BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Kesehatan merupakan tingkat efisiensi fungsional dari makhluk hidup. Pada manusia, kesehatan merupakan kondisi umum dari pikiran dan tubuh seseorang, yang berarti bebas dari segala gangguan penyakit dan kelainan. Sehingga makna kesehatan sendiri yaitu sebuah kondisi dimana seseorang mengalami keadaan yang normal dan sesuai dengan apa yang seharusnya. Jadi, kesehatan itu sebenarnya adalah sebuah tolak ukur dari suatu keadaan dimana keadaan tersebut normal atau tidaknya ( White, 1977 ) . Upaya manusia di bidang kesehatan pada era pembangunan ini telah membawa perubahan konsep pelayanan kesehatan. Konsep pelayanan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat dari berbagai disiplin ilmu kesehatan. Kemampuan fungsional seseorang sangat berkaitan dengan perkembangan fisik, sosial, emosional, dan mental. Secara umum, fungsi merupakan aktifitas alamiah, yang dibutuhkan atau yang diharapkan dari seseorang. Fungsi sangat berkaitan dengan sehat, dimana secara khusus sehat menunjukkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan dengan baik tugas-tugas yang diharapkan dalam lingkungannya, sehingga tanpa kemampuan fungsional maka seseorang akan sulit untuk menyelesaikan tugas-tuganya. Adanya penyakit atau injury dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang dan menurunkan kemampuan fungsionalnya, sebagai contoh salah satu gangguan pada tungkai bawah yaitu Fasitis Plantaris. Fasitis Plantaris sering menyebabkan keterbatasan nya aktivitas baik usia muda sampai usia tua dan Fasitis Plantaris ini dominan di derita oleh wanita karena gaya hidup yang semakin harinya semakin memperindah penampilan wanitanya misalnya penggunaan sepatu atau sandal yang tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya penguluran yang ber lebihan yang mengakibatkan kerobekan kemudian timbul suatu iritasi pada fascia pada fascia plantaris plantaris,, khususnya mengenai bagian antero-medial tuberositas calcaneus terkadang dapat juga terjadi pada bagian posterior bagian posterior calcaneus. calcaneus.
Di Negara maju penderita fasciitis penderita fasciitis plantaris banyak plantaris banyak terjadi pada usia setelah 30 tahun, 77% penderita berusia antara 40 sampai 69 tahun, jumlah laki-laki dibanding wanita 1:2 (Charles, 2005).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,elektroterapeutis, dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi k omunikasi (Kepmenkes, 2015). Penatalaksanaan fisioterapi yang dapat digunakan pada kasus fasciitis kasus fasciitis plantaris plantaris Sinistra Sinistra berupa penggunaan modalitas fisioterapi ultrasound (US) dengan metode kontak langsung berupa gel dan stretching posisi stretching posisi dorsal fleksi ankle
yang bertujuan untuk vaskularisasi dengan efek termalnya akan mengurangi nyeri pada daerah plantar kaki.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu : Bagaimana Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi nyeri fasitis Plantaris akibat peradangan fascia plantaris. B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hasil penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi nyeri pinggang bawah akibat nyeri fasitis Plantaris akibat peradangan fascia plantaris. 2.Tujuan khusus a. Untuk mengetahui diagnosa fisioterapi pada kasus nyeri Fasitis Plantaris. b. Untuk mengetahui problematik fisioterapi pada kasus nyeri Fasitis Plantaris . c. Untuk mengetahui intervensi yang di gunakan dalam menangani kasus nyeri Fasitis Plantaris. d. Untuk mengetahui evaluasi akhir setelah dilakukan terapi. C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini, diharapkan bagi para pembaca baik dari kalangan mahasiswa fisioterapi maupun mahasiswa dari institusi lainnya untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuannya serta diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat disebarluaskan mengenai peranan penting seorang fisioterapi pada penderita fasitis Plantaris akibat Peradangan Fascia Plantaris serta untuk menambah wawasan dan mengembangkan ilmu tentang kasus tersebut. b. Bagi Masyarakat Untuk memberikan maupun menyebarluaskan informasi bagi masyarakat luas tentang kasus nyeri pinggang bawah serta memperkenalkan peran fisoterapi dalam menangani kasus tersebut agar ditangani secara baik dan benar. a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan bagi penulis dapat menambah wawasan dan memperdalam cara penanganan Fisioterapi pada kondisi Fasitis Plantaris akibat Peradangan Fascia Plantaris.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Tentang Kasus 1.Pengertian Kasus
