PENCEMARAN LAUT STUDI PENCEMARAN LIMBAH DOMESTIK DI KAWASAN PANTAI KENJERAN SURABAYA
Oleh : GENDEWA TUNAS RANCAK (4113205004) RIMA GUSRIANA HARAHAP (4112205202)
TEKNIK MANAJEMEN PANTAI FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Pengantar Manusia merupakan komponen lingkungan yang bersama-sama dengan komponen alam lainnya, hidup bersama dan mengelola lingkungan dunia. Karena manusia adalah makhluk yang memiliki akal dan pikiran, peranannya dalam mengelola lingkungan sangat besar. Manusia dapat dengan mudah mengatur alam dan lingkungannya sesuai dengan yang diinginkan melalui pemanfaatan ilmu dan teknologi yang dikembangkannya.
Lingkungan mempunyai daya dukung dan daya lenting. Daya dukung berarti kemampuan lingkungan untuk dapat memenuhi kebutuhan sejumlah makhluk hidup agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar didalamnya. Daya lenting berarti kemampuan untuk pulih kembali kepada keadaan setimbang. Kegiatan manusia amat berpengaruh pada peningkatan atau penurunan daya dukung maupun daya lenting lingkungan. Manusia dapat meningkatkan daya dukung lingkungan, tetapi karena keterbatasan kemampuan dan kapasitas lingkungan, tidak mungkin terus ditingkatkan tanpa batas, sehingga manusia secara sadar ataupun tidak menyebabkan ketidaksetimbangan atau kerusakan lingkungan.
Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, aneka kebutuhan hidup semakin bertambah dan menghasilkan produk akhir yang disebut sampah. Sampah apabila tidak dikendalikan dapat mencemari lingkungan, terutama perairan yang notabane-nya banyak dianggap sebagai tempat sampah paling l uas. Pencemaran perairan sendiri adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
1.2.
Pencemaran Pencemaran Perairan Pencemaran perairan terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan air tanah yang disebabkan olek aktivitas manusia. Air dikatakan tercemar jika tidak dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Walaupun fenomena alam, seperti gunung meletus, pertumbuhan ganggang, gulma yang sangat cepat, badai dan gempa bumi merupakan penyebab utama perubahan kualitas air, namun fenomena tersebut tidak dapat disalahkan sebagai penyebab pencemaran air. Pencemaran ini dapat disebabkan oleh limbah industri, perumahan, pertanian, rumah tangga, industri, dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Polutan industri antara lain polutan organik (limbah cair), polutan anorganik (padatan, logam berat), sisa bahan bakar, tumpahan minyak tanah dan oli merupakan sumber utama pencemaran air, terutama air tanah. Disamping itu, penggundulan hutan baik untuk pembukaan lahan pertanian, perumahan dan konstruksi bangunan lainnya mengakibatkan pencemaran air tanah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnyaturun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea-UNCLOS III) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya.
1.3.
Limbah dan Jenis-Jenisnya Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Beberapa jenis limbah yang dihasilkan kegiatan antropogenik dan industry adalah limbah padat (sampah), air kakus (black water ), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya ( grey water ). Limbah dibagi menjadi limbah cair dan padat. Limbah cair dapat diartikan sebagai hasil buangan yang berbentuk cair atau liquid . Limbah jenis ini dapat dihasilkan dari kegiatan atau proses di dalam rumah tangga, industri, bahkan kegiatan atau proses di dalam pertambangan. Limbah cair lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik.
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Untuk limbah cair air limbah ini umumnya dibuang melalui saluran / got menuju sungai ataupun laut. Terkadang dalam perjalannya menuju laut, air limbah ini dapat mencemari sumber air bersih yang dipergunakan oleh manusia. Dengan demikian penanganan air limbah perlu mendapat perhatian serius. Selain dapat berbahaya bagi kesehatan manusia, air limbah juga dapat mengganggu lingkungan, hewan, ataupun bagi keindahan.
Limbah rumah tangga seperti sampah organik (sisa-sisa makanan), sampah anorganik (plastik, gelas, kaleng) serta bahan kimia (detergen, batu batere) juga berperan besar dalam pencemaran air, baik air di permukaan maupun air tanah. Polutan dalam air mencakup unsur-unsur kimia, pathogen/bakteri dan perubahan sifat Fisika dan kimia dari
air. Banyak unsur-unsur kimia merupakan racun yang mencemari air. Patogen/bakteri mengakibatkan pencemaran air sehingga menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. Adapuan sifat fisika dan kimia air meliputi derajat keasaman, konduktivitas listrik, suhu dan pertilisasi permukaan air. Di negara -negara berkembang, seperti Indonesia, pencemaran air (air permukaan dan air tanah) merupakan penyebab utama gangguan kesehatan manusia/penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di seluruh dunia, lebih dari 14.000 orang meninggal dunia setiap hari akibat penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran air.
Limbah domestik dapat berupa padatan (kertas, plastik dll.) maupun cairan (air cucian, minyak goreng bekas, dll.). Di antara limbah tersebut ada yang mudah terurai yaitu sampah organik dan ada pula yang tidak dapat terurai. Limbah rumah tangga ada juga yang memiliki daya racun tinggi, misalnya sisa obat, baterai bekas, air aki. Limbah-limbah tersebut tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3). Tinja, air cucian, limbah kamar mandi dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis (seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya) yang akan mengikuti aliran air.
Menurut GESAMP (1976) limbah domestik mempunyai 5 sifat utama yaitu : 1. Mengandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah banyak, yang sering terkontaminasi dalam kerang-kerangan dipesisir laut. 2. Mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi, sehingga BOD (Biological Oxygen Demand) biasanya tinggi 3. Padatan (organik dan anorganik) yang mengendap di dasar perairan. Komponen organik akan terurai secara biologis, sebagai akibatnya kandungan oksigen berkurang 4. Kandungan unsur hara, terutama komponen fosfor dan nitrogen tinggi sehingga sering menyebabkan terjadinya eutrofikasi. 5. Mengandung
bahan-bahan
terapung,
berupa
bahan-bahan
organik
dan
anorganik
dipermukaan air atau berada dalam bentuk suspensi. Kondisi ini sering mengurangi kenyamanan dan menghambat laju fotosintesis, serta mempengaruhi proses pemurnian alam (self purification).
Dalam banyak hal, limbah industri walaupun sudah diproses di IPAL (Instalansi Pengolahan Limbah) kualitasnya masih jelek (nilainya masih diatas baku limbah cair yang telah ditetapkan). Dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa limbah industri tidak atau sulit larut dalam air. Beberapa diantaranya secara langsung meracuni kehidupan perairan seperti Cyanida, phenol, dll atau bisa secara tak langusng misalnya melalui turunnya oksigen untuk perombakan bahan-bahan organik.
BAB II PENCEMARAN LIMBAH DOMESTIK DI KAWASAN PANTAI KENJERAN
Perkembangan kota memantik adanya perubahan penanganan dan pengolahan limbah yang dihasilkan dari kegiatan perkotaan. Hal ini sejalan dengan perubahan kegiatan perkotaan yang semakin memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan, khususnya limbah yang dihasilkan oleh warga kota. Selama ini penanganan dan pengolahan limbah lebih dititik beratkan pada limbah yang dihasilkan oleh limbah industri yang dianggap memiliki potensi besar dalam merusak lingkungan. Apabila diperhatikan lebih seksama, kita sebagai masyarakat yang mendiami wilayah kota juga memberikan dampak yang cukup besar terhadap limbah yang dihasilkan suatu kota.
Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan perkotaan di Indonesia sebagian besar tanpa melalui proses pengolahan sebelum dibuang langsung ke saluran pematusan. Sehingga sungai sebagai saluran pembuangan terakhir menuju ke laut memiliki beban yang berat, selain sebagai saluran pembuangan kegiatan perkotaan juga menjadi saluran yang membawa sedimentasi dari daerah hilir. Terlebih di wilayah muara sungai (estuari), dimana hampir seluruh limbah perkotaan dan sedimentasi yang dibawa aliran sungai mengendap dan mengumpul di wilayah ini. Besarnya limbah domestik di sungai perkotaan yang dihasilkan oleh rumah tangga, dengan ciri utama berupa tingginya nilai BOD yang disebabkan ole h keberadaan kandungan bahan organik yang berkisar antara 50 – 75 %, sedang sisanya berasal dari k egiatan industri (Mukhtasor, 2007 : 122).
Besarnya prosentase kandungan BOD pada limbah domestik rumah tangga di aliran sungai/saluran pematusan berkisar 50 – 75 % dengan volume limbah dari sumber domestik yang dihasilkan di Propinsi Jawa Timur tahun 1995 berkisar antara 200 – 204 liter/orang/hari (BTKL Pos Surabaya, 1995). Volume limbah yang begitu besar tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu akan menimbulkan dampak/pengaruh yang buruk terhadap badan sungai dan muara sungai, dan tentunya keberadaan perairan laut yang menjadi tempat pemb uangan akhir.
Kondisi pesisir Kenjeran merupakan daerah estuari yang subur, tempat berbiaknya berbagai biota karena adanya suplai nutrisi yang terus-menerus dibawa ombak. Di sepanjang pesisir Kenjeran sekarang ini telah dikuasai oleh pengembang yang ingin membangun atau memperluas usaha dibidang properti. Perumahan-perumahan baru dan megah akan menjejalah wajah pesisir Kenjeran yang jelas ini merupakan pelanggaran tata ruang karena peruntukkannya untuk konservasi.
Kerusakan pesisir Pantai Kenjeran dipicu oleh pencemaran yang berasal dari pembuangan limbah industri, rumah tangga, maupun sampah yang dibuang sembarangan disekitar pantai. Pembuangan limbah cair misalnya dari industri berdampak pada matinya organisme didalam air apabila parah dapat menyebabkan dekomposisi anaerobik. Sampah yang banyak menimbulkan permukaan pantai
tertutup sehingga menutupi penetrasi matahari dan mempersulit proses pengambilan oksigen yang berguna dalam proses fotosintesa oleh klorofil.
Setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan. Dengan demikian masalah utama dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya wilayah pesisir adalah pemanfaatan ganda daripada sumberdaya tanpa adanya koordinasi.
Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di pesisir Pantai Kenjeran yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumberdaya alam. Sumber pencemaran perairan pesisir Pantai Kenjeran terdiri dari limbah industri, limbah cair pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sediment, unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang). Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya di Pantai Kenjeran yaitu Pemanfaatan ganda, pemanfaatan tak seimbang, pengaruh kegiatan manusia, dan pencemaran wilayah pesisir.
Dengan kondisi kenjeran yang demikian, Ironisnya RTRW Kota Surabaya menetapkan kenjeran menjadi areal pertumbuhan perekonomian sector wisata dengan obyek wisata bahari. Padahal jika meninjau dari tingkat pencemaran, banyak parameter pencemaran yang tidak sesuai denan baku mutu air laut untuk wilayah pariwisata. Misalnya saja kolirform yang jauh melebihi ambang batas (ambang batas adalah 1000jpt/100 ml, namun kenjeran mencapai 2,4 x 10 4), dengan status wisata bahari yan berarti menggunakan perairan laut untuk banyak aktifitas manusia seperti renang, kano, dan lain sebagainya, keberadaan total koliform yang begitu tinggi ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius terhadap masayrakat.
2.1 Pencemaran Limbah Cair Domestik Pantai Kenjeran
Berdasarkan KEPMEN LH No 112 Tahun 2003 tnetang Baku Mutu Air Limbah Domestik, air limbah domestic adalah air limbah yang berasal dari usaha dant atau kegiatan permukiman (estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, industry, apartemen, dan asrama. Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting, yaitu : Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba pathogen, air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta kemungkinan kecil mikro-organisme
1.
Sewage Waste Sewage waste masuk ke perairan laut mela lui saluran pembuangan dan drainase di wilayah permukiman penduduk. Berdasarkan uji kualitas air buangan, yang diambil pada pipa septic tank di salah satu perumahan warga untuk mewakili karakteristik limbah domestic dan pencucian hasil perikanan, di kelurahan tambak wedi dapat dilihat dalam tabel 1.
Gambar 1. Peta Kelurahan Tambak Wedi sebagai objek sampling kualitas air buangan Sumber: wikimapia.org
Kualitas air buangan yang berada pada effluent air buangan rumah tangga ini dapat diunakan sebagai pembanding dengan kualitas air laut sebagai badan air penerima akumulasi limbah domestic.
Tabel 1. Karakteristik Air Buangan dari Sampling salah satu Rumah Nelayan warga di Kelurahan Tambak Wedi Parameter konsentrasi pH 6,58 TSS 10,644 COD 3,040 BOD 1,580 N (ammonium) 354,84 P (Phosphat) 10,77 Total Coliform 27 x 10 Sumber: Laboratorium Teknik Lingkungan ITS, 2012
Satuan mg/L mg/L O2 mg/L O2 mg/L NH3-N mg/L Po4 – p MPN
Sedangkan untuk mengetahui berapa kira-kira jumlah air buangan yang dihasilkan bisa diperoleh dari kapasitas jumlah penduduk maksimum terlayani yang kemudian dikenversi menjadi debit air buangan. Debit air buangan ini dapat digunakan untuk merencanakan desain pengolahan, dimana rekapitulasi (%) air buangan terhadap pemakaian air bersih adalah 70%.
Asumsi debit air buangan
= 70% x 120 L/jiwa/hari = 84 L/jiwa/hari
Kapasitas pelayanan
= kegiatan domestic + Pencucian ikan
Jumlah penduduk terlayani
= (300 jiwa) + (70% x 300 jiwa x kk/5 jiwa) = 300 jiwa + 45 KK
Q rata-rata
= debit limbah domestic + debit pencucian ikan = (300 jiwa x 84 L/jiwa/hari) + (45 KK x 60 L/KK/hari x 4 hari/minggu x minggu/7 hari) = 0,3 x 10 -3 m-3/det + 1,8 x 10-5 m 3/det = 0,32 x 10 -3 m3/det
a. Grey water Grey water merupakan air bekas cucian, dapur, dan kamar mandi yang tidak mengandung tinja. Grey water mengalir menuju laut melalui pipa outfall limbah yang langsung dialirkan menuju laut. Selain itu, grey water dialirkan melalui pipa dari kegiatan domestic (rumah, perniagaan, industry) menuju ke sungai/saluran yang bermuara ke laut.
Pengaliran Sewage di Indonesia, umumnya menggabungkan antara grey water, black water, dan storm water dalam satu saluran, baik tertutup maupun terbuka yang bermuara di laut secara langsung, maupun melalui sungai/kanal terlebih dahulu. Idealnya, grey water maupun black water harus dioalah dulu sebelum dialirkan kembali menuju laut untuk mengurangi beban pencemar, sehingga meminimalisir akumulasi beban pencemar di perairan laut.
