UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TIPE INKUIRI PADA SISWA KELAS V C SDN SN ANTASAN BESAR 7 KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
OLEH AULIA RAHMAN, S. Pd NIM. A1E3113940
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN PROFESI GURU SEKOLAH DASAR BANJARMASIN DESEMBER 2011
i
ii
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TIPE INKUIRI PADA SISWA KELAS V C SDN SN ANTASAN BESAR 7 KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH
PENELTIAN TINDAKAN KELAS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian Program Pendidikan Profesi Guru pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unlam Banjarmasin
OLEH : AULIA RAHMAN, S. Pd NIM. A1E3113940
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN PROFESI GURU SEKOLAH DASAR BANJARMASIN DESEMBER 2011 iii
ABSTRAK Rahman, Aulia. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah. Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Pembimbing (I) Drs. Kaspul, M. Si, Pembimbing (II) Dra. Hj. Ike Hananik, M. Pd Kata Kunci: Perubahan Sifat Benda, IPA, Pendekatan Kontekstual, dan Inkuiri. Permasalahan dalam proses pembelajaran, pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal dan lebih mengutamakan hasil daripada proses pembelajaran yang bermakna (meaningfull). selain itu, masalh khusus adalah siswa kurang dapat membedakan materi “perubahan wujud benda” dengan “perubahan sifat benda”. Oleh karena itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran tidak sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan oleh guru. Pendekatan kontekstual tipe inkuiri merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Tujuannya adalah untuk meningkatkan aktivitas guru, meningkatkan aktivitas siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus, dimana tiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Setting penelitian adalah siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin tahun ajaran 2011/2012, dengan jumlah siswa 26 orang yaitu terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, dan tes evaluasi siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa setiap akhir pertemuan. Teknik analisis data digunakan, distribusi, frekuensi, persentasi, dan interpretasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa pendekatan kotekstual tipe inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan sifat benda di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin. Aktivitas guru meningkat, yakni rata-rata siklus I 72,75% meningkat menjadi 87,72% pada siklus II. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 85% meningkat menjadi menjadi 97,50% pada siklus II. Hasil belajar siswa meningkat yakni pada evaluasi siklus I 77,11 meningkat menjadi 96,92 pada evaluasi siklus II. Ketuntasan klasikal pada siklus I mencapai 61,54% meningkat menjadi 100% pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa hasil belajar IPA materi Perubahan Sifat Benda menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri pada siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin meningkat dan hipotesis dapat diterima. Disarankan untuk menjadikan pendekatan kontekstual tipe inkuri ini sebagai alternatif pembelajaran IPA dikelas khususnya pada materi perubahan sifat benda.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat RahmatNya jualah sehingga penulis berhasil melaksanakan penelitian dan membuat laporan akhir ini untuk penyelesaian skripsi yang berjudul : “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan dengan segala kerendahan hati telah mempersiapkan dan menyusun laporan hasil penelitian ini banyak menerima bimbingan, masukan dan dukungan dari Bapak Drs. Kaspul, M. Si selaku dosen pembimbing. Penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dengan penuh kesabaran, ketekunan memberikan arahan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini tak lupa untuk memberikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dirjen Dikti (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi) yang telah memberikan beasiswa kepada saya sehigga saya dapat menyelesaikan kuliah di PGSD FKIP Unlam Banjarmasin. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ruslan, MS selaku Rektor Unlam. 3. Bapak Drs. H. Ahmad Sofyan, MA, selaku Dekan FKIP Unlam Banjarmasin. 4. Bapak Drs. H. A. Suriansyah, M.Pd, Ph.D selaku Ketua Pengembang PGSD/PGTK FKIP Unlam Banjarmasin. 5. Bapak Dr. H. Karyono Ibnu Ahmad selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Unlam Banjarmasin. 6. Ibu Dra. Hj. Aslamiah, M. M.Pd, selaku Ketua Program Strata-1 PGSD-PG PAUD FKIP Unlam Banjarmasin.
v
7. Bapak Drs. H. Zulkifli, M. Pd, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar (PPG SD) PGSD FKIP Unlam Banjarmasin 8. Bapak Drs. H. Fansuri, M.Pd, selaku Ketua UPP PGSD FKIP Unlam Banjarbaru. 9. Seluruh Dosen Program S1 PGSD FKIP Unlam yang telah banyak memberi Ilmu pengetahuan kepada peneliti. 10. Bapak Drs. H. Soemidjan, B.Sc, selaku Ketua Asrama PGSD Unlam Banjarbaru periode 2007-2010. 11. Bapak Soepangat, S. Pd selaku Kepala SDN SN Antasan Besar 7 Banjarmasin Tengah. 12. Bapak Taufik Rahman, M. Pd selaku Dosen Luar Biasa 1. 13. Ibu Nana Lestari, S. Pd selaku Dosen Luar Biasa 2. 14. Seluruh dewan guru dan staf SDN SN Antasan Besar 7 Banjarmasin Tengah. 15. Guru dan siswa siswi kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Banjarmasin Tengah. 16. Kepada orang tua yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi. Penulis merasa masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam penulisan laporan ini dan berharap kiranya ada kritik dan saran yang membangun. Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapatkan berkah dari Allah SWT. Mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat bagi saya dan bagi kita semua untuk meningkatkan keprofesionalan guru.
vi
Banjarmasin,
Desember 2011
Penulis
Aulia Rahman, S.Pd NIM A1E 113940
vii
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i LEMBAR LOGO .............................................................................................. ii HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii LEMBAR ABSTRAK ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... v DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6 C. Rencana Pemecahan Masalah ........................................................ 6 D. Tujuan ............................................................................................ 10 E. Manfaat .......................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori .............................................................................. 12 1. Belajar dan Mengajar ................................................................. 12 2. Teori-Teori Belajar .................................................................... 20 3. Ilmu Pengetahuan Alam............................................................. 23 4. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri ........................................ 35 5. Hakikat Peserta Didik ................................................................ 41 6. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual .......... 45 7. Penelitian yang Relevan............................................................. 46 B. Kerangka Berpikir.......................................................................... 47
viii
C. Hipotesis ........................................................................................ 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 49 B. Setting Penelitian ........................................................................... 53 C. Faktor Yang Diteliti ....................................................................... 54 D. Skenario Tindakan ......................................................................... 55 E. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 63 F. Indikator Keberhasilan ................................................................... 66
BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN A. Deskripsi Setting/Lokasi Penelitian ............................................... 68 B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas ............................................. 69 C. Pelaksanaan Tindakan Kelas ......................................................... 70 D. Pembahasan ................................................................................... 126 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 137 B. Saran .............................................................................................. 138 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 139 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 141
ix
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.1 Rencana Pemecahan ............................................................................. 7 Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator ................................. 33 Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendektan Konvensional ............ 36 Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 .............................................. 57 Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1 .......................................... 57 Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2 .......................................... 60 Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I ..................................... 71 Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I .................................................. 77 Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ................................................. 86 Tabel 4.4 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I................................. 90 Tabel 4.5 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus I .................................... 92 Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ........................................... 94 Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II .................................... 100 Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II ................................................. 107 Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ................................................ 116 Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II ............................. 119 Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus II................................. 121 Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II........................................ 122
x
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ........................................................ 51 Gambar 4.1 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I ........... 85 Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ............................................. 89 Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I....................................................... 91 Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ...................... 94 Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II .......... 115 Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ............................................ 118 Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II ..................................................... 120 Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II..................... 123 Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II ......................... 127 Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II ...................... 130 Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ...... 133
xi
DAFTAR LAMPIRAN Hal Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus I ........ 142 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus I ........... 166 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus II ....... 191 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus II ......... 220 Foto-Foto Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ............................................... 244 Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus I ...................... 251 Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus I......................... 252 Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus II..................... 253 Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus II ....................... 254 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus I..................... 255 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus I ....................... 257 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus II ................... 259 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus II ...................... 261 Rekapitulasi Nilai Evaluasi Siswa ................................................................... 263 Hasil Kerja Siswa ............................................................................................. 265
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No 20 pasal 3 tahun 2003). Pendidikan yang telah diselenggarakan terus dikembangkan agar tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Berdasarkan UU No 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, bab IV tentang standar proses, dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
1
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi paradigma pembelajaran di sekolah banyak mengalami perubahan, terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran dari yang bersifat behavioristik menjadi konstruktivistik, dari berpusat pada guru (teaching centered) menuju berpusat pada siswa (student centered). Konstruktivisme mengajarkan bahwa belajar adalah membangun pemahaman atau pengetahuan (constructing understanding or knowledge), yang dilakukan dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang baru dengan pengetahuan yang telah ada dan sudah pernah dipelajari. Konsekuensi dari konsep belajar seperti itu adalah siswa dengan sungguhsungguh membangun konsep pribadi (mind concept) dalam sudut pandang belajar bermakna dan bukan sekedar hafalan atau tiruan. Oleh karena itu, peranan guru tidak semata-mata hanya memberikan ceramah yang sifatnya teksbook (book oriented) kepada siswa, melainkan guru harus mampu merangsang/memotivasi siswa agar mampu membangun pengetahuan dalam pikirannya. Cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan membangun jaring-jaring komunikasi dan interaksi belajar yang bermakna melalui pemberian informasi yang sangat bermakna dan relevan dengan kebutuhan siswa. Upaya guru tersebut dilakukan dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa untuk belajar menggunakan strategistrategi mereka sendiri. Implementasinya adalah setiap manusia memiliki gaya belajar yang unik, dan setiap manusia memiliki kekuatan sendiri dalam belajar. Dengan demikian peranan guru hanya terbatas pada pemberian
2
rangsangan kepada siswa agar ia dapat mencapai tingkat tertinggi, namun harus diupayakan siswa sendiri yang mencapai tingkatan tertinggi itu dengan cara dan gayanya (ktiptk,2009: online). Pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas hendaknya berlangsung secara efektif dan mampu membangkitkan aktifitas dan kreatifitas anak. Dalam hal ini, guru yang berperan penting dalam proses pembelajaran, para guru hendaknya mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mengasikkan bagi siswa sehingga mereka betah di kelas. (KTSP SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin). Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD. Konsep-konsep yang terdapat dalam mata pelajaran IPA disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan dasar anak SD. IPA berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan yang berupa fakta, konsep dan prinsip-prinsip saja tetapi suatu proses penemuan. Hakikat belajar IPA memiliki dimensi proses dan dimensi hasil yang saling terkait satu sama lain, dimensi proses berkaitan dengan cara memperoleh/memahami pengetahuan/konsep IPA, sedangkan dimensi hasil berkaitan dengan keterampilan/pengetahuan/konsep IPA sebagai kemampuan yang diperoleh sewaktu belajar IPA. Di SD, kadangkala “apa yang dipelajari siswa” sering kurang penting dibanding dengan “bagaimana cara siswa mempelajarinya”. Belajar IPA tidak sekedar menghafal sekumpulan fakta IPA sebagai temuan para ahli tetapi juga mengembangkan keterampilan proses yang antara lain meliputi keterampilan mengamati, merencanakan
3
percobaan/ penelitian, melaksanakan percobaan/ penelitian, membuat kesimpulan,
menilai
dan
menyempurnakan
kesimpulan
dan
mengkomunikasikan temuan. (Ujang Sukandi, dkk, 2003: 38) Berdasarkan hasil pengalaman guru IPA di SDN Antasan Besar 7 Kecamatan
Banjarmasin
Tengah,
bahwa
pembelajaran
IPA
masih
menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku dan juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang dilakukan. Guru IPA sebagian masih mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar yang ada di SDN Antasan Besar 7 yaitu hanya 42,5% saja yang mendapatkan nilai 70 dan sisanya masih dibawah angka 70 (hasil UAS tahun ajaran 2009/2010). Selain itu, khusus materi yang diangkat sebagai masalah dalam penelitian ini, yakni perubahan sifat benda ada masalah tersendiri yang dialami para siswa, yakni siswa cenderung menganggap perubahan sifat benda sama dengan perubahan wujud benda. Hal ini dikarenakan konsep keduanya yang belum tertanam secara kuat pada siswa. Hal tersebut mungkin disebabkan pembelajaran mengenai materi tersebut hanya mengandalkan materi-materi dibuku saja tanpa memberikan pembelajaran yang bermakna (meaningfull) bagi siswa.
4
Oleh karena itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran tidak sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan dalam pembelajaran. Guru harus merubah proses pembelajaran yang berpusat dari guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual Berdasarkan masalah dan alternatif tindakan diatas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul:
5
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah ”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu, antara lain: 1.
Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri dapat meningkatkan aktivitas guru di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah?
2.
Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah?
3.
Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang Perubahan Sifat Benda di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah.
C. Rencana Pemecahan Masalah Rendahnya hasil belajar IPA siswa sekolah dasar yang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya kurangnya penguasaan konsep materi IPA secara konkrit. Siswa hanya belajar fakta dan konsep IPA secara abstrak, membaca dan menghafal. Padahal, pelajaran IPA berisi materi-materi yang pasti atau konkrit. Sehingga pembelajarannya pun harus konkrit pula.
6
Peneliti memilih Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri sebagai alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA materi Perubahan Sifat Benda. Alasan pemilihan tersebut karena materi Perubahan Sifat Benda adalah materi yang konkrit dan kontekstual yang sering ditemui anak dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya es yang mencair karena pemanasan, semen yang mengeras bila dicampur dengan air, dan pembusukan buah. Hal itulah yang juga menjadi alasan kenapa peneliti lebih memilih menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri daripada Pendekatan Keterampilan Proses, karena selain alasan yang disebutkan di atas juga karena Pendekatan Kontekstual ini sudah mencakup atau lebih luas daripada Keterampilan Proses. Tabel 1.1 Rencana Pemecahan Siklus I
Pertemuan 1
Indikator Kognitif
Materi Sifat Benda
Produk Mengindentifikasi tentang
sifat
benda,
seperti bentuk, warna, kelenturan,
kekerasan,
dan bau. Proses Melakukan identifikasi sifat
benda
dengan
percobaan. Psikomotorik Melakukan
kegiatan
percobaan
sifat-sifat
benda gelang,
(pisang,
karet
paku,
dan
tangkai kering).
7
Afektif Mengembangkan perilaku
berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Mengembangkan keterampilan
sosial,
meliputi:
bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi. 2
Kognitif
Perubahan
Produk
dengan
Mengindentifikasi
Pembakaran
tentang
sifat
benda,
seperti bentuk, warna, kelenturan,
kekerasan,
dan bau, sebelum dan sesudah
mengalami
proses perubahan. Proses Melaksanakan percobaan sifat
perubahan
benda
pemanasan
akibat dan
pembakaran. Psikomotorik Melakukan
kegiatan
percobaan sifat
perubahan
benda
pemanasan
dengan dan
8
Sifat
Benda
Pemanasan
dan
pembakaran. Afektif Mengembangkan perilaku
berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Mengembangkan keterampilan meliputi:
sosial, bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik. 2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. 3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. 4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri. 5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. 6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan. 7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9
9) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional. 10) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri tersebut diharapkan dapat membuat perubahan sikap dari peserta didik kearah yang lebih baik, seiring dengan peningkatan hasil belajarnya. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan. 2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa. 3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik. 4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya. 5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
D. Tujuan Penelitian 1. Bagaimana peningkatan aktivitas guru di kelas V C SDN SN Antasan Besar
7
Kecamatan
Banjarmasin
Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.
10
Tengah
dengan
menggunakan
2. Bagaimana peningkatan aktivitas siswa di kelas V C SDN SN Antasan Besar
7
Kecamatan
Banjarmasin
Tengah
dengan
menggunakan
Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. 3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa di kelas V C SDN SN Antasan Besar
7
Kecamatan
Banjarmasin
Tengah
dengan
menggunakan
Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.
E. Manfaat Hasil Penelitian 1. Bagi Guru Sebagai bahan informasi ilmiah tentang metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, di samping itu juga dapat meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam mengembangkan pendekatan, media dan metode pembelajaran yang lebih efektif dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran IPA kearah yang lebih baik. 2. Bagi Siswa Siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang lebih baik bermakna sehingga dapat memudahkan pemahaman dan penugasan bukan hanya pada materi pelajaran akan tetapi juga mampu meningkatkan prestasi belajar dan perubahan tingkah laku. 3. Bagi Kepala Sekolah Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang signifikan bagi inovasi sekolah dalam rangka menigkatkan mutu pembelajaran. 4. Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya.
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Belajar dan Mengajar a.
Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2010: 2). James O. Whittaker
merumuskan belajar sebagai proses di
mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by a change in behaviour as result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in the border sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan (Djamarah, 2008:12). Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor
12
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik. Kemudian dalam pengertian luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses belajar (Sardiman, 2006: 47-50). Jadi, mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu
peserta
didik
agar
dapat
belajar
dengan
baik
(Krisna,2009:online). Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Komalasari, 2010:3). Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
13
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
b. Hakikat Belajar Hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar (Djamarah, 2008: 15).
c.
Tujuan Belajar Ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis: 1.
Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemapuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah
yang
memiliki
kecenderungan
lebih
besar
perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol. Adapun jenis interaksi atau cara yang digunakan untuk kepentingan pada umumnya dengan model kuliah (presentasi), pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian, anak didik/siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah pengetahuannya dan sekaligus akan mencarinya sendiri untuk
14
mengembangkan cara berpikir dalam rangka memperkaya pengetahuannya. 2.
Penanaman konsep dan keterampilan Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam hal
ini
masalah-masalah
“teknik”
dan
“pengulangan”.
Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. Jadi semata-mata bukan soal “pengulangan”, tetapi mencari jawaban yang cepat dan tepat. 3.
Pembentukan sikap Pembentukan sikap mental dan prilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu, guru tidak sekedar “pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik/siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktekkan
15
segala sesuatu yang sudah dipelajarinya (Sardiman, 2006 :2628). Jadi, pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan sebuah hasil belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi,
dan keterampilan. Merujuk
pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: 1.
Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2.
Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
3.
Strategi
kognitif
yaitu
kecakapan
menyalurkan
dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
16
4.
Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5.
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar prilaku. Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh),
application
(menerapkan),
analysis
(menguraikan, menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization
(karakterisasi).
Domain
psikomotor
meliputi
initatory, pre-routine, rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, managerial, dan intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah
satu
aspek
potensi
kemanusiaan
saja.
Artinya,
hasil
pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan
17
sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif (Suprijono, 2010: 5-7). Jadi, hasil belajar adalah pencapaian dari tujuan belajar dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: 1.
Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Selama hidup anak didik tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari kedua lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi kehidupan anak didik. Keduanya mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.
2.
Faktor Instrumental Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan tentu saja pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melicinkan kearah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Semuanya dapat diberdayagunakan menurut fungsi masing-masing kelengkapan sekolah. Kurikulum dapat dipakai oleh guru dalam merencanakan program pengajaran. Program sekolah dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdaya
18
guna dan berhasil guna bagi kemajuan belajar anak didik di sekolah. 3.
Kondisi Fisiologis Kondisi fisiologi pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera (mata, hidung, pengecap, telinga dan tubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinga sebagi alat untuk mendengar karena sebagian besar yang dipelajari manusia (anak) yang belajar berlangsung dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dan sebagainya.
4.
Kondisi Psikologis Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu,
semua
keadaan
dan
fungsi
psikologis
tentu
saja
mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar maupun faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intesitas belajar seorang anak. Meski faktor dari luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung, maka
19
faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif
adalah
faktor-faktor
psikologis
yang
utama
mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik (Djamarah, 2008: 176-191). Jadi dapat disimpulkan, ada 4 faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yakni faktor lingkungan, faktor instrumental, kondisi fisiologi, dan kondisi psikologis.
2. Teori-Teori Belajar a.
Teori Belajar Menurut Para Ahli 1) Menurut Thorndike Thorndike
adalah
orang
yang
mengemukakan
teori
konektionisme. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa respon lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error. Inilah kesimpulan Thorndike terhadap prilaku binatang dalam kurungan. Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari hasil-hasil penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan. Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara kesan panca indera dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya dengan belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus
20
dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons ini akan terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi terbiasa dan otomatis (Djamarah, 2008:24). 2) Teori Belajar Menurut Skinner Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-
21
perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan
perlu
penjelasan
lagi,
demikian
seterusnya
(Madziatul,2009:online). 3) Teori Belajar Menurut Ausubel David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (1996) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasigeneralisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Misalnya, dalam hal pembelajaran sejarah, bukan hanya sekedar menekankan pada pengertian konsep-konsep sejarah belaka, tetapi bagaimana melaksanakan proses pembelajarannya, dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut menajdi benar-benar bermakna. Dengan cooperative learning tentu materi sejarah yang dipelajarinya tidak hanya sekedar menjadi sesuatu yang dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat dipraktekkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam pemecahan masalah. Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan bimbingan langsung dari guru, bak lisan maupun dengan contoh tindakan. Sedangkan siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri (Isjoni, 2010:35-36).
22
b.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ruang lingkup mata pelajaran sains dua aspek : 1) Kerja ilmiah yang mencakup penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreatifitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah, 2) Pemahaman konsep dan penerapannya, yang mencakup. (a) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (b) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat, dan gas. (c) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. (d) Bumi dan alam semsta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
(e)
Sains,
lingkungan,
teknologi,
dan
masyarakat
(salingtemas) merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkunga, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.
3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a.
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan sikap. (http://masmint.blogspot.com/2008/03/hakikat-ipa.html)
23
1) Konsep hakikat IPA sebagai proses Proses adalah urutan atau langkah-langkah suatu kegiatan untuk memperoleh hasil pengumpulan data melalui metode ilmiah. Contoh: pengamatan tentang tumbuhan kacang hijau ditempat terang dan ditempat gelap. Tahapan dalam proses penelitian adalah: a) Observasi Adalah pengamatan suatu objek berdasarkan ciri-cirinya dengan menggunakan beberapa indera. Contoh: pengamatan ciri-ciri tanaman yang tumbuh ditempat gelap. a. Daunnya kuning kecil b. Batangnya lebih panjang c. Lebih cepat tumbuh b) Klasifikasi Adalah
pengelompokan
objek
pengamatan
berdasarkan
perbedaan dan persamaan sifat yang dimiliki. Contoh: klasifikasi tumbuhan ditempat terang dan ditempat gelap a. Bentuk daun b. Batang tumbuhan c. Warna tumbuhan d. Tinggi tumbuhan
24
c) Interpretasi Adalah menafsirkan data-data yang telah diperoleh dari kegiatan observasi. Contoh: daunnya kuning kecil pendek dan pertumbuhannya lambat adalah tumbuhan kacang hijau ditempat gelap, sedangkan daunnya lebar panjang, berwarna hijau dan pertumbuhannya cepat adalah tumbuhan kacang hijau ditempat terang. d) Prediksi Adalah memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola hubungan yang terdapat pada data yang telah diperoleh. Contoh: kacang hijau akan tumbuh jika ditaruh ditempat yang gelap. e) Hipotesis Adalah suatu pernyataan berupa dugaan tentang kenyataankenyataan yang terdapat dialam melalui proses pemikiran. Contoh: kacang hijau akan lebih lambat tumbuh jika ditaruh ditempat gelap dan akan lebih cepat tumbuh apabila ditaruh ditempat yang terang. f)
Mengendalikan variabel Adalah mengatur variabel sedemikian rupa sehingga perbedaan pada akhir eksperimen adalah benar-benar karena pengaruh variabel yang diteliti. Variabel terdiri dari 3 yaitu:
25
Variabel bebas/variabel peubah: faktor yang menjadi penyebab terjadi perubahan terhadap faktor yang lain. Contoh: cahaya mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Variabel terikat adalah variabel yang mempengaruhi atau diubah. Contoh: tanaman Variabel control adalah variabel yang dibuat tetap. Contoh: wadah dan kapas g) Merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen Penelitian dapat dipecahkan menjadi beberapa tahap dan dikembangkan kepada anak didik satu persatu antara lain: menetapkan masalah penelitian: menetapkan suatu masalah yang dijawab melalui suatu penelitian. Contoh: pertumbuhan pada kacang hijau Menetapkan hipotesis penelitian Contoh: benih kacang hijau yang berada ditempat gelap akan lebih lambat tumbuh apabila benih kacang hijau yang berada ditempat terang. Menetapkan alat dan bahan yang akan digunakan Contoh: kapas, wadah, air dan biji kacang hijau Menetapkan langkah-langkah percobaan serta waktu yang dibutuhkan Contoh: persiapan: alat, tempat, tabel kerja dan regu kerja. pelaksanaan: penanaman.
26
penyelesaian: penimbangan dan pengukuran h) Menetapkan format tabulasi data
2) Konsep hakikat IPA sebagai produk Produk adalah hasil yang diperoleh dari suatu pengumpulan data yang disusun secara lengkap dan sistematis. Contoh: dari hasil pengamatan tanaman ditempat terang dan ditempat gelap maka dihasilkan perbedaan antara lain. bentuk daun tinggi tumbuhan warna tumbuhan IPA sebagai produk ada 4 antara lain: a) Fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau terjadi Contoh: Ayam berkembang biak dengan bertelur. b) Konsep adalah kumpulan dari beberapa fakta yang saling berhubungan Contoh: Kumpulan makhluk hidup dalam satu tempat disebut ekosistem. c) Prinsip adalah kumpulan dari beberapa konsep Contoh: tumbuhan akan tumbuh keatas d) Teori atau hukum adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima Contoh: teori Jean Peaget
27
3) IPA sebagai sikap ilmiah Beberapa aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada diri anak SD yakni: a) sikap ingin tahu b) sikap ingin mendapatkan sesuatu c) sikap kerja sama d) sikap tidak putus asa e) sikap tidak berprasangka f)
sikap mawas diri
g) sikap bertanggung jawab h) sikap berpikir bebas i)
sikap kedisiplinan diri
(http://marianiportofolio.blogspot.com/2008/12/hakikat-ipa_10.html)
b. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah mata pelajaran yang mempelajari ilmu alam untuk siswa sekolah dasar(SD), dan sekolah menengah pertama (SMP/SLTP). Namun berbeda pada istilah yang terdapat di sekolah menengah tingkas atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal sebagai salah satu penjurusan kelas yang secara khusus lebih memfokuskan untuk membahas ilmu-ilmu eksakta. Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta.
28
Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains. Ilmu pengetahuan jenis ini berbeda dengan ilmu pengetahuan
sosial
yang
menggunakan
metode
sains
untuk
mempelajari perilaku manusia dan masyarakat; ataupun ilmu pengetahuan formal seperti matematika. (http://lukenququ.blogspot.com/2009/01/pengertian-ipa.html) IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (1998:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”. Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus,
yaitu
dengan
melakukan
observasi,
eksperimentasi,
penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan. (http://izzatinkamala.wordpress.com/2008/06/19/pengertianpendidikan-ipa/)
29
c.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Setidaknya ada lima cakupan yang harus dipelajari dalam pelajaran IPA di sekolah dasar. Keempat cakupan tersebut adalah: 1)
Konsep IPA terpadu
2)
biologi
3)
fisika
4)
ilmu bumi dan antariksa
5)
IPA dalam perspektif interdisipliner Sampai saat ini, konten sains bagi kebanyakan guru diberikan
melalui metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium, dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan penelitian atau aplikasi IPA dalam konteks teknologi. NSTA
dalam
Science
teacher
Preparation
ini
membedakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru IPA sekolah dasar yang memliki latar belakang IPA dan guru-guru yang memiliki latar belakang keilmuan IPA SD dan SMP. NSTA merekomendasikan guru SD yang tidak memiliki latar belakang IPA untuk memiliki kompetensi
dalam
melangsungkan
pembelajaran
yang
menitikberatkan pada kegiatan observasi dan mendeskripsikan kejadian,
memanipulasi
objek
dan
system,
serta
melakukan
identifikasi terhadap pola yang ada di alam yang berhubungan dengan cakupan bidang studi IPA. Guru-guru ini juga harus melibatkan siswa dalam memanipulasi kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan konsep melalui kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman.
30
Sedangkan untuk guru yang memiliki latar belakang IPA untuk tingkat
SD
dan
SMP
kriteria
yang harus
dimiliki
adalah
melangsungkan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan kolaboratif melalui inkuiri yang dilangsungkan di laboratorium atau lapangan. Guru-guru yang memiliki latar belakang pendidikan dalam IPA harus memiliki pemahaman yang lebih dalam dibandingkan guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan IPA, namun mereka harus memiliki tama-tema dan perspektif yang sama terhadap IPA. Hurd (1998) yang menyatakan bahwa orang yang dinyatakan melek sains memiliki 3 ciri sebagai berikut: 1)
dapat membedakan teori dari dogma, data dari hal-hal yang bersifat mistis, sains dari pseudo sains, bukti dari propaganda dan pengetahuan dari pendapat.
2)
mengenal dan
memahami hakikat IPA, keterbatasan dari
saintifik inkuiri, kebutuhan untuk pengumpulan bukti. 3)
memahami bagaimana cara untuk menganalisis dan memproses data. Diperlukan cara pengajaran yang bersifat konstruktif untuk
menjadi orang yang melek sains. Ciri pembelajaran yang bersifat konstruktif ini dapat dibedakan dengan pembelajaran yang bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1)
lebih memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman dan keperluan siswa secara individual.
2)
senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum.
31
3)
berfokus
pada
pemahaman
siswa
dan
menggunakan
pengetahuan sains, ide serta proses inkuiri. 4)
membimbing siswa dalam mengembangan saintifik inkuiri.
5)
menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan berdebat dengan siswa lain.
6)
secara
berkesinambungan
melakukan
asesmen
terhadap
pemahaman siswa. 7)
memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagai tanggung jawab dengan siswa lain.
8)
mensuport pembelajaran kooperatif (cooperative learning), mendorong siswa untuk bekerjasama dengan guru sains lain dalam mengembangkan proses inkuiri.
(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/pembelajaranipa-yang-bersifat-konstruktif-di-sd/)
32
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Materi Perubahan Sifat Benda Kompetensi Dasar
Menyimpulkan penyelidikan perubahan
hasil
Materi Pokok Sifat Benda
tentang sifat
Indikator
Kognitif Produk
benda,
Mengindentifikasi tentang sifat
baik sementara maupun
benda, seperti bentuk, warna,
tetap.
kelenturan, kekerasan, dan bau. Proses Melakukan
identifikasi
sifat
benda dengan percobaan. Psikomotorik Melakukan kegiatan percobaan sifat-sifat benda (pisang, karet gelang, paku, dan tangkai kering). Afektif Mengembangkan
perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin
tahu,
mandiri,
dan
komunikatif. Mengembangkan sosial,
meliputi:
keterampilan bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi. Perubahan Sifat
Kognitif
Benda
Produk
(Pemanasan
Mengindentifikasi tentang sifat
dan
benda, seperti bentuk, warna,
Pembakaran)
kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah mengalami proses perubahan.
33
Proses Melaksanakan perubahan sifat
percobaan benda akibat
pemanasan dan pembakaran. Psikomotorik Melakukan kegiatan percobaan perubahan sifat benda dengan pemanasan dan pembakaran. Afektif Mengembangkan
perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin
tahu,
mandiri,
dan
komunikatif. Mengembangkan sosial,
keterampilan
meliputi:
bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi. Perubahan
Kognitif
Sifat Benda
Produk
(Pencampuran
Mengindentifikasi tentang sifat
dengan air dan benda, seperti bentuk, warna, Pembusukan)
kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah mengalami proses perubahan. Proses Melaksanakan perubahan sifat
percobaan benda akibat
pencampuran dengan air dan pembusukan. Psikomotorik Melakukan kegiatan percobaan
34
perubahan sifat benda dengan pencampuran dengan air dan pembusukan. Afektif Mengembangkan
perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin
tahu,
mandiri,
dan
komunikatif. Mengembangkan sosial,
keterampilan
meliputi:
bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi.
4. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri a.
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism),
bertanya
(Questioning),
menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan
(Modelling),
dan
penilaian
sebenarnya
(Authentic
Kontekstual
dengan
Pendekatan
Assessment). Perbedaan
Pendekatan
Konvensional:
35
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendekatan Konvensional
No. 1.
CTL
Konvensional
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh- Pemilihan informasi di-tentukan oleh an siswa
2.
guru
Siswa terlibat secara aktif dalam proses Siswa secara pasif menerima informasi pembelajaran
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis nyata/-masalah yang disi-mulasikan
4.
Selalu
mengkaitkan
informasi
dengan Memberikan tumpukan informasi kepada
pengetahuan yang telah dimiliki siswa
5.
