1
A. Judul
Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Melalui Model Course Review Horay dalam Pembelajaran Matematika (Penelitian Tindakan Kelas pada materi Penjumlahan Pecahan di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Cangkingan I Tahun Ajaran 2015/2016 Kecamatan Kedokanbunder Kabupaten Indramayu) B. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah upaya terorganisasi, berencana dan berlangsung secara terus-menerus sepanjang hayat untuk membina anak didik menjadi manusia paripurna, dewasa, dan berbudaya. Untuk mencapai pembinaan ini asas pendidikan harus berorientasi pada pengembangan seluruh aspek potensi anak didik, diantaranya aspek kognitif, afektif dan berimplikasi pada aspek psikomotorik. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, baik dalam perubahan kurikulum maupun cara guru mendidik guna meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas Sumber Daya Manusia menuju perkembangan zaman yang sudah global. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara formal. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan membawa fitrah yang merdeka, mempunyai hak dan kebebasan yang telah
2
melekat pada dirinya. Oleh karena itu dalam kehidupan manusia mempunyai hak untuk hidup, hak bersuara, hak kebebasan dan mengemukakan pendapat, dan hak yang lainnya selama kebebasan dan hak tersebut ters ebut tidak bertentangan dengan norma social dan agama. Pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan pada jenjang sekolah dasar bertujuan memberikan bekal kepada siswa untuk hidup bermasyarakat dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Penyelanggaraan pendidikan dalam hal ini kepala sekolah beserta para guru dituntut mempunyai suatu pola dan model yang tepat dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Sedangkan siswa dituntut untuk dapat menerima pelajaran dengan baik serta adanya dukungan dari pihak keluarga. Pihak keluarga dengan sekolah hendaknya mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi siswa sehingga dengan timbal balik yang diciptakan antara guru dan siswa serta orangtua secara baik, akan menghasilkan proses belajar mengajar yang efektif. Menyimak uraian diatas, jelaslah bahwa kegiatan belajar mengajar
3
merupakan satu kesatuan dari kegiatan yang searah. Dalam h al ini kegiatan belajar merupakan kegiatan primer dari kegiatan tersebut, sedangkan mengajar merupakan kegiatan sekunder agar terjadi kegiatan belajar yang optimal. Belajar yang optimal adalah adanya interaksi antara guru dan siswa atau sebaliknya maupun antara siswa dengan siswa disertai dengan metode dan media yang tepat dalam menyampaikan pelajaran. Kemudian diadakan evaluasi baik dalam proses maupun hasilnya untuk dapat mengetahui keefektifan belajar. Matematika merupakan bagian yang terpenting dalam bidang ilmu pengetahuan, dalam bidang ini matematika termasuk ke dalam ilmu i lmu eksakta yang lebih memerlukan pemahaman konsep dibandingkan hafalan. Manfaat yang menonjol dari matematika adalah dapat membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis, logis, kritis dan penuh kecermatan. Mengingat pentingnya manfaat matematika tersebut matematika telah dipelajari dari usia sekolah dasar untuk bekal para siswa agar mampu berpikir logis, kritis dan kreatif. Matematika sangat bermanfaat bagi proses berfikir siswa, oleh sebab itu pembelajaran matematika menjadi penting untuk diberikan kepada siswa, akan tetapi citra matematika bagi sebagian besar siswa menjadi mata pelajaran yang sulit, yang menakutkan, bukan menjadi mata pelajaran yang disenangi dan hanya beberapa siswa yang paham lah yang menyenangi mata pelajaran matematika. Hal ini menjadi tugas tambahan bagi pendidik agar semua siswanya merubah pemikiran tersebut, menjadi menyenangi matematika karena pembelajarannya mudah dan tidak lagi mengalami ketakutan terhadap matematika.
4
Seseorang dikatakan belajar matematika adalah apabila pada diri orang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep matematika ini dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan agar siswa tidak hanya terampil menggunakan matematika, tetapi dapat memberikan bekal kepada siswa dengan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat dimana ia tinggal. Interaksi yang baik antara guru dan peserta didik merupakan sesuatu yang harus terjadi, interaksi yang dimaksud adalah hubungan timbal balik antara guru dan siswa, siswa dan guru, dan siswa dengan siswa lainnya. Sehingga proses pembelajaran perlu dilakukan dengan suasana yang tenang dan menyenangkan, kondisi yang demikian menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Pada Standar Isi mata pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 148) adalah agar siswa mampu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
5
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Jika melihat kenyataan di sekolah berdasarkan hasil studi pendahuluan pembelajaran matematika di SD dijumpai banyak kekurangan yang terjadi. Kurangnya pemahaman siswa dalam mempelajari sebuah konsep diakibatkan oleh motifasi belajar siswa rendah, perhatian siswa terhadap matematika sangat rendah, gangguan kelas besar, partisipasi aktif siswa rendah sekali, dan kemandirian siswa rendah. Masalah yang tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, melainkan guru juga terlibat didalamnya. Dalam menyampaikan materi dalam pembelajaran matematika guru kebanyakan menggunakan metode ceramah yang dianggap praktis dan efisien. Ketika guru menjelaskan materi di depan kelas, siswa duduk mendengarkan dan mencatat apa yang dijelaskan guru sehingga pembelajaran masih terpusat kepada guru. Siswa lebih sering diberikan rumus-rumus dan latihan soal yang penyelesaiannya hanya cukup menggunakan menggunakan rumus yang diberikan sehingga siswa cenderung menghafal rumus-rumus yang diberikan tanpa memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami makna dari rumus sehingga siswa kesulitan menyelesaikan soal matematika jika konteks soalnya sedikit diubah. Dengan begitu siswa kurang mendapat kesempatan untuk memahami secara mendalam konsep materi itu sendiri. Siswa akan menjadi bosan dan menyebabkan pembelajaran yang terjadi menjadi kurang bermakna.
