Modul 6
DASAR NEGARA, IDEOLOGI, DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA INDONESIA
PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAAJRAN DAN KEMAHASISWAAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI 2018
Capaian
A.CAPAIAN KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Belajar A. Capaian Kegiatan Belajar 1. Memahami konsep Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan sistem filsafat bangsa; 2. Memahami konsep Pancasila sebagai ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia; 3. Mendeskripsikan konsep hubungan sila Pancasila dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 4. Menjelaskan konsep nilai, norma, dan moral.
1
Sub Capaian
A.CAPAIAN KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Belajar B. Subcapaian Kegiatan Belajar 1. Menjelaskan konsep Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
2. Menjelaskan konsep Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa Indonesia. 3. Menjelaskan konsep Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. 4. Menjelaskan konsep Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. 5. Mendeskripsikan hubungan sila Pancasila dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 6. Menerapkan prinsip-prinsip hubungan sila Pancasila dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 7. Menjelaskan konsep nilai. 8. Menjelaskan konsep norma. 9. Menjelaskan konsep moral.
2
Kegiatan Belajar 1 A. Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia dan Sistem Filsafat Bangsa
P
ancasila berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar atau sendi. Pancasila berarti lima dasar atau lima sendi. Awal mula dikenalnya
istilah Pancasila yaitu pada zaman Kerajaan Majapahit di Jawa. Istilah Pancasila ini terdapat dalam karya karangan Empu Prapanca dan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular, istilah Pancasila bermakna sebagai berbatu sendi yang lima dan pelaksanaan kesusilaan yang lima, yaitu (1) tidak boleh melakukan kekerasan; (2) tidak boleh mencuri; (3) tidak boleh berjiwa dengki; (4) tidak boleh berbeohong; dan (5) tidak mabuk minuman keras (Darmodihardjo et al., 1981). Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia
Sumber Gambar : Wikipedia.com
mempunyai arti lima dasar, dengan rumusan yang sah dan resmi tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Pancasila sebagai filsafat mengandung pemikiran nilai, dan pandangan dijadikan substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Pancasila harus dibahas agar dapat dipahami secara mendalam. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Notonagoro, (1980, hlm. 34) bahwa “pengetahuan Pancasila yang demikian itu juga merupakan hakikat Pancasila yang bersifat essensial, abstrak serta universal, tetap dan tidak berubah.” Secara filsafati, pemikiran Pancasila harus meliputi pemikiran yang sistematis, komprehensif, dan rasional mengenai kajian-kajian Pancasila seperti hakikat bangsa Indonesia yang digali dari kausa materialis Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, dalam mempelajari Pancasila harus tahu bagaimana, mengapa, ke mana dan apa yang terkandung dalam pengetahuan Pancasila yang deskriptif, kausal, normatif dan esensial.
3
Terdapat tiga kajian utama filsafat Pancasila yang dianggap mencakup kesemestaan, di antaranya ontologis, epistemologis dan aksiologis Pancasila. Adapun pemaparannya sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1 1. Landasan Ontologis Pancasila Ontologi pada dasarnya membahas tentang sifat dasar kenyataan terdalam dan asas-asas rasional kenyataan (Kaelan, 201, hlm. 97). Pancasila secara ontologis berarti untuk memaknai hakikat dari sila-sila Pancasila. Setiap sila dalam Pancasila bukanlah dasar yang dapat berdiri sendiri dan terpisah, melainkan suatu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan. Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat karena setiap sila mengandung empat lainnya. Maksud dari kesatuan dan kebulatan tersebut (Notonagoro, 1980) adalah sebagai berikut: a. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai dan meliputi sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima. b. Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, dijiwai dan diliputi sila pertama, menjiwai dan meliputi sila ketiga, keempat, dan kelima. c. Sila ketiga Persatuan Indonesia, dijiwai dan diliputi sila pertama dan kedua, menjiwai dan meliputi sila keempat dan kelima. d. Sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan, dijiwai dan diliputi sila pertama, kedua, dan ketiga, menjiwai dan meliputi sila kelima. e. Sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai dan diliputi sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Gambar A.1 Kesatuan dan kebulatan sila-sila Pancasila Sumber: Sapriya, et al. ( 2010, hlm. 55)
Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa harus menjiwai sila-sila Pancasila selanjutnya, karena secara hirarkis, sila pertama inilah yang berada di paling ata sdan pertama.