Faciitis Plantaris adalah suatu peradangan pada plantar fascia.”Plantar” adalah telapak kaki.” Fascia” adalah jaringan pita yang sangat tebal ( fibrosa) yang membentang dibawah kulit dan membentuk pembungkus bagi otot dan berbagai organ tubuh.”itis” adalah peradangan. Fasciitis Plantaris adalah sindroma nyeri tumit berhubungan dengan peradangan atau iritasi pada fascia plantaris dengan kerobekan kecil pada daerah yang melekat pada tulang tumit.Rasa sakit pada bagian tumit sering tejadi ,dalam pemeiksaan fungsi tidak menunjukaan adanya kelainan tetapi hanya terdapat rasa n yeri saat ditekan pada daerah setempat.Fasciitis plantaris yang kronis dapat menyebabkan tebentuknya osteofit pada calcaneus bagian medial (De wo’t,1994). b.Peradangan ( Inflamasi )
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002). Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004). Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008). 10 Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme yang berbeda :
a. fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. b. reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit. c. fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis (Wilmana, 2007). Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah: 1. Kemerahan (rubor) Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera (Corwin, 2008). 2. Rasa panas (kalor) Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007). 11 3. Rasa sakit (dolor) Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: (1) adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri (2) adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007). 4. Pembengkakan (tumor) Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium (Corwin, 2008). 5. Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi. (Wilmana, 2007).
b.Pengertian Nyeri Nyeri merupakan respon terhadap adanya kerusakan atau gangguan pada struktur jaringan yang disebabkan oleh faktor mekanikal (kesalahan biomekanik). Adanya kerusakan menyebabkan terlepasnya zat-zat iritan seperti prostaglandin, bradikin, dan histamin sehingga merangsang serabut saraf A delta/III dan tipe C/IV (bermylein tipis). Impuls tersebut dibawa ke ganglion dorsalis dan masuk kedalam medulla spinalis melalui cornu dorsalis, yang kemudian dibawa ke level SSP yang lebih tinggi melalui traktus spinothalamicus dan spinoreticularis. Adanya rangsangan pada ganglion dorsalis akan memicu produksi “P” substance. Produksi “P” substance akan merangsang terjadinya reaksi inflamasi. (Sidharta,1984) Adanya nyeri hebat menyebabkan reaksi reflekstorik pada otot-otot disekitarnya sehingga terjadi peningkatan tonus yang terlokalisir (spasme) sebagai “guarding” (penjagaan) terhadap adanya gerakan. Jika spasme otot berlangsung lama maka otot akan cenderung menjadi tightness. Keadaan tightness pada otot-otot disekitar sendi akan memperberat nyeri karena terjadi ischemic dan menyebabkan alignment struktur jaringan menjadi abnormal. (Sidharta,1984) Menurut internasional Association for The Study Of Pain (1979) dalam Nugroho DS (2001) disebutkan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosi yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara actual maupun potensial. Definisi nyeri (IASP, 1990) : “An Unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage or described in term of such damage”. Nyeri adalah suatu pengalaman emosional berupa perasaan tidak enak
akibat kerusakan suatu jaringan yang nyata atau tidak nyata (berpotensi rusak). Dari defenisi ini dapat ditarik tiga kesimpulan, yakni : Nyeri merupakan suatu pengalaman emosional berupa sensasi yang tidak menyenangkan. Nyeri terjadi karena adanya suatu kerusakan jaringan yang nyata seperti luka pasca bedah atau trauma akut. Nyeri terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata seperti nyeri kronik atau proses penyembuhan trauma lama, nyeri post herpetic phantom atau trigeminal. Nyeri adalah suatu perasaan majemuk yang bersifat subjektif disertai dengan perasaan tidak enak, panas, dingin, ngilu, dan lain-lain. Adanya stimulasi ataupun trauma dari dalam dan dari luar system neuromuscular dapat mengakibatkan terangsangnya nociceptor pada saraf perifer di atas nilai ambang rangsang yang diteruskan ke korteks serebri kemudian diterjemahkan dalam bentuk nyeri dengan bentuk dan kualitas rangsangan yang berbeda ( Sidharta Priguna, 1984). 2.Anatomi dan Biomekanik Ankle dan Kaki Regio ankle & kaki memiliki beberapa sendi.Regio ankle dan kaki sangat penting dalam aktivitas berjalan dan berlari. Kaki sangat berperan dalam menumpuh berat tubuh saat berdiri dgn pengeluaran energi otot yg minimum. Kaki juga berperan menjadi lever struktural yg kaku untuk gerakan tubuh ke depan saat berjalan atau berlari. Biomekanik ankle dan kaki terbagi atas :
• Struktur ankle • Struktur foot/kaki • Otot -otot kaki • Hubungan ankle dan kaki 1. Tibiofibular Joint
Secara anatomis, bagian superior dan inferior sendi terpisah dari ankle tetapi berperan mem-berikan gerakan asesori untuk menghasilkan gerakan yang lebih luas pada ankle. Tibiofibular superior joint
adalah sendi sinovial plane joint à dibentuk oleh caput fibula & facet pada bagian postero-lateral dari tepi con-dylus tibia. Tibiofibular inferior joint adalah sindesmosis dgn jaringan fibrous antara tibia & fibula.