6
Hal yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan pengalaman langsung didalam kelas pada mata pelajaran matematika di kelas IV SDN Cangkingan I yaitu berupa hasil evaluasi dari 50 siswa yang memenuhi KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) ≥ 75 atau sebanyak 36,4% yang mendapat nilai ≥ 75, lebih dari 50% siswa berada dirata-rata. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pemahamn siswa terhadap materi pada mata pelajaran matematika. Dalam mempelajari matematika, pemahaman konsep matematika sangat penting untuk siswa. Karena konsep matematika yang satu dengan yang lain berkaitan sehingga untuk mempelajarinya harus runtut dan berkesinambungan. Jika siswa telah memahami konsep-konsep matematika maka akan memudahkan siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika berikutnya yang lebih kompleks. Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek penting dan yang paling mendasar yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Karena pemahaman konsep memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman terhadap konsep matematika dan menerapkannya dalam penyelesaian masalah, siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Upaya untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang lebih efektif memerlukan media pembelajaran, meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir. Berdsarkan hasil pengamatan langsung l angsung didalam kelas ditemukan bahwa sebagian besar siswa kelas kel as IV SDN Cangkingan I mempunyai pemahaman konsep yang rendah. Jika diberikan materi oleh guru, hanya beberapa saat saja sudah lupa
7
ketika diberikan soal tes. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi yang belum optimal dan cenderung masih rendah atau belum memenuhi KKM. Menurut Bruner (Suprijono, 2009: 24) mengenai perkembangan kognitif menyatakan bahwa:
“Perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu tersebut. Penyusunan materi pelajaran dan penyajiannya dapat dimulai dari materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci ”. Dari penjelasan diatas sangat jelas bahwa kemampuan anak harus diasah dan dilatih terus menerus namun tetap dikemas dalam kegiatan yang menyenangkan dalam pembelajaran matematika sehingga diperlukan model pembelajaran yang tepat dan menarik seperti Model Course Review Horay untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Berdasarkan pemaparan masalah tersebut, maka peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan penerapan model Course Review Horay Horay dalam pembelajaran matematika pada materi Penjumlahan Pecahan di kelas IV SDN Cangkingan I Kecamatan Kec amatan Kedokanbunder Kabupaten Indramayu. C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang berpengaruh terhadap pemahaman konsep belajar matematika. Identifikasi masalah diringkas menjadi empat pernyataan, yaitu: 1. Rendahnya pemahaman konsep matematika siswa. 2. Kondisi Siswa a. Keterlibatan siswa selama proses belajar mengajar masih kurang.
8
b. Beberapa siswa kurang serius dalam mengikuti pelajaran. c. Buku pelajaran yang dimiliki siswa masih terbatas hanya pada buku paket dan LKS. d. Siswa belum memanfaatkan sumber belajar yang berhubungan dengan materi pelajaran secara maksimal. 3. Kondisi Guru a. Guru menerangkan materi terlalu cepat dan guru tidak memberi penjelasan secara mendetail tentang topik yang sedang dibahas.. b. Guru dalam mengajar dan memberi contoh materi kepada siswa hanya berorientasi pada buku paket. c. Guru belum melakukan evaluasi pembelajaran dengan baik. d. Peran guru sangat dominan sebagai sumber belajar. e. Metode pengajaran yang digunakan guru kurang variasi. 4. Kondisi Proses Belajar Mengajar a. Waktu pelajaran matematika yang sedikit dibanding dengan muatan materi dalam kurikulum yang harus diselesaikan. b. Metode pengajaran guru yang monoton dan berjalan satu arah sehingga siswa tidak tertarik dan cepat bosan belajar matematika. c. Komunikasi antara guru dengan siswa masih satu arah sehingga siswa enggan untuk mengemukakan pendapat sehingga siswa menjadi pasif dalam kegiatan pembelajaran. d. Kurangnya bimbingan untuk menyelesaikan soal.
9
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Course Review Horay pada Horay pada materi Penjumlahan Pecahan di kelas IV SDN Cangkingan I? 2. Bagaimana pemahaman konsep siswa pada materi Penjumlahan Pecahan di kelas IV SDN Cangkingan I? 3. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi Penjumlahan Pecahan dengan menerapkan Model Course Review Horay di Horay di kelas IV SDN Cangkingan I? E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui penerapan model pembelajaran Course Review Horay pada materi Penjumlahan Pecahan di kelas IV SDN Cangkingan I. 2. Mengetahui proses pembelajaran dengan menerapkan Model Course Review Horay terhadap Horay terhadap pemahaman konsep siswa pada materi Penjumlahan Pecahan di kelas IV SDN Cangkingan I. 3. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi Penjumlahan Pecahan dengan menerapkan Model Course Review Horay di Horay di kelas IV SDN Cangkingan I.
10
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan antara lain: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi Penjumlahan Pecahan dengan menerapkan model pembelajaran Course Review Horay. 2. Manfaat Praktis a.
Bagi siswa 1) Meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran matematika materi Penjumlahan Pecahan. 2) Menambah wawasan dan pengalaman yang menyenangkan dalam pembelajaran matematika. 3) Mempermudah penguasaan konsep, dan memberikan pengalaman nyata dalam pembelajaran matematika. 4) Mengurangi rasa takut terhadap matematika (math phobia). phobia) .
b.
Bagi guru 1) Menjadi inspirasi dalam merancang dan menerapkan model yang tepat
dan
menarik
dalam
pembelajaran
matematika
mempermudah proses pembelajarannya. 2) Mempermudah pengajaran matematika terhadap siswa.
serta
11
3) Sebagai bahan perbaikan untuk pembelajaran pada mata pelajaran yang lainnya. c.
Bagi sekolah a. Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan sekolah serta kondusifnya iklim belajar di sekolah khususnya pembelajaran Matematika dan umumnya seluruh mata pelajaran yang ada di SDN Cangkingan I. b. Memotivasi para guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas guna meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik.
d.