Untuk wilayah kenjeran, rata-rata masyarakat membuang limbah cair melalui pipa, baik bermuara menuju badan air penerima, maupun langsung di buang ke tanah. Untuk perniagaan dan perindustrian yang berada di pinggir pantai, grey water langsung dialirkan menuju ke laut. Hal ini mengakibatkan kandungan organik dan senyawa kimia terakumulasi di wilayah muara dan laut. Beberapa parameter yang dapat ditinjau untuk menentukan kualitas air laut kenjeran tercemar dari hasil buangan grey water adalah parameter kimia, diantaranya oksigen terlarut (DO), BOD, Amoniak, dan Surfaktan Detergen.
Masuknya material organik ke badan air akan mengakibatkan menurunya kadar oksigen terlarut. Namun, Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BLH Kota Surabaya pada tahun 2011 yang diukur berdasrkan 4 triwulan kondisi oksigen teralrut di perairan pantai Kenjeran masih diatas standar baku mutu (>5 mg/l).
Berdasarkan data BLH Kota Surabaya 2011, kualitas pe rairan kenjeran atas masukan grey water di Kenjeran diukur berdasarkan 4 parameter, yaitu Bioloical Oxygen Demand, Amoniak, dan surfaktan detergen. Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua bahan organik yang terlarut dan sebagian zat organik yang tersuspensi dalam suatu perairan. Secara umum, jika nilai BOD lebih tinggi dari 10 mg/l, maka perairan tersebut dapat dikatakan tercemar. Dalam kasus ini, nilai BOD di lokasi cenderung lebih rendah dibanding baku mutu (< 10 mg/l). kondisi ini sesuai dengan nilai DO yang cenderung lebih tinggi dibanding baku mutu, mengingat nilai BOD
mempunyai korelasi negative dengan nilai DO. Semakin tinggi DO, maka semakin kecil nilai BOD. Jika di tinjau dari parameter BOD, maka perairan laut Kenjeran termasuk dalam kategori tercemar.
Grafik 1. Kadar BOD di daerah Gunung Pasir (Kiri) dan Tempat Pengasapan Ikan (kanan), Pantai Kenjeran Sumber: Pengendalian Pencemaran Pantai BLH Kota Surabaya, 2011
Parameter
amoniak
(NH3-N)
ditetapkan. Kondisi di kedua
dapat lokasi
bersifat
toksik
bila melebihi
baku mutu
yang
(Gunung Pasir dan Pengasapan Ikan) di perairan laut
kenjeran menunjukkan nilai amoniak cenderung lebih tinggi dibanding baku mutu (yang ditetapkan nihil). Pada saat kandungan oksigen rendah, maka nitrogen akan berubah menjadi
amoniak
menjadi
nitrat
(NH3) dan
(NO3).
saat
kandungan
oksigen
tinggi maka
nitrogen
berubah
Pada kasus ini, kemungkinan tingginya nilai amoniak sebenarnya
merupakan suatu proses hasil metabolism hewan dan proses dekomposisi bahan organik dari
bakteri. Dan
terlalu
tinggi
jika
kadar amoniak di suatu perairan terdapat dalam
jumlah yang
(> 1,1 mg/l), maka Alaerts dan Santika (1985), menyatakan dugaan adanya
pencemaran.
Grafik 2. Kadar Amoniak di daerah Gunung Pasir (Kiri) dan Tempat Pengasapan Ikan (kanan), Pantai Kenjeran Sumber: Pengendalian Pencemaran Pantai BLH Kota Surabaya, 2011
Surfaktan deterjen merupakan salah satu polutan organik yang menyumbang 11% kandungan fosfat suatu perairan (Kohler, 2006). Tingginya fosfat suatu perairan akan mengakibatkan efek
negative,
karena terjadi
salah
satu
dominansi
diantaranya adalah spesies
fitoplankton
keragaman tertentu.
plankton menjadi menurun Namun,
pada perairan laut
kenjeran di kedua lokasi sampling, nilai surfaktan deterjen cenderung masih bisa ditoleransi meskipun memiliki nilai yang lebih tinggi diatas baku mutu (0,01 mg/l).
Grafik 3. Kadar Surfaktan Detergen di daerah Gunung Pasir (Kiri) dan Tempat Pengasapan Ikan (kanan), Pantai Kenjeran Pengendalian Pencemaran Pantai BLH Kota Surabaya, 2011
b. Black Water Black water merupakan istilah yang digunakan untuk limbah cair yang merupakan gabungan dari air seni dan tinja yang dibilas/flush (mengandung air dan sabun). Black Water masuk ke wilayah perairan laut melalui saluran pembuangan yang bermuara ke laut tanpa pengelolaan lanjutan terlebih dahulu. Idealnya, saluran atau pipa outfall yang mengalirkan waste water dalam bentuk Grey water ataupun Black Water di olah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke badan air penerima, dalam hal ini adalah perairan laut
Oranisme pathogen yang terkandung dalam tinja merupakan bagian yang paling berbahaya dari black water karena mengandung mikroorganisme pathoghen yang dapat menularkan beragam penyakit bila masuk ke dalam tubuh manusia. Dalam satu gram tinja dapat terkandung satu milyar partikel virus infektif yang mampu bertahan hidupselama beberapa minggu pada suhu di bawah 10 oC (Mukshtasor, 2006). Mikroorganisme ini biasa diidentifikasi sebagai bakteri koliform dalam pengukuran kualitas perairan.
Gambar 1. Saluran WasteWater yang dialirkan menuju Waste water Treatment Plant (WWTP)
Bakteri koliform adalah sekelompok bakteri Gram negative berbentuk batang yang bersifat aerob atau anaerob fakultatif dan tidak membentuk spora. Kebanyakan bakteri koliform berasal atau habitatnya adalah saluran pencernaan mahkluk hidup berdarah panas, seperti manusia dan hewan. Walaupun tidak semua bakteri koliform berbahaya terhadap kesehatan manusia dan hewan, tetapi karena bakteri koliform ada di saluran pencernaan dan feses makhluk hidup, bakteri ini berasosiasi dengan mikroorganisme pathogen lain yang juga hidup di habitat yang sama. Adanya keterkaitan ini, bakteri koliform menjadi salah satu parameter kualitas air yang menunjukkan adanya kontaminasi anthropogenic
pollutan
berupa feses manusia dalam suatu perairan. Walaupun parameter ini sebenarnya masih bias, karena ada juga anggota kelompok bakteri koliform yang habitatnya adalah air dan sedimen.
Intepretasi yang dapat diambil dari parameter bakteri koliform ini adalah apabila dalam suatu perairan mengandung lebih dari 200 koloni per 100 ml sample, maka probabilitas keberadaan mikroorganisme pathogen yang berasosiasi dengan bakteri koliform di perairan tersebut juga tinggi. Mikroorganisme patogen tersebut berpotensi menyebabkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan pencernaan, seperti disentri, hepatitis dan tifus. KepMenLH no.51/2004 menyebutkan bahwa baku mutu adalah 1000 jpt/100 ml, sedangkan berdasarkan pengukuran BLH Kota Surabaya pada perairan kenjeran, ketika dilakukan pengukuran selama 4 triwulan, hanya pada triwulan pertama yang memenuhi baku mutu. Pada tiga triwulan berikutnya, total koliform telah melebihi standard baku mutu, dimana pada triwulan kedua mencapai 2,4 x 10 4 jpt/100 ml di wilayah Gunung Pasir dan 1,3 x 10 4 jpt/100ml di wilayah Pengasapan Ikan. Berikutnya pada triwulan ketiga total koliform mencapai 1,6 x 10 5 jpt/100 ml di wilayah Gunung Anyar dan 1,6 x 10 5 jpt/100 ml di wilayah pengasapan ikan. Terakhir, pada triwulan keempat total koliform di wilayah Gunung Pasir mencapai 2,4 x 10 4 jpt/100 ml dan 4,5 x 10 5 jpt/100 ml di wilayah Pengasapan Ikan.