Cenderung
mengintegrasikan
beberapa Cenderung terfokus pada satu bidang
bidang
6.
siswa sampai saatnya diperlukan
(disiplin) tertentu
Siswa menggunakan waktu belajarnya Waktu belajar siswa se-bagian besar untuk menemukan, menggali, berdiskusi, dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku berpikir kritis, atau mengerjakan proyek tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi dan pemecahan masalah (melalui kerja latihan yang membosankan (melalui kerja kelompok)
individual)
7.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
8.
Keterampilan dikem-bangkan atas dasar Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman
9.
latihan
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan Hadiah dari perilaku baik adalah pujian diri
10.
atau nilai (angka) rapor
Siswa tidak melakukan hal yang buruk Siswa tidak melakukan sesuatu yang karena sadar hal tsb keliru dan merugikan
11.
Perilaku
baik
berdasar-kan
motivasi Perilaku
intrinsik
12.
buruk karena takut akan hukuman baik
berdasar-kan
motivasi
ekstrinsik
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas konteks dan setting
14.
Hasil belajar diukur
melalui penerapan Hasil belajar diukur melalui kegiatan
penilaian autentik.
akademik tes/ujian/ulangan.
36
dalam
bentuk
Karakteristik pembelajaran CTL meliputi kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis guru kreatif, dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain, laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain (Jumiyem,2008: 15-17).
b. Inkuiri Metode inkuiri adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa , 2003:234). Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi. Inkuiri pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami. Karena itu inkuiri menuntut peserta didik berfikir. Metode ini
37
melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan demikian , melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis,dankritis. Langkah-langkah dalam proses inkuiri adalah menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru (Mulyasa,2005:235). Strategi pelaksanaan inkuiri adalah: 1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan. 2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa. 3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik. 4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya. 5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005:236). Metode inkuiri menurut Roestiyah (2001:75) merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan
38
kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok.
Setelah
hasil
kerja
mereka
di
dalam
kelompok
didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan. Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar bersama dalam kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu mengemukakan pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Juga
mereka
diharapkan
dapat
berdebat,
menyanggah
dan
mempertahankan pendapatnya. Inkuiri mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan. Pada metode inkuiri dapat ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui
39
bersama. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa sedang melakukan inkuiri. Teknik inkuiri ini memiliki keunggulan yaitu : 1)
Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ideide dengan lebih baik.
2)
Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
3)
Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.
4)
Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
5)
Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
6)
Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.
7)
Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8)
Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9)
Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.
10)
Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Metode inkuiri menurut Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inkuiri
mengandung
tingkatannya,
proses-proses
misalnya
mental
merumuskan
40
yang
problema,
lebih
tinggi
merancang
eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan dan lain sebagainya.
5. Hakikat Peserta Didik a.
Pengertian Peserta Didik Menurut Sinolungan (1997) peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Departemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa, peserta
didik
adalah
anggota
masyarakat
yang
berusaha
mengembangkan dirinya melalui, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik usia SD/MI adalah semua anak yang berada pada rentang usia 6-12/13 tahun yang sedang berada dalam jenjang pendidikan SD/MI (Kurnia, 2007: 4).
b. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar (SD) Menurut Nasution (1993) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai “masa sekolah”. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.
41
Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanakkanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi perkembangan aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang dapat diberikan sekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu: a.
Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah seperti yang disebutkan dibawah ini: 1)
Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
2)
Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturanperaturan permainan yang tradisional.
3)
Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
4)
Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
5)
Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
42
6)
Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
b.
Masa Kelas-Kelas Tinggi Sekolah Dasar Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut. 1)
Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2)
Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.
3)
Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.
4)
Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.
5)
Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.
Melihat sifat-sifat khas anak seperti dikemukakan di atas, maka memang beralasan pada saat umur anak antara umur 7 sampai dengan 12 tahun dimasukkan oleh para ahli kedalam tahap perkembangan intelektual (Djamarah, 2008: 123-125).
43
Para ahli psikologi dan ahli pendidikan banyak yang telah melakukan penelitian tentang perkembangan intelektual/perkembangan kognitif atau mental anak. Hasil penelitian yang paling popular adalah Jean Piaget. Piaget adalah ahli ilmu jiwa anak dari Swiss. Ia berkeyakinan bahwa dengan memahami proses berpikir yang terjadi pada anak, dia dapat menajwab pertanyaan: “Bagaimana memperoleh pengetahuan?”; dan “Bagaiman kita tahu apa yang kita ketahui?” (Depdiknas, 2005:7). Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan, yaitu: Tahap Sensori Motoris, tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandari oleh kecendrungan-kecenderungan sensori motoris yang amat jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori motoris tersebut. Tahap praoperasional, tahap ini berlangsung pada usia 27 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecendrungan yang ditandari oleh suasana intuitif; dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh tapi oleh unsur perasaan, kecendrungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini menurut Piaget, anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Tahap operasional konkrit, tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkrit dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Pada tahap ini, menurut Piaget, interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya,
44
sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin
berkurang.
Anak
sudah
dapat
mengamati,
menimbang,
mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih obyektif. Tahap operasional formal, tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu kesuluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya (Asrori, 2007:49).
6. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut disebut sebagai unsur modalitas belajar (Deporter(Sanjaya, 2010: 262)). Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditoris, dan kinestesis. Peran seorang guru dalam pembelajaran kontekstual adalah guru harus memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan pembelajaran kontekstual, yaitu: a.
Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang berkembang. Kemampuan belajar seorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimiliki
45
(Sanjaya, 2010: 263). Ajarkanlah siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya. b.
Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka merupakan mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang (Sanjaya, 2010: 263). Berilah siswa bahan-bahan belajar yang penting dan memberikan tantangan pada siswa.
c.
Belajar bagi
siswa
adalah proses
mencari
keterkaitan
atau
keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian guru perlu membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya (Sanjaya, 2010: 263). d.
Berdasarkan hal yang telah disebutkan di atas, belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi (Sanjaya, 2010: 263). Selain itu, menurut Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru
dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup : a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).
46
b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems). c. Guru
sebagai
penilai
(evaluator)
menganalisa,
menafsirkan
pertimbangan
(judgement),
dan atas
yang harus akhirnya tingkat
mengumpulkan,
harus
memberikan
keberhasilan
proses
pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya. (education,2010:Online)
7. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Jumiyem pada tahun 2008 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari Kecamatan Martapura”. Kegiatan penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPA/Sains di kelas V SDN Indrasari Kecamatan Banjar Kota pada semester genap tahun ajaran 2007/2008 untuk materi “Pesawat Sederhana ” dinyatakan berhasil. Hal ini ditunjukkan oleh tercapainya indikator keberhasilan penelitian pada akhir siklus II pendekatan kontektual berbasis inquiri yakni rata-rata kelas
47
sebesar 7,86 dan ketuntasan belajar siswa sebanyak 28 orang (100 %) (Jumiyem,2008:68).
B. Kerangka Berpikir Usia siswa kelas V pada umumnya berkisar 10-11 tahun. Menurut Piaget anak dalam rentang umur tersebut masuk dalam tahap operasional konkrit. Salah satu ciri dari anak yang masuk pada tahap tersebut adalah anak mulai menyukai hal-hal yang bersifat konkrit dan sifat egosentrisnya yang sudah mulai berkurang, sehingga anak lebih mudah dalam bekerja sama. Kelas V termasuk dalam kelas tinggi, dimana anak pada kelas ini umumnya menyukai membentuk kelompok-kelompok untuk bermain dengan teman sebayanya. Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan sikap. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang mencakup 3 hal tersebut dan juga sesuai dengan perkembangan anak pada usia tersebut atau kelas V. Salah satu pendekatan belajar yang dapat digunakan dan sesuai dengan karakteristik anak adalah dengan pendekatan kontekstual. Pada pendekatan ini siswa lebih aktif belajar bersama dengan teman-temannya, peranan guru lebih kepada fasilitator dan siswa menjadi subjek belajar. Selain itu, dengan pendekatan kontekstual materi disajikan secara konkrit dan dekat dengan kehidupan
anak
sehari-hari.
Pendekatan
kontekstual
memiliki
7
komponen/tipe dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Inkuiri. Pendekatan kontekstual tipe inkuiri memiliki banyak kelebihan diantaranya, dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga
48
siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik, mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri, mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka dan dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. Kelebihan-kelebihan ini sesuai dengan hakikat IPA yang mencakup proses, produk, dan pengembangan sikap. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumiyem yang juga menerapkan pendekatan kontekstual pada pelajaran IPA materi Pesawat Sederhana.
C. Hipotesis Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Jika menerapkan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, maka hasil belajar siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah dapat ditingkatkan”.
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu (Wiriaatmadja, 2008: 13). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang: 1.
Praktek-praktek kependidikan mereka.
2.
Pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut.
3.
Situasi dimana praktek-praktek tersebut dilaksanakan
(Kunandar, 2010:46). Menurut Kemmis dan McTaggart (dalam Soly Abimanyu, 1995), penelitian tindakan adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri, pengalaman kerja sendiri, tetapi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan sikap mawas diri (Suwandi, 2010:9). Tujuan utama dalam penelitian tindakan kelas
ini adalah untuk
peningkatan dan perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru (Sukidin, dkk, 2008: 38).
50
Selain itu, dengan melakukan penelitian tindakan kelas dapat mengubah citra dan meningkatkan keterampilan professional guru. Seorang guru yang profesional adalah yang selalu mengembangkan diri untuk memenuhi tuntutan dalam tugasnya sebagai pendidik dan dengan melakukan penelitian tindakan kelas adalah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan cara mengajar. Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masingmasing tahap adalah sebagai berikut.
Perencanaan SIKLUS I
Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan
SIKLUS II
Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan ? Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi, dkk, 2010: 16).
51
Tahap 1: Perencanaan tindakan Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan (apabaila dilaksanakan secara kolaboratif). Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Bila dilaksanakan sendiri oleh guru sebagai peneliti maka instrumen pengamatan harus disiapkan disertai lembar catatan lapangan. Yang perlu diingat bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Dalam pelaksanaan pembelajaran rencana tindakan dalam rangka penelitian dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rencana tindakan di kelas yang diteliti. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rencana tindakan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak kaku dan tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan.
52
Tahap 3: Pengamatan terhadap tindakan Pengamatan terhadap tindakan yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pengamatan ini tidak terpisah dengan pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap 2 dan 3 dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang berstatus juga sebagai pengamat, yang mana ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi. Tahap 4: Refleksi terhadap tindakan Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah “refleksi” dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan
tindakan,
kemudian
berhadapan
dengan
peneliti
untuk
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka
53
refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan “dialog” untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan “self evaluation” yang diharapkan dilakukan secara obyektif. Untuk menjaga obyektifitas tersebut seringkali hasil refleksi ini diperiksa ulang atau divalidasi oleh orang lain, misalnya guru/teman sejawat yang diminta mengamati, ketua jurusan, kepala sekolah atau nara sumber yang menguasai bidang tersebut. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya. Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan “bentuk tindakan” sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus (Faiq,2009:online)
B. Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada mata pelajaran IPA kelas V C semester 1 SDN SN Antasan Besar 7 tahun ajaran 2011/2012 dengan materi Perubahan Sifat Benda. Jumlah siswa pada kelas V C SDN SN
54
Antasan Besar 7 adalah 26 orang yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Siswa kelas V berada dalam tahap operasional konkrit, dimana anak pada usia tersebut rasa ingin tahunya sangat besar terhadap halhal yang ada disekitarnya. Selain itu, anak pada usia tersebut sudah mulai berkurang sifat egosentrisnya dan cenderung lebih menyukai membentuk kelompok-kelompok dengan teman sebayanya. Hal ini tentu saja sesuai dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri yang menggali pengetahuan siswa dari rasa ingin tahunya dan mengaitkan materi yang ada dengan kehidpuan sehari-hari anak. Anak selain belajar, juga dapat berlatih bekerjasama sekaligus bermain. sehingga hakikat IPA yang mencakup proses, produk, dan pengembangan sikap dapat tercapai.
C. Faktor yang diteliti Permasalahan
dalam
penelitian
ini
adalah
bagaimana
upaya
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA dengan materi perubahan sifat benda. Adapun faktor-faktor yang diteliti dalam tindakan kelas ini yaitu : 1.
Faktor Guru, yaitu mengamati kegiatan dan langkah-langkah dalam guru dalam menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran serta kegiatan membimbing siswa dalam kelompok pada materi perubahan sifat benda dengan menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri.
2.
Faktor Siswa. Adapun aspek siswa yang diamati adalah sebagai berikut: a.
Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.
b.
Mengamati sifat benda yang di uji coba.
55
3.
c.
Melakukan uji coba sifat benda.
d.
Membuat kesimpulan.
e.
Melakukan presentasi.
Faktor Hasil Belajar, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah menjalani proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri melalui tes tertulis.
D. Skenario Tindakan Seperti yang sudah dijelaskan tindakan ang dilakukan membentuk sebuah siklus. Satu siklus terdiri dari empat bagian, yakni perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, dan refleksi tindakan serta diadakan dua kali pertemuan untuk tiap siklus. 1.
Perencanaan Tindakan Pada tahap perencanaan tindakan ini ada beberapa hal yang dikerjakan, yakni: a.
Membuat skenario pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran dan media yang sesuai dengan pembelajaran.
b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) c.
Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat. (lembar observasi terlampir)
d. Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa, meliputi lembar pengamatan psikomotorik, perilaku berkarakter, dan keterampilan sosial. (lembar terlampir)
56
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus I Siklus
Pertemuan
1
I
II
2.
Pendekatan dan Lokasi Model Pembelajaran Sifat Benda Pendekatan SDN SN Antasan Kontekstual Tipe Besar 7 Kelas V C Inkuiri Banjarmasin Tengah Perubahan Sifat Pendekatan SDN SN Antasan Benda (Pemanasan Kontekstual Tipe Besar 7 Kelas V C dan Pembakaran) Inkuiri Banjarmasin Tengah Materi Pokok
Pelaksanaan Tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan ini terdiri dari dua kali pertemuan atau tatap muka yang tergabung dalam satu siklus dengan skenario sebagai berikut: Siklus 1 Pertemuan 1 Mata pelajaran
: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Kelas / Semester
: V/1
Alokasi Waktu
: 2 x 35 Menit
Pokok Bahasan
: Sifat Benda
Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1
Indikator Kognitif
Tujuan
Produk
Produk
Mengindentifikasi
Siswa dapat mengindentifikasi
tentang
sifat
seperti
bentuk,
kelenturan,
benda, tentang sifat benda, seperti warna, bentuk,
warna,
kekerasan, kekerasan, dan bau.
dan bau.
57
kelenturan,
Proses
Proses
Melakukan sifat
identifikasi Siswa
benda
percobaan.
Melakukan
kegiatan Siswa
percobaan benda
melakukan
dengan identifikasi sifat benda dengan
percobaan. Psikomotorik
dapat
dapat
melakukan
sifat-sifat kegiatan percobaan sifat-sifat
(pisang,
karet benda (pisang, karet gelang,
gelang, paku, dan tangkai paku, dan tangkai kering). kering). Afektif
Terlibat dalam proses belajar
Mengembangkan perilaku
berkarakter, mengajar yang berpusat pada
meliputi:
kreatif,
rasa siswa, paling tidak siswa dapat
ingin tahu, mandiri, dan menunjukkan kemajuan dalam komunikatif.
menunjukkan
perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Terlibat dalam proses belajar
Mengembangkan keterampilan meliputi:
sosial, mengajar yang berpusat pada bertanya, siswa, paling tidak siswa dapat
menjadi pendengar yang menunjukkan kemajuan dalam baik, komunikasi.
menunjukkan sosial,
keterampilan
meliputi:
bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi
A. Kegiatan Awal ( 5 menit ) 1.
Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk belajar
2.
Melakukan apersepsi: a. Menanyakan pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya b. Bertanya jawab tentang benda-benda yang ada dikelas. 58
3.
Menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni: Siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.
4.
Menyampaikan materi yang akan dipelajari yakni tentang Sifat-Sifat Benda.
B. Kegiatan inti ( 50 menit ) Tahap Eksplorasi 5.
Guru menjelaskan tentang sifat-sifat benda meliputi bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.
6.
Guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen. (daftar kelompok terlampir)
7.
Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk mengambil alat dan bahan yang diperlukan.
8.
Guru membagikan LKK pada masing-masing kelompok.
Tahap Elaborasi 9.
