipitates / K# (sel darah putih pada endothelium). "pabila ditemukan K# kecil&sedang maka diklasifikasikan ke dalam uveitis nongranuloma, sedangkan K# pada uveitis granuloma lebih besar, kotor, dan penuh lemak (gambaran granula 8 mutton-fat 9).
d. #ada kamera okuli anterior ditemukan fler (sel radang) yang menyebabkan kamera okuli anterior tampak kotor. e. Sel darah merah (hifema) atau sel darah putih (hipopion) dapat ditemukan pada kamera okuli anterior dan dapat diklasifikasikan menadi deraat D! s/d D4 & % tidak ditemukan & D! ditemukan dalam umlah sedikit & D$ditemukan dalam umlah sedang (iris dan lensa masih terlihat elas) & D2 iris dan lensa terlihat berkabut & D4 intens (ditemukan deposit fibrin dan aAueous terkoagulasi). '.
#emeriksaan laboratorium
a.
#emeriksaan laboratorium ini dilakukan ika saat dilakukan anamnesis ditemukan hubungan etiologi uveitis dengan penyebab sistemik. 7amun pemeriksaan laboratorium ini tidak dilakukan bila pasien mengalami uveitis nongranulomatosus unilateral untuk pertama kali dan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan penanda yang khas
b. "pabila dalam kondisi uveitis bilateral, uveitis granulomatosa, dan uveitis rekurens, pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak menunukan tanda khas maka dilakukan pemeriksaan laboratorium nonspesifik, seperti tes darah lengkap, dll.
2.5 TATALAKSANA
#enanganan panuveitis paling aal adalah melakukan diagnosis yang tepat dan bagi setting penanganan pelayanan primer ataupun pada C5 segera melakukan ruukan kepada ahli spesialis mata. Ealaupun ditemukan mata merah dan ditemukan sel radang, darah putih, atau darah merah pada kamera okuli anterior, antibiotik tidak diindikasikan untuk diberikan kepada pasien. #enanganan panuveitis secara garis besar bertuuan untuk mencegah komplikasi penglihatan, mengurangi keluhan pasien, dan mentatalaksana penyakit yang mendasari.F "dapun penanganan secara medikamentosa, dituukan untuk mengurangi nyeri dan peradangan. Secara tradisional, manaemen medis terdiri atas kortikosteroid topikal atau sistemik dan sering diberikan sikloplegik. ;bat yang dapat dipakai adalah
#emberian ;bat "nti Cadang
1.
Kortikosteroid Kortikosteroid memiliki efek yang baik untuk menghambat peradangan yaitu dengan cara •
@engurangi geala radang dengan cara menghambat pengeluaran asam arakidonat dari fosfolipid, menghambat transkripsi dan mengaktifkan sitokin, dan membatasi aktifitas sel + dan sel 3. Kortikosteroid diberikan dengan indikasi adanya peradangan yang bukan disebabkan karena infeksi.
•
@engurangi permeabilitas pembuluh darah
•
@engurangi pembentukan arangan parut ara pemberian dengan topikal, periokular dan sistemik. #emberian dosis uga
sangat bervariasi, tergantung dari kondisi pasien, tapi pemberian dalam umlah minimal
untuk mengontrol inflamasi harus diberikan untuk menurunkan peluang teradinya komplikasi. Initial dose yang digunakan untu mengontrol penyakit rata&rata dari $,' mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. :ika digunakan kurang dari 2&4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off . 5osis yang paling kecil dengan masa kera yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar am %F.%% pagi dan teradi umpan balik yang maksimal dari seekresi "3?. Sedangkan pada malam hari kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi "3? yang normal sehingga dosis rendah dari prednison ($,' sampai 'mg) pada malam hari sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal. #enggunaan glukokortikoid angka panang yaitu lebih dari 2 s ampai 4 minggu perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan&lahan untuk mencari dosis pemeliharaan dan menghindari teradi supresi adrenal. ara penurunan yang baik dengan menukar dari dosis tunggal menadi dosis selang sehari diikuti dengan penurunan umlah dosis obat. Untuk mencegah teradinya supresi korteks kelenar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (amF), karena kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian perlahan&lahan dosisnya diturunkan. +ila dosis telah mencapi ,' mg prednison, selanutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi. "lasannya ialah bila diturunkan berarti hanya ' mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.
"dapun beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain
Kortikosteroid topikal untuk uveitis anterior, digunakan steroid topikal tetes. 3ergantung dari keparahan peradangan yang akan dipulihkan, frekuensi pemberian bervariasi. #rednisolon asetat !G merupakan obat yang paling disukai namun karena persediaan berbentuk precipitate, sehingga pasien harus menggoyangkan dahulu botol sebelum digunakan. Kadang&kadang steroid dapat menyebabkan hipertensi okular6 sehingga pemakaian dalam angka 4&< minggu perlu dimonitor.