Bagi peneliti Peneliti dapat mengetahui penggunaan model pembelajaran yang tepat pada pemahaman konsep penjumlahan pecahan. pecahan.
G. Tinjauan Pustaka a.
Pembelajaran Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran didalamnya mengandung makna belajar dan mengajar, atau kegiatan belajar mengajar. Belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa didalam pembelajaran matematika. Menurut
12
Susanto (2013: 183) matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan diajar kan di taman kanak-kanak secara informal. Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif. Pada usia sekolah dasar (7-12 tahun), menurut teori kognitif Piaget termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya. Susanto (2013: 187) juga mengemukakan bahwa :
“Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika”. Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di
13
samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan percaya pada diri sendiri. Dari segi hasil pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif, tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut
Wragg
(Susanto,
2013:
188)
menyatakan
bahwa
pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu hasil belajar yang diinginkan. Dengan demikian, diketahui bahwa proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya. Selain itu, juga dapat dipahami bahwa pembelajaran matematika bukan hanya sebagai transfer of knowledge, knowledge, yang mengandung makna bahwa siswa merupakan objek dari belajar, namun hendaknya siswa menjadi subjek dalam belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika apabila pada diri seseorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan tersebut terjadi dari tidak tahu sesuatu menjadi tahu konsep matematika, dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut (Muhsetyo, 2007: 1.26) Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
14
kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yan dipelajari. Dalam pembelajaran matematika ditingkat SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru. Bruner dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang diperlukannya. “Menemukan” disini terutama adalah “menemukan lagi” (discovery), (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention). (invention). Dalam pembelajaran ini guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan dibandingkan sebagai pemberi tahu. Siswa Sekolah Dasar umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget (Heruman, 2014: 1) mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran metematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat
15
dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa. b.
Pemahaman Konsep
Istilah pemahaman berasal dari akar kata paham, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengetahuan banyak, pendapat, aliran, mengerti benar. Adapun istilah pemahaman ini diartikan dengan proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Dalam pembelajaran, pemahaman dimaksudkan sebagai kemampuan siswa untuk dapat mengerti apa yang telah diajarkan oleh guru. Dengan kata lain, pemahaman merupakan hasil dari proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transfomasi ilmu pengetahuan. Pemahaman berbeda dengan hafalan, yakni proses pembelajaran yang hanya memberikan pengetahuan berupa teori-teori kemudian menyimpannya bertumpuk-tumpuk pada memori. Model pembelajaran seperti ini merupakan model pembelajaran yang tidak efektif. Hal ini karena dalam proses pembelajaran tidak memberikan makna bagi siswa. Keefektifan pembelajaran
16
sangat ditentukan oleh ada tidaknya proses pemahaman atau memahami pengetahuan. Dan proses mental yang dominan dalam proses memahami adalah dengan memikirkan (thinking). (thinking). Selain itu, pemerolehan pengetahuan dan proses memahami akan sangat terbantu, apabila siswa dapat sekaligus melakukan
sesuatu
yang
terkait
dengan
keduanya,
yaitu
dengan
mengerjakannya maka siswa akan menjadi lebih tahu dan lebih paham. Untuk memahami sesuatu, menurut Bloom (Susanto, 2013: 209) siswa harus melakukan lima tahapan berikut, yaitu: 1) receiving (menerima); 2) responding (membanding-bandingkan); 3) valuing (menilai); 4) orgnaizing (diatur); 5) characterization (penataan nilai). Pada dasarnya pemahaman konsep memiliki beberapa jenis, terdapat beberapa ahli yang membedakan jenis-jenis pemahaman. Skemp dalam Susanto (2013: 211) menyatakan ada dua jenis pemahaman yaitu: 1) Pemahaman instrumental 2) Pemahaman relasional Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep atau prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat menerapkan rumus sederhana. Pemahaman relasional, termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas, dapat mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep lainnya dan sifat pemakaiannya lebih bermakna. (Susanto, 2013: 211) Siswa yang memiliki pemahaman instrumental baru berada pada taraf knowing how dan tidak menyadari proses yang dilakukannya. Dalam hal ini yaitu siswa hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana dan mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja. Adapun pemahaman relasional dapat mengerjakan suatu peehitungan secara
17
sadar dan mengerti proses yang dilakukannya, yaitu siswa dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Menurut Marpaung (Susanto, 2013: 193) menyatakan bahwa p roblem dalam pembelajaran matematika adalah siswa sulit memahami pelajaran matematika. Melihat kondisi yang seperti itu, perlu kiranya melakukan pengembangan dan peningkatan mutu dalam pembelajaran matematika, yakni pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi setiap elemen untuk menumbuhkembangkan
kemampuan
berpikir.
Upaya
mengembangkan
kemampuan berpikir salah satunya dapat dilakukan dengan jalan membangun pemahaman pada diri siswa. Membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan memperluas pengetahuan yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang ide atau gagasan matematika yang dimiliki, semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Dengan
pemahaman
diharapkan
tumbuh
kemampuan
siswa
untuk
mengkomunikasikan konsep yang telah dipahami dengan baik dan benar dalam menghadapi permasalahan dalam pembelajaran matematika. Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar menurut Heruman (2014: 3) yaitu : a) Penanaman Konsep Dasar (penanaman konsep) b) Pemahaman Konsep c) Pembinaan Keterampilan Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan
18
sehari-hari. Untuk menuju tahap keterampilan tersebut harus melalui langkahlangkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lin gkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika. Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang
dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan dengan pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep
19
matematika.
Seperti
halnya
pada
pemahaman
konsep,
pembinaan
keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan di lakukukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. c.