Tibiofibular inferior joint ditopang oleh liga-men interosseous tibiofibular serta ligamen ti-biofibular anterior dan posterior. Gerak yg dihasilkan adalah gerak slide. Pada saat dorsifleksi dan plantarfleksi ankle terjadi sedikit gerakan asesori dari fibula : – Pada saat plantarfleksi ankle, malleolus lateral (fi-bula) akan berotasi ke medial dan tertarik kearah inferior serta kedua malleoli saling mendekati. Pada sendi superior, caput fibula akan slide kearah inferior
– Pada saat dorsifleksi ankle, malleolus lateral akan berotasi ke lateral dan tertarik kea rah superior serta kedua malleoli saling membuka. Pada sendi supe-rior, caput fibula akan slide kearah superior. – Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan posterior (external rotasi). Pada saat pro-nasi kaki caput fibula akan slide ke proksimal dan anterior (internal rotasi).
2. Ankle Joint
Ankle joint termasuk sendi sinovial hinge joint, dibentuk oleh malleolus tibia dan fibula serta talus à
membentuk tenon and mortise joint. Diperkuat oleh ligamen deltoideum dan liga-men collateral lateral Pada sisi medial ankle joint diperkuat oleh 5 ikatan ligamen yang kuat, 4 ligamen yang menghubungkan malleolus medial tibia dengan tulang tarsal bagian posterior, calcaneus, talus dan navicular.
Tibiofibular inferior joint ditopang oleh liga-men interosseous tibiofibular serta ligamen ti-biofibular anterior dan posterior. Gerak yg dihasilkan adalah gerak slide. Pada saat dorsifleksi dan plantarfleksi ankle terjadi sedikit gerakan asesori dari fibula : – Pada saat plantarfleksi ankle, malleolus lateral (fi-bula) akan berotasi ke medial dan tertarik kearah inferior serta kedua malleoli saling mendekati. Pada sendi superior, caput fibula akan slide kearah inferior
– Pada saat dorsifleksi ankle, malleolus lateral akan berotasi ke lateral dan tertarik kearah superior serta kedua malleoli saling membuka. Pada sendi supe-rior, caput fibula akan slide kearah superior. – Pada saat supinasi kaki , caput fibula akan slide ke distal dan posterior (external rotasi). Pada saat
pro-nasi kaki caput fibula akan slide ke proksimal dan anterior (internal rotasi).
Keempat ligamen tersebut secara kolektif dike-nal sebagai ligamen deltoid, terdiri atas liga-men
calcaneotibial, talotibial anterior, tibiona-vicular, dan talotibial posterior. Ligamen kelima dikenal sebagai ligamen spring (ligamen plantar calcaneonavicular ) yang
memberikan hubungan horisontal antara os navicular & proyeksi sustentaculum tali pa-da bagian medial calcaneus.Pada sisi lateral ankle joint diperkuat oleh 3 li-gamen yang secara kolektif dinamakan ligamen collateral lateral.
anterior dan posterior. Ligamen lateral lebih lemah daripada ligamen medial, dan ligamen
talofibular anterior paling lemah diantara semua ligamen ankle. Permukaan yang konkaf adalah mortise, yang dibentuk oleh malleolus tibia dan fibula dan permukaan yg konveks adalah talus, yang ber-bentuk kerucut dan melebar kearah anterior de-ngan apex mengarah ke medial. Karena bentuk talus tersebut, maka ketika dor-sifleksi kaki talus juga akan abduksi dan sedikit eversi, dan ketika plantarfleksi kaki talus juga akan adduksi dan sedikit inversi disekitar axis oblique. Gerak arthrokinematika ankle joint dapat dili-hat pada tabel 1.