Tabel 3. Jumlah Bakteri Koliform pada kawasan kenjeran Kawasan
Kenjeran
Total Bakteri Koliform (jpt/100 ml)
Titik Sampling
I
II
II
IV
Gunung Pasir
4,5 x 10 2
2,4 x 104
1,6 x 105
2,4 x 104
Pengasapan Ikan
2,1 x 10
1,3 x 10
1,6 x 10
4,5 x 10
Sumber: BLH Kota Surabaya, 2010 Selain itu, pengukuran parameter Oksigen Terlarut juga diperlukan untuk menganalisa status pencemaran laut oleh mikroorganisme.
Tabel 4. Oksigen Terlarut di Perairan Surabaya selama periode 4 triwulan pengukuran Kawasan
Kenjeran
Titik sampling
Oksigen Terlarut (mg/l) I
II
III
IV
Gunung Pasir
6,27
5,73
2,07
4,69
Pengasapan Ikan
6.05
7,79
1,68
6,23
Sumber: BLH Surabaya, 2010 Baku Mutu Oksigen Terlarut untuk ar Laut adalah >5 mg/l
Dari kompilasi data triwulan (Tabel 3), terdeteksi bahwa jumlah bakteri koliform di tiga kawasan tersebut di atas telah melewati ambang batas walaupun rata-rata kandungan oksigen terlarut yang ada di perairan kenjeran masih berada di kisaran ambang batas (>5 mg/l), yaitu 4,68 mg/l di lokasi Gunung Pasir dan 5,43 di wilayah Pengasapan Ikan (Tabel 4). Tingginya jumlah
bakteri
koliform dan
kandungan oksigen
terlarut dapat digunakan
sebagai indikator bahwa perairan tersebut telah terkontaminasi feses makhluk hidup (manusia dan hewan). Karena bakteri koliform yang berasal dari saluran pencernaan makhluk hidup adalah kebanyakan bersifat anaerob fakultatif, contohnya bakteri Escherichia coli. Artinya
bakteri
koliform
anaerob
fakultatif
tidak
mutlak membutuhkan oksigen untuk
respirasinya. Dalam kondisi oksigen rendah konsentrasinya bakteri
koliform
anaerob
fakultatif masih dapat bertahan hidup dan berkembang biak karena dapat melakukan fermentasi untuk konservasi energi. Perairan dengan kualitas yang baik memeiliki kandungan oksigen terlarut 8-14 mg/l, dimana jika dibawah baku mutu (5 mg/l) adalah kondisi anoksik, dan bila lebih dari 14 kondisi oksigen di perairan menjadi jenuh. Pada kondisi anoksik biasanya terjadi kematian ikan masal, namun tidak terjadi de ngan bakteri anaerob fakultatif yang dapat bertahan ddalam kondisi anoksik. artinya, ketika kondisi kematian ikan masal, akan diperparah dengan potensi terserang mikroorganisme pathogen yang berimplikasi terhadap kesehatan.
Data yang telah diperoleh juga dapat diintepretasikan bahwa jumlah mikroorganisme pathogen yang berasosiasi dengan bakteri koliform juga tinggi, sehingga manusia yang kontak dengan air ini perairan ini beresiko terserang penyakit pencernaan. Maka perairan di kawasan tersebut
perlu dikelola secara maksimal sehingga anthropogenic pollution (polutan yang dihasilkan oleh aktifitas manusia) dapat dieliminasi semaksimal mungkin.
2.
Logam Berat
Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi serta bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu, logam berat adalah unsur yang mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik.
Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm 3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup.
Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, dan juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001)
Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi.
Selain itu, sebelum TPAL Kenjeran ditutup, TPAL ini (diduga sampai saat ini, walaupun sudah ditutup) merupakan salah satu sumber pencemaran. Sampah penduduk kota Surabaya yang berton – ton jumlahnya ditimbun langsung secara terbuka di TPA kenjeran. Seperti lazimnya sampah, mengalami pelapukan dengan mengeluarkan cairan hitam pekat yang disebut lindi. Lindi ini bisa saja merupakan campuran dari berbagai bahan pencemar organik, pestisida, logam berat, dll (tergantung dari jenis sampah) akan hanyut ke laut pada saat pasang karena pada saat pasang, air laut mampu menerobos pori –pori tanah TPA yang akhirnya melarutkan lindi masuk ke laut sekitarnya terlebih pada saat musim hujan (run off dan storm water ).
Jumlah Logam berat yang berada dalam perairan Kenjeran lebih banyak terdapat di dalam sedimen dibandingkan dalam air. Namun, Paparan logam berat yang terpapar pada ikan masuk melalui jalur rantai makanan. Pertama sekali ion merkuri dan cadmium dimakan oleh organisme planktonik. Planktonk dimakan oleh ikan-ikan kecil, udang dan biota lainnya. Selanjutnya ikan-ikan kecil tersebut akan dimakan oleh ikan-ikan yang lebih besar, begitu seterusnya sampai pada tingkatan puncak dari rantai makanan yang ada dalam tatanan perairan. Pada pengem-bangan sistem rantai makanan, di mana komponen-komponen penyusun rantai makanan merupakan paduan dari biota perairan dan organisme hidup daratan lainnya. Maka ikan-ikan kecil dan besar akan dimakan oleh burung-burung air. Puncak dari rantai makanan ini adalah manusia yang akan mengkonsumsi baik ikan maupun burung-burung air yang telah mengakumulasi atau terkontaminasi oleh senyawa merkuri. ikan yang hidup di habitat tersebut mempunyai resiko menyerap logam berat melalui insang dan makanan. Proses ini dikenal dengan Biomagnifikasi dan Bioakumulasi (Taftazani, 2007)
Sebagai contoh, Penelitian Balai Teknik Kesehatan Lingkungan tahun 1999 menunjukkan bahwa lebih banyak logam berat dalam jenis cadmium (Cd) yang berada dalam sedimen daripada perairan pantai kenjeran. Titik sampling diambil di muara sungai dan kanal di perairan kenjeran.
Tabel 5. Kandungan Kadmium di muara sungai dan kanal Kenjeran Lokasi
Kadar Cd dalam air (ppm)
Kadar Cd dalam Sedimen
Kanal Wonokromo
0,0006
0,705
Kali Mas
0,0029
0,331
Kali Pegrikan
0,0688
0,404
Saluran Wonosari
0,0751
0,338
Saluran Medokan
0,0024
0,432
Saluran Keputih
0,0028
0,558
Saluran Ngagel
0,0015
0,368
Saluran Kalidami
0,0048
0,633
Saluran Jeblokan
0,0106
0,428
Saluran Pacar Keling
0,1063
0,691
Saluran Kenjeran
0,0784
0,728
Saluran Sukolilo
0,0003
0,534
Sumber: BTKL Surabaya 1999
a. Cadmium (cd) Pencemaran di daerah ekosistem pesisir Kenjeran Surabaya, oleh logam berat Cd disebabkan oleh kegiatan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian di daerah industri percetakan sebesar 0,07 ppm, industri plastik sebesar 0,006 ppm. Kadar Cd di muara
kenjeran meliputi konsentrasi Cd pada air laut sebesar 0,0327 ppm, sedimen sebesar 0,481 ppm dan pada kerang sebesar 0,208 ppm (Imron, 2006).