Siswa diminta untuk mengerjakan/melakukan percobaan berdasarkan LKK yang diberikan
10. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan. 11. Guru
meminta
masing-masing
kelompok
untuk
mempresentasikan hasil percobaannya. Tahap Konfirmasi 12. Guru memberikan tanggapan terhadap hasil percobaan dan presentasi siswa.
59
13. Guru memberikan penghargaan kelompok. C. Kegiatan akhir ( 15 Menit ) 1.
Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang telah dibahas.
2.
Guru melakukan penilaian dan refleksi.
3.
Guru memberikan umpan balik.
4.
Guru memberikan tindak lanjut.
5.
Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Siklus 1 Pertemuan 2 Mata pelajaran
: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Kelas / Semester
: V/1
Alokasi Waktu
: 2 x 35 Menit
Pokok Bahasan
: Perubahan Sifat Benda (Pemanasan dan Pembakaran
Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2
Indikator Kognitif
Tujuan
Produk
Produk
Mengindentifikasi
Siswa dapat mengindentifikasi
tentang
sifat
seperti
bentuk,
kelenturan,
benda, tentang sifat benda, seperti warna, bentuk,
warna,
kelenturan,
kekerasan, kekerasan, dan bau, sebelum
dan bau, sebelum dan dan sesudah mengalami proses
60
sesudah
mengalami perubahan.
proses perubahan. Proses
Proses
Melaksanakan percobaan Siswa perubahan
sifat
dapat
benda percobaan
melaksanakan
perubahan
sifat
akibat pemanasan dan benda akibat pemanasan dan pembakaran. Melakukan
Psikomotorik
kegiatan Siswa
percobaan sifat
pembakaran. dapat
melakukan
perubahan kegiatan percobaan perubahan
benda
dengan sifat benda dengan pemanasan
pemanasan
dan dan pembakaran.
pembakaran. Afektif
Terlibat dalam proses belajar
Mengembangkan perilaku
berkarakter, mengajar yang berpusat pada
meliputi:
kreatif,
rasa siswa, paling tidak siswa dapat
ingin tahu, mandiri, dan menunjukkan kemajuan dalam komunikatif.
menunjukkan
perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Terlibat dalam proses belajar
Mengembangkan keterampilan meliputi:
sosial, mengajar yang berpusat pada bertanya, siswa, paling tidak siswa dapat
menjadi pendengar yang menunjukkan kemajuan dalam baik, komunikasi.
menunjukkan sosial,
keterampilan
meliputi:
bertanya,
menjadi pendengar yang baik, komunikasi
A. Kegiatan Awal ( 5 menit ) 1.
Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk belajar
61
2.
Melakukan apersepsi: a. Menanyakan pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya b. Bertanya jawab tentang benda-benda yang ada dikelas.
3.
Menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni: Siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.
4.
Menyampaikan materi yang akan dipelajari yakni tentang Perubahan Sifat Benda dengan Pemansan dan Pembakaran.
B. Kegiatan inti ( 50 menit ) Tahap Eksplorasi 1.
Guru menjelaskan tentang perubahan sifat benda, yakni tentang pemanasan dan pembakaran.
2.
Guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen. (daftar kelompok terlampir)
3.
Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk mengambil alat dan bahan yang diperlukan.
4.
Guru membagikan LKK pada masing-masing kelompok.
Tahap Elaborasi 5.
Siswa diminta untuk mengerjakan/melakukan percobaan berdasarkan LKK yang diberikan
6.
Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan.
62
7.
Guru
meminta
masing-masing
kelompok
untuk
mempresentasikan hasil percobaannya. Tahap Konfirmasi 8.
Guru memberikan tanggapan terhadap hasil percobaan dan presentasi siswa.
9.
Guru memberikan penghargaan kelompok.
C. Kegiatan akhir ( 15 Menit ) 10. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang telah dibahas. 11. Guru melakukan penilaian dan refleksi. 12. Guru memberikan umpan balik. 13. Guru memberikan tindak lanjut. 14. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
3.
Observasi Tindakan Pada tahapan ini diadakannya kegiatan observasi terhadap kegiatan pembelajaran, aktivitas guru, dan aktivitas siswa dengan menggunakan lembar pengamatan yang telah dibuat dan dilanjutkan dengan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Observasi yang dilaksanakan dalam tindakan kelas ini dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Pengamatan langsung yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap aktivitas siswa dalam kelompok.
63
b. Pengamatan yang dilakukan oleh observer terhadap jalannya pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.
4.
Refleksi Tindakan Hasil observasi dan evaluasi dengan menggunakan lembar observasi guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan hasil tes evaluasi, yang diperoleh setiap pertemuan, dianalisis kembali pada tahap ini secara deskriptif, yakni data kuantitatif dan data kualitatif, kemudian diinterpretasikan
untuk
mengetahui
sejauh
mana
peningkatan
pemahaman siswa, ketercapaian tujuan yang diinginkan, dan juga dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi dirinya, sejauh mana kemampuan dalam mengajar dan mengelola kelas, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk peningkatan proses pembelajaran dalam pelaksanaan siklus selanjutnya. Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi beberapa syarat yaitu aktivitas guru sudah mencapai ≥ 70% atau pada kriteria baik, aktivitas siswa sudah mencapai ≥ 70% atau pada kriteria baik, dan hasil belajar siswa telah memenuhi indikator keberhasilan yakni mencapai ketuntasan belajar secara individual dengan nilai minimal ≥70 serta dapat mencapai ketuntasan belajar secara klasikal minimal sebesar 80% mendapat nilai ≥75.
E. Cara Pengumpulan Data Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dengan
64
cara mengumpulkan hasil pekerjaan siswa setiap akhir pertemuan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. 1.
Sumber Data Sumber data dari penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 2 tahun ajaran 2011/2012 SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin. Data ini diperoleh dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan pada siswa kelas V C Semester 1 tahun ajaran 2011/2012 SDN SN Antasan Besar 7 yang berjumlah 26 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan.
2.
Jenis Data a.
Data
kuantitatif yaitu data tentang hasil belajar siswa setelah
mengikuti
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
kontekstual tipe inkuiri. b.
Data kualitatif yaitu data tentang aktivitas guru dalam pembelajaran, aktivitas
siswa
dalam
kegiatan
pembelajaran
menggunakan
pendekatan kontekstual tipe inkuiri. 3.
Alat Pengambilan Data a.
Data aktifitas siswa diambil atau dikumpulkan dengan teknik observasi menggunakan lembar observasi aktivitas siswa.
b.
Data aktifitas guru diambil atau dikumpulkan dengan teknik observasi menggunakan lembar observasi aktivitas guru.
c.
Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis pada akhir proses pembelajaran menggunakan lembar evaluasi.
65
4.
Analisis Data a.
Data Kuantitatif Data kuantitatif berupa nilai evaluasi pada akhir pertemuan dianalisis dengan teknik persentase, kemudian didistribusikan dalam bentuk tabel, dan difrekuensikan dengan grafik.
Ketuntasan
individual dan klasikal dihitung dengan rumus: Persentase =
Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100% Jumlah seluruh siswa
(Rosadi, 2009: 50). b.
Data Kualitatif Data kualitatif berupa observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. Persentase keaktifan guru dan siswa diolah dengan rumus sebagai berikut: Y=
Nilai Perolehan X 100% Nilai Maksimum
Keterangan: Y
= Persentase keaktifan guru dan siswa
Nilai Perolehan
= Total nilai yang didapat dari hasil observasi aktifitas guru dan siswa
Nilai Maksimum
= Nilai tertinggi hasil observasi aktifitas guru.
Interpretasi persentase keaktifan guru dan siswa tersebut di tentukan dengan cara sebagai berikut:
66
Tabel 3.4 Interpretasi persentasi keaktifan guru dan siswa Angka Persentasi
Keterangan
81,00 % - 100,00 %
Sangat baik
61,00 % - 80,00 %
Baik
41,00 % - 60,00 %
Cukup
21,00 % - 40,00 %
Kurang
00,00 % - 20,00 %
Kurang sekali
(Darmadi, 2009: 91)
F. Indikator Keberhasilan 1.
Indikator Peningkatan Aktivitas Guru Aktivitas guru bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase aktivitas guru mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi keaktifan guru dan siswa.
2.
Indikator Peningkatan Aktivitas Siswa Aktivitas siswa bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase aktivitas siswa mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi keaktifan guru dan siswa.
3.
Indikator Ketuntasan Hasil Belajar Indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila ketuntasan belajar individual mencapai ≥70 sesuai dengan KKM sekolah untuk mata pelajaran IPA. Indikator keberhasilan pada ketuntasan klasikal minimal mencapai 80% mendapat nilai ≥75.
67
BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN
A. Deskripsi Setting/ Lokasi Penelitian SDN SN Antasan Besar 7 terletak di Kelurahan Antasan Besar, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin. Kelas yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah kelas V C. Jumlah siswa di kelas V C adalah 26 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Siswa dikelas ini terdiri dari berbagai etnis, tetapi seluruhnya beragama Islam. Bahasa pengantar pelajaran yang digunakan dikelas adalah Bahasa Indonesia. Bangunan kelas terbuat dari kayu. Suasana dikelas sangat mendukung kegiatan pembelajaran. Fasilitas pembelajaran cukup lengkap, mulai dari papan tulis hingga televisi dan DVD player. Selain itu kelas ini juga dilengkapi 3 buah kipas angin dan satu buah dispenser. Didalam kelas, siswa tidak menggunakan sepatu karena alas lantainya adalah karpet. Setiap siswa duduk masing-masing. Papan tulis yang digunakan berjenis White Board dengan alat tulisnya adalah spidol. Didalam kelas juga banyak sekali dipajang hasil karya siswa. Sehingga dapat disimpulkan sarana dan prasarana kelas V C sudah memenuhi standar dan sangat mendukung kegiatan pembelajaran dikelas. Nilai rata-rata hasil belajar siswa masih belum mencapai SKBM yang ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA yakni ≥70. Proses pembelajaran yang tidak konkrit untuk mata pelajaran IPA menyebabkan pelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Sehingga siswa
68
kurang memahami konsep dari perubahan sifat benda itu sendiri. Hal inilah menjadi penyebab tidak tercapainya SKBM yang dtetapkan sekolah
B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terlebih dahulu diawali dengan persiapan peneliti dari berbagai aspek, antara lain: 1. Persiapan Administrasi Penelitian tindakan kelas ini merupakan salah satu tugas akhir dari Program Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar (PPG SD). Sehingga proses administrasinya menjadi satu kesatuan dengan Program PPG SD. 2. Persiapan Observer Observer pada penelitian tindakan kelas ini adalah Bapak Taufik Rahman, M. Pd. Beliau adalah Dosen Luar Biasa (DLB) Program PPG SD SDN SN Antasan Besar 7. Selain sebagai observer, beliau juga membimbing peneliti dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, mulai dari penetapan materi yang dianggap bermasalah hingga penentuan alternatif pemecahan masalah yang digunakan. Sebelum pelaksanaan tindakan kelas (tatap muka) peneliti melakukan konsultasi tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan beliau.
69
C. Pelaksanaan Tindakan Kelas 1. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I a.
Perencanaan Pelaksanaan tindakan kelas siklus I ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dan dilaksanakan dikelas V C SDN SN Antasan Besar 7 dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. Adapun kegiatan tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran: 1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. 2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali pertemuan dengan tema Perubahan Sifat Benda. 3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat (observer). 4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa. 5) Membuat media pembelajaran. 6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK). 7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang diajarkan pada tiap pertemuan. 8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah dan wali kelas, baik jadwal dan waktu pelaksanaan.
70
Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I
No. 1.
Hari/
Pertemuan
Jumlah
Tanggal
ke
Jam
Materi
Selasa, 15 Nopember
1
Penilaian Tes tertulis
Sifat Benda
2
(Essay)
2011 2.
Kamis , 17 Nopember
2
2
2011 3.
Perubahan Sifat Benda
Tes tertulis
dengan Pemanasan dan
(Essay)
Pembakaran
Jumat, 18
Tes tertulis
Nopember
Evaluasi Siklus I
(Essay)
2011
b. Pelaksanaan 1) Siklus I Pertemuan ke 1 Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau. Indikator proses adalah melakukan indentifikasi sifat benda dengan percobaan. Indikator psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan sifat-sifat benda (kertas, karet gelang, paku, dan tangakai kering). Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Indikator
71
keterampilan
sosial
adalah
mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang baik, komunikasi. a) Kegiatan awal. Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan benda-benda yang ada dikelas. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa. b) Kegiatan inti. Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang sifat benda. Penjelasannnya meliputi bentuk, warna, kekerasan, kelenturan, dan bau suatu benda. Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian
dilakukan
secara
heterogen.
Setelah
siswa
membentuk kelompok guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-masing kelompok mendapat satu LKK. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta
72
siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan, yakni kertas, karet gelang, paku, dan tangkai kering. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam pengerjaan LKK. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap kelompok. Guru memberikan penghargaan kelompok sebagai rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran. c) Kegiatan akhir. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal, kemudian
guru
memberikan
umpan
balik
terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya.
73
2) Siklus I Pertemuan ke 2 Indikator pada pertemuan kedua ini ada 3, yaitu indikator kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah proses perubahan. Indikator proses adalah melaksanakan percobaan perubahan sifat benda akibat pemanasan dan pembakaran. Indikator psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan perubahan sifat benda dengan pemanasan dan pembakaran. Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial adalah mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang baik, komunikasi. a) Kegiatan awal. Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan sifat-sifat benda-benda yang sudah diuji cobakan pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran
kepada
74
siswa
yakni
siswa
dapat
mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah proses perubahan. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa. b) Kegiatan inti. Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang faktor penyebab perubahan sifat benda. Penjelasannnya meliputi faktor perubahan sifat benda karena pemanasan dan pembakaran. Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan secara heterogen. Setelah siswa membentuk kelompok guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-masing kelompok mendapat satu LKK. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan, yakni kertas, korek api, lilin, dan es. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam pengerjaan LKK. Untuk pertemuan kedua ini, kegiatan percobaan dilakukan diluar kelas. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan
75
tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap kelompok. Guru memberikan penghargaan kelompok sebagai rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran. c) Kegiatan akhir. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal, kemudian
guru
memberikan
umpan
balik
terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya.
c.
Observasi Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. 1) Hasil Observasi Aktivitas Guru Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung cukup
efektif. Namun, masih ada beberapa kegiatan/tahapan
yang harus ditingkatkan pada kegiatan inti dan kegiatan penutup.
76
Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 1 S
S1
P
Kegiatan Awal
P1
1 3
2 3
Ṝ (%) P2 Ṝ (%)
3 3
4 3
5 6 3 2
7 3
8 3
75
1 3
2 3
Kegiatan Akhir
Kegiatan Inti
9 10 11 3 3 2
12 4
13 3
14 3
12 4
13 3
14 3
71,8
3 3
4 3
5 3
6 7 2 3
8 3
75
9 10 11 3 3 2 71,8
15 3 70 15 3 75
∑
%
16 2
17 3
49
72
16 3
17 3
50
73,5
Keterangan: S1 = Siklus 1 P1 = Pertemuan ke 1 P2 = Pertemuan ke 2 Kegiatan Awal 1. Menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar. 2. Memberikan apersepsi 3. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai. 4. Menjelaskan materi pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan Inti 5. Memberikan penjelasan materi. 6. Melakukan pembagian kelompok secara heterogen. 7. Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan. 8. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan. 9. Membimbing siswa dalam mengerjakan LKK 10. Melakukan presentasi. 11. Memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa. 12. Memberikan penghargaan kelompok.