Indikator Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep menjadi penting baik sebagai alat komunikasi maupun alat berpikir. Pemahaman konsep menjadikan matematika lebih konkret sehingga memudahkan untuk merefleksi, di samping itu peserta didik terbantu
dalam
matematika
mengembangkan
adalah
kemampuan
penalarannya. untuk
Pemahaman
menjelaskan,
konsep
menerangkan,
menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep matematika dan mampu mengimplementasikan konsep tersebut untuk menyelesaikan persoalan atau permasalahan matematika. Hal-hal
yang
mempengaruhi
terjadinya
pemahaman
adalah
sistematisasi sajian materi, karena materi akan masuk ke otak jika masuknya teratur. Selain itu, juga karena kejelasan dari materi yang disajikan. Sebagai indikator bahwa siswa dapat dikatakan paham terhadap konsep matematika, menurut Salimi dalam (Susanto 2013: 209) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam beberapa hal, sebagai berikut :
20
1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan. 2) Membuat contoh dan non contoh penyangkal. 3) Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol. 4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain. 5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep. 6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syaratsyarat yang menentukan suatu konsep. 7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep. Dapat disimpulkan bahwa siswa yang sudah memahami konsep matematika harus mampu mendefinisikan konsep yang telah guru sampaikan. Kemudian memberikan contoh (dan bukan contoh) atau ilustrasi yang berkaitan dengan suatu konsep guna memperjelas konsep tersebut. Selain itu siswa diharapkan memiliki kemampuan merumuskan strategi penyelesaian, menerapkan
perhitungan
sederhana,
menggunakan
simbol
untuk
mempresentasikan konsep, mengubah suatu bentuk ke bentuk lain yang berkaitan dengan pecahan. Sedangkan indikator pemahaman konsep menurut dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) yang menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dengan indikator pemahaman konsep sebagai berikut: 1) Menyatakan ulang sebuah konsep, yaitu kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. 2) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), yaitu kemampuan siswa untuk dapat mengelompokan objek menurut sifat-sifatnya. 3) Memberi contoh dan non contoh dari konsep, yaitu kemampuan siswa dalam membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi yang telah dipelajari.
21
4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, yaitu kemampuan siswa menggambar atau membuat grafik, membuat ekspresi matematika, menyusun cerita atau teks tertulis. 5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, yaitu kemampuan siswa mengkaji mana syarat perlu atau cukup suatu konsep terkait. 6) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah yaitu kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan seharihari. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, indikator pencapaian pemahaman konsep adalah dapat menyatakan ulang sebuah konsep konsep yang telah diajarkan, dapat mengklasifikasikan sebuah objek berdasarkan sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu, memberikan contoh dan non contoh dari sebuah konsep, menyajikan konsep dari berbagai bentuk, mengembangkan syarat perlu dan cukup serta dapat mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah. d.
Penilaian Pemahaman Konsep
Menurut Suhenda, (2007: 7.21) seseorang dikatakan memahami suatu konsep matematika bila ia telah mampu melakukan beberapa hal seperti berikut: 1) Menemukan (kembali) suatu konsep yang sebelumnya belum diketahui berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang telah diketahui dan dipahami sebelumnya. 2) Mendefinisikan atau mengungkapkan suatu konsep dengan cara dan kalimatnya sendiri namun tetap memenuhi ketentuan berkenaan dengan ide atau gagasan konsep konsep tersebut. 3) Mengidentifikasi hal-hal yang relevan dengan suatu konsep dengan cara-cara yang tepat. 4) Memberikan contoh (dan bukan contoh) atau ilustrasi yang berkaitan dengan suatu konsep guna memperjelas konsep tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas konsep yang belum diketahui siswa dapat dicontohkan dengan pemahaman awal konsep pembelajaran matematika
22
pada materi penjumlahan pecahan dengan menggunakan media kertas. Caranya adalah dengan melipat kertas kemudian dikembangkan salah satu dari lipatan kertas tersebut diarsir. Jika siswa sudah memahami konsep tersebut, diharapkan siswa mampu memberikan contoh lain seperti pada makanan yang sudah ada potongan-potongan yang sama didalamnya. Misalnya pada kue wafer tango dan buah jeruk. Sedangkan menurut Kaput, sebagaimana dikutip oleh (As‟ari, 2001: 90) menyatakan bahwa:
“Inti pemahaman proses pemecahan masalah adalah beberapa aspek dari pemahaman konsep. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemahaman konsep ternyata mampu membantu peserta didik mengorganisasikan pemikiran mereka dan melakukan berbagai cara yang membawa kepada suatu
pemahaman yang lebih baik dan kepada kepada penyelesaian dari masalah tersebut”.