Kortikosteroid periokular6 digunakan apabila segmen posterior terkena atau ketika mulai dirasakan geala yang mengarah komplikasi. #emberian terapi inisial selama 2&
4
minggu
sebelum
pemberian
steroid
angka
panang
dapat
membantu
mengidentifikasi pasien yang responsive terhadap kortikosteroid. +eberapa bukti menunukan baha ineksi dalam transeptal menyebabkan lebih sedikit hipertensi ocular dibandingkan dengan pemberian sub&tenon. 7amun pemberian ineksi ini tidak digunakan pada pasien dengan uveitis yang infeksius atau skleritis karena penebalan sclera dan kemungkinan teradi perforasi.
Kortikosteroid sistemik6 diberikan pada saat !.
Uveitis yang mengancam penglihatan seperti beresiko menyebabkan kebutaan
$.
Uveitis yang tidak responsive terhadap pemberian dengan metode lainnya
ontoh obat kortikosteroid yang digunakan untuk uveitis &
#rednisolone !G (pred forte) steroid paling kuat dan merupakan drug of choice untuk
uveitis. #rednisolone dapat menurunkan reaksi peradangan dengan mendepresi migrasi dari leukosit #@7 dan menurunkan permeabilitas dari pembuluh darah. ?omatropine dapat menghambat kera obat carbacol dan kolinesterase inhibitor. Selain itu prednisolone uga tidak boleh digunakan pada pasien hipersensitif dengan prednisolone dan pasien sedang mengalami infeksi amur, virus, dan bakteri. 5osis yang digunakan yaitu ! gtt setiap !&< am (deasa). #rednisolone dapat meningkatkan tekanan intraocular dan beresiko menimbulkan katarak dalam pemakaian angka panang. 2.
;bat sikloplegia ;bat sikloplegia bekera melumpuhkan otot sfingter iris sehingga teradi dilatasi
pupil. Selain itu, uga mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melumpuhkan akomodasi. @ekanisme ini dapat mengurangi rasa nyeri dan fotofobia yang teradi. ontoh obat sikloplegia &
"tropin (%,'G&$G) merupakan sikloplegik kuat dan uga bersifat midriatik. 1fek maksimal dicapai setelah 2%&4% menit. +ila teradi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali $ minggu setelah obat dihentikan. "tropin memberikan efek samping seperti nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering.
&
Siklopentolate %,'&$G (cyclogyl) menyebabkan efek sikloplegia $'&' menit dan midriasis setelah 2%&<% menit. 1fek yang dihasilkan bertahan selama ! am. 7amun efek ini dapat menurun pada kondisi parah. Sehingga homatropin lebih sering digunakan pada uveitis dibandingkan siklopentolat. Siklopentolate dapat menghambat kera obat carbacol dan kolinesterase inhibitor. Selain itu siklopentolate uga tidak boleh digunakan pada
pasien yang mengalami glaukoma sudut tertutup dan pasien yang hipersensitif dengan siklopentolate. 5osis yang digunakan yaitu cyclogyl ! gtt 2dd (deasa). &
?omatropine $&'G (isopto) menyebabkan efek sikloplegia 2%&H% menit dan midriasis setelah !%&2% menit. 1fek yang dihasilkan bertahan selama !%&4F am untuk sikloplegia dan < am & 4 hari untuk midriasis. ?omatropine merupakan agent of choiceyang sering digunakan pada uveitis. ?omatropine dapat menghambat kera obat carbacol dan kolinesterase inhibitor. Selain itu homatropine uga tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami glaucoma sudut tertutup dan pasien yang hipersensitif dengan homatropin. 5osis yang digunakan yaitu ! gtt 2dd (deasa).
2.6 KOMPLIKASI
"dapun komplikasi yang paling sering teradi pada panuveitis yaitu F !. 0laukoma sekunder "dapun mekanisme teradinya peningkatan tekanan intraocular pada peradangan uvea antara lain a.
Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea) dan teradi akibat peradangan iris pada uveitis anterior. Sinekia ini menyebabkan sudut iridokornea menyempit dan mengganggu drainase dari humor aAueous sehingga teradi peningkatan volume pada kamera okuli anterior dan mengakibatkan peningkatan tekanan intraocular.
b. Sinekia posterior pada uveitis anterior teradi akibat perlekatan iris pada lensa di beberapa tempat sebagi akibat radang sebelumnya, yang berakibat pupil terfiksasi tidak teratur dan terlihat pupil yang irreguler. "danya sinekia posterior ini dapat menimbulkan glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya humor aAueous di belakang iris, sehingga menonolkan iris ke depan dan menutup sudut iridokornea. c.