77
Ket Baik
Baik
Kegiatan Akhir 13. Membuat kesimpulan bersama-sama siswa. 14. Melakukan evaluasi atau penilaian. 15. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran 16. Memberikan tindak lanjut 17. Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya. Skor yang diberikan atas pertimbangan: No
Aspek Yang Diamati
1
Menyiapkan kondisi fisik dan
psikis
siswa
Nilai
Rubrik Jika guru sama sekali tidak
untuk
1
belajar.
menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar Jika guru hanya menyiapkan kondisi fisik siswa saja (absensi,
2
memeriksa kelengkapan belajar seperti buku, alat tulis, dll) tetapi tidak menyiapkan kondisi psikis siswa. Jika guru hanya menyiapkan kondisi
3
psikis
(menanyakan
siswa
kabar,
saja kondisi
kesehatan, menanyakan kesiapan belajar, memotivasi siswa, dll 4 2
Memberikan apersepsi
1 2
3
78
Jika guru menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa. Tidak memberikan apersepsi Memberikan
apersepsi
yang
relevan, tapi tidak kontekstual. Memberikan
apersepsi
yang
tidak relevan, tapi kontekstual
4 3
Menyampaikan kompetensi
Memberikan
apersepsi
relevan dan kontekstual Tidak
(tujuan) yang akan dicapai
1
yang
menyampaikan
kompetensi (tujuan) yang akan dicapai. Menyampaikan sebagian kecil
2
kompetensi (tujuan) yang akan dicapai. Menyampaikan sebagian besar
3
kompetensi (tujuan) yang akan dicapai Menyampaikan
4
seluruh
kompetensi (tujuan) yang akan dicapai.
4
Menjelaskan
materi
Tidak
pelajaran dan kegiatan yang
1
akan dilakukan.
menjelaskan
materi
pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan. Hanya
2
menjelaskan
materi
pelajaran tapi tidak menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan. Tidak
3
menjelaskan
pelajaran,
tetapi
materi
menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan. Menjelaskan materi pelajaran 4
dan
kegiatan
yang
akan
dilakukan. 5
Memberikan
penjelasan
1
materi
Tidak memberikan penjelasan materi Memberikan penjelasan materi
2
yang
sistematis
tapi
tidak
relevan 3
79
Memberikan penjelasan materi
yang
relevan
tapi
tidak
sistematis 4 6
Melakukan
pembagian
1
kelompok secara heterogen
Memberikan penjelasan materi yang relevan dan sistematis Tidak
melakukan
kelompok secara heterogen Melakukan
2
pembagian
pembagian
kelompok secara heterogen, tapi hanya berdasarkan jenis kelamin saja. Melakukan
3
pembagian
kelompok secara heterogen, tapi hanya berdasarkan prestasi saja. Melakukan
4
kelompok
pembagian secara
heterogen,
berdasarkan jenis kelamin dan prestasi.
7
Memberikan kegiatan
penjelasan yang
Tidak memberikan penjelasan
akan
1
kegiatan yang akan dilaksanakan
dilaksanakan Memberikan penjelasan kegiatan 2
yang akan dilaksanakan relevan tapi tidak sistematis Memberikan penjelasan kegiatan
3
yang akan dilaksanakan tidak relevan tapi sistematis Memberikan penjelasan kegiatan
4
yang akan dilaksanakan relevan dan sistematis.
8
Membimbing siswa dalam
1
melakukan percobaan
2
80
Tidak membimbing siswa dalam melakukan percobaan Membimbing
siswa
dalam
melakukan
percobaan,
tapi
hanya sebagian kecil kelompok saja. Membimbing 3
kelompok
sebagian
dalam
besar
melakukan
percobaan.
4
Membimbing
semua
kelompok/siswa
dalam
melakukan percobaan 9
Membimbing siswa dalam
1
mengerjakan LKK
Tidak membimbing siswa dalam mengerjakan LKK. Membimbing
2
siswa
dalam
mengerjakan LKK, tapi hanya sebagian kecil kelompok saja. Membimbing
3
sebagian
besar
kelompok dalam mengerjakan LKK.
4
Membimbing
semua
kelompok/siswa
dalam
melakukan percobaan 10
Melakukan presentasi.
1 2
3
4 11
Memberikan
tanggapan
1
terhadap hasil diskusi siswa.
2 3
81
Tidak melakukan presentasi Sebagian kecil kelompok saja yang melakukan presentasi. Sebagian besar kelompok yang melakukan presentasi. Semua
kelompok
melakukan
presentasi Tidak memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa. Memberikan
tanggapan
yang
sistematis, tapi tidak relevan. Memberikan
tanggapan
yang
relevan, tapi tidak sistematis. 4 12
Memberikan
penghargaan
1
kelompok.
Memberikan
tanggapan
yang
sistematis, dan relevan. Tidak memberikan penghargaan kelompok. Hanya memberikan penghargaan
2
kelompok
pada
tim
terbaik
pertama. Hanya memberikan penghargaan 3
kelompok
pada
tim
terbaik
pertama dan kedua. Memberikan 4
penghargaan
kelompok kepada 3 kelompok terbaik.
13
Membuat
kesimpulan
1
bersama-sama siswa
2
3
4 14
Melakukan
evaluasi
atau
1
penilaian
2
3
4 15
Melakukan
refleksi/umpan
1
balik pembelajaran
82
Tidak membuat kesimpulan.
Hanya
guru
yang
membuat
kesimpulan. Siswa
membuat
kesimpulan
tanpa dibimbing guru. Guru
dan
siswa
membuat
kesimpulan bersama-sama. Tidak melakukan evaluasi atau penilaian. Evaluasi relevan tapi tidak jelas dan tidak dipahami anak. Evaluasi relevan dan jelas, tapi tidak dipahami anak. Evaluasi
relevan,
jelas,
dan
dipahami anak. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran.
2
3
4 16
Memberikan tindak lanjut
1
Memberikan
balik
positif, tapi tidak relevan Memberikan
umpan
balik
relevan, tapi tidak positif Memberikan
umpan
balik
relevan dan positif Tidak memberikan lanjut Memberikan
2
umpan
tindak
lanjut
berupa PR yang relevan tapi tidak jelas dan tidak dipahami anak. Memberikan
3
tindak
lanjut
berupa PR yang relevan dan jelas, tapi tidak dipahami anak. Memberikan
4
tindak
lanjut
berupa PR yang relevan, jelas, dan dipahami anak.
17
Menyampaikan
rencana
1
pembelajaran berikutnya
Tidak menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya. Hanya
2
menyampaikan
judul
materi berikutnya yang akan dipelajari. Menyampaikan materi dan kisi-
3
kisi
pelajaran
yang
akan
dipelajari berikutnya. Menyampaikan materi, kisi-kisi 4
pelajaran yang akan dipelajari berikutnya dan kegiatan yang akan dilakukan.
83
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase 75%, kegiatan inti sebesar 71,8%, dan kegiatan akhir memperoleh persentase 70% dan secara keseluruhan persentase kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 72%. Sedangkan pada pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase pada kegiatan awal dan kegiatan inti tidak mengalami peningkatan yakni masih 75% dan 71,8%. Sedangkan pada kegiatan penutup mengalami peningkatan sebanyak 5% menjadi 75%. Sehingga secara keseluruhan aktivitas guru pada kegiatan pembelajaran pertemuan kedua ini adalah 73,5%. Secara keseluruhan aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran baik pada pertemuan pertama maupun kedua sudah mencapai indikator keberhasilan aktivitas guru yang ditetapkan peneliti yakni 70,00%. Namun, pada bagian-bagian tertentu harus ditingkatkan seperti pada pertemuan pertama yakni pembagian kelompok secara heterogen, karena jumlah siswa lakilaki lebih sedikit dari siswa perempuan, sehingga ada kelompok yang
seluruh
anggotanya
perempuan.
Kemudian,
setelah
presentasi guru memberikan tanggapan atas hasil percobaan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan observer tanggapan yang diberikan oleh peneliti masih kurang relevan. Karena pengelolaan waktu yang kurang efektif, kegiatan memberikan tindak lanjut menjadi tidak optimal. Pada pertemuan kedua, pada kegiatan pembagian kelompok secara heterogen dan pemberian tanggapan
84
masih perlu ditingkatkan Oleh karena itu, perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi pada siklus berikutnya agar dapat mencapai indikator yang ditetapkan dan kegiatan pembelajaran yang direncanakan dapat berlangsung optimal.
100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
75.00% 72.00% 71.80%75%
100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
K. Awal K. Inti K. Akhir Total Pembelajaran
75.00% 73.50% 71.80%75%
K. Awal K. Inti K. Akhir Total Pembelajaran
Pertemuan 2
Pertemuan 1
Gambar 4.1. Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I
2) Observasi Aktivitas Siswa Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi aktivitas siswa siklus I pertemuan pertama dan pertemuan kedua. Aktivitas siswa yang di observasi adalah kegiatan siswa dalam berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti. Berikut adalah tabel perbandingan aktivitas siswa pada sikus I.
85
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I S
P
A
B
C
D
E
2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Kelompok 1 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 2 2 2 2 P1 S1 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 2 P2 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 87,5 62,5 62,5 87,5 62,5 62,5 50 50 62,5 50 100 100 100 100 100 Ṝ (%)
Keterangan : A
=
Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan. 1 = Tidak mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan 2 = Mengambil tetapi tidak menyediakan alat dan bahan yang diperlukan 3 = Tidak mengambil tetapi menyediakan alat dan bahan yang diperlukan 4 = Mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan
86
∑
%
82 89
82 89
B
=
Mengamati sifat benda yang di uji coba. 1 = Tidak mengamati sifat benda yang diuji coba 2 = Hanya mengamati satu benda yang diuji coba 3 = Mengamati 2-3 benda yang diuji coba 4 = Mengamati semua benda yang diuji coba
C
=
Melakukan uji coba sifat benda. 1 = Tidak melakukan uji coba terhadap sifat benda 2 = Melakukan uji coba terhadap 1-2 sifat benda saja 3 = Melakukan uji coba terhadap 3-4 sifat benda 4 = Melakukan uji coba terhadap semua sifat benda
D
=
Membuat kesimpulan berdasarkan percobaan 1
= Tidak membuat kesimpulan
2 = Sebagian kecil anggota kelompok yang membuat kesimpulan 3 = Sebagian besar anggota kelompok yang membuat kesimpulan 4 = Semua anggota kelompok membuat kesimpulan E
=
Melakukan presentasi 1 = Tidak melakukan presentasi 2 = Sebagian kecil anggota kelompok melakukan presentasi 3 = Sebagian besar anggota kelompok melakukan presentasi 4 = Seluruh anggota kelompok melakukan presentasi
87
Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus I, setiap kelompok menunjukkan hasil yang memuaskan pada beberapa aspek yang dinilai. Namun, ada beberapa aspek yang harus ditingkatkan, yakni aspek melakukan uji coba sifat benda dan membuat kesimpulan. Pada aspek melakukan uji coba sifat benda, ada beberapa kelompok yang hanya melakukan uji coba pada beberapa benda saja (tidak keseluruhan benda). Hal ini mungkin disebabkan karena anak merasa sudah mengenal bendabenda tersebut sehingga tidak perlu melakukan uji coba. Hal ini terlihat pada kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 5 yang hanya mendapat rata-rata nilai persentase 62,5% pada aspek tersebut. Sedangkan pada aspek membuat kesimpulan yang merupakan salah satu aspek vital dalam pendekatan kontekstual tipe inkuiri justru mendapatkan hasil yang kurang memuaskan, seluruh kelompok
belum mencapai indikator yang ditetapkan
yakni 70%. Rata-rata persentase untuk aspek ini hanya berkisar antara 50%-62,5% saja. Hal ini mungkin disebabkan karena masing-masing kelompok hanya mempercayakan pembuatan kesimpulan hanya pada satu atau dua orang saja dan bahkan ada kelompok yang sebagian besar anggotanya
masih asyik
melakukan percobaan sedangkan teman yang lain membuat kesimpulan, padahal waktu untuk melakukan percobaan. Akan tetapi secara keseluruhan untuk aktivitas siswa pada pertemuan pertama dan kedua siklus 1 sudah menunjukkan hasil yang
88
memuaskan. Pada pertemuan pertama rata-rata aktivitas siswa mencapai 82%, sedangkan pada pertemuan kedua meningkat menjadi 89%. Hal ini dsebabkan karena 3 aspek lainnya memperoleh rata-rata persentase yang tinggi yakni 100%. Berikut data pada tabel 4.3 disajikan dalam bentuk grafik. 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00%
A
50.00%
B
40.00%
C
30.00%
D
20.00%
E
10.00% 0.00% Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 1
Keterangan : A
= Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.
B
= Mengamati sifat benda yang di uji coba.
C
= Melakukan uji coba sifat benda.
D
= Membuat kesimpulan.
E
= Melakukan presentasi. Observasi pada hasil belajar kelompok siklus I pertemuan ke 1 dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
89
Tabel 4.4. Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I Kelompok Siklus
Pertemuan 1
2
3
4
5
1
100
90
70
100
70
2
80
70
70
100
60
Rata-Rata
90
80
70
100
65
S1
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, nilai-nilai yang didapatkan setiap kelompok bervariasi. Hal ini disebabkan karena peneliti mengacak anggota kelompok setiap pertemuan dengan tujuan agar anak dapat belajar bekerjasama dengan seluruh siswa dikelas. Selain itu, kegiatan percobaan yang dilakukan juga bervariasi mulai dari tingkat yang sederhana dan mudah pada pertemuan pertama kemudian meningkat pada percobaan yang cukup sulit dan kompleks pada pertemuan kedua.
Nilai-nilai
tersebut diperoleh dari nilai LKK yang dikerjakan siswa secara berkelompok. Data pada tabel 4.4 dapat digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini.
90
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100100 90 80 70
70 70
70 60 Pertemuan 1 Pertemuan 2
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok 1 2 3 4 5
Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I
3) Observasi Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang dilakukan setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang dilakukan pada akhir siklus I. Evaluasi yang dilakukan berbentuk soal essay dan isian sebanyak 5 butir soal yang mencakup tujuan pembelajaran tiap kali pertemuan. Kemudian untuk evaluasi siklus I mencakup soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2. Untuk evaluasi siklus 1 juga berjumlah 5 soal essay dan isian. Berikut data hasil belajar siswa pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus I yang didistribusikan kedalam bentuk tabel.
91
Tabel 4.5. Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 1 No Nilai 1. 100 2. 95 3. 90 4. 85 5. 80 6. 75 7. 70 8. 65 9. 60 10. 55 11. 50 12. 45 13. 40 14. 35 15. 30 16. 25 17. 20 18. 15 Jumlah Rata-rata Ketuntasan Individual Ketuntasan Klasikal
Pertemuan 1 F (%) 0 0 0 0 1 3.85 0 0 1 3.85 1 3.85 6 23 3 11.55 0 0 4 15.40 0 0 1 3.85 1 3.85 2 7.70 3 11.55 1 3.85 0 0 2 7.70 26 100 53,07
Pertemuan 2 F (%) 2 7.7 0 0 4 15.4 3 11.55 1 3.85 0 0 4 15.4 2 7.7 1 3.85 1 3.85 2 7.7 0 0 5 19.23 0 0 0 0 1 3.85 0 0 0 0 26 100 67,11
Evaluasi Siklus I F (%) 1 3.85 0 0 6 23.1 2 7.7 5 19.23 2 7.7 2 7.7 5 19.23 3 11.55 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 100 77,11
34,61%
53,84%
69,23%
11,53%
38,46%
61,53%
Keterangan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum
Berdasarkan tabel 4.5, pada pertemuan pertama hanya 9 siswa yang berhasil mencapai ketuntasan individual (≥70) atau sekitar 34,61% dan masih ada 17 siswa yang belum mencapai ketuntasan
individual.
Adapun
ketuntasan
klasikal
pada
pertemuan pertama ini hanya mencapai 11,53% atau hanya 3 siswa saja yang mencapai ketuntasan klasikal (≥75). Rata-rata kelas yang diperoleh pada pertemuan pertama ini adalah 53,07. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan
92
pertama ini masih belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti secara klasikal, yakni 80% siswa mendapat nilai 75. Pada pertemuan kedua, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan
individual
mengalami
peningkatan.
Jika
pada
pertemuan pertama ketuntasan individual hanya mencapai 34,61% (9 siswa), maka pada pertemuan kedua ini naik mencapai 53,84% (14 siswa). Peningkatan juga terjadi pada ketuntasan klasikal, yakni dari 11,53% naik menjadi 38,46% (10 siswa). Rata-rata kelas pun mengalami peningkatan yakni dari 53,07 menjadi 67,11 atau naik sebanyak 14,04. Namun, hasil belajar pada pertemuan kedua ini tetap masih belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75. Pada akhir siklus I, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus I yang mencakup materi pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.5, terdapat peningkatanpeningkatan yang cukup signifikan. Ketuntasan individual naik menjadi 69,23% atau 18 siswa. Ketuntasan klasikal pun naik menjadi 61,53% atau 16 siswa. Rata-rata kelas juga mengalami peningkatan menjadi 77,11. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar pada evaluasi akhir siklus I ini mengalami peningkatan dari sebelumnya. Namun, peningkatan tersebut masih belum
93
mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75. Berdasarkan tabel 4.5 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa mendapat nilai 75. Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 1 Nilai ≥75 <75
Pertemuan 1 F % 3 11,53 23 88,47
Pertemuan 2 F % 10 38,46 16 61,54
Evaluasi S1 F % 16 61,54 10 38,46
Ket Tuntas Tidak Tuntas
Dilihat dari tabel 4.6, ketuntasan klasikal masih belum memenuhi indikator yang ditetapkan peneliti, baik pada pertemuan pertama,
pertemuan kedua, dan evaluasi siklus I.