Hal tersebut semakin menegaskan pentingnya pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika lebih-lebih dalam pemecahan masalah. Sasaran utama pembelajaran matematika adalah peserta didik memahami apa yang telah dipelajari. Hal ini berarti pembelajaran matematika pada mulanya ditekankan pada pemahaman yang mendasarkan pada aspek pendekatan perkembangan kognitif. Berdasarkan teori taksonomi Bloom mengemukakan bahwa:
“R anah anah kognitif pendidikan adalah perilaku-perilaku yang
menekankan
aspek
intelektual,
seperti
pengetahuan,
pengertian,
dan
keterampilan berpikir ” (Nurfarikhin, 2010: 12-13). Perilaku yang menekankan kecerdasan untuk mendapat pengetahuan dapat diperoleh dari membaca, mengamati (melihat, mendengar, mencium, meraba) pengalaman disekitar kita. Anak yang menggunakan kemampuan intelektualnya untuk mencari hal-hal yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak jelas menjadi jelas dan yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Ranah Kognitif ini dibagi dalam 6 tingkatan tingkatan (Taxonomi Bloom), yaitu: 1) 2) 3) 4)
Pengetahuan (Knowledge) Pemahaman (Comprehension (Comprehension)) Aplikasi ( Application) Application) Analisis ( Analysis) Analysis)
23
5) Sintesis (Synthesis) 6) Evaluasi (Evaluation (Nurfarikhin, 2010: 12-13) Pengetahuan (knowledge) (knowledge) adalah kemampuan untuk mengenali dan mengingat
peristilahan,
definisi,
fakta-fakta,
gagasan,
pola,
urutan,
metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan untuk memahami fakta melalui: (a) membaca gambaran, laporan, tabel, diagram, dan sebagainya; (b) mengorganisasikan data; (c) memberikan ide dasar dari sebuah teori/fakta; (d) Membandingkan dua atau lebih fakta. Aplikasi (application (application)) adalah kemampuan untuk menerapkan gagasan,
prosedur,
metode,
rumus,
teori,
dan
sebagainya
didalam
permasalahan baru. Analisis (analysis) adalah (analysis) adalah kemampuan untuk menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya Mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sintesis
(synthesis) (synthesis) adalah kemampuan untuk
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data/informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan mengusulkan sebuah rencana kerja atau langkah-langkah operasi menurunkan suatu hubungan yang abstrak. Evaluasi (evaluation) adalah (evaluation) adalah kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
24
Pada dasarnya, penilaian untuk pemahaman konsep sudah sering dilakukan guru, begitu juga dengan penilaian untuk penalaran dan komunikasi serta pemecahan masalah, meskipun mungkin kurang begitu disadari bahwa penilaian yang sudah dilakukan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai penilaian untuk penalaran dan komunikasi serta pemecahan masalah. Tabel 1.1 Dimensi Proses Kognitif Kategori dan
Kata kerja
Proses Kognitif
Opreasional
Menafsirkan
Mencontohkan
Mengklasifikasikan
Memahami
Merangkum
Menyimpulkan
Membandingkan
Menjelasan
Definisi
Mengubah satu bentuk gambaran jadi bentuk lain. Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip. Menentukan sesuatu dalam satu kategori. Mengabstraksikan tema umum atau poin. Membuat kesimpulan yang logis dan informasi yang diterima. Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya. Membuat model sebab akibat dalam sebuah sistem.
Sumber Suhaeti Nova (2015: 17)
25
e.
Review H oray or ay Model Cour se Review
Perencanaan pembelajaran sangatlah penting untuk membantu guru dan siswa dalam mengkreasi, menata dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar tejadi dalam rangka mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran sangatlah diperlukan untuk memandu proses belajar secara efektif. Untuk memberi pengajaran pada siswa sesuai dengan gaya belajar mereka, maka guru diharapkan dapat menerapkan suatu model pembelajaran yang inovatif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas/media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Diharapkan dengan adanya model pembelajaran ini, guru atau tenaga pendidik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Rusman, (2014:136) model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. 3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. 4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran ( syntax); syntax); (2) adanya prinsip prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan model pembelajaran. 5. Memiliki dampak sebab akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hail
26
belajar yang dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Terdapat
model
pembelajaran
yang
dapat
membuat
kegiatan
pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga siswa membuat lebih aktif serta bersemangat. Dari berbagai model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah model Course Review Horay Horay yaitu model pembelajaran yang bisa membuat siswa saling berbaur satu sama lain. Model pembelajaran yang tepat dan juga dapat disajikan berupa permainan adalah model pembelajaran Course Review Horay Horay menjadi salah satu alternatif sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Model Pembelajaran Course Review Horay Horay merupakan salah satu pembelajaran kooperatif dengan membuat siswa belajar berkelompok dengan komposisi yang heterogen dan melakukan permainan menggunakan kotak yang diisi dengan nomor soal yang diacak, siswa diberikan soal kemudian mengisi sesuai nomor yang terdapat pada kotak masing-masing, setiap siswa yang mendapat nilai benar pada kotak-kotak secara horizontal, vertikal atau silang langsung berteriak
“horay”. Pembelajaran ini merupakan suatu pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Huda (2013: 229) menyatakan bahwa:
“Model Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar diwajibkan berteriak
27
“horee!!” atau yel-yel lainnya yang disukai. Model ini berusaha menguji pemahaman siswa dalam menjawab soal, dimana jawaban soal tersebut dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi dengan nomor. Siswa atau kelompok yang memberi jawaban benar harus langsung berteriak “horee!!” atau menyanyikan yel -yel kelompoknya. Model ini juga membantu siswa untuk memahami konsep dengan baik melalui diskusi kelompok ”. Sintak langkah-langkah model pembelajaran Course Review Horay adalah sebagai berikut: Huda (2013: 230-231) 1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 2) Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab. 3) Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok. 4) Untuk menguji pemahaman, siswa diminta untuk membuat kartu atau kotak sesuai dengan kebutuhan. Kartu atau kotak tersebut kemudian diisi dengan nomor yang ditentukan guru. 5) Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam didala m kartu atau kotak yang nomornya disebutkan guru. 6) Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa ditulis didalam kartu atau kotak, guru dan siswa mendiskusikan jawaban dari soal yang telah diberikan. 7) Bagi pertanyaan yang dijawab dengan benar, siswa memberi tanda check list (√) dan langsung berteriak “horee!” atau menyanyikan yel-yelnya. 8) Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak
berteriak „horee!‟.
9) Guru memberikan reward pada pada kelompok yang memperoleh nilai tertinggi atau yang paling sering memperoleh “horee!!”. Huda (2013: 230-231) menyebutkan Model Course Review Horay memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1) Strukturnya menarik dan dapat mendorong siswa untuk terjun ke dalamnya. 2) Model yang tidak monoton karena diselingi dengan hiburan, sehingga suasana tidak menegangkan. 3) Semangat belajar yang meningkat karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan. 4) Skill kerjasama kerjasama antarsiswa yang semakin terlatih.