Tabel 1. Gerak Arthrokinematika Ankle Joint No. Gerak Fisiologis Gerak Arhtrokinematika 1. Dorsifleksi Slide ke posterior 2. Plantarfleksi Slide ke anterior
1. Subtalar Joint
Termasuk sendi sinovial plane joint, dibentuk oleh permukaan inferior talus & superior calcaneus. Diperkuat oleh lig. deltoideum, lig. lateral, lig. talocalcanea interosseus, lig. talocalcanea pos-terior & lateral. Menghasilkan gerak pronasi & supinasi serta inversi dan eversi secara pasif.
Pada saat closed kinematika, berperan mengurangi gaya rotasi dari tungkai & kaki. Permukaan yg konveks adalah calcaneus yg bergerak terhadap permukaan yang konkaf yaitu talus. Gerak arthrokinematikanya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Arthrokinematika Subtalar Joint No. Gerak Fisiologis Gerak Arhtrokinematika 1. Supinasi dengan inversi Slide ke lateral 2. Pronasi dengan eversi Slide ke medial
2. Talonavicular Joint
Secara anatomis & fungsional merupakan ba-gian dari talocalcaneonavicular joint. Distabilisasi oleh ligamen deltoid, bifurcatum, & ligamen talonavicular dorsal. Bersama-sama dengan subtalar joint mengha-silkan gerak pronasi & supinasi à terjadi gerak asesori navicular yg disertai oleh gerak abduksi/adduksi + inversi/eversi. 3. Transversal Tarsal Joint
Biasa dikenal dengan “Chopart’s Joint”. Secara fungsional, merupakan sendi gabungan dari 2 sendi à sisi medial oleh talonavicular joint dan sisi lateral oleh calcaneocuboid joint walaupun secara anatomis terpisah. Yang paling besar menstabilisasi adalah liga-men calcaneocuboid (ligamen plantaris yang panjang & pendek). Berpartisipasi dalam gerak pronasi – supinasi kaki, gerak asesori pasif (abduksi-adduksi, inversi-eversi). 4. Intertarsal & Tarsametatarsal Joint
Baik intertarsal maupun tarsometatarsal joint merupakan plane joint (non-axial) . Gerakan yang dihasilkan adalah gerak slide. 5. Intermetatarsal Joint
Sendi-sendi ini mencakup 2 set sendi side-by-side, yaitu antara basis metatarsal I dan basis metatarsal II dan seterusnya. Sendi-sendi tersebut tergolong nonaxial joint. Sendi-sendi antara caput metatarsal adalah ba-gian yang penting dari arkus metatarsal. Gerakan yang terjadi adalah membentuk arkus & mendatarkan arkus ketika kaki weight bearing.
6. Metatarsophalangeal Joint
Sendi-sendi ini adalah modifikasi condyloid joint. MTP joint ibu jari kaki berbeda dengan lainnya karena lebih besar dan memiliki 2 tulang sesa-moid diantaranya. ROM ekstensi pada MTP lebih penting daripa-da fleksi (berbeda dengan MCP). Ekstensi pada MTP sangat dibutuhkan untuk aktivitas berjalan. Demikian pula, fungsi ibu jari kaki tidak terpi -sah dengan jari-jari lainnya, tidak seperti pada ibu jari tangan. 7. Interphalangeal Joint
Interphalangeal joint pada kaki sama dengan pada tangan, yaitu tergolong hinge joint. Gerak arthrokinematika MTP joint dan Inter-phalangeal joint sama dengan pada jari-jari tangan. 8. Arkus Plantaris
Arkus plantaris terdiri atas : arkus longitudinal medial, lateral dan transversal. Ketiga arkus tersebut dipertahankan oleh : a. Bentuk tulang dan saling keterkaitan antara tulang satu dengan yang lainnya. b. Ligamen dan aponeurosis plantaris à merupakan struktur yang paling penting dalam mempertahankan arkus c. Otot-otot plantaris : otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, & peroneus longus .