0angguan drainase humor aAueous uga dapat teradi akibat terkumpulnya sel&sel radang (fler) pada sudut iridokornea sehingga volume pada kamera okuli anterior meningkat dan teradi glaukoma.
$.
"trofi nervus optikus Setelah teradi peningkatan tekanan intraokular, pasien dapat mengalami atrofi nervus optikus sehingga teradi kebutaan permanen.
2.
Katarak komplikata Katarak komplikata akibat penyakit intraocular disebbakan karena efek langsung pada fisiologis lensa. Katarak biasnya beraal dari di daerah subkapsul posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Katarak yang teradi biasanya unilateral. #rognosis visualnya tidak sebaik katarak senilis biasanya. 4.
"blasio retina
'.
1dema kistoid macular.
<.
1fek penggunanan steroid angka panang.
3abel !. 1fek #enggunaan Steroid :angka #anang T!m)a#
!.
Maam !!k sam)in%
Saluran cerna
?ipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.
$.
;tot
?ipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.
2.
Susunan saraf pusat
#erubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.
4.
3ulang
;steoporosis,fraktur,
kompresi
vertebra,
skoliosis,
fraktur tulang panang. '.
Kulit
?irsutisme,
hipotropi,
strie
atrofise,
dermatosis
akneiformis, purpura, telangiektasis. <.
@ata
0laukoma dan katarak subkapsular posterior
.
5arah
Kenaikan ?b, eritrosit, leukosit dan limfosit
F.
#embuluh darah
Kenaikan tekanan darah
H.
Kelenar
adrenal
"trofi, tidak bisa melaan stres
protein,
Kehilangan
bagian kortek !%. @etabolisme K? dan lemak
protein
(efek
katabolik),
hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
!!. 1lektrolit
Cetensi 7a/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)
!$. Sistem immunitas
@enurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi 3b dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.
,A, III KESIMPULAN
#anuveitis adalah proses inflamasi yang mengenai semua unsur traktus uvealis atau dengan kata lain panuveitis tidak memiliki tempat inflamasi/peradangan yang predominan dimana inflamasi merata pada kamera okuli anterior, vitreous, retina dan atau koroid seperti retinitis, koroiditis, dan vaskulitis retinal. Keadaan ini seringnya disebabkan karena infeksi yang berkembang pada toxocariasis infantil, endoftalmitis bakterial postoperasi, atau toksoplasmosis yang berat. iri morfologis khas seperti infiltrat geografik secara khas tidak ada. "danya peradangan pada area ini dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti kornea, retina, sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya. #enyebab pasti dari panuveitis belum diketahui sehingga patofisiologi yang pasti dari panuveitis uga belum diketahui. Secara umum, panuveitis dapat disebabkan oleh reaksi imunitas. panuveitis sering dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toxoplasmosis, dan sifilis6 adapun, postulate reaksi imunitas secara langsung melaan benda asing atau antigen yang dapat melukai sel dan pembuluh darah uvea. #enanganan panuveitis paling aal adalah melakukan diagnosis yang tepat dan bagi setting penanganan pelayanan primer ataupun segera melakukan r uukan kepada ahli spesialis mata. Ealaupun ditemukan mata merah dan ditemukan sel radang, darah putih, atau darah merah pada kamera okuli anterior, antibiotic tidak diindikasikan untuk diberikan kepada pasien. "dapun penanganan secara medikamentosa, dituukan untuk mengurangi nyeri dan peradangan. terapi pembedahan yang diindikasikan dalam manaemen uveitis dengan tuuan rehabilitasi penglihatan, biopsy untuk diagnosis ketika menemukan perubahan dalam rencana pengobatan, dan mengambil media yang menagalami opasitas untuk memonitor segmen posterior mata.
DAFTA- PUSTAKA
!. ?uang ::, 0audio #". Ocular inflammatory disease and uveitis manual: diagnosis and treatment. #hilladelphia Eolters Kluer6 $%!%.p. %&'. $. 1va #C, Ehitcher :#. >aughan dan asbury oftamologi umum. 1d ke&!. :akarta 106 $%!4.h. <$&6 !'!&<%. 2. Boster S, >itale "3. Diagnosis and treatment of uveitis. @ichigan Saunders E+6 $%%$.p. F$&H%. 4. +onfioli "" et al. ntermediate uveitis. Semin ophthalmol $%%'6 $% !4.
'. 7ussenblatt C+, Ehitcup S@. Uveitis fundamentals and clinical practice. 4th ed. -os "ngeles 1lsevier ?ealth Science6 $%!%.p. 2'&4%6