28
Model Course Review Horay Horay dapat membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik dan siswa menjadi lebih berperan aktif dalam pembelajaran. Sehingga materi operasi penjumlahan pecahan dapat terserap dengan baik dan kemampuan menghitung penjumlahan pecahan siswa juga akan meningkat. Dalam proses pembelajaran dengan model ini, mengajak siswa untuk berdiskusi dalam kelompok belajarnya. Hal tersebut memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyelesaikan masalah yang ditemui dan dapat saling bertukar pikiran dengan anggota kelompoknya. Kondisi tersebut dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk membantu siswa mempelajari konsep-konsep matematika. Selain itu, suasana belajar dan interaksi yang menyenangkan membuat siswa lebih menikmati pelajaran sehingga tidak mudah merasa bosan untuk mempelajari matematika. Hal tersebut telah memupuk minat dan perhatian siswa mempelajari matematika yang pada akhirnya dapat berpengaruh baik terhadap hasil belajar siswa. H. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian di atas adalah penelitian dari Prakoso Widi Atmoko dengan judul Peningkatan Kemampuan Menghitung Penjumlahan Dan Pengurangan Pecahan Melalui Model Kooperatif Tipe Course Review Horay. Horay. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan pecahan melalui model kooperatif tipe Course Review Horay pada Horay pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Palar, Klaten tahun ajaran 2014/2015. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu
29
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 2 Palar yang berjumlah 19 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, observasi, wawancara, dan kajian dokumen. Uji validitas penelitian menggunakan triangulasi sumber data dan traingulasi teknik. Analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian dokumen, dan penarikan simpulan. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas tes kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan pecahan pada pra siklus penelitian ini menunjukkan bahwa hasil penerapan model kooperatif tipe Course Review Horay Horay dapat meningkatkan kemampuan menghitung penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa kelas IV SD Negeri 2 Palar, Klaten tahun ajaran 2014/2015. Adapun penelitian yang dilakukan Ninik Mulyani yang berjudul Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Course Review Horay Horay Berbantuan CD Pembelajaran Di Kelas VB SDN Sampangan 02. Peneliti mengadakan perbaikan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Course Review Horay berbantuan CD pembelajaran. Rumusan masalah secara umum adalah bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui model pembelajaran pembelaja ran kooperatif kooper atif Course Review Horay Horay berbantuan CD pembelajaran pada siswa kelas VB SDN Sampangan 02 Kota Semarang. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas VB SDN Sampangan 02 Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif Course Review Horay Horay berbantuan CD
30
pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika ma tematika di kelas kela s VB SDN Sampangan 02 Kota Semarang. Salah satu penelitian lain yang juga relevan adalah penelitian dari Rina Agustiani dengan judul Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Materi Pecahan Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Siswa Kelas IV SD 2 Jepang Mejobo Kudus. Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya pemahaman konsep matematika siswa kelas IV SD 2 Jepang. Peneliti menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa kelas IV SD 2 Jepang pada mata pelajaran matematika. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pecahan, aktivitas belajar siswa, dan keterampilan guru dalam pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri atas dua siklus. Masingmasing siklus terdiri atas perencanaan, (planning), (planning), pelaksanaan tindakan (acting), (acting), observasi (observing) (observing) dan dan refleksi (reflecting). (reflecting). Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan yakni pedoman wawancara, soal tes pada setiap siklus, lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi aktivitas guru. Data yang diperoleh meliputi data hasil tes pemahaman konsep, aktivitas belajar siswa, serta keterampilan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan dianalisis secara kuantitatif dan kualitati f.
31
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa dilihat dari hasil tes pemahaman konsep menunjukkan adanya peningkatan. Disimpulkan bahwa pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa materi pecahan, aktivitas belajar siswa, dan keterampilan guru dalam pengelolaan pembelajaran. I. Hipotesis Tindakan Berdasarkan hasil kajian pustaka yang telah diuraikan, maka dirumuskan suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah jika Model Course Review Horay diterapkan dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan pecahan di kelas IV SD Negeri Cangkingan I dapat meningkat.
J. Metodologi Metodologi Penelitian
1. Setting Penelitian a. Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2015/2016 selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Mei sampai bulan Juli 2016. b. Tempat Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SD Negeri Cangkingan I Kecamatan Kedokanbunder Kabupaten Indramayu. Penentuan tempat penelitian ini karena mempertimbangkan kemudahan kerja sama antara peneliti, pihak sekolah, dan objek yang diteliti serta penghematan waktu dan biaya karena lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal peneliti.
32
2. Subjek Penelitian Seluruh subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Cangkingan I pada tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah keseluruhan 50 siswa, terdiri dari 30 laki-laki dan dan 20 perempuan. 3. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kemampuan menghitung penjumlahan pecahan siswa kelas III SD Negeri Cangkingan I tahun ajaran 2015/ 2016. Data diperoleh dari berbagai sumber data. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sekunder. a.
Sumber data primer penelitian ini terdiri dari siswa-siswi kelas IV SD Negeri Cangkingan I tahun ajaran 2015/2016. 2015/2016.
b.
Sumber data sekunder yaitu arsip berupa silabus, Rencan Pelaksanaan Pembelajaran, foto dan video pembelajaran.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan teknik tes dan non tes. 1) Tes tertulis Tes dilakukan setiap akhir dari proses pembelajaran, sebagai bahan evaluasi guru dan sejauh mana siswa memahami materi yang telah disampaikan. Tes yang digunakan yaitu uraian.