a. Arkus Longitudinal Medial Membentuk tepi medial kaki yg berjalan dari calcaneus melalui talus, navicular & 3 cuneiforme kearah anterior pada 3 metatarsal pertama. Talus berada pd puncak arkus & seringkali sebagai keystone (bagian sentral dari arkus). Secara normal tdk pernah menyentuh tanah/lantai.
b. Arkus Longitudinal Lateral Berjalan dari calcaneus melalui cuboid kearah anterior pada metatarsal IV dan V. Secara normal selama weight-bearing, arkus ini menyentuh tanah/ lantai.
c. Arkus Transversal Berjalan dari sisi ke sisi melalui 3 cuneiforme ke cuboid. Cuneiforme II merupakan keystone arkus ini.
OTOT-OTOT KAKI
Otot-otot pada kaki terdiri atas otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot ekstrinsik terletak pada bagian anterior, lateral dan posterior tungkai bawah sampai ke kaki. Otot primemover plantarfleksi ankle adalah otot two-joint gastrocnemius dan one-joint so-leus. Otot-otot lain yang memberikan kontribusi ter-hadap plantarfleksi adalah otot tibialis poste-rior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, serta otot peroneus longus dan brevis. Otot tibialis posterior merupakan
otot supinator dan invertor yang kuat, yang membantu me-ngontrol pronasi selama berjalan. Otot fleksor hallucis longus dan fleksor digito-rum longus berperan sebagai primemover fleksi jari-jari kaki.à otot-otot ini membantu meno-pang arkus longitudinal medial. Otot peroneus longus dan brevis secara utama berperan sebagai evertor kaki. Otot peroneus longus juga membantu meno-pang arkus transversal dan longitudinal lateral. Otot primemover dorsifleksi ankle adalah otot tibialis anterior (juga invertor ankle), ekstensor hallucis longus, ekstensor digitorum longus (juga ekstensor jari- jari kaki), dan peroneus tertius.
Hubungan Fungsional Ankle dan Kaki Secara normal, external torsion nampak pada tibia sehingga mortise ankle menghadap seki-tar 15o kearah luar. à akibatnya, saat dorsi-fleksi kaki bergerak keatas dan sedikit ke late-ral, dan saat plantarfleksi kaki bergerak ke ba-wah dan ke medial. Dorsifleksi merupakan posisi stabil dari talocrural joint (ankle joint) à CPP. Plantarfleksi merupakan loose-packed position. Talocrural joint lebih peka/mudah injury pada saat berjalan dengan tumit tinggi karena ankle dalam posisi plantarfleksi yang kurang stabil. Pada closed kinematik, terjadi supinasi subtalar dan transversal tarsal joint yang disertai dengan pronasi dari kaki depan ( plantarfleksi metatar-sal I dan dorsifleksi metatarsal V) à hal ini meningkatkan arkus kaki dan posisi stabil dari sendi2 kaki. Selama weight bearing (closed kinematik), ter-jadinya pronasi subtalar dan transversal tarsal joint dapat menyebabkan arkus kaki menurun. à terjadi supinasi kaki depan yang disertai de -ngan dorsifleksi metatarsal I dan plantarfleksi metatarsal V. Pada weight bearing, gerakan subtalar dan r ota-si tibia saling mempengaruhi.à supinasi subta-lar joint dihasilkan oleh lateral rotasi tibia, juga sebaliknya. Ketika weight bearing, penopang utama dari arkus adalah ligamen spring, ditambah dengan ligamen long plantaris, plantar aponeurosis, dan ligamen short plantaris. Selama fase push-off, terjadi plantarfleksi dan supinasi kaki serta extensi MTP joint sehingga meningkatkan ketegangan pada plantar aponeu-rosis yang membantu meningkatkan arkus kaki. Seseorang yang mengalami deformitas varus dari calcaneus, terjadi kompensasi saat berdiri berupa postur pronasi calcaneus . Kondisi pes planus, pronated foot dan flat foot merupakan istilah yang sering dipertukarkan pada pronated postur dari kaki belakang. Postur tersebut dapat menurunkan arkus longi-tudinal medial kaki. Pes cavus dan supinated foot menunjukkan pe-ningkatan arkus kaki.