Hasil penelitian Trisnawati (2008) yang telah melakukan penelitian pada kerang hijau di Pantai
Kenjeran
Surabaya,
hasil
penelitiannya
menjelaskan
bahwa
kerang
hijau
mengandung berat Cd, nilai konsentrasi rata-rata tertinggi 6,73-7,37 ppm. Hasil tersebut sudah melebihi ambang batas yang dianjurkan oleh WHO.
b. Merkuri (Hg) Hutagalung (1984), menyatakan bahwa kondisi perairan Kenjeran Surabaya baik air, endapan,
dan
ikannya
telah
positif tercemar
Hg
pada
tingkat
membahayakan.
Dijelaskan oleh Sudarmaji et al. (2005), bahwa rambut nelayan pesisir Kenjeran terindikasi Hg rata-rata 0,26509 ppm sedangkan pada kontrol rata -rata 0,00051 ppm. Arisandi (2004), bahwa sekitar 80% anak sekolah di Kenjeran meng alami kemunduran intelektual akibat mengkonsumsi hewan laut. Pendataan ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistic ANOVA, dimana akan dilakukan perbandingan dengan lokasi lain, dengan karakteristik yang sama dan kebiasaan yang sama (baik jenis makanan maupun pola perilaku di masyarakat). Untuk melengkapi perbandingan ini, maka di lakukan pembandingan kembali pada lokasi lain dengan akrakteristik yang berbeda, namun tetap berada di wilayah pesisir. Terakhir, untuk memastikan penilaian kontaminan, dilakukan uji toksisitas di laboratorium.
Dari hasil penelitian Indrakusuma (2008) tentang kandungan logam berat Hg pada kerang darah ( Anadara granosa) di Pantai Ria Kenjeran, hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah rata-rata kandungan logam berat Hg adalah 0,1615 ppm. Hasil ini telah melebihi batas aman yang ditentukan oleh WHO dan Standart Nasional Indonesia (SNI) adalah 0,5 ppm. Menurut Anwar, 2006, pada darah masyarakat nelayan di Kenjeran mengandung merkuri (Hg) sebesar 2,48 ppb.
Penentuan logam berat Hg pada daging kerang darah ini dilakukan dengan metode AAS (Atomic Absorption Spektrophotometry), dimana ini merupakan proseduer penentuan standard untuk konsentrasi Merkuri dan Timbal (SNI-2368-1991) untuk preparasi ikan dan terung. Sampel yang dibutuhkan adalah 10 gr daging kerang darah yang telah dihaluskan dengan mortar dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan selama 2 jam dengan suhu 135 oC
c. Kromium (Cr) Logam Cr murni tidak pernah ditemukan di alam. Logam ini di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral d engan unsur – unsur lain. Logam Cr dapat masuk
ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfir).
Dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan nonalamiah. Masuknya Cr secara alamiah dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi (pengikisan) yang terjadi pada batuan mineral. Masukan Cr yang terjadi secara nonalamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia. Sumber-sumber Cr yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga. Bila dilihat pada keadaan kondisi lingkungan kenjeran, banyak sekali industri yang menggunakan Cr dalam kegiatannya seperti : industri tinta, bahan warna (dyes), pigmen cat, kulit (tanning), pelapisan listrik dan anti korosif pada boiler
Pesisir Pantai Kenjeran merupakan wilayah wisata. Karena merupakan daerah wisata maka banyak dijumpai beberapa hotel didaerah tersebut. Industri penyamakan kulit dan olahannya serta industri perajutan yang menghasilkan polutan Cr dalam proses produksinya jika membuang limbah cairnya pada sungai yang alirannya menuju pesisir pantai Kenjeran. Selain daerah wisata, pantai kenjeran terdapat pelabuhan kapal rakyat yang biasa mencari ikan dan juga terakumulasinya beberapa muara sungai. Karena ombak dan pergerakan arus besar menyebabkan konsentrasi yang masuk ke perairan pantai sebagian besar terlarut juga dalam air.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan (Taftazani, 2007), konsentrasi Cr dalam perairan laut Kenjeran adalah 0,3705 µg/ml. Berdasarkan baku mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari yang diatur dalam KepMen LH No 51 Tahun 2004, konsentrasi Cr periaran laut yang memenuhi baku mutu adalah dengan konsentrasi <0,002 µg/ml. hal ini menandakan konsentrasi Cr yang berada di wilayah Perairan Kenjeran sudah jauh melebihi ambang batas untuk wilayah wisata bahari. Padahal, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya, Kenjeran termasuk dalam kawasan pariwisata dengan kategori wisata bahari.
d. Timbal (Pb) Menurut Vera Hakim, 1998, rata-rata kadar timbal (Pb) darah anak-anak di Kenjeran 59,62 mikrogram/dl.
Menurut Abdul Rohim T 2008, kondisi ini sudah cukup berdampak pada
anak-anak Kenjeran yang disebabkan karena mengonsumsi ikan yang tercemar limbah antara lain menurunnya IQ sampai empat poin, kurang konsentrasi dalam belajar sehingga prestasi belajar menurun, berperilaku agresivitas tinggi, penyakit kanker serta penyakitpenyakit degeneratif lainnya (Anonim, 2007).
Dampak yang ditimbulkan oleh TIimbal dapat ditinjau dari pendataan monografi kesehatan (record kesehatan) yang dilakukan selama 1 tahun. Dengan data baseline satu tahun, maka
pengamatan yang dilakukan juga harus dilengkapi dengan uji toksisitas kadar logam berat yang ada di hasil tangkapan nelayan kenjeran. Selebihnya pendekatan STORET atau ANOVA menjadi penting dimana dilakukan sejumlah perbandingan untuk mendapatkan kepastian apakan penuruan kualitas intelektual anak di kenjeran benar-benar akibat dari akumulasi logam berat timbale di dalam ikan yang di konsumsi sehari-hari.
2.2 Pencemaran Limbah Padat (sampah)
Definisi sampah, sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. sampah menurut sumbernya yang dikategorikan dalam UU No 18 tahun 2008 adalah sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja), sampah sejenis sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas lainnya serta sampah spesifik. Yang terakhir ini adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan sampah yang timbul secara tidak periodik.
Keberadaan sampah merupakan dampak dari aktivitas manusia, maka besar kecilnya masalah sampah tumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang ada pada suatu kota. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin banyak pula timbulan sampah yang dihasilkan sehingga perlu pengelolaan sampah untuk mengurangi volume sampah (Azkha, 2006).
Sampah di daerah pesisir merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh suatu kota yang berada dekat dengan pantai atau pesisir, termasuk bagi masyarakat Pesisir Kenjeran Surabaya. Masyarakat Kenjeran belum melakukan pemilahan dan membuang sampah ke tempat yang seharusnya, yaitu ke fasilitas pengumpul seperti tong atau bak sampah. Namun, masyarakat setempat masih mengandalkan laut untuk tempat membuang sampah. Kebiasaan tersebut sudah berlangsung sejak lama karena mudah dan murah.