Dimana indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti untuk ketuntasan klasikal adalah 80% siswa mendapatkan nilai 75. Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal siklus I adalah sebagai berikut :
Pertemuan 1 Tuntas
Tidak Tuntas
Pertemuan 2 Tuntas
Tidak Tuntas
Siklus I Tuntas
Tidak Tuntas
12% 38% 88%
38%
62%
62%
Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I
94
d. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus I, maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut: 1) Aktivitas Guru Secara keseluruhan aktivitas guru pada siklus 1 baik pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari semua aktivitas yang direncanakan sudah terlaksana. Namun, pada beberapa aktivitas masih perlu ditingkatkan lagi, diantaranya adalah pembagian kelompok secara heterogen. Perbandingan jumlah siswa laki-laki dan siswa perempuan yang sangat jauh, yakni 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan,
sehingga
peneliti
kesulitan
untuk
melakukan
pembentukan kelompok yang heterogen berdasarkan jenis kelamin, sehingga ada satu seluruhnya
kelompok
yang anggotanya
perempuan. Selain pembagian kelompok yanag
kurang heterogen, pemberian tanggapan terhadap hasil presentasi siswa juga perlu ditingkatkan, karena berdasarkan pengamatan observer, tanggapan yang diberikan oleh peneliti masih kurang relevan meskipun sudah sistematis. Hal ini mungkin disebabkan karena tanggapan yang diberikan peneliti terkesan seadanya yang disebabkan karena keterbatasan waktu. Semestinya setiap kelompok yang melakukan presentasi peneliti memberikan tanggapan terhadap presentasi siswa, sehingga terjadi komunikasi
95
dua arah yakni antara kelompok siswa dengan guru. Hal tersebut diataslah yang terjadi pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua. Tambahan untuk pertemuan pertama adalah pemberian tindak lanjut, yang menurut penilaian observer pemberian tindak lanjut yang dilakuan peneliti masih kurang, karena tindak lanjut yang diberikan kepada anak masih kurang bisa dipahami. Hal-hal tersebut diatas akan menjadi bahan perbaikan pada siklus kedua.
2) Aktivitas Siswa Baik
pada
pertemuan
pertama
maupun
kedua,
aspek
melakukan uji coba sifat benda dan membuat kesimpulan adalah aspek yang perlu ditingkatkan lagi, terutama aspek membuat kesimpulan. Dua aspek ini saling berkaitan, ketika siswa melakukan uji coba, mereka akan menemukan sesuatu, dan akhirnya mereka membuat suatu kesimpulan terhadap sesuatu dari hasil uji coba mereka. Akan tetapi, justru dua aspek yang merupakan inti dari inkuiri ini yang masih perlu ditingkatkan, karena persentasenya kurang dari yang diharapkan. Untuk aspek uji coba sifat benda penyebab kurangnya persentase keaktifan siswa karena uji coba yang dilakukan cukup sederhana dan sudah sering mereka temui. Khusus untuk membuat kesimpulan, hal ini lebih dikarenakan kurangnya kerjasama antar siswa. Untuk pembuatan kesimpulan, setiap kelompok cenderung hanya mempercayakannya pada satu atau dua orang saja. Sehingga
96
diperlukan sesuatu untuk merangsang atau memotivasi anak untuk membuat kesimpulan masing-masing. Hal inilah yang harus diperbaiki dan ditingkatkan oleh peneliti pada pertemauan selanjutnya (siklus 2).
3) Hasil Belajar Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama masih belum memuaskan dan masih belum mencapai indikator ketuntasan yang ditetapkan baik secara individual maupun klasikal. Secara individual hanya 9 siswa (34,61%) yang mencapai indikator yang ditetapkan (≥ 70). Secara klasikal, ketuntasan yang diperoleh hanya 11,54% atau hanya 3 orang saja yang dapat mencapai ketuntasan secara klasikal. Hal ini sangat jauh dari indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti, yakni 80%. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah konsentrasi siswa yang sudah mulai menurun dan pengelolaan waktu yang masih kurang dari guru sehingga waktu yang digunakan siswa untuk mengerjakan evaluasi terbatas. Selain itu, ada 2 butir soal evaluasi yang lebih dari 90% siswa tidak dapat menjawabnya atau salah, yakni soal nomor 5. Soal tersebut terdiri lagi dari 5 butir soal yang berkaitan dengan sifat-sifat benda. Kebanyakan siswa hanya menjawab satu butir saja atau bahkan tidak menjawab sama sekali.
Hal ini
mungkin disebabkan karena siswa yang kurang memahami maksud soal yang diberikan. Secara keseluruhan hasil belajar
97
siswa pada pertemuan kedua mengalami peningkatan. Nilai ratarata kelas pada pertemuan pertama 53,07 menjadi 67,11. Namun, masih jauh dari standar ketuntasan yang ditetapkan oleh peneliti. Ketuntasan individual hanya mencapai 53,84%, sedangkan ketuntasan klasikalnya hanya mencapai 38,46%. Adapun soal yang tidak dapat dikerjakan siswa dengan benar bervariasi, sehingga tidak mutlak hanya pada satu soal saja. Sama pada pertemuan pertama, pengelolaan waktu yang kurang efektif oleh peneliti menyebabkan siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan soal evaluasi. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan soal evaluasi siklus I, dimana peneliti menyediakan waktu yang lebih banyak, nilai rata-rata yang diperoleh siswa meningkat menjadi 77,11 dengan ketuntasan individual 69,23% dan ketuntasan klasikal 61,53%. Sama seperti pertemuan kedua, soal yang tidak bisa dikerjakan siswa dengan benar bervariasi, sehingga tidak mutlak hanya pada satu atau dua soal saja. Berdasarkan temuan-temuan pada kegiatan pelaksanaan yang dijabarkan pada refleksi, maka perlu dilaksanakan siklus ke-2. Adapun tindakan-tindakan yang akan dilakukan peneliti pada siklus ke-2 adalah sebagai berikut: 1) Memperbaiki teknik pembagaian kelompok, agar kelompok yang terbentuk benar-benar heterogen yakni dengan cara membagi terlebih dahulu siswa yang ada dikelas.
98
2) Memberikan motivasi lebih banyak dan memperbaiki pengelolaan waktu, sehingga setiap kegiatan baik pada aspek guru, aspek siswa, dan hasil belajar dapat dilaksanakan dengan baik. 3) Memperbaiki sistem kerja kelompok agar setiap anak dapat membuat kesimpulan sistem masing-masing. Berdasarkan saran dari observer, lembar kerja kelompok (LKK) jangan hanya satu saja setiap kelompok, akan tetapi diberikan masing-masing kepada siswa, sehingga setiap siswa memiliki pegangan dan tanggung jawab terhadap lembar kerja kelompoknya meskipun dikerjakan secara bersama-sama. 4) Memperbaiki soal-soal evaluasi dengan cara menyesuaikan dengan karakteristik berpikir siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II a.
Perencanaan Pelaksanaan tindakan kelas siklus II ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dan dilaksanakan dikelas V C SDN SN Antasan Besar 7 dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. Adapun kegiatan tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran: 1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. 2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali pertemuan dengan tema Perubahan Sifat Benda.
99
3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat (observer). 4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa. 5) Membuat media pembelajaran. 6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK). 7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang diajarkan pada tiap pertemuan. 8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah dan wali kelas, baik jadwal dan waktu pelaksanaan.
Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II
No. 1.
Hari/
Pertemuan
Jumlah
Tanggal
ke
Jam
Selasa, 22 Nopember
Materi
1
2
2011 2.
Perubahan Sifat Benda
Tes tertulis
dengan Pencampuran dengan
(Essay)
air dan Pembusukan
Kamis , 24 Nopember 2011
Penilaian
2
2
Perubahan Sifat Benda yang
Tes tertulis
bersifat sementara (dapat
(Essay)
balik) dan bersifat tetap (tidak dapat balik)
3.
Jumat, 25 Nopember
Tes tertulis Evaluasi Siklus I
(Essay)
2011
100
b. Pelaksanaan 1) Siklus II Pertemuan ke 1 Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah mengalami proses perubahan. Indikator proses adalah melaksanakan
percobaan
pencampuran
dengan
perubahan air
dan
sifat
benda
pembusukan.
akibat Indikator
psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan perubahan sifat benda dengan pencampuran dengan air dan pembusukan. Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Indikator
keterampilan
sosial
adalah
mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang baik, komunikasi. a) Kegiatan Awal Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan faktor perubahan sifat benda yang sudah diuji cobakan
101
sebelumnya yakni pemanasan dan pembakaran. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah proses perubahan. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa. b) Kegiatan inti. Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang faktor penyebab perubahan sifat benda. Penjelasannnya meliputi faktor perubahan sifat benda karena pencampuran dengan air dan pembusukan serta tambahan penjelasan mengenai perkaratan. Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan secara heterogen. Setelah siswa membentuk kelompok guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-masing orang
mendapatkan satu LKK, tapi tetap
dikerjakan secara bersama-sama. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan, yakni wadah, pengaduk, semen putih, tepung, dan air. Sebelumnya, peneliti sudah melakukan kegiatan pra penelitian, yakni meminta siswa untuk membawa pisang pada hari Sabtu
102
tanggal 19 Nopember 2011. Siswa diminta mengamati dan mengindentifikasi sifat-sifat pisang tersebut. Sehingga ketika percobaan
dikelas
pisang
tersebut
sudah
mengalami
pembusukan. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam pengerjaan LKK. Untuk pertemuan pertama ini, kegiatan percobaan dilakukan di dalam dan diluar kelas. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap kelompok. Guru memberikan
penghargaan
kelompok
sebagai
rangkaian
kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran. c) Kegiatan akhir. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal, kemudian
guru
memberikan
umpan
balik
terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya.
103
2) Siklus II Pertemuan ke 2 Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator produk adalah mengindentifikasi perubahan sifat benda yang bersifat
sementara
dan
tetap.
Indikator
proses
adalah
melaksanakan percobaan untuk mengamati perubahan benda yang bersifat sementara dan tetap. Indikator psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan perubahan sifat benda yang bersifat sementara dan tetap. Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter
dan
berkarakter
adalah
keterampilan
sosial.
mengembangkan
Indikator perilaku
perilaku
berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator
keterampilan
sosial
adalah
mengembangkan
keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang baik, komunikasi. a) Kegiatan Awal Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan faktor perubahan sifat benda yang sudah diuji cobakan sebelumnya yakni pemanasan, pembakaran, pencam,puran dengan air, dan pembusukan. Kemudian guru menyampaikan
104
tujuan pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat mengindentifikasi perubahan sifat benda
yang bersifat
sementara dan tetap. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa. b) Kegiatan inti. Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang perubahan sifat benda yang bersifat sementara dan bersifat tetap. Penjelasannnya meliputi pengertian perubahan sifat benda yang bersifat sementara beserta contoh dan faktor penyebabnya dan pengertian perubahan sifat benda yang bersifat tetap beserta contoh dan faktor penyebabnya. Peneliti juga menekankan perbedaan antara perubahan sifat benda dengan perubahan wujud benda. Setelah menyampaikan materi guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan secara heterogen. Setelah siswa membentuk kelompok guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-masing orang
mendapatkan satu LKK, tapi tetap
dikerjakan secara bersama-sama. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan, yakni lilin, korek api dan tempat untuk meletakkan lilin. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam
105
pengerjaan LKK. Untuk pertemuan pertama ini, kegiatan percobaan dilakukan di dalam dan diluar kelas. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap kelompok. Guru memberikan
penghargaan
kelompok
sebagai
rangkaian
kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran. c) Kegiatan akhir. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal, kemudian
guru
memberikan
umpan
balik
terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak lanjut berupa menugaskan siswa untuk mengerjakan soal latihan yang ada dibuku LKS siswa. Guru mengakhiri pelajaran dan mengingatkan siswa untuk belajar lagi dirumah untuk menghadapi Ulangan Akhir Semester.
c.
Observasi Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan.
106
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung cukup
efektif. Namun, masih ada beberapa kegiatan/tahapan
yang harus ditingkatkan pada kegiatan inti dan kegiatan penutup. Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 2 S
S2
P
Kegiatan Awal
P1
1 3
Ṝ (%) P2 Ṝ (%)
2 3
3 4
4 3
5 6 3 3
7 3
8 3
81,25
1 4
2 4
3 3
Kegiatan Akhir
Kegiatan Inti
9 10 11 3 3 3
12 4
13 3
14 3
12 4
13 4
14
78,12
4 4
5 4
6 7 4 4
8 4
93,75
9 10 11 4 4 4 100
4
15 3 75 15
16 3
17 3
16
4
4
17 2
∑
%
53
77,94
66
97,05
95
Keterangan: S1 = Siklus 2 P1 = Pertemuan ke 1 P2 = Pertemuan ke 2 Kegiatan Awal 1. Menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar. 2. Memberikan apersepsi 3. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai. 4. Menjelaskan materi pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan Inti 5. Memberikan penjelasan materi. 6. Melakukan pembagian kelompok secara heterogen. 7. Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan. 8. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan.
107
Ket Baik Sangat Baik
9. Membimbing siswa dalam mengerjakan LKK 10. Melakukan presentasi. 11. Memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa. 12. Memberikan penghargaan kelompok. Kegiatan Akhir 13. Membuat kesimpulan bersama-sama siswa. 14. Melakukan evaluasi atau penilaian. 15. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran 16. Memberikan tindak lanjut 17. Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya. Skor yang diberikan atas pertimbangan: No
Aspek Yang Diamati
Nilai
Rubrik
1
Menyiapkan kondisi fisik
1
Jika guru sama sekali tidak
dan
psikis
siswa
untuk
menyiapkan kondisi fisik dan
belajar.
psikis siswa untuk belajar 2
Jika guru hanya menyiapkan kondisi fisik siswa saja (absensi, memeriksa kelengkapan belajar seperti buku, alat tulis, dll) tetapi tidak menyiapkan kondisi psikis siswa.
3
Jika guru hanya menyiapkan kondisi
psikis
(menanyakan
siswa
kabar,
saja kondisi
kesehatan, menanyakan kesiapan belajar, memotivasi siswa, dll 4
Jika guru menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa.
108
2
Memberikan apersepsi
1
Tidak memberikan apersepsi
2
Memberikan
apersepsi
yang
relevan, tapi tidak kontekstual. 3
Memberikan
apersepsi
yang
tidak relevan, tapi kontekstual 4
Memberikan
apersepsi
yang
relevan dan kontekstual 3
Menyampaikan kompetensi
1
(tujuan) yang akan dicapai
Tidak
menyampaikan
kompetensi (tujuan) yang akan dicapai. 2
Menyampaikan sebagian kecil kompetensi (tujuan) yang akan dicapai.