4.Etiologi
a. Faktor biomekanik seperti pronasi atau memutar telapak kaki sehingga tidak normal, telapak kaki yang sangat melengkung , telapak kaki yang datar. Pada kaki yang pronasi
secara berlebihan akan menarik plantar fascia . Telapak kaki yang sangat melengkung mempunyai plantar fascia yang pendek dibanding normal. Jika ada suatu tarikan atau tekanan yang berlebihan maka juga akan menyebabkan fasciitis plantaris . ( hall dkk,2011 ) b. Aktifitas atau tekanan pada kaki dapat menegangkan ligament, seperti aktifitas yang menuntut untuk berjalan , berdiri atau melompat diatas permukaan yang keras dan dalam waktu yang cukup lama. Meningkatnya pembebanan pada kaki juga diikuti dengan meningkatnya pada arcus longitudinal sehingga akan mempengaruhi fascia plantaris mengalami cidera. c. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat membuat tumit menahan tekanan yang lebih besar dari berat badan ketika kita berjalan. Pada obesitas dimana berat masa tubuh pada seseorang meningkat akibatnya beban paling besar yang diterima oleh kaki dan pergelangan kaki dapat mempengaruhi terjadinya suatu tekanan yang kuat pada fascia plantaris. Hal ini menyebabkan fasciitis plantaris karena tumit mudah rusak . ( hall dkk , 2011).
5.PATOFISIOLOGI
Pain fasciitis plantris disebabkan oleh perubahan atau peningkatan topangan pada telapak kaki,kurangnya kelenturan otot-otot betis,kelebihan berat badan ,luka tiba-tiba.Penyakit ini ditandai adanya keluhan pada tumitpada injakan pertama pada pagi hari,rasa sakitnya dibagian depan dan dasar tumit (Hudaya,2002). Penyebab lain plantar fasciitis dapat diakibatkan: 1. Aktivitas fisik yang berlebihan. Plantar fasciitis umum dijumpai pada pelaripelari jarak jauh. Jogging, berjalan atau naik tangga juga dapat menyebabkan stress yang terlalu banyak pada tulang tumit dan jaringan lunak. 2. Arthritis. Beberapa tipe arthritis dapat menyebabkan peradangan pada tendon dari telapak kaki, yang dapat menyebabkan plantar fasciitis. 3. Diabetes. Meskipun tidak diketahui mekanismenya, akan tetapi plantar fasciitis terjadi lebih sering pada orang dengan diabetes. 4. Mekanik kaki yang abnormal. Lengkung telapak kaki yang datar atau terlalu melengkung atau pola berjalan yang abnormal dapat mengakibatkan distribusi berat badan kita tidak seimbang diterima oleh kedua kaki, dan menyebabkan stress tambahan paa plantar fascia. 5. Sepatu yang tidak cocok. Sepatu yang solnya tipis, longgal atau tidak ada dukungan untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan untuk menyerap hentakan tidak melindungi kaki kita. Jika secara teratur memakai sepatu dengan tumit tinggi maka tendon Achilles – yakni tendon yang melekat pada tumit dapat berkontraksi atau tegang dan memendek, menyebabkan strain pada jaringan di sekitar tumit (Widodo.1998).