Selain itu, menurut Mukhtasor (2006) lautan Merupakan tempat yang sangat potensial untuk pembuangan sampah karena beberapa alasan yaitu: (1) pembuangan sampah didaratan dinilai tidak efektif. Semakin hari daratan semakin dipenuhi oleh manusia. Pembuanan samapah di daratan dinilai lebih menggaggu kehidupan manusia dari pada pembuangan di lautan; (2) anggapan bahwa lautan sanat luas tidak akan terpengaruh oleh ‘sedikit’ limbah yang dibuang kedalamnya. Meskipun sekarang, dampak dari kebiasaan tersebut sudah mereka rasakan. Saat para nelayan melaut selalu terganggu oleh keberadaan sampah yang telah mencemari laut sehingga bukan ikan yang terjaring oleh jala melainkan sampah.
Peneltiian yang dilakukan National Academic of Science dalam Soegianto (2009) menyatakan 6,4 juta ton sampah masuk ke laut setiap tahunnya, dimana 8 juta potong sampah masuk ke laut setiap harinya. Dari total jumlah ini, sebanyak 60-80 % (di beberapa tempat 90-95%) sampah yang masuk ke laut berupa sampah plastik.
Sedangkan Penilitian yang dilakukan oleh Citrasari dkk (2012) di RT 1 dan RT 1B Kelurahan Sukolilo, Kenjeran, dimana lokasi penelitian ini merupakan Human Settlement yang terletak di pinggir pantai. Selain kedua RT ini, Banyak perumahan-perumahan baru dan megah akan menjejalah wajah pesisir Kenjeran yang jelas ini merupakan pelanggaran tata ruang karena peruntukkannya untuk konservasi.
Selanjutnya, berdasrkan data yang diperoleh oleh Citrasari dkk (2012) timbulan sampah di Permukiman Pesisir Kenjeran Surabaya adalah 0,230 kg/orang/hari. Hal ini karena frekuensi pengumpulan sampah dari setiap rumah ke TPS yang ada di RT 1A dan 1B dilakukan setiap 1 hari sekali. komponen sampah di RT 1A dan 1B terbesar adalah sampah basah (organik), yaitu 76,21% karena ada industri rumah tangga yang terkait produk hasil perikanan. Selain itu, pada hari ke-1 hanya muncul sampah plastik dan organik. Hal ini karena sisa makanan yang paling banyak sehingga semua sampah lain sudah tercampur oleh sisa makanan tersebut. Tingginya angka sampah domestik terutama pada sampah plastik dan organik, dijelaskan oleh Damanhuri dan Padmi (2010) bahwa masyarakat dari tingkat ekonomi rendah akan menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen dibanding tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, banyak yang menggunakan plastik sebagai pengemas.
Gambar 2. Komposisi sampah di permukiman Kenjeran
Selain sampah organik, komposisi sampah di pesisir kenjeran di bentuk oleh 2,27% kain, 5,33% kertas, 10,83% plastik, 0,44% logam/kaleng, 0,82% kaca, 0,23% karet, 1,21% kayu, 0,08% foam, dan 2,58% lain-lain (tanah, pasir, dan kerikil) (Citrasari dkk, 2012). Sampah menjadi komposisi sampah anorganik terbesar di wilayah pesisir kenjeran. Seluruh sampah rata-rata di buang ke laut atau ke saluran air yang bermuara ke laut. Untuk sampah organik, karean massa nya lebih berat dari pada
massa air, maka akan mengendap di dasar dan mengakibtakan pendangkalan. Namun, untuk sampah plastik, akan mengapung dan turut bermuara ke pesisir laut bersama dengan laju aliran di saluran.
Gambar 3. Sampah yang tersangku di Tanaman mangrove Kenjeran
Beberapa sampah akan terasangkut di kawasan mangrove dan atau yang mengejutkan adalah ketika melakukan penanaman mangrove, para partisipan penanaman justru meninggalkan sampah sebagai hasil sisa penanaman. Plastik ini dapat berupa plastik bag penampung mangrove, ataupun sisa makanan dan minuman.
Beberapa komunitas dan lembaga telah melakukan beberapa aksi nyata untuk menanggulangi permasalahan sampah di pesisir pantai kenjeran. Melihat dari Gambar 3, jumlah sampah sangat banyak dengan komposisi yang heterogen. Untuk kedepannya, kegiatan bersih pantai tidak dapat dilakukan dengan perspektif ‘program’ namun harus secara berkelanjutan. Tidak hanya sampah yang harus dibersihkan, namun pola perilaku masayrakat yang menganggap saluran atau sungai sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dan laut sebagai TPA (Tempat Pembuangan AKhir) juga harus di ‘bersihkan’.
Gambar 3. Sampah yang yang berada di Bibir Pantai Kenjeran
BAB III DAMPAK DAN PENANGGULANGAN LIMBAH DOMESTIK DI KAWASAN PANTAI KENJERAN
3.1. Dampak Pembuangan Limbah Domestik ke Laut Kawasan Pantai Timur Surabaya merupakan salah satu kawasan yang mendapat perhatian khusus mengenai limbah. Tingginya volume limbah cair maupun padat yang terkandung di daerah ini, memberikan dampak yang besar kepada lingkungan dan keseharian masyarakat. Ditinjau dari sisi pengaruhnya, dampak limbah dapat dikategorikan sebagai berikut.
1. Dampak Lingkungan Kawasan pantai yang dipenuhi sampah, selain merusak ke indahan juga dapat mempengaruhi kehidupan ekosistem. Banyaknya sampah yang terapung, selain menimbukan bau yang tidak sedap juga dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke laut. Air laut berubah warna dan dasar laut tertutupi sampah sehingga berpengaruh pada kehidupan komunitas bentos. Jika hal ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan laut akan kehilangan habitat aslinya dan beberapa jenis makhluk hidup tidak mampu bertahan.
Masuknya beban pencemar organic akan menurunkan kualitas oksigen terlarut, dengan demikian, kondisi perairan akan menjadi anoksik (kekurangan oksigen) yang akan berdampak pada kematian ikan masal. Masalah yang kedua adalah material organic akan menyebabkan kelimpahan nutrient, dimana ketika oksigen turun dan BOD naik, akan menghasilkan pengkayaan materi organic yang disebut eutrofikasi. Eutrofikasi ini dapat berakibat
meledaknya
kelimpahan
plankton/algae
(fitoplankton).
Hal
ini
dapat
mengakibatkan permukaan air laut berubah warna, menjadi warna yang sesuai dengan pigmen plankton ini. Kejadian ini biasanya dikenal sebagai Algae Blooms atau red tide, dimana beberapa diantaranya memiliki kadar toksisitas yang cukup tinggi, untuk itu lebih dikenal sebagai “Harmfull Algae Blooms (HABs)”. HABs dan Red tide juga merupakan faktor terjadinya kematian ikan secara masal.
Kondisi HABs dan Red Tide belum terjadi di perairan pantai kenjeran, namun dengan status pencemaran yang ada saat ini, Kenjeran berpotensi mengalami Red tide maupun HABs, seperti yang terjadi di teluk Jakarta (tahun 2004) dan teluk Lampung, dan mengakibatkan kematian ikan secara masal.
