RESPON TERHADAP KURIKULUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERKAIT DENGAN MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS
Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Linguistik Terapan Semester II yang Diampu oleh Prof., Dr. Soepomo Poedjosoedarmo Poedjosoedarmo
disusun oleh :
Widya Dara Anindya
(14/370936/PSA/07732) (14/370936/PSA/07732)
PROGRAM STUDI PASCASARJANA ILMU LINGUISTIK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi proses tumbuh kembang seseorang. Secara etimologi kata pendidikan berasal dari kata educatum yang berasal dari bahasa latin. e berarti perkembangan dari dalam ke luar, dan duco berarti dari sedikit menjadi banyak. Sehingga pendidikan berarti usaha mengembangkan diri atau mengembangkan potensi yang ada di dalam diri secara sadar untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Pendidikan juga berarti usaha seseorang untuk mendapatkan keilmuan. Pendidikan memiliki dua macam, yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan cara memeroleh keilmuan melalui sekolah- sekolah formal. Terdapat tiga tingkatan sekolah formal yaitu sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Sedangkan pendidikan informal yaitu cara memeperoleh keilmuan di luar sekolah formal, seperti lembaga kursus atau pelatihan. Definisi ini sejalan dengan yang tertulis pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 pasal 1 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dna pendidikan tinggi. Sedangkan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”. Di Indonesia, pendidikan formal ini wajib ditempuh oleh setiap anak Indonesia. Lamanya waktu tempuh pendidikan formal ini adalah sembilan tahun atau sering disebut dengan “wajib belajar 9 tahun”. Pendidikan merupakan jalur yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan keilmuan tertentu. Untuk mendapatkan keilmuan tersebut tentunya perlu adanya aturan yang ditetapkan
guna mencapai tujuan yang telah ditargetkan. Aturan yang diterapkan di
pendidikan formal sering disebut dengan kurikulum. Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012 dalam website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2012), “Ke berhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum temasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran kurikulum”. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 pasal 1 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, “Kurikulum adalah s eperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.” Kurikulum ini dirancang berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Kurikulum harus dirancang dengan baik sehingga dapat dilaksanakan sesuai yang tertuliskan dan tujuan pembelajaran yang ditargetkan dapat tercapai. Dengan kata lain, kurikulum merupakan rencana mengenai isi, bahan kajian, cara penyampaian, cara penilaian yang digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah formal. Di Indonesia, pada tahun pelajaran 2006/ 2007 diberlakukan kurikulum yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih dikenal dengan KTSP atau kurikulum 2006. Kurikulum ini merupakan kurikulum penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang diterapkan di tahun 2004. Menurut Masitoh, “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing- masing satuan pendidikan”. KTSP ini diberlakukan karena adanya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan (Masitoh). Menurut Indriani, KTSP memiliki beberapa karakteristik dan ciri- ciri, antara lain: 1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan. 2. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi. 3. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional. 4. Tim Kerja yang Kompak dan Transparan. Dari karakteristik dan ciri- ciri KTSP di atas, dapat dilihat bahwa KSTP memiliki keunggulan tersendiri yaitu dimana setiap sekolah dapat menentukan silabusnya sendiri- sendiri sesuai dengan standar kompetensi dan standar siswanya meskipun isinya harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2013, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan Kurikulum 2013. Penerapan Kurikulum 2013 ini terkesan sangat terburu- buru karena kurangnya sosialisasi dan pelatihan kepada guru- guru yang merupakan pelaksana pendidikan sehingga guru merasa belum siap sepenuhnya menerapkan kurikulum 2013. Selain itu di dalam kurikulum 2013, bahasa Inggris di hapuskan atau dijadikan sebagai ekstrakulikuler. Hal ini dapat dilihat dari struktur kurikulum di SD pada kurikulum 2013 sebagai berikut:
(Dikutip dari Dokumen Kurikulum 2013. Dapat di akses di http://kangmartho.com)
Dari struktur kurikulum 2013 di atas dapat dilihat bahwasanya Bahasa Inggris yang pada KTSP merupakan mata pelajaran muatan lokal, kini pada kurikulum 2013, bahasa Inggris di hapuskan dari muatan lokal. Hal ini tentu saja menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan guru, orang tua murid dan juga mahasiswa. Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terutama guru SD, orang tua murid dan mahasiswa jurusan pendidikan terkait dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai mata pelajaran Bahasa Inggris. Makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah antara lain: 1. Bagaimana kurikulum yang telah berlaku di Indonesia selama ini, baik KTSP maupun K13? 2. Apakah peraturan pemerintah mengenai penghapusan atau penggantian bahasa Inggris dari Muatan Lokal menjadi ekstrakulikuler di SD telah benar? 3. Apa pentingnya diajarkan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar? 4. Materi ajar bahasa Inggris seperti apa dan metode apa yang perlu diterapkan pada tingkat Sekolah Dasar?
Terkait dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, penulis melalukan interview untuk pengambilan datanya. Penulis mewawancara sembilan responden
yang terdiri dari tiga guru bahasa Iggris di Sekolah Dasar, tiga orangtua/ wali murid sekolah dasar, dan tiga orang mahasiswa. Instrumen yang digunakan adalah empat pertanyaan terbuka dimana kesembilan responden dapat mengungkapkan pendapat mereka tanpa ada batasan. Selanjutnya jawaban dari kesembilan responden tersebut dijadikan data di dalam makalah ini.
2. PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, akan diuraikan mengenai jawaban dari rumusan masalah yang ada dengan di dukung dari data yang telah didapatkan dari sembilan responden dan beberapa pendapat ahli. Pembahasan ini dibagi menjadi empat sub – pembahasan sesuai dengan rumusan masalah, antara lain:
a. Kurikulum yang telah berlaku selama ini di Indonesia.
Kurikulum merupakan faktor penting penentu keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Indonesia seringkali menyempurnakan kurikulumnya sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dunia pendidikan. Pada tahun 2004, kurikulum yang diterapkan yaitu kurikulum 2004 atau disebut dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kemudian pada tahun 2006, tejadi penyempurnaan kurikulum. Kurikulum yang disempurnakan tersebut disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih dikenal dengan KTSP. Pada