FAKTOR RESIKO Risiko pain plantar fasciitis meningkat jika : 1. Aktif dalam olahraga. Aktifitas yang menempatkan sejumlah stress pada tulang tumit anda dan jaringan yang melekat di sekitar tumit adalah yang paling sering menyebabkan plantar fasciitis. Ini antara lain berlari, dansa balet, dan aerobik. 2. Kaki datar atau mempunyai lengkung tinggi. Orang-orang dengan kaki datar mempunyai penyerapan kejutan yang kurang, yang mana hal ini meningkatkan peregangan dan tegangan pada plantar fascia. Orang-orang dengan lengkung kaki yang tinggi mempunyai jaringan plantar yang lebih ketat, yang juga menyebabkan penyerapan kejutan yang kurang. 3. Usia paro baya atau lebih tua. Nyeri tumit cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan menyebabkan lengkung kaki mulai mendatar, menimbulkan stress pada plantar fascia. 4. Berat badan berlebih. Berjalan-jalan dengan berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah tulang tumit dan menyebabkan nyeri tumit. Orang-orang yang naik berat badannya dengan cepat dapat menderita plantar fasciitis, tetapi tidak selalu. 5. Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang dialami pada saat hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan pengikat) pada tubuh termasuk di kaki – untuk mengendur. Ini dapat menyebabkan permasalahan mekanikal dan peradangan. 6. Pekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan banyak berjalan atau berdiri pada permukaan yang keras, termasuk pekerja pabrik, guru, dan pelayan restoran, dapat merusak plantar fascia mereka. 7. Mengenakan sepatu dengan support lengkung kaki yang kurang atau alas
sepatu yang kaku.
B. Tinjauan Tentang Modalitas Fisioterapi Ultrasound merupakan generator yang menghasilkan arus bolak –balik berfrekuensi tinggi yang berjalan pada kabel koaksial pada transduser yang kemudian dikonversikan men-jadi getaran suara oleh karena adanya efek piezoelectric. a. Efek fisiologis Efek –efek ultrasound yang telah banyak ditulis dan dikenal adalah efek secara lang-sung dan sifatnya lokal, seperti: 1. Efek Mekanik Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh, maka efek pertama yang terjadi didalam tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultrasound menim-bulkan adanya peregangan dan pemam-patan didalam jaringan dengan frekwensi yang sama dari ultrasound. Oleh karena itu terjadilah adanya variasi tekanan didalam jaringan. Dengan adanya variasi tekanan inilah kemudian timbul efek mekanik yang lebih dikenal dengan efek microtassage.
2. Efek Thermal
Micromassage yang ditimbulkan oleh ultra-sound akan menimbulkan efek panas didalam jaringan. Efek panas ini terutama terjadi pada daerah dimana gelombang ultrasound direfleksikan, yaitu pada dae-rah perbatasan antara jaringan yang satu dengan yang lain. Adanya refleksi ini dapat pula menimbulkan interverensi yang akan menghasilkan adanya kenaikan intensitas. Efek panas yang disebabkan oleh kenaikan intensitas ini dapat men-capai ukuran yang sangat tinggi, sehing-ga akan menyebabkan adanya nyeri di dalam periosteum. 3. Efek piezoelektrik Efek piezoelektrik adalah suatu efek yang dihasilkan apabila bahan-bahan piezoe-lektrik seperti kristal kwarts, bahan keramik polycrystalline seperti leadzir-conatetitanate dan barium titanate men-dapatkan pukulan atau tekaan sehingga menyebabkan terjadinya aliran muatan listrik pada sisi luar dari bahan piezoe-lektrik tadi. Pada manusia seperti pada jaringan tulang, kolagen dan protein tubuh juga merupakan bahan-bahan piezoelektrik. Oleh karena itu apabila jaringan jaringan tadi mendapatkan suatu tekanan atau perubahan ketega-ngan akibat mendapatkan aliran listrik dari ultrasonik akan menyebabkan peru-bahan muatan elektrostatik pada membran sel yang dapat mengikat ion-ion. Efek piezoelektrik antar lain dapat meningkatkan metabolisme dan dapat dimanfaatkan untuk penyambungan tulang. 4. Efek Penurunan Nyeri Ultrasound Ultrasound dapat meningkatkan ambang rangsang selama aktivasi ujung-ujung saraf sensorik ber-myelin tebal melalui efek thermal. Panas yang dihasilkan oleh ultrasound dapat merangsang serabut saraf bermyelin dengan diameter besar sehingga mengurangi nyeri melalui mekanisme gate control theory. Ultra-sound juga dapat meningkatkan kecepa-tan konduksi saraf bermyelin tebal sehingga menciptakan efek counter iritan melalui mekanisme thermal. b. Teknik aplikasi 1. Kontak langsung Cara ini adalah yang paling banyak digunakan. Treatment-head diletakkan tegak lurus terhadap permukaan tubuh yang diobati. Seperti yang telah dike-tahui, bahwa udara akan merefleksikan gelombang ultrasound 100%. Oleh karenanya penting sekali adanya medium antara kulit dan treatmenthead, dimana