Gambar 4. Fenomena Red Tide di Periran New Zealand
2. Dampak Kesehatan Dampak pencemaran yang paling sering dirasakan oleh masyarakat diantaranya adalah dampak terhadap kesehatan. Timbunan sampah yang tidak tertangani dapat menjadi tempat pembiakan penyakit. Diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat. Begitu juga dengan berbagai penyakit kulit yang biasanya datang bersamaan dengan genangan air yang membawa limbah. Lebih mengkhawatirkan lagi, sepuluh tahun lalu, Ecoton (Lembaga Pengkajian Ekologi dan Lahan Basah) pernah merilis kandungan kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) di perairan Kenjeran adalah yang tertinggi, mengalahkan kadar di Pantai California, Amerika, yang menjadi pusat industri besar dunia. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Pusat Kajian Regional Gizi Masyarakat UI yang mencengangkan. Kandungan Hg pada darah ibu-ibu di Kenjeran mencapai 2,8 mg/l, jauh diatas ambang batas WHO yaitu < 1 mg/l. Juga hasil tes ASI para ibu yang menunjukkan kandungan timbal (Pb) sebesar 543,2 mg/l (normal: 5 mg/l) dan kadmium (Cd) ASI sebesar 36,1 mg/l (normal: < 20 mg/l). Bayangkan betapa hal ini mempengaruhi kesehatan serta tumbuh kembang bayi setiap harinya. Beberapa kekhawatiran muncul akibat tingginya kadar logam berat di kawasan perairan kenjeran, diantaranya adalah adanya potensi Kenjeran sebagai tragedy Minamata ke II. Tragedy minamata terjadi di Teluk Minamata, Jepang. Adanya senyawa metyl-Hg ini dibuktikan dengan akumulasi metyl-Hg di ekstrak daging kerang da n sedimen habitat kerang
mencapai 10-100 ppm, sedangkan di kanal pembuangan PT ChISSO yang merupakan contributor utama metyl-Hg tercatat konsentrasi metyl-Hg mencapai 2000 ppm.
Gambar 5. Minamata Desease yang menjangkit anak-anak di wilayah Teluk Minamata
Kekawatiran tentang bahaya Minamata di Surabaya rupanya belum menjadi peringatan bagi pemerintah untuk melakukan upaya-upaya prefentif pada daerah-daerah pantai yang rawan pencemaran logam berat. Padahal Saat ini tingkat pencemaran logam berat jenis Cadmium (Cd) dan Mercuri (Hg) diperairan Kenjeran Pantai Timur Surabaya terbukti melebihi negara industri besar seperti Inggris dan Amerika. Peringatan bahaya Minamata sebenarnya sudah ada sejak tahun 1991, DR. Suharno Pikir, SKM, Mkes (alm) Merekomendasikan dalam penelitiannya bahwa lumpur Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) tercemar logam berat Cu Hg, Cd, Fe, Pb sehingga satwa yang tinggal dalam lumpur (benthos) seperti kupang, dan kerang, rawan untuk dikonsumsi karena kandungan logam berat dalam dagingnya sangat tinggi.
Pada tahun 1993, lebih detail menunjukkan kadar logam berat Cd di Keputih merupakan kandungan Cd dalam lumpur terbesar di dunia yakni sebesar 1,575 ppm. Kadar Hg pada lumpur Keputih 1,485 ppm dan Kenjeran sebesar 0,605 (angka ini lebih tinggi dibandingkan kadar Hg dalam lumpur diperairan Southamton Inggris sebesar 0,48 – 0,57 ppm dan Khusus untuk Keputih kadar Hg lebih tinggi dibanding Pantai California yang merupakan pusat industri berat tercatat hanya 0,02-1,0 ppm) Kemudian dampak pada manusia baru diketahui pada tahun 1996, oleh Daud Anwar SKM, Mkes. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa darah dari sampel warga Kenjeran/Sukolilo mengandung Cuprum (Cu) 2511,07 ppb dan Merkuri (Hg) 2,48 ppb.Kandungan Cuprum dalam darah warga Kenjeran ini telah melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO/FAO yaitu 800-1200 ppb.
3. Dampak Ekonomi Penurunan kualitas lingkungan berbanding lurus dengan penurunan nilai suatu wilayah. Kandungan logam berat di perairan Kenjeran menjadikan beberapa jenis kerang dan ikan berbahaya untuk dikonsumsi dan tidak layak jual. Selain itu, akibat tercemarnya perairan, hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan signifikan. Laut yang kotor dan dipenuhi sampah akan menimbulkan keengganan para pengunjung untuk menjadikannya tempat tujuan wisata, yang berarti mengurangi peluang pemasukan bagi masyarakat setempat.
Seluruh dampak akan saling berkaitan satu sama lain, karena sifat dari pencemaran adalah multi dampak dan multi aspek. Misalnya dengan adanya informasi bahwa ikan dan kerangkerang kenjeran mengalami akumulasi bahan pencemar, dalam hal ini logam berat, akan menimbulkan keraguan bagi masyarakat untuk membeli ataupun mengkonsumsi sea food dari pantai kenjeran. Padahal, hampir sepanjang jalan setelah Pantai Ria Kenjeran merupakan lokasi masayrakat berjualan ikan asap di pinggir jalan. Dengan adanya informasi ini, pendapatan masayrakat nelayan bisa berkurang signifikan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin mahal (LPG, listrik, BBM, dll).
4. Dampak Sosial Dampak sosial yang timbul bisa beragam. Diantaranya, bergesernya jati diri masyarakat pesisir yang semula hidup sebagai nelayan menjadi pekerja daratan seperti buruh, tukang bangunan, satpam, dll. Hal ini dikarenakan kehidupan di laut sudah tidak menjanjikan, hasil tangkapan menurun akibat pencemaran yang makin meluas. Kawasan pesisir juga dianggap kawasan kumuh tempat bermuara seluruh sampah, sehingga menjadikan masyarakat pesisir senantiasa merasa terbelakang dan terpinggirkan. Seperti yang telah disampaikan pada bab 2, beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan intelektual anak-anak nelayan kenjeran yang mengkonsumsi ikan dari perairan kenjeran. Penurunan tingkat intelektual ini akan beradmpak pada kehidupan sosial
masayrakatnya, baik saat ini maupun kedepannya. Penrunan Intelegency Quotient sebanyak 4 poin dapat mengakibatkan penurunan daya tangkap dan ke mampuan analisis. Peramsalahan ekonomi (pendapatan) akibat pencemaran yang terjadi menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kota Surabaya. Berkurangnya tinkat pendapatan akan berdampak pada kehidupan tenggang rasa di lingkungan masayrakat, karena tuntutan masing-masing masayrakat sama. Ketika tidak dapat menhasilkan pendapatan normal, sehingga misalnya si anak yang intelegency (IQ) nya menurun, tidak dapat melanjutkan sekolah Karena tidak memiliki biaya, penurunan intelegency terhadap anak akan semakin jauh dari 4 poin (IQ). Tentunya, hal ini akan menjadi permasalahan bagi anak di masa mendatang, karena pilihan pekerjaan semakin terbatas, akhirnya akan melanjutkan kembali siklus hidp yang sama tanpa adanya perubahan sedikitpun. 3.2. Usaha-Usaha Penanggulangan Limbah Domestik di Laut Pengelolaan limbah yang baik, sejatinya adalah pembagian peran tak terpisah antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berbagai teknik penanggulangan limbah telah dikembangkan dalam upaya mereduksi tingkat pencemaran, diantaranya sebagai berikut.