33
2) Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Kerja Siswa digunakan sebagai pedoman untuk mengarahkan
siswa
dalam
penjumlahan
bilangan
mengarahkan
pecahan
dengan
soal
operasi
langkah-langkah
hitung yang
sistematis guna mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. 3) Teknik non tes a) Observasi Lembar observasi yaitu mengamati keadaan yang ada di lapangan. Observasi dalam hal ini dilakukan pada saat proses pernbelajaran berlangsung. Adapun yang dilakukan adalah mengamati aktivitas pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Observasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian tindakan dengan rencana yang telah disiapkan dan untuk mengetahui sejauh mana tindakan yang dilakukan
dapat
menghasilkan
perubahan
kemampuan
penguasaan siswa. b) Wawancara Lembar wawancara dalam penelitian tindakan kelas ini digunakan untuk mengetahui lebih jauh persepsi (komentar dan kesan) dari guru dan siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika melalui penerapan pendekatan realistik. Selain itu lembar wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang kesulitan dan hambatan yang dialami siswa selama proses
34
pembelajaran berlangsung sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan refleksi terhadap rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. dilakukan. c) Dokumentasi Menurut Hermawan, dkk (2007: 169), mengemukakan bahwa: Teknik dokumentasi (documentary ( documentary study) study) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumentasi yang dimaksud peneliti yaitu berupa foto-foto kegiatan selama penelitian berlangsung, sebagai bukti dan data nyata di lapangan. b. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Lembar Observasi/Pengamatan Lembar pengamatan untuk mengukur tingkat pemahaman konsep siswa dan aktivitas guru dalam proses belajar mengajar matematika. Melalui lembar pengamatan ini diharapkan dapat memberikan informasi secara rinci mengenai proses pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Course Review Horay. Horay. b) Wawancara dilakukan setelah pembelajaran selesai, dalam penelitian ini wawancara diberikan kepada siswa.
35
c) Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan oleh siswa sebagai pedoman dalam mengerjakan soal sesuai dengan langkah-langkah yang sistematis guna mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. d) Tes diberikan kepada siswa secara individu setelah pembelajaran selesai. e) Foto kegiatan selama penelitian berlangsung dapat dijadikan bukti dan data nyata di lapangan. 5. Prosedur Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Dalam (PLPG UPI, 2012: 45) me nyebutkan bawa: Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan terjemahan dari Classroom Action Research (CAR) adalah Action Research yang dilaksanakan oleh guru dalam kelas. Action Research yang diterjemahkan menjadi penelitian kelas pada hakikatnya merupakan rangkaian riset-tindakan-riset-tindakan, yang dilakukan secara siklis, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain model Penelitian Tindakan Kelas.
“Penelitian Tindakan Kelas adalah percermatan dalam
bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan” (Suyadi, 2010: 18). Model PTK yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah model John Elliot. Model ini khusus bagi peneliti yang dalam pelaksanaan satu siklusnya terdiri dari beberapa tindakan. Penelitian Tindakan Kelas terdiri atas beberapa siklus, yang jumlah siklus ini tergantung pada keberhasilan model yang diterapkan dan hasil yang dicapai. Langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan
36
dalam penelitian, dapat digambarkan dengan alur menurut Wiriaatmadja (2006: 64) sesuai dengan pelaksanaan menurut siklus seperti gambar berikut:
Identifikasi Masalah
Memeriksa Di lapangan
Perencanaan 1 s u l k i S
Langkah/Tindakan 1 Lan kah/Tin kah/Tindak dakan an 2
Pelaksanaan Langkah/ Tindakan 1
Langkah/Tindakan 3
Observasi/Pengaruh Revisi Perencanaan Reconnaissance Diskusi Kegagalan dan
Rencana Baru Lan kah/Tin kah/Tindak dakan an 1
2 s u l k i S
Lan kah/Tin kah/Tindak dakan an 2 Lan kah/Tin kah/Tindak dakan an 3 Observasi/Pengaruh
Pelaksanaan Langkah/ Tindakan
Reconnaissance
Revisi Perencanaan
Diskusi Kegagalan dan Rencana Baru Lan kah/Tin kah/Tindak dakan an 1 3 s u l k i S
Langkah/Tindakan 2 Lan kah/Tin kah/Tindak dakan an 3
Pelaksanaan
Observasi/Pengaruh Langkah/ Reconnaissance Diskusi Kegagalan dan
Gambar 1.1 Model Desain John Elliot Wiriaatmadja (2006: 64)
Tindakan
37
Selanjutnya langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas secara bertahap dapat digambarkan sebagai berikut: a. Perencanaan (planning) Perencanaan adalah persiapan segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan siklus penelitian, yang terdiri dari pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai materi Penjumlahan Pecahan dengan model Course Review Horay. Horay. Langkah yang dilakukan dalam persiapan tindakan antara lain: 1) Mengumpulkan data absen kehadiran peserta didik kelas IV 2) Membuat soal evaluasi 3) Membuat lembar observasi 4) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 5) Menyusun bahan ajar b. Tindakan (action) Tahap tindakan adalah tahap pelaksanaan dari perencanaan, yaitu: 1) Guru memberi salam, mempersiapkan siswa dan memimpin doa. 2) Menjelaskan tujuan pembelajaran dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. 3) Siswa
memperhatikan
penjelasan
dari
guru
tentang
konsep
penjumlahan pecahan. 4) Untuk menguji pemahaman, guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok kecil kemudian masing-masing kelompok membuat sebuah kotak besar dan membaginya menjadi 9 buah kotak
38
kecil. Setiap kotak diisi angka 1-9 yang urutannya sesuai dengan selera masing-masing peserta didik. 5) Guru menuliskan soal secara acak dan peserta didik mendiskusikan jawabannya secara berkelompok, kemudian menuliskannya didalam kotak yang bernomor sesuai dengan nomor soal. 6) Guru menjelaskan kunci jawabannya, dan peserta didik menilai
jawaban mereka dengan memberi tanda (√) jika benar, dan tanda (×) jika salah pada angka dalam kotak sesuai nomor soal. 7)
Kelompok yang telah mendapat 3 tanda (√) dan membentuk garis vertikal, atau horizontal, atau diagonal harus berteriak hore atau yelyel lainnya.
8) Guru memberikan reward pada kelompok yang memperoleh nilai paling tinggi. 9) Guru memberikan penguatan tentang penjumlahan pecahan. 10) Guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan. c. Tahap Pengamatan (observation) Tahap pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran. Peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk mengamati pelaksanaan
perbaikan
pembelajaran.
Pengamat
mengisi
lembar
observasi yang telah disiapkan. Lembar observasi berisikan perilaku guru dan peserta didik ketika tahap pelaksanaan dilakukan.