4
Kegiatan Belajar 1 2. Landasan Epistemologis Pancasila Epistemologi merupakan metode atau cara dari ilmu pengetahuan. Titus dalam Kaelan (2013, hlm. 102) berpendapat bahwa terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu: a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Dari manakah pengetahuan yang benar itu datang? b. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang real di luar akal dan kalau ada dapatkah kita mengetahui? Ini adalah problem penampilan terhadap relitas. c. Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimana kita membedakan kebenaran dan kekeliruan? Ini adalah problem menguji kebenaran. Secara epistemologis, Pancasila sebagai filsafat berarti memaknai Pancasila sebagai sebuah ilmu pengetahuan. Kajian epistemologis Pancasila sangat berkaitan dengan kajian aksiologisnya. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal (Notonagoro, 1975, hlm. 36-40), yaitu: a. Umum Universal, yaitu hakikat sila dalam Pancasila merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan titik awal atau acuan dalam kehidupan bernegara dan relalitas kehidupan praktis dalam berbagai sendi kehidupan yang nyata. b. Umum Kolektif , yaitu Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta dijadikan landasan hukum negara Indonesia. c. Khusus dan Konkrit, yaitu Pancasila berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki sifat khusus konkrit dan dinamis. 3. Landasan Aksiologis Pancasila Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi berarti sesuatu yang diinginkan atau diharapkan. Landasan alsiologis Pancasila membahas mengenai filsafat nilai Pancasila. Berikut adalah tingkatan nilai dalam filsafat Pancasila: a. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. b. Nilai instrumental adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan
mekanisme lembaga-lembaga negara.
5
Kegiatan Belajar 1 c. Nilai praktis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat. Nilai etik dan nilai moral termasuk ke dalam nilai instrumental yang selanjutnya menjadi dasar atau fondasi perilaku dan seluruh aktivitas masyarakat Indonesia.
B. Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Bangsa Ideologi merupakan pedoman kehidupan berbangsa dan berbangsa. Secara terminologi, ideologi dapat diartikan sebagai gagasan atau sistem nilai. Notonagoro (1982) mengatakan bahwa ideologi dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu dalam arti luas ideologi berarti ilmu pengetahuan mengenai cita-cita negara. Sedangkan dalam arti sempit, ideologi ialah cita-cita negara yang menjadi basis bagi teori dan praktek penyelenggaraan negara. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dirumuskan bahwa dalam sebuah ideologi mengandung:
“
Alfian (1996) mengemukakan bahwa ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai kehidupan.
1. Seperangkat gagasan yang disusun secara sistematis 2. Pedoman tentang cara hidup 3. Tatanan yang hendak dituju oleh suatu kelompok (kelas, negara) 4. Dipegang teguh oleh kelompok yang meyakininya Ideologi mempunyai fungsi dan peranan sebagai berikut: 1. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya. 2. Landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya. 3. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan. 4. Pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak. 5. Memberikan arahan kepada manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. 6. Menjembatani para pendiri bangsa (founding fathers) dan para generasi penerusnya. 7. Menanamkan keyakinan akan kebenaran perjuangan kelompoknya atau negaranya. Secara historis proses perumusan Pancasila diawali pada sidang BPUPKI.
6
“
Kegiatan Belajar 1 Hasil dari sidang BPUPKI adalah : 1. Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhamad Yamin berpidato tentang dasar Negara; 2. Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara diberi nama “Pancasila “ dan usulan tersebut diterima secara bulat oleh sidang BPUPKI; 3. Tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional mengadakan pertemuan dan menghasilkan “piagam Jakarta” Sehari setelah Indonesia merdeka maka PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 untuk mengesahkan UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia yang terdiri dari pembukaan, pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan peralihan yang terdiri 4 pasal 1 aturan tambahan terdiri 2 ayat dan penjelasan. Dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat terdapat rumusan Pancasila. Kedudukan Pancasila di Negara Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Pancasila sebagai Dasar Negara (staats fundamental norm) Pembukaan UUD 1945 memuat dasar negara Pancasila yang berbunyi “Maka Disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia Itu Dalam Suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,Yang Terbentuk Dalam Suatu Susunan Negara Republik Indonesia Yang Berkedaulatan Rakyat Dengan Berdasar Kepada Ketuhanan Sumber Gambar : siperubahan.com
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang
Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia Dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijiksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan,Serta Dengan Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia.” Pancasila itu merupakan landasan bagi penyelenggara negara dan pelaksanaan sistem pemerintahan yang memiliki kedudukan tertinggi dan sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam ketatanegaraan di Indonesia, konsekuensinya segala peraturan yang ada harus berdasar dan bersumberkan Pancasila. Hal ini sejalan dengan teori Stufenbau menurut Hans Kelsen yang menyebutkan tentang kaidah hukum berjenjang, artinya peraturan di bawah harus berpedoman dan tidak boleh bertentangan pada peraturan di atasnya. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, teori Stufenbau ini diamanatkan dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada
7
Kegiatan Belajar 1 pasal 7 undang-undang ini, disebutkan bahwa hirarki peraturan perundangan di Indonesia adalah sebagai berikut: a. UUD NRI Tahun 1945; b. Ketetapan MPR; c. UU/Perpu d. Peraturan Pemerintah (PP); e. Peraturan Presiden (Perpres); f. Peraturan Daerah Provinsi; g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 2. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa ini merupakan pedoman dan petunjuk hidup dalam berfikir dan berperilaku bagi masyarakat dan bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, setiap sikap dan perilaku manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari nilai-nilai Pancasila. Dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung pula dasar mengenai pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. 3.
Pancasila sebagai Ideologi Negara Pancasila berkedudukan sebagai
ideologi bangsa Indonesia. Berikut merupakan Sumber Gambar : TugasSekolah.Com
latar belakang Pancasila sebagai ideologi
bangsa : a. Secara langsung 1) Asal Mula Bahan (Kausa Materialis) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila digali dari bangsa Indonesia itu sendiri berupa kepribadian bangsa, nilai-nilai adat, nilai-nilai religious dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. 2) Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis) Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang-sidang para pendiri negara dengan tujuan untuk dijadikan sebagai dasar negara. 3) Asal Mula Karya (Kausa Efisien)
8
Kegiatan Belajar 1 Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara dirumuskan dalam sidang BPUPKI dan Panitia Sembilan dan disahkan oleh PPKI sebagai bentuk Negara. 4) Asal Mula Bentuk Bentuk Pancasila termuat dalam Pembukaan UUD 1945. b. Secara tidak langsung Nilai–nilai Pancasila terdapat pada kepribadian bangsa, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Ideologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara yang menjadi pedoman bagi bangsa dan negara tersebut untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi pembangunan. Ideologi sangat penting karena memberikan dasar, arah dan tujuan bagi bangsa dan negara dalam menjalankan kehidupannya. Pancasila sebagai ideologi terbuka artinya Pancasila tidak bersifat kaku. Ciri khas dari ideologi terbuka adalah nilai-nilai yang menjadi cita-cita di dalamnya tidak dipaksakan tetapi tumbuh, terpelihara dari kekayaan budaya bangsa. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, yang telah tumbuh dan berkembang seiring