3
Menyampaikan sebagian besar kompetensi (tujuan) yang akan dicapai
4
Menyampaikan
seluruh
kompetensi (tujuan) yang akan dicapai. 4
Menjelaskan
materi
1
Tidak
menjelaskan
materi
pelajaran dan kegiatan yang
pelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan.
akan dilakukan. 2
Hanya
menjelaskan
materi
pelajaran tapi tidak menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan. 3
Tidak
menjelaskan
pelajaran,
tetapi
materi
menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan. 4
Menjelaskan materi pelajaran dan
kegiatan
yang
akan
dilakukan. 5
Memberikan
penjelasan
1
Tidak memberikan penjelasan
109
materi
materi 2
Memberikan penjelasan materi yang
sistematis
tapi
tidak
relevan 3
Memberikan penjelasan materi yang
relevan
tapi
tidak
sistematis 4
Memberikan penjelasan materi yang relevan dan sistematis
6
Melakukan
pembagian
1
kelompok secara heterogen
Tidak
melakukan
pembagian
kelompok secara heterogen 2
Melakukan
pembagian
kelompok secara heterogen, tapi hanya berdasarkan jenis kelamin saja. 3
Melakukan
pembagian
kelompok secara heterogen, tapi hanya berdasarkan prestasi saja. 4
Melakukan kelompok
pembagian secara
heterogen,
berdasarkan jenis kelamin dan prestasi. 7
Memberikan kegiatan
penjelasan yang
1
akan
Tidak memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan
dilaksanakan 2
Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan relevan tapi tidak sistematis
3
Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan tidak relevan tapi sistematis
4
Memberikan penjelasan kegiatan
110
yang akan dilaksanakan relevan dan sistematis. 8
Membimbing siswa dalam
1
melakukan percobaan
Tidak membimbing siswa dalam melakukan percobaan
2
Membimbing melakukan
siswa
dalam
percobaan,
tapi
hanya sebagian kecil kelompok saja. 3
Membimbing kelompok
sebagian
dalam
besar
melakukan
percobaan. 4
Membimbing
semua
kelompok/siswa
dalam
melakukan percobaan 9
Membimbing siswa dalam
1
mengerjakan LKK
Tidak membimbing siswa dalam mengerjakan LKK.
2
Membimbing
siswa
dalam
mengerjakan LKK, tapi hanya sebagian kecil kelompok saja. 3
Membimbing
sebagian
besar
kelompok dalam mengerjakan LKK. 4
Membimbing
semua
kelompok/siswa
dalam
melakukan percobaan 10
Melakukan presentasi.
1
Tidak melakukan presentasi
2
Sebagian kecil kelompok saja yang melakukan presentasi.
3
Sebagian besar kelompok yang melakukan presentasi.
4
Semua
kelompok
melakukan
presentasi
111
11
Memberikan
tanggapan
1
terhadap hasil diskusi siswa.
Tidak memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa.
2
Memberikan
tanggapan
yang
sistematis, tapi tidak relevan. 3
Memberikan
tanggapan
yang
relevan, tapi tidak sistematis. 4
Memberikan
tanggapan
yang
sistematis, dan relevan. 12
Memberikan
penghargaan
1
kelompok.
Tidak memberikan penghargaan kelompok.
2
Hanya memberikan penghargaan kelompok
pada
tim
terbaik
pertama. 3
Hanya memberikan penghargaan kelompok
pada
tim
terbaik
pertama dan kedua. 4
Memberikan
penghargaan
kelompok kepada 3 kelompok terbaik. 13
Membuat
kesimpulan
1
Tidak membuat kesimpulan.
2
Hanya
bersama-sama siswa guru
yang
membuat
kesimpulan. 3
Siswa
membuat
kesimpulan
tanpa dibimbing guru. 4
Guru
dan
siswa
membuat
kesimpulan bersama-sama. 14
Melakukan
evaluasi
atau
1
penilaian
Tidak melakukan evaluasi atau penilaian.
2
Evaluasi relevan tapi tidak jelas dan tidak dipahami anak.
3
Evaluasi relevan dan jelas, tapi
112
tidak dipahami anak. 4
Evaluasi
relevan,
jelas,
dan
dipahami anak. 15
Melakukan
refleksi/umpan
1
balik pembelajaran
Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran.
2
Memberikan
umpan
balik
positif, tapi tidak relevan 3
Memberikan
umpan
balik
relevan, tapi tidak positif 4
Memberikan
umpan
balik
relevan dan positif 16
Memberikan tindak lanjut
1
Tidak memberikan lanjut
2
Memberikan
tindak
lanjut
berupa PR yang relevan tapi tidak jelas dan tidak dipahami anak. 3
Memberikan
tindak
lanjut
berupa PR yang relevan dan jelas, tapi tidak dipahami anak. 4
Memberikan
tindak
lanjut
berupa PR yang relevan, jelas, dan dipahami anak. 17
Menyampaikan
rencana
1
pembelajaran berikutnya
Tidak menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.
2
Hanya
menyampaikan
judul
materi berikutnya yang akan dipelajari. 3
Menyampaikan materi dan kisikisi
pelajaran
yang
akan
dipelajari berikutnya. 4
Menyampaikan materi, kisi-kisi pelajaran yang akan dipelajari
113
berikutnya dan kegiatan yang akan dilakukan.
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada siklus 2 pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase, 81,25%, kegiatan inti sebesar 78,12 %, dan kegiatan akhir memperoleh persentase 75% dan secara keseluruhan persentase kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 77,94%. Sedangkan pada pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase pada kegiatan awal meningkat sebanyak 12,5% menjadi 93,75%, kegiatan inti meningkat sebanyak 21,88%, menjadi 100% dan kegiatan akhir juga tetap 95%. Sehingga secara keseluruhan aktivitas guru pada kegiatan pembelajaran pertemuan kedua ini adalah 97,05%. Setiap kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni 70%. Dan secara keseluruhan kegiatan pembelajaran juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Hanya saja pemberian tindak lanjut dalam bentuk PR masih kurang begitu optimal, karena PR yang diberikan hanya secara lisan saja.
114
Pertemuan 1 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
78.12% 77.94%
Pertemuan 2 K. Awal K. Inti K. Akhir
Pertemuan 1
Total Pembelajaran
100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
93.75%
97.50%
K. Awal K. Inti K. Akhir
Pertemuan 2
Total Pembelajaran
Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II
2) Observasi Aktivitas Siswa Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi aktivitas siswa siklus II pertemuan pertama dan pertemuan kedua yang ada bagian lampiran. Aktivitas siswa yang diobservasi adalah kegiatan siswa dalam berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti. Berikut adalah tabel perbandingan aktivitas siswa pada sikus II.
115
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II S
P
A
Kelompok P1 S P2 2 Ṝ (%)
1 4 4
2 4 4
3 4 4
B 4 4 4
5 4 4
1 4 4
2 4 4
3 4 4
C 4 4 4
5 4 4
1 3 4
2 3 4
3 3 4
D 4 3 4
∑ %
E
5 3 4
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 9 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 87,5 87,5 87,5 87,5 87,5 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0
Keterangan : A
=
Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan. 1 = Tidak mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan 2 = Mengambil tetapi tidak menyediakan alat dan bahan yang diperlukan 3 = Tidak mengambil tetapi menyediakan alat dan bahan yang diperlukan 4 = Mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan
116
9 5 1 0 0
B
=
Mengamati sifat benda yang di uji coba. 1 = Tidak mengamati sifat benda yang diuji coba 2 = Hanya mengamati satu benda yang diuji coba 3 = Mengamati 2-3 benda yang diuji coba 4 = Mengamati semua benda yang diuji coba
C
=
Melakukan uji coba sifat benda. 1 = Tidak melakukan uji coba terhadap sifat benda 2 = Melakukan uji coba terhadap 1-2 sifat benda saja 3 = Melakukan uji coba terhadap 3-4 sifat benda 4 = Melakukan uji coba terhadap semua sifat benda
D
=
Membuat kesimpulan berdasarkan percobaan 1
= Tidak membuat kesimpulan
2 = Sebagian kecil anggota kelompok yang membuat kesimpulan 3 = Sebagian besar anggota kelompok yang membuat kesimpulan 4 = Semua anggota kelompok membuat kesimpulan E
=
Melakukan presentasi 1 = Tidak melakukan presentasi 2 = Sebagian kecil anggota kelompok melakukan presentasi 3 = Sebagian besar anggota kelompok melakukan presentasi 4 = Seluruh anggota kelompok melakukan presentasi
117
Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus II, baik pada pertemuan pertama maupun kedua, semua aspek yang dinilai sudah menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesemua aspek sudah mencapai target indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti. Berikut data pada tabel 4.9 disajikan dalam bentuk grafik. Berikut data pada tabel 4.9 disajikan dalam bentuk grafik. 100.00% 95.00% 90.00% 85.00% 80.00%
A
75.00%
B
70.00%
C
65.00%
D
60.00%
E
55.00% 50.00% Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 2
Keterangan : A
= Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.
B
= Mengamati sifat benda yang di uji coba.
C
= Melakukan uji coba sifat benda.
D
= Membuat kesimpulan.
E
= Melakukan presentasi.
118
Observasi pada hasil belajar kelompok siklus II pertemuan ke 1 dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II Kelompok Siklus
Pertemuan 1
2
3
4
5
1
70
100
100
80
80
2
100
80
80
100
100
Rata-Rata
85
90
90
90
90
S2
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, nilai-nilai yang didapatkan setiap kelompok bervariasi. Hal ini disebabkan karena peneliti mengacak anggota kelompok setiap pertemuan dengan tujuan agar anak dapat belajar bekerjasama dengan seluruh siswa dikelas. Selain itu, kegiatan percobaan yang dilakukan juga bervariasi mulai dari tingkat yang sederhana dan mudah pada pertemuan pertama kemudian meningkat pada percobaan yang cukup sulit dan kompleks pada pertemuan kedua.
Nilai-nilai
tersebut diperoleh dari nilai LKK yang dikerjakan siswa secara berkelompok. Data pada tabel 4.4 dapat digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini.
119
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100
100 80
100 80
80
100 80
70
Pertemuan 1 Pertemuan 2
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok 1 2 3 4 5
Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II
3) Observasi Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang dilakukan setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang dilakukan pada akhir siklus II. Evaluasi yang dilakukan berbentuk soal essay dan isian sebanyak 5 butir soal yang mencakup tujuan pembelajaran tiap kali pertemuan. Kemudian untuk evaluasi siklus II mencakup soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2. Untuk evaluasi siklus II juga berjumlah 5 soal essay dan isian. Berikut data hasil belajar siswa pada pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus II yang didistribusikan kedalam bentuk tabel.
120
Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 2 No Nilai 1. 100 2. 95 3. 90 4. 85 5. 80 6. 75 7. 70 8. 65 9. 60 10. 55 11. 50 12. 45 13. 40 14. 35 15. 30 16. 25 17. 20 18. 15 Jumlah Rata-rata Ketuntasan Individual Ketuntasan Klasikal
Pertemuan 1 F (%) 7 26.90 0 0 3 11.55 1 3.85 4 15.39 0 0 4 15.39 1 3.85 6 23.07 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 100 80
Pertemuan 2 F (%) 18 69.23 0 0 0 0 0 0 8 30.77 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 100 93.84
Evaluasi Siklus I F (%) 18 69.23 0 0 8 30.77 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 100 96,92
73,07%
100%
100%
57,69%
100%
100%
Keterangan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum Belum
Berdasarkan tabel 4.11, pada pertemuan pertama ini ada 19 siswa atau 73,07% yang sudah mencapai indikator ketuntasan individual (≥70). Adapun ketuntasan klasikal pada pertemuan pertama ini belum berhasil mencapai indikator ketuntasan yang ditetapkan yakni hanya 57,69%, dimana indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75. Rata-rata kelas yang diperoleh pada pertemuan pertama ini adalah 80. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II
121
ini meningkat, tetapi ketuntasan klasikal masih belum mencapai indikator yang ditetapkan. Pada pertemuan kedua rata-rata kelas, ketuntasan individual, dan ketuntasan klasikal mengalami peningkatan. Rata-rata kelas meningkat menjadi 93,84. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan individual meningkat menjadi 26 siswa atau 100%. Ketuntasan klasikal pun meningkat menjadi 100%. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan kedua ini meningkat. Pada akhir siklus II, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus II yang mencakup tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan pertama dan kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.11, terjadi
peningkatan-peningkatan
yang
signifikan
seperti
pertemuan kedua. Hal ini terlihat dari rata-rata kelas yang meningkat menjadi 96,92. Sedangkan ketuntasan individual dan klasikal tetap 100%. Berdasarkan tabel 4.11 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa mendapat nilai 75. Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 2 Nilai ≥75 <75
Pertemuan 1 F % 15 73,07 11 26,93
Pertemuan 2 F % 26 100 0 7,14
Evaluasi S2 F % 26 100 0 0
Ket Tuntas Tidak Tuntas
Dilihat dari tabel 4.12, indikator keberhasilan ketuntasan klasikal yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapatkan 122
nilai ≥ 75 berhasil dipenuhi. Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada siklus II ini berhasil. Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal siklus II adalah sebagai berikut :
Pertemuan 1 Tuntas
Pertemuan 2
Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Siklus 2 Tuntas
0%
Tidak Tuntas 0%
27% 73%
100% 100%
Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II
d. Refleksi Berdasarkan
hasil
pengamatan
melalui
observasi
kegiatan
pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus II, maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut: 1) Aktivitas Guru Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka proses pembelajaran diperbaiki pada siklus II ini. Hasilnya pada pertemuan pertama semua kegiatan pembelajaran yang direncanakan sudah terlaksana dengan baik. Setiap kegiatan pembelajaran memperoleh persentase yang cukup tinggi. Begitu pun pada pertemuan kedua, kegiatan pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Tidak ada lagi kegiatan yang sudah direncanakan belum terlaksana. Hal ini karena
123
pengelolaan waktu yang efektif dan efisien oleh guru. Setiap sintak atau kegiatan belajar siswa diberi batasan waktu yang cukup. Sehingga dengan waktu yang ada, semua kegiatan dapat terlaksana dan juga tanpa mengurangi kualitas proses pembelajaran itu sendiri.
2) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus II ini sudah menunjukkan hasil yang sangat memuaskan. Pada pertemuan kedua aktivitas siswa mengalami
peningkatan
yang
signifikan
dari
pertemuan
sebelumnya. Semua aspek yang dinilai sudah siswa laksanakan dengan baik. Hasilnya pun cukup memuaskan, hal ini dapat dilihat dari persentase keaktifan siswa yang meningkat pada setiap aspeknya. Begitu juga pada pertemuan kedua, aktivitas siswa juga mengalami peningkatan dari pertemuan pertama. Peningkatanpeningkatan ini tidak lepas dari pemberian motivasi dari guru dan yang tak kalah penting adalah guru dapat memancing rasa ingin tahu siswa sehingga siswa lebih aktif Selain itu, siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri. Apalagi dengan adanya pemberian penghargaan membuat para siswa lebih termotivasi dan antusias dalam belajar.