39
d. Tahap Refleksi (reflection) Tahap refleksi adalah tahap peseta didik memberikan komentar terhadap proses pembelajaran yang yang telah dilakukan atau tahap koreksi, apakah pembelajaran menyenangkan atau tidak, membosankan atau tidak. Tahap ini dilakukan dengan cara peserta didik menuliskan argumennya pada sebuah kertas yang tidak dikasih nama agar tidak ada diskriminasi oleh guru saat dilakukan evaluasi. Tahap refleksi juga tahap perbaikan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan berdasarkan hasil pengamatan teman sejawat/guru yang telah melakukan pengamatan selama proses pembelajaran. Refleksi ini berfungsi sebagai bahan perbaikan terhadap proses pembelajaran selanjutnya atau siklus selanjutnya. K. Validasi Data
Validasi data merupakan suatu cara untuk melihat apakah data yang diperoleh peneliti memiliki kevalidan atau tidak, agar data yang diperoleh objektif Validasi data adalah uji keabsahan atau kebenaran data apakah sudah sesuai dengan kenyataan sehingga pada akhirnya data yang dihasilkan adalah data yang benar adanya dan tanpa rekayasa. Untuk menguji keabsahan data menggunakan triangulasi triangulasi dan expert opinion. opinion. Validasi triangulasi triangulasi dilaksanakan setelah observasi, peneliti akan membandingkan serta mendiskusikan data-data hasil observasi tersebut dengan guru atau kawan sejawat yang telah melakukan observasi pada saat pembelajaran berlangsung.
40
Expert opinion yaitu pengecekan terakhir terhadap kesahihan temuantemuan peneliti kepada pakar yang professional. Dalam hal ini peneliti mengkonsultasikan temuannya kepada dosen pembimbing. Pembimbing akan memeriksa semua tahapan kegiatan penelitian, dengan memberikan arahan terhadap masalah-masalah penelitian yang peneliti kemukakan sehingga dapat dipertanggungjawabkan validasi data hasil penemuan penelitian. Expert opinion dilakukan untuk mendapat masukkan yang berarti dalam kegiatan pengumpulan data saat penelitian, bentuk ini dipilih untuk meningkatkan derajat kepercayaan terhadap penelitian yang dilakukan. L. Analisis Data
Analisis data ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Analisis Hasil Pengamatan Untuk mendapatkan gambaran aktivitas siswa dan guru pada setiap siklus
pembelajaran
matematika
pada
materi
Penjumlahan
Pecahan.
Diperoleh data-data hasil observasi terhadap aktivitas siswa dengan cara menghitung presentasi aktivitas yang siswa yang muncul dalam kegiatan mengajar (KBM) dengan rumus sebagai berikut: Jumlah aktivitas siswa yang muncul dalam KBM x 100% Skor maksimum aktivitas siswa Sedangkan data-data yang diperoleh dari hasil obeservasi terhadap aktivitas guru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif (Wahidin, 2015: 150).
41
2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan tes pada setiap siklus pembelajaran matematika pada materi Penjumlahan Pecahan diperoleh dari rata-rata yang dilakukan pada setiap akhir siklus (siklus Isiklus
III).
Cara
penghitungannya
keberhasilan belajar menurut menurut
menggunakan
beberapa
kriteria
Depdikbud (Maryamah, 2005: 21) sebagai
berikut: a. Ketuntasan Belajar secara Individu/Perorangan Ketuntasan belajar secara individu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus: Skor yang diperoleh KBI =
x 100% Skor maksimum
Ketuntasan belajar individu ini digunakan untuk mengetahui siswa mana yang sudah tuntas belajar dan siswa mana yang belum tuntas belajar. Jika siswa mendapat nilai 65% atau lebih maka siswa sudah tuntas belajar, sebaliknya jika siswa mendapat nilai kurang 65% maka siswa belum tuntas belajar. Karena ini adalah penelitian kelas maka bagi siswa yang belum tuntas belajar harus diberi bimbingan, baik didalam maupun diluar pembelajaran.
42
b. Ketuntasan Belajar secara Klasikal Ketuntasan belajar secara klasikal dapat diperoleh dengan menggunakan rumus: Banyaknya siswa yang tuntas belajar KBK =
x 100% Banyaknya siswa
Ketuntasan
belajar
secara
klasikal
ini
digunakan
untuk
mengetahui ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan.Jika banyaknya siswa yang tuntas belajar mencapai 80% atau lebih maka siswa secara keseluruhan sudah tuntas belajar. c. Daya Serap Belajar Klasikal Daya serap belajar klasikal dapat diperoleh dengan menggunakan rumus: Skor yang diperoleh DSK
=
x 100% Skor maksimum
Daya serap ini digunakan untuk mengetahui apakah materi pelajaran dapat dilanjutkan atau tidak. Jika daya serap belajar mencapai 65% atau lebih, maka materi pelajaran sudah diperbolehkan untuk dilanjutkan. Sebaliknya jika daya serap belajar mencapai kurang dari 65% maka materi pelajaran belum diperbolehkan untuk dilanjutkan. Sehingga pada pertemuan berikutnya guru masih harus menjelaskan materi yang sama dan tetap memberikan evaluasi akhir seperti pertemuan selanjutnya.
43
3. Analisis Kemampuan Masalah Untuk mengertahui kemampuan pada seluruh siklus pembelajaran matematika
materi
Penjumlahan
Pecahan,
diperoleh
dari
rata-rata
kemampuan menyelesaikan soal uraian yang dilakukan setelah siswa diberi tindakan (siklus I-siklus III). Cara penghitungannya sama seperti perhitungan untuk menjawab rumusan masalah yang pertama.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kemampuan Siswa Presentase
Klasifikasi
90 ≥ A ≤ 100
Sangat Baik
80 ≥ B ≤ 89
Baik
65 ≥ C ≤ 79
Sedang/Cukup
50 ≥ D ≤ 64
Kurang
0 ≥ E ≤ 50
Buruk