“
Pancasila sebagai ideologi dinamis artinya Pancasila senantiasa mampu menyesuaikan dengan perubahan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan aspirasi masyarakat. Pancasila sebagai ideologi terbuka bukan berarti dapat berubah dari nilai-nilai dasar Pancasila melainkan dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
dengan dinamika perkembangan peradaban bangsa Indonesia, selayaknya mampu menerapkan dan mengamalkan secara bulat dan utuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila diantaranya: a. Sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa Sila ke-1 memberikan kebebasan kepada setiap warganegara untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya, menciptakan kerukunan umat beragama, saling menghormati antar pemeluk agama dan menyadari bahwa kedudukan dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan adalah sama. b. Sila ke-2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sila ke-2 mengandung makna bahwa manusia Indonesia harus selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilainilai keadilan. Sila ke-2 menyatakan bahwa bangsa Indonesia menghendaki adanya pergaulan antarumat manusia dan tidak
9
“
Kegiatan Belajar 1 membeda-bedakan SARA baik di sekolah, di rumah, masyarakat, bangsa dan Negara. c. Sila ke-3 Persatuan Indonesia Dengan sila ke-3 kita sebagai bangsa Indonesia wajib mencintai tanah air Indonesia dan identitas nasional dengan tidak berlebihan. Artinya kita harus mampu menganggap bahwa semua bangsa di dunia memiliki harkat dan martabat yang sama. Oleh karena itu kita wajib menghargai dan mengormati bangsa-bangsa lain di dunia. d. Sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Sila ke-4 ini mengandung makna bahwa dalam menyelesaikan masalah sebaiknya dimusyawarahkan, musyawarah dilaksanakan dengan tertib dan tiap peserta diberi kesempatan menyampaikan pendapat dengan mengutamakan kepentingan orang banyak. Dalam musyawarah dilandasi oleh akal sehat, beritikad baik, dan dilandasi oleh hati nurani yang luhur, sehingga keputusan musyawarah dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan dan kepada semua orang. e. Sila ke-5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Sila ke-5 menghendaki agar manusia Indonesia bersikap dan berbuat seperti anggota keluarga besar yang bertanggung jawab. Setiap manusia Indonesia harus mampu bersikap dan berbuat adil untuk memberikan sumbangan nyata dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia
C. Hubungan Sila Pancasila dengan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Indonesia 1.
Hubungan Sila ke-1 Pancasila Di dalam Pancasila terdapat hubungan negara dengan agama. Konsep
pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia (Ayathrohaedi
dalam
Kaelan,
2013). Hubungan
negara
dengan agama
menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2013: 215-216): a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk
10
Kegiatan Belajar 1 memeluk
dan menjalank an
ibadah
sesuai
dengan
agama
masingmasing. c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan. d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama. e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil peksaan bagi siapapun juga. f.
Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara. g. Segala
“
aspek
dalam
melaksanakan
dan
menyelenggatakan negara harus sesuai dengan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sila ke-1 Pancasila bermakna memberikan kebebasan kepada setiap warganegara untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan keyakinannya, menciptakan kerukunan umat beragama, saling menghormati antar pemeluk agama dan menyadari bahwa kedudukan dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan adalah sama.
nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara. h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang Maha Esa”.
“
Berikut merupakan contoh perilaku yang
mencerminkan nilai luhur Pancasila sesuai sila ke-1: a. Melaksanakan ibadah agama tepat waktu b. Memperdalam ajaran agama melalui ceramah keagamaan, pendidikan agama
c. Selalu berdoa setiap memulai dan mengakhiri suatu pekerjaan/kegiatan
d. Menghormati pemeluk agama lain e. Memelihara kebersihan dan kemakmuran sarana peribadatan. 2. Hubungan Sila ke-2 Pancasila Sila ke-2 Pancasila mengandung makna bahwa manusia Indonesia harus selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Sila ke-2 menyatakan bahwa bangsa Indonesia menghendaki adanya pergaulan antarumat manusia dan tidak membeda-bedakan sara baik di sekolah, di rumah, masyarakat, bangsa dan negara. Berikut merupakan contoh sikap yang mencerminkan nilai luhur sila ke-2 Pancasila: a. Saling mencintai dan menghargai antar sesama manusia b. Saling tolong menolong antar sesama manusia