124
3) Hasil Belajar Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II mengalami peningkatan yang signifikan daripada pertemuan sebelumnya. Secara individual 15 siswa atau 73,07% sudah berhasil mencapai indikator ketuntasan individual yang ditetapkan peneliti, yakni ≥70. Meskipun ketuntasan klasikal belum mencapai indikator yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75. Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada pertemuan pertama ini hanya 57,69%. Niali rata-rata kelas juga mengalami peningkatan, yakni pada pertemuan pertama ini adalah 80. Meskipun pada pertemuan pertama ini masih ada tujuh siswa yang belum mencapai ketuntasan individual. Pada pertemuan kedua, hasil belajar mengalami peningkatan lagi. Ketuntasan individu meningkat menjadi 100% dan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 100%. Rata-rata kelas meningkat menjadi 93,84. Pada evaluasi siklus II, rata-rata kelas meningkat menjadi 96,92. Sedangkan ketuntasan individual dan klasikal tetap 100% Peningkatan-peningkatan hasil belajar pada siklus II ini tidak lepas dari dua hal yakni kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa. Dua hal tersebut mengalami peningkatan sehingga hasil belajar pun juga meningkat. Kegiatan pembelajaran mengalami peningkatan karena pengelolaan waktu yang efektif, sehingga waktu untuk siswa dalam mengerjakan soal evaluasi lebih banyak. Kemudian, peningkatan aktivitas siswa disebabkan karena siswa mulai terbiasa dengan
125
pembelajaran secara kontekstual dan inkuiri ini dan motivasi yang diberikan oleh guru, sehingga pemahaman siswa secara inkuiri terhadap materi yang diberikan juga meningkat. Pemahaman akan materi inilah yang juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
D. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten Tanah Laut pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana setiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan, dengan jumlah siswa 26 orang yakni 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL) Tipe Inkuiri pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Perubahan Sifat Benda. Materi ini terbagi dalam 3 sub pokok bahasan yakni sifat-sifat benda meliputi bentuk, warna, kekerasan, kelenturan, dan bau. Faktor penyebab perubahan sifat benda meliputi pemanasan, pembakaran, pembusukan, dan pencampuran dengan air. Perubahan sifat benda meliputi perubahan sifat benda yang bersifat sementara dan perubahan sifat benda yang bersifat tetap. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas Guru Berikut perbandingan rata-rata aktivitas guru pada siklus I dan siklus II yang digambarkan dalam bentuk grafik 4.9 berikut ini
126
Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II 97.50% 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
77.94% 72.00% 73.50% 72.75%
87.72%
Aktivitas Guru
Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II Berdasarkan gambar 4.9 pada siklus I, rata-rata aktivitas guru mencapai 72,75%. Persentasi ini sudah termasuk baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Karena dengan persentasi tersebut berarti masih ada kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri yang masih belum terlaksana dengan baik, seperti pembagian kelompok secara heterogen, pemberian tanggapan, dan pemberian tindak lanjut. Seperti yang dikatakan Gage dan Berliner salah satu peran guru dalam pembelajaran peserta didik adalah sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems) (education, 2010:Online). Karena guru belum begitu melaksanakan
127
perannya sebagai pelaksana yang baik, dalam hal ini mengarahkan kegiatan
pembelajaran
sesuai
yang
direncanakan
dan
mengatur
pengelolaan waktu yang efektif dan efisien, sehingga ada kegiatankegiatan pembelajaran yang direncanakan tidak berlangsung efektif dan efisien. Peran seorang guru dalam pembelajaran kontekstual adalah guru harus memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan pembelajaran kontekstual, diantaranya setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka merupakan mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Berilah siswa bahan-bahan belajar yang penting dan memberikan tantangan pada siswa (Sanjaya, 2010: 263). Pada siklus I guru memberikan bahan-bahan belajar yang penting dan kontekstual, akan tetapi kurang menantang bagi siswa. Benda-benda yang digunakan untuk percobaan sudah terlalu sering ditemui siswa dan sebagian siswa sudah mengetahuinya walau tanpa percobaan. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi siklus I, peneliti harus melakukan pengelolaan waktu yang efektif dan efisien pada siklus II, ditambah lagi dengan pemberian motivasi, sehingga kegiatan pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat berlangsung dengan optimal. Hasilnya, rata-rata aktivitas guru pun meningkat pada siklus II ini yakni sebanyak
128
87,72%. Nilai ini sudah termasuk dalam kategori sangat baik. Pengelolaan waktu yang tepat menjadi kunci peningkatan aktivitas guru. Peneliti memberikan batasan waktu untuk tiap kegiatan pembelajaran, sehingga semua kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan. Pembatasan waktu yang dilakukan tidak mengurangi kualitas dari pembelajaran, tapi justru malah membuat kegiatan pembelajaran itu sendiri menjadi lebih optimal. Selain itu, pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Ditambah lagi dengan pembagian LKK pada masing-masing siswa dan bukan hanya pada satu kelompok, membuat keatifan siswa meningkat sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain teori diatas, peningkatan aktivitas guru dengan menggunakan model pembelajaran CTL tipe inkuiri ini ini juga didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain adalah penelitian yang dilakukan Nurliani (2011)
dengan judul “MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA TENTANG MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KELAS IV DI SDN PADANG LUAS 2” kegiatan pembelajaran tentang masalah sosial dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang digunakan oleh guru berlangsung efektif selama 2 siklus yang terdiri dari 4 kali pertemuan yang setiap pertemuan 2 X 35 menit, hal ini dapat dilihat dari aktivitas pembelajaran guru yang meningkat dari 89,47% pada siklus I menjadi 94,73% pada siklus II.
129
2. Aktivitas Siswa Berikut perbandingan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I dan Siklus II yang digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
89.00% 85.50% 82.00%
95.00% 100.00% 97.50%
Aktivitas Siswa
Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II Berdasarkan gambar 4.10, rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 82%. Pada pertemuan kedua siklus I, aktivitas siswa meningkat menjadi 89%. Meskipun nilai ini masuk dalam kategori baik, namun masih perlu ditingkatkan. Hal-hal yang perlu ditingkatkan antara lain, melakukan uji coba terhadap sifat benda dan membuat kesimpulan. Kedua hal tersebut berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru.. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems) (education,2010:Online). Pada siklus II ini kegiatan pembelajaran yang direncanakan guru kurang mengaktifkan siswa, meskipun sudah sesuai dan sistematis namun masih kurang menarik bagi siswa. Contohnya pada
130
pertemuan pertama, kegiatan percobaannya mengindentifikasi sifat-sifat benda saja dan pertemuan kedua menyelidiki faktor penyebab perubahan sifat benda pemanasan dan pembakaran. Kedua percobaan tersebut sudah biasa dilakukan siswa atau sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pada siklus II, kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dibuat lebih menarik
perhatian
siswa
diantaranya
pada
pertemuan
pertama
menggunakan semen dan tepung serta pembusukan buah dan pada pertemuan kedua rasa ingin tahu siswa dipancing menggunakan percobaan lilin. Selain itu, pada siklus I siswa juga kurang dalam hal membuat kesimpulan. hal tersebut disebakan karena kurangnya kerjasama dan tanggung jawab siswa terhadap LKK yang diberikan pada masing-masing kelompok. Berdasarkan saran dari observer, hendaknya LKK tersebut tidak hanya dibagikan pada kelompok saja, tetapi tiap individu dalam kelompok. Jadi, siswa merasa bertanggung jawab terhadap LKK yang diberikan. Namun, hal ini bukan berarti membuat kerja kelompok siswa menjadi berkurang, tapi malah meningkatkannya. Karena dalam mengerjakannya, mereka tetap bersama-sama. Dengan perbaikan-perbaikan di atas, dapat dilihat hasilnya pada siklus II yang membuat rata-rata aktivitas siswa pada siklus II meningkat, yakni menjadi 97,50%, yang pada siklus I rata-rata hanya mencapai 85,50%. selain dari perbaikan di atas, peningkatan ini terjadi karena guru mulai memperbanyak memberikan motivasi kepada siswa dan juga siswa sudah mulai terbiasa dengan kegiatan belajar berkelompok (kooperatif), apalagi berdasarkan refleksi siklus I, guru harus memperbaiki sistem pembagian
131
kelompok, sehingga terbentuk kelompok yang benar-benar heterogen. Hal yang perlu digaris bawahi adalah ketika siswa sudah terbiasa dan pada akhirnya siswa merasa senang serta antusias dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling membantu satu sama lain, bekerjasama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun individual (Suyatno, 2009: 51). Hal lain yang mendukung adalah menurut Djamarah anak-anak pada masa ini (masa kelas tinggi) gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri (Djamarah, 2008: 125). Jadi, pembelajaran secara kelompoksangat cocok diterapkan pada anak pada masa usia kelas tinggi (kelas V). Hal tersebut juga didukung oleh beberapa hasil penelitian, antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Nurliani (2011)
dengan judul
“MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KELAS IV DI SDN PADANG LUAS 2” aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) terjadi peningkatan. Jumlah siswa yang berada pada kualifikasi aktif dan sangat aktif pada siklus I hanya mencapai 50,66%, namun meningkat pada siklus II menjadi 65,11%.
132
Selain itu penelitian yang dilakukan Jumiyem (2008) yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari Kecamatan Martapura Respon siswa terhadap pembelajaran tentang konsep pesawat sederhana menggunakan metode eksperimen sangat baik (88,17%).
3. Hasil Belajar Siswa
Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II 120 93.84
100 80 60
67.11
77.11
96.92
80
53.07
40 20
Nilai Hasil Belajar
0
Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Suprijono, 2010: 5-7). Oleh karena itu, hasil belajar siswa diperoleh dari tes evaluasi yang dilakukan pada tiap akhir pertemuan dan untuk
133
mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diberikan sesuai dengan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut, juga dilakukan evaluasi pada tiap akhir siklus yang mencakup tujuan pembelajaran pada dua pertemuan di siklus tersebut. Evaluasi yang dilakukan dalam bentuk soal isian dan essay sebanyak 5 butir soal. Tujuan pembelajaran pada tiap pertemuan itulah yang mencakup 3 kemampuan menurut Bloom, yakni kognitif, psikomotorik dan afektif. Berdasarkan tabel 4.15, nilai hasil belajar siswa dari evaluasi pertemuan pertama siklus I hingga evaluasi akhir siklus II terus mengalami peningkatan. Pada evaluasi pertemuan pertama nilai rata-rata kelas hanya mencapai 53,07, kemudian meningkat menjadi 67,11 pada evaluasi pertemuan kedua dan pada evaluasi akhir siklus I meningkat menjadi 77,11. Namun, peningkatan-peningkatan pada siklus I ini masih belum mencapai indikator ketuntasan hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75 sedangkan pada evaluasi akhir siklus I hanya mencapai 61,54%. Sehingga masih perlu diadakan perbaikan lagi pada siklus II. Nilai evaluasi pertemuan pertama siklus II adalah 80. Pada evaluasi pertemuan kedua siklus II nilai rata-rata kelas kembali meningkat menjadi 93,84 dan evaluasi siklus II rata-rata kelas meningkat lagi menjadi 96,92. Sehingga indikator ketuntasan hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75 berhasil dicapai bahkan melebihi indikator yang ditetapkan, yakni 100% . Peningkatan-peningkatan hasil belajar yang terjadi pada siklus II tidak lepas dari aktivitas guru dan aktivitas siswa itu
134
sendiri. Guru berhasil membuat kegiatan pembelajaran yang bermakna (meaningfull) dan dekat dalam kehidupan anak, sehingga siswa menjadi antusias dan aktif dalam belajar dan hal itulah yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Karena apa yang dipelajari siswa tertanam dalam pikirannya, sehingga ketika mengerjakan soal evaluasi yang berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, siswa dapat mengerjakannya dengan baik dan benar. Pengelolaan waktu dalam setiap kegiatan pembelajaran juga menjadi kunci dalam peningkatan hasil belajar siswa. Karena memberikan waktu yang benar-benar efektif dan efisien antara belajar (proses) dengan mengerjakan evaluasi (hasil belajar). Selain itu, motivasi juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Motivasi termasuk dalam faktor psikologis, yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intesitas belajar seorang anak. Meski faktor dari luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan kurang signifikan (Djamarah, 2008: 178). Peningkatan hasil belajar pada penelitian ini senada dengan beberapa hasil penelitian lain, yakni: Penelitian yang dilakukan oleh Nurliani (2011) dengan
judul
“MENINGKATKAN
HASIL
BELAJAR
SISWA
TENTANG MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA KELAS IV DI SDN
PADANG LUAS 2” kegiatan pembelajaran tentang masalah sosial dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
135
digunakan oleh guru berlangsung efektif selama 2 siklus yang terdiri dari 4 kali pertemuan yang setiap pertemuan 2 X 35 menit, hal ini dapat dilihat dari aktivitas pembelajaran guru yang meningkat dari 89,47% pada siklus I menjadi 94,73% pada siklus II. Selain itu penelitian yang dilakukan Jumiyem (2008) yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari Kecamatan Martapura juga memperlihatkan hal yang senada yakni tercapainya indikator keberhasilan penelitian pada akhir siklus II pendekatan kontektual berbasis inquiri yakni rata-rata kelas sebesar 7,86 dan ketuntasan belajar siswa sebanyak 28 orang (100%). Berdasarkan hasil penelitian inilah, peneliti menyimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) tipe inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi Perubahan Sifat Benda pada siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kota Banjarmasin. Sehingga hipotesis pada Bab II yang berbunyi “Jika menerapkan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, maka hasil belajar siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah dapat ditingkatkan” dapat diterima.
136
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah, diperoleh peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam beberapa indikator berikut ini: 1. Aktivitas guru meningkat setelah menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, yakni rata-rata siklus I 72,75% meningkat menjadi 87,72% pada siklus II. 2. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama adalah 82% dan pertemuan kedua 89%. Peningkatan terjadi pada siklus II pertemuan pertama menjadi 95%, kemudian meningkat lagi pada pertemuan kedua menjadi 100%. 3. Hasil belajar siswa meningkat setelah menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, yakni pada siklus I, rata-rata nilai evaluasi pertemuan pertama adalah 53,07 meningkat menjadi 67,11 pada pertemuan kedua, kemudian meningkat lagi pada evaluasi siklus I yakni 77,11. Pada siklus II, rata-rata nilai evaluasi pertemuan pertama adalah 80 meningkat menjadi 93,84 pada pertemuan kedua, kemudian meningkat lagi pada evaluasi siklus II yakni 96,92. Ketuntasan klasikal pada siklus I mencapai 61,54% meningkat menjadi 100% pada siklus II.
137
B. Saran Sebagai tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan beberapa saran, antara lain: 1. Kepada guru hendaknya dapat menerapkan pendekatan kotekstual tipe inkuiri agar dapat meningkatn hasil belajar siswa. 2. Kepada siswa agar lebih meningkatkan lagi aktivitasnya pada materi ini dengan menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. 3. Kepada kepala sekolah hendaknya dapat meningkatkan penggunaan model-model pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. 4. Kepada teman-teman sejawat yang ingin melakukan Penelitian Tindakan Kelas terutama yang menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan.
138
DAFTAR PUSTAKA Amri, Sofan & Ahmadi, Lif Khoiru.2010.Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Arends, Richard I.2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Jakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi, dkk.2010.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Asrori, Muhammad.2007. Psikologi Pembelajaran.Bandung: Wacana Prima. Darmadi.2009. Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat di SDN Hilir Mesjid Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala. Banjarmasin: Tidak diterbitkan. Depdiknas.2005.Materi Pelatihan Terintegrasi: Ilmu Pengetahuan Alam.Jakarta:Depdiknas. Depdiknas.2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar Model Silabus Kelas V.Jakarta: Depdiknas. Djamarah, Syaiful Bahri.2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Fatchan, Achmad & Wayan Dasna.2009.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Malang:Jenggala Pustaka Utama. Jumiyem.2008.Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari Kecamatan Martapura.Banjarmasin: Tidak diterbitkan. Komalasari, Kokom.2010.Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama Krisna.2009.Pengertian dan Ciri-Ciri Pembelajaran. (Online).(http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciriciri-pembelajaran/, Diakses pada tanggal 14 Maret 2011 Pukul 19.30 WITA). Kunandar.2010.Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Kurnia, Ingridwati.2007.Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Madziatul. 2009. Teori Belajar Behavioristik. (Online). (http://madziatul.blogspot.com/2009/07/teori-belajar-behavioristikdan.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA). Nurliani.2011.Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Masalah Sosial Dengan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Kelas Iv Di SDN Padang Luas 2.Banjarmasin: Tidak diterbitkan. Roestiyah. 2001.Strategi Belajar Mengajar.Rieneka Cipta: Jakarta. Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana. Sardiman.2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raagrafindo Persada. Sugiyanto.2010.Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:Yuma Pustaka. Sukidin, dkk.2008.Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta:Insan Cendekia. Suwandi, Sarwiji.2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.
139
Suyatno.2009.Menjelajah Pembelajaran Inovatif.Surabaya: Masmedia Buana Pustaka. Takari, Enjah.2009.Pembelajaran IPA dengan SAVI dan Kontekstual. Sumedang: PT Genesindo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Wiriaatmadja, Rochiati.2008.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung:PT Remaja Rosdakarya. ----------.2009. laporan penelitian tindakan kelas ptk pkn.(Online) (http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/02/laporan-penelitiantindakan-kelas-ptk-pkn.html, Diakses pada tanggal 15 Maret 2011 Pukul20.30 WITA). ----------.2010.peranan guru dalam proses pembelajaran. (Online).(http://education-mantap.blogspot.com/2010/06/peranan-gurudalam-proses-pembelajaran.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA). ---------.2010.pengertian pendidikan ipa.(Online).(http://izzatinkamala.wordpress.com/2008/06/19/pengertianpendidikan-ipa/, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA). ---------.2008.hakikat ipa.(Online).(http://marianiportofolio.blogspot.com/2008/12/hakikatipa_10.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA). ---------.2008.hakikat ipa.(Online).(http://masmint.blogspot.com/2008/03/hakikatipa.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA). ---------.2008.pembelajaran ipa yang bersifat konstruktif.(Online).(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25 /pembelajaran-ipa-yang-bersifat-konstruktif-di-sd/, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA). ---------.2009.pendekatan kontekstual.(Online).(http://pendekatankontekstual.blogspot.com/2009/08/pendekatan-kontektual-dalam.html, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010 Pukul 20.30 WITA). --------.2008.pendekatan kontekstual.(Online).(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/2 5/pendekatan-kontekstual-%E2%80%93-selayang-pandang/, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010 Pukul 20.30 WITA).
140