1. Tata Ruang Wilayah Pesisir Penataan pesisir mengambil peran penting dalam penanggulangan limbah. Penentuan lokasi pembuangan harus diatur sedemikian rupa, sehingga relatif kecil pengaruhnya terhadap lingkungan. Pengaturan dimana lokasi pemukiman, kawasan indutri, maupun area pariwisata turut mendukung pengambilan keputusan, dimana lokasi waste treatment sesuai diletakkan. Dengan perancangan tata ruang yang baik, aliran limbah dapat didesain dan dikendalikan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya, Kenjeran merupakan wilayah pertumbuhan
perekonomian
Perencanaan
wilayah
kota
sector baik
pariwisata, municipal
dengan area
peruntukan
maupun
coastal
wisata area,
bahari. harus
mempertimbangkan dengan matang kondisi eksisting kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan. Dengan kondisi eksisting kualitas lingkungan yang banyak parameternya melebihi baku mutu (telah dijelaskan bada bab sebelumnya), secara general sangat tidak memungkinkan untuk menerapkan konsep wisata bahari di wilayah pantai kenjeran. Untuk itu, perlu ada alternatif jika wisata bahari merupakan proyeksi pertumbuhan ekonomi kota Surabaya, dengan pertimbangan standard baku mutu air limbah untuk pariwisata telah baku dan telah diimplementasikan di Indonesia, maka pertimbangan untuk pantai kenjeran adalah: (1) mengurangi beban pencemaran yang masuk ke perairan laut kenjeran, baik itu tindakan preventif maupun pengolahan. Dengan biaya investasi untk pariwisata sebesar 475 Miliar, sangat mungkin untuk memeberikan sarana dan prasarana sanitasi lingkungan yang baik di city bay pantai ria kenjeran, maupun permukiman nelayan dan fasilitas lain di
wilayah kenjeran; atau (2) mengunakan acuan bauku mutu air laut untuk kegiatan pariwisata, dengan membatasi aktifitas wisata bahari, misalnya tidak mengijinkan untuk renang, snorkle, kano, dll yang bersentuhan langsung antara manusia dengan air laut. Penataan ruang merupakan aspek yang comprehensive, karena meliputi banyak aspek, termasuk lokasi dimana akan diletakkannya instalasi pengolahan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Penataan kawasan permukiman dan kawasan industry juga menjadi penting untuk meminimalisir kontaminasi limbah dari effluent rumah tangga dan industri yang saat ini terletak tidak beraturan. Dengan adanya penataan ini, peletakkan dan penanganan permasalhan limbah dapat diminimalisir (missal untuk limbah padat: perencanaan, pengemasan, pengagkutan, pembuangan ke TPA akan lebih mudah dilakukan) 2. Fitoremediasi Secara sederhana, fitoremediasi adalah
penanaman jenis tumbuhan tertentu untuk
mengurangi kadar limbah pada suatu wilayah. Beberapa tumbuhan terdeteksi mampu menyerap kandungan limbah, baik organik atau logam berat. Misalnya, bambu kuning yang ditanam di lahan kosong sekitar Kali Kenjeran, dapat membantu menyerap banyak merkuri hingga tidak sampai larut ke aliran air. Juga bunga kana yang bisa menyerap timbal, pohon sengon atau bahkan pohon pisang yang juga bisa mereduksi kadar logam berat pada tanah. Untuk air, penyebaran bibit teratai atau eceng gondok di selokan atau kali sekitaran Kenjeran bisa menjadi alternatif. Tumbuhan ini berfungsi sebagai penyaring logam berat ataupun organic yang larut bersama aliran air menuju pantai. Salah satu keuntungan utama dari fitoremediasi adalah biaya yang relatif rendah dibandingkan
dengan
metode
penanggulangan
lainnya.
Fitoremediasi
juga
menawarkan remediasi permanen, bukan sekadar pemindahan masalah. Dengan usaha ini, paling tidak kadar limbah bisa tereduksi sebelum mencapai pantai dan kawasan sekitar pantai juga menjadi semakin asri.
Gambar 6. Skema Fitoremediasi sederhana
Gambar 7. Alternative Fitoremediasi tipe ‘Wetland’
4. Keterlibatan Masyarakat Penanggulangan limbah di lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan secara hati-hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan objek penanggulangan ini terkait erat dengan masyarakat, dimana mereka juga mempunyai ketergantungan cukup tinggi terhadap ketersediaan sumberdaya di sekitar, maka penanggulangan limbah yang berbasis masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.
Pemerintah Kota Surabaya telah menjalankan beberapa upaya demi menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolan lingkungan. Diantaranya, program Community Selfed-Based Waste Management yang menghasilkan kader-kader lingkungan produktif bagi wilayahnya.
Selain itu juga diadakan kompetisi lomba kampung bersih pada program
Surabaya Green and Clean, yang mendapat respons positif dari masyarakat.
Mendorong masyarakat untuk mengambil peran dalam penanggulangan limbah memang tidak mudah. Perlu usaha yang intensif untuk mengkampanyekan mulai dari sisi bahaya hingga kerugian materiil-non materiil yang diterima. Maka dari itu, sinergitas antara pemerintah dan penggiat lingkungan perlu senantiasa dijaga, pendampingan selalu digalakkan, demi terlahirnya masyarakat yang peduli dan be rwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA GESAMP. 1976. Report Nations, New York, 80p
and
studies
No.2: Review
of
harmful
substances. United
Hutagalung, H.P., D. Setiapermana., SH. Riyono. 1997. Metode Analisa Air Laut, Sediment Dan Biota. Buku kedua. Jakarta P30-LIPI. 182: 59-77. Peminat dan Ahli kehutanan. Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita: Jakarta Azkha, N. 2006. Analisis Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. I(1): 14–18. CONNEL, D.W. and G. J. MILLER 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran. Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. UI Press, Jakarta Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Arjah, Mujaddid, A., Zainuri, Muhammad., Hafiluddin. 2008. Analisis Konsentrasi Gizi dan Logam Berat Pada Berbagai jenis Organisme Perairan Kenjeran.Jurusan Ilmu Kelautan: Universitas Trunojoyo Imron, H. 2006. Pemodelan Sistem Dinamik Untuk Pengelolaan Daerah Ekosistem Pesisir Kenjeran Terhadap Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd). Theses Environmental Management Engineering RTL 577 Has p. Trisnawati, Anita. 2008. Studi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Kerang Hijau (Mythilus viridus) Di Perairan Kawasan Pantai Kenjeran Surabaya. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Biologi UIN Maliki Taftazani, Agus. 2007. Distribusi Konsentrasi Logam Berat Hg dan Cr Pada Sampel Lingkungan Perairan Surabaya. Prosiding PPI-PDIPTN. Pusat Akselerator dan Proses Bahan: BATAN Anonim, 2007, ”Dampak logam berat”, URL:http://www.Andiar_08.com Alaerts, I.G dan Santika, S.S.S., 1985. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya. Kohler, J. 2006. Detergent phosphates : An EU Policy Assesment. Journal of Business Chemistry 3 (2) : 18 – 24 BLH Kota Surabaya. 2011. Laporan Kegiatan Pengendalian Pencemaran Kawasan Pantai dan Pesisir
Indrakusuma, Amalia. 2008. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Otot dan Insang Kerang Darah (Anada Granosa) di Pantai Ria Kenjeran Surabaya. Published: Intertide Ecological CommunityLaboratorium of ecology 2008 Citrasari, Nita., Oktavitri, Indradewi, Nur., Aniwindira, Nuril. 2012. Analisis Laju Timbunan dan Komposisi Sampah di Permukiman Pesisir Kenjeran Surabaya. Jurnal Berkala Penelitian hayati: 18 (83-85) Soegianto, Agoes. 2009. Pencemaran Laut Oleh Plastik. Mata Kuliah Pencemaran Laut dan Pengendaliannya. Program Studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan-Universitas airlangga