11
Kegiatan Belajar 1 c. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain d. Menjunjung tinggi dan mentaati peraturan/norma yang berlaku e. Gemar melakukan kegiatan-kegiatan sosial, menyantuni fakir miskin/anak yatim 3. Hubungan sila ke-3 Pancasila Dengan sila ke-3 kita sebagai bangsa Indonesia wajib mencintai tanah air Indonesia dengan tidak
berlebihan, artinya
kita harus mampu menganggap
bahwa semua bangsa di dunia memiliki harkat dan martabat yang sama. Oleh karena itu kita wajib menghargai dan mengormati bangsa-bangsa lain di dunia. Berikut merupakan contoh sikap yang mencerminkan nilai luhur sila ke-3 Pancasila: a. Selalu mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi/golongan. b. Turut menjaga rasa kekeluargaan dan keharmonisan keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah. c. Menghormati lambang-lambang identitas nasional seperti lambang negara, lagu kebangsaan, bendera nasional, mata uang dll. d. Menggunakan produk dalam negeri. e. Mau bergaul dengan siapa saja tanpa membedakan SARA 4. Hubungan sila ke-4 Pancasila Sila ke 4 ini mengandung makna bahwa dalam menyelesaikan mashalah sebaiknya dimusyawarahkan, musyawarah dilaksanakan dengan tertib dan tiap peserta diberi kesempatan menyampaikan pendapat dengan mengutamakan kepentingan orang banyak. Dalam musyawarah dilandasi oleh akal sehat,beritikad baik,dan dilandasi oleh hati nurani yang luhur, sehingga keputusan musyawarah dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan dan kepada semua orang. Berikut merupakan contoh sikap yang mencerminkan nilai luhur sila ke-4 Pancasila: a. Mengutamakan musyawarah/diskusi dalam setiap mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. b. Tidak memaksakan kehendak dalam kepentingan bersama c. Turut serta melaksanakan dan mensukseskan pemilihan pemimpin organisasi, pengurus kelas,pengurus OSIS, RT, RW, lurah/kepala desa, kepala daerah, Presiden dll. dengan jujur dan bertanggung jawab.
12
Kegiatan Belajar 1 5. Hubungan Sila ke-5 Pancasila Sila ke-5 menghendaki agar manusia Indonesia bersikap dan berbuat seperti anggota keluarga besar yang bertanggung jawab. Setiap manusia Indonesia harus mampu bersikap dan berbuat untuk memberikan sumbangan nyata dalam upaya meningkatkan kesejahtraan rakyat Indonesia. Berikut merupakan contoh sikap yang mencerminkan nilai luhur sila ke-5 Pancasila: a. Selalu berhemat dalam setiap penggunaan kebutuhan hidup b. Berupaya bekerja keras dalam setiap penyelesaian tugas/pekerjaan c. Gemar menabung untuk kebutuhan hidup di masa depan d. Bertutur kata, berpenampilan dan berprilaku yang sederhana dan wajar e. Mengembangkan semangat gotong royong dan kekeluargaan. Sikap positif terhadap Pancasila merupakan sikap prilaku yang baik dan mendukung terhadap nilai-nilai Pancasila serta berupaya melestarikan dan mempertahankan Pancasila baik sebagai ideologi bangsa, dasar negara maupun pandangan hidup bangsa. Nilai ini dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan berperan serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila dilingkungan keluarga,sekolah,masyarakat bangsa dan negara. Sikap positif terhadap Pancasila perlu ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan masyarakat,berbangsa dan bernegara oleh seluruh komponen bangsa baik sebagai rakyat maupun aparat pemerintahan dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam tiap sila.
D. Konsep Nilai, Norma, dan Moral 1. Nilai Menurut Frankel, dalam Rahmat et al. (2009, hlm. 11) nilai atau (value) adalah konsep (concept). Seperti umumnya konsep, maka nilai sebagai konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat diaamati melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia nilai dapat dibagi atas dua bidang, yaknik nilai estetika dan nilai etika. Etika terkait dengan masalah keindahan atau apa yang dipandang indah (beautiful) atau apa yang dapat dinikmati oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan kaitan/perilaku/akhlak bagaimana seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang benar (right) dan mana yang salah (wrong). Nilai bukanlah benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria
13
Kegiatan Belajar 1 bertindak, kriteria keindahan, kriteria manfaat, atau disebut pula harga yang diakui oleh seseorang dan oleh karena itu orang berupaya berjunjung tinggi memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit melainkan tercermin dalam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh individu. Oleh karena itu, ketika seseorang menyetakan bahwa sesuatu itu bernilai maka seyogyanya ada argumen-argumen baik dan tidak baiknya. Misalnya, mengapa ada orang yang menolak hukuman mati bahkan mengusulkan agar hukuman mati dihilangkan karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini tentu dilandasi oleh nilainilai kemanusiaan. Ketika ada orang yang berkampanye dan mengajak orang lain untuk mendukung calon anggota legislatif, karena orang t ersebut terkenal dengan kejujurannya. Hal ini tentu saja dilandasi dengan nilai etika. Raths (dalam Fraenker 1978) mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan penilaian, yakni perlu ada pilihan penghargaan dan tindakan. Pertama, tindakan memilih hendaknya dilakukan secara bebas dan memilih dari sejumlah alternatif dan melakukan dan memilih hendaknya dilandasi hasil pemikiran yang mendalam, artinya setelah memperhitungkan berbagai akibat dari alternatif tersebut. Kedua, ada penghargaan atas apa yang dipilih dan dikenal oleh masyarakat. Ketiga, melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya dan dimanfaatkan dalam kehidupan secara terus menerus. Selain dengan kriteria di atas, ada sejumlah indikator untuk menentukan nilai, yakni dilihat dari tujuan, maksud, sikap, kepentingan, perasaan, keyakinan, aktivitas, dan keraguan. Namun, dalam konteks tertentu nilai dapat diidentifikasi dari keadaan dan kegunaan atau kemanfaatan bagi kehidupan manusia. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa nilai hasil pertimbangan baik atau tidak baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu: a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna manusia
14
Rangkuman
A.CAPAIAN KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Belajar 1
Pancasila sebagai filsafat mengandung pemikiran nilai, dan pandangan dijadikan substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Ideologi merupakan pedoman kehidupan berbangsa dan berbangsa. Secara terminologi, ideologi dapat diartikan sebagai gagasan atau sistem nilai. Pancasila itu merupakan landasan bagi penyelenggara negara dan pelaksanaan sistem pemerintahan yang memiliki kedudukan tertinggi dan sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam ketatanegaraan di Indonesia, konsekuensinya segala peraturan yang ada harus berdasar dan bersumberkan Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa ini merupakan pedoman dan petunjuk hidup dalam berfikir dan berperilaku bagi masyarakat dan bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, yang telah tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika perkembangan peradaban bangsa Indonesia, selayaknya mampu menerapkan dan mengamalkan secara bulat dan utuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sila ke-1 Pancasila bermakna memberikan kebebasan kepada setiap warganegara untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan keyakinannya. Sila ke-2 Pancasila mengandung makna bahwa manusia Indonesia harus selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Dengan sila ke-3 kita sebagai bangsa Indonesia wajib mencintai tanah air Indonesia dengan tidak
berlebihan, artinya
kita harus mampu menganggap
bahwa semua bangsa di dunia memiliki harkat dan martabat yang sama. Sila ke-4 mengandung makna bahwa dalam menyelesaikan mashalah sebaiknya dimusyawarahkan, musyawarah dilaksanakan dengan tertib dan tiap peserta diberi kesempatan menyampaikan pendapat dengan mengutamakan kepentingan orang banyak. Sila ke-5 menghendaki agar manusia Indonesia bersikap dan berbuat seperti anggota keluarga besar yang bertanggung jawab. Dalam konteks etika, setiap orang akan memiliki perasaan apakah yang dilakukan itu benar atau salah, baik atau jelek? Pertimbangan ini dinamakan nilai
15
Rangkuman A.CAPAIAN KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Belajar 1
moral (moral values). Pertimbangan nilai moral merupakan aspek yang sangat penting khususnya dalam pembentukan warga negara yang baik sebagai t ujuan pendidikan kewarganegaraan. Tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianut dan ditampilkan secara sukarela diharapkan dapat diperoleh melalui proses pendidikan hal ini dilakukan sebagai transisi dan pengaruh lingkungan masyarakat hingga menjadi otoritas di dalam dirinya dan dilakukan berdasarkan dorongan dalam dirinya.
16
A.CAPAIAN KEGIATAN BELAJAR
Daptar Pustaka
Kegiatan Belajar 1
Darmodihardjo et al. (1988). Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. Djahiri. (1978). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Dasar-dasdar Pengertian Metodologi Model Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: LPPP-IPS FKIS IKIP Bandung. Kaelan. (2013). Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya. Yogyakarta: Paradigma. Notonagoro. (1980). Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta: Rajawali. Rahmat et al. (2009). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI. Sapriya et al. (2010). Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.
17