PAPER PSIKOLOGI KOMUNITAS
PROBLEMATIKA MASYARAKAT NELAYAN DI KENJERAN SURABAYA
Nama : E.S. Sufia Kalimang
NIM : 111414253002
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI (SAINS)
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEMESTER GASAL 2014-2015
I. PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara yang agraris, digambarkan dengan adanya sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat berbasis di sektor pertanian., namun Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim. Memiliki perairan yang luas dan panjangnya melebihi daratan, secara tipikal membuat bangsa ini lebih pantas dijuluki sebagai negara bahari, yang seharusnya hal itu membuat kegiatan ekonomi negara berpusat pada sektor perikanan. Sebagai negara maritim yang memiliki panjang garis pantai lebih dari 81.000 km (terpanjang kedua setelah Kanada). Dari 67.439 desa di Indonesia, kurang lebih 9.261 desa dikategorikan sebagai desa pesisir (Kusnadi, 2001: 1).
Luasnya lautan yang ada di Indonesia berdampak positif bagi para nelayan karena banyaknya sumber daya alam untuk mereka mengadu nasib dalam memenuhi kehidupan ekonominya namun ketika didalam proses tersebut nelayan menemukan banyak problematika sehingga masih banyaknya masyarakat nelayan yang tergolong dalam masyarakat berpenghasilan menengah kebawah.
Sebagian besar kategori sosial nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional dan nelayan buruh. Mereka adalah penyumbang utama kuantitas produksi perikanan tangkap nasional, walaupun demikian posisi sosial mereka tetap marginal dalam proses transaksi ekonomi yang timpang dan eksploitatif sehingga sebagai pihak produsen, nelayan tidak memperoleh bagian pendapatan yang besar (Kusnadi, 2007: 1).
Masalah sosial mulai timbul karena perbedaan pendapatan (ekonomi) pada masyarakat nelayan. Namun masalah bukan hanya terjadi pada faktor ekonomi saja, faktor lainnya seperti semakin meningkatnya kelangkaan sumbr daya perikanan, kerusakan ekosistem pesisir dan laut, serta keterbatasan kualitas dan kapasitas teknologi penangkapan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, ketimpangan akses terhadap sumber daya perikanan, serta lemahnya proteksi kebijakan dan dukungan fasilitas pembangunan untuk masyarakat nelayan masih menjadi faktor yang menimbulkan persoalan (Kusnadi, 2003: 18-20).
Musim kemarau panjang yang terjadi setiap tahun tidak hanya menganggu produksi kegiatan pertanin, namun dampaknya terjadi juga pada masyarakat nelayan yang kerepotan dalam menjaga kelangsungan hidup keluarganya. Masa demikian disebut masa "paceklik". Sebaliknya ketika musim hujan yang merupakan pertanda awal berlangsungnya musim-musim penangkapan ikan sehingga masyarakat nelayan dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan keluarganya (Kusnadi, 2003:1).
Ketika musim paceklik datang maka masyarakat nelayan akan berusaha untuk dapat memenuhi kehidupan sehari-hari dengan cara mencari profesi lain seperti menjadi tukang becak. Sedangkan bagi istri nelayan (buruh nelayan) dengan terpaksa menjual segala barang rumah tangga yang dianggap berharga atau menggadaikannya ke lembaga-lembaga pegadaian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Ketika musim itu terjadi pada masyarakat nelayan, mereka menginginkan adanya bantuan dari pihak pemerintah untuk meringankan beban kehidupannya namun para pejabat pemerintahan menganggap bahwa kehiudpan masyarakat nelayan boros. Arti boros adalah pejabat menganggap bahwa nelayan ketika dalam masa panen ikan yang melimpah, para nelayan akan mengahabiskan uangnya untuk belanja tanpa mereka mengingat akan tabungan pada esok harinya. Hal inilah yang membuat nelayan susah untuk memperoleh kehidupan yang jauh dari kata miskin (Kusnadi, 2003:1-3).
Peneliti ingin memaparkan berbagai problematika yang ada di masyarakat nelayan di Kenjeran, bukan hanya melihat dari sisi negatif yang selama ini melekat pada masyarakat nelayan namun peneliti harus melihat sisi positifnya pula supaya peneliti dapat mencari masalah negatif untuk memberikan saran agar sisi negatif yanga ada dapat sedikit demi sedikit luntur dan tergantikan dengan sisi positif yang harus lebih ditonjolkan
II. PEMBAHASAN
Pengertian problema/ problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan permasalahan. (Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 276).
Sedangkan ahli lain mengatakan menyatakan bahwa "definisi problema/problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu." (Syukir, Dasar-dasarStrategi Dakwah Islami, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983: 65).
Hasil data lapangan selama peneliti turun lapangan untuk observasi dan wawancara pada beberapa masyarakat nelayan mencangkup problematika yang terjadi pada masyarakat nelyan di Kenjeran adalah tidak berbeda jauh dengan isi dalam pendahuluan yang dijelaskan oleh Kusnadi.
HNSI (himpunan nelayan seluruh indonesia) telah ada sejak 1968. Satu2nya organisasi yang menaungi nelayan. Ada sekitar 17 kelurahan yang ada nelayannya dari sekitar 165 kelurahan yang ada di kota Surabaya. Surabaya sebagai salah satu kota Maritim tapi keberadaan nelayan tradisional kurang mendapat perhatian, sebaliknya lebih fokus pada industri dan pelabuhan.
Problematika ada pada kehidupan masyarakat nelayan yang pada umumnya cukup memprihatinkan, karena pendapatan yang didapat tidak sepadan dengan kebutuhan yang tinggi. Mayarakat nelayan merasa bahwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja terbatas dan susah apalagi untuk memenuhi kebutuhan akses pendidikan sehingga masih banyak nelayan yang tidak mementingkan pendidikan untuk anakanya.
Menurut salah satu narasumber yang mengatakan bahwa potensi laut yang besar belum sebanding dengan daya eksplorasi nelayan. Nelayan rata-rata hanya mampu menangkap ikan dengan modal kecil secara tradisional sehingga yang didapat tidak pasti bahkan cenderung kecil.
Kendala lain diungkap oleh salah satu narasumber bahwa rata-rata nelayan Surabaya tidak mau menangkap di laut lepas, rata-rata hanya dibawah 1 mil dengan waktu kira-kira 2-3 jam dan tidak dalam kurun waktu 1 bulan (maksimal bekerja selama 20 hari). Terkadang masyarakat nelayan menyesuaikanya dengan adanya pasang surut air laut. Masyarakat nelayan umumnya mengenal 2 musim yang menjadi landasan melaut: musim perapu (musim tangkap ikan) dan musim paceklik.
Masyarakat nelayan juga mengalami kesulitan ketika sedang mengalami musim paceklik. Jika musim ini terjadi maka masyarakat nelayan akan berusaha untuk memenuhi kehidupan keluarganya dengan jalan lain selain menjadi nelayan dan menangkap ikan. Masyarakat nelayan akan berusaha mencari pekerjaan lain seperti menjadi buruh pabrik, dan pekerjaan kasar lainnya.
Pemerintah selama ini tidak menutup mata dengan kelangsungan pembangunan masyarakat nelayan, buktinya adalah bantuan pada waktu walikota Surabaya yang menjabat adalah Pak Pono. Masyarakat nelayan Surabaya pernah mendapat bantuan kapal untuk menangkap ikan, namun nelayan belum mampu menyesuaikan dengan teknologi yang ada sehingga tidak berjalan dengan maksimal. Selain itu, untuk mampu melaut di laut bebas nelayan harus membutuhkan modal yang besar sedangkan pendapatan tidak pasti.
Pemerintah Kota Surabaya juga membangun pasar Pabean yag merupakan salah satu pasar untuk tempat jual beli ikan hasil tangkapan nelayan. Ini adalah bukti keseriusan Pemerintah Daerah Surabaya untuk melakukan pembangunan pada masyarakat nelayan untuk mengentaskan polemik kemiskinan yang selama ini melekat di masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.
Seiring berkembangnya teknologi ternyata dampak buruknya adalah persaingan antara masyarakat nelayan, yang terlihat pada masalah sosial nelayan sekarang ini rata-rata individualis sehingga jika salah satu melakukan pelanggaran dengan menggunakan potassium dll yang lain tidak peduli, berbeda dengan dulu yang masih ada rasa saling tepo sliro satu sama lain
Permasalahan yang saat ini juga mempengaruhi pendapatan nelayan adalah dibangunnya Pelabuhan Teluk Lamong yang berpengaruh pada semakin berkurangnya pendapatan nelayan. Permasalahan lainnya adalah semakin banyaknya industri-industri yang limbahnya mencemari sungai & laut, sehingga banyak ikan yang mati, selain itu kualitas ikan yang didapat kurang bagus. Permasalahan yang ada pernah disampaikan ke pelindo sebagai stakeholder yang dinilai berpengaruh dan berhubungan dengan bermasalahan ini namun belum terlalu diperhatikan secara baik.
Dalam segi positif yang terjadi pada problematika masyarakat nelayan di Kenjeran adalah usaha nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, perilaku seperti ini adalah yang patut dicontoh oleh semua masyarakat bahwa untuk bertahan hidup perlu adanya pemikiran kreatif untuk menemukan solusi selama ada usaha.
Segi positif lain terjadi pada Pemerintah Kota Surabaya yang selalu berusaha untuk mencari solusi agar masyarakat nelayan di Kenjeran terbebas dari kemiskinan dengan cara memfasilitasi nelayan agar menjual ikan di Pasar Pabean.
Sisi positif dan negatif akan selalu berdampingan tetapi ternyata dari sekian banyaknya masyarakat nelayan ada beberapa orang yang sadar akan berlaangsungnya sumber daya alam khususnya laut. Dia adalah salah satu narasumber yang cukup sukses. Selain itu narasumber juga menjelaskan bahwa dia adalah salah satu nelayan yang sukses dan mendapat banyak penghargaan, diantaranya adalah Adibakti Mina Bahari juara I tingkat nasional. Beliau sekarang berperan sebagai pendamping, motivator yang memiliki keinginan mengubah mindset nelayan untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik dan memiliki kehidupan yang berkecukupan.
III. PENUTUP
Problematika masyarakat nelayan di Kenjeran secara garis besar mencakup tiga masalah yaitu ekonomi,sosial dan politik. Problematika ekonomi terjadi pada pendapatan nelayan yang tidak sepadan dengan tingginya kebutuhan, pendapatan nelayan hanya cukup untuk mencukupi dalam waktu sehari jadi jika mereka tidak melau maka keluarganya tidak mempunyai uang untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya. Sisi positif dari masalah ekonomi yang bisa ditiru dari kehidupan nelayan adalah mereka akan terus berusaha mencari kerja lain selain melaut demi memenuhi kehidupannya dan keluarganya.
Problematika sosial nelayan sekarang ini rata-rata individualis sehingga jika salah satu melakukan pelanggaran dengan menggunakan potassium dll yang lain tidak peduli, berbeda dengan dulu yang masih ada rasa saling tepo sliro satu sama lain.
Problema politik terjadi ketika ada pihak pemerintah yang peduli dengan kehidupan nelayan yaitu adanya bantuan pada waktu walikota Surabaya yang menjabat adalah Pak Pono. Masyarakat nelayan Surabaya pernah mendapat bantuan kapal untuk menangkap ikan, namun nelayan belum mampu menyesuaikan dengan teknologi yang ada sehingga tidak berjalan dengan maksimal.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Kusnaidi. 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta: Pelangi Aksara
Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta: Pelangi Aksara
Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta: Printing Cemerlang
Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKIS
Yustika, Ahmad Erani. 2003. Negara VS Kaum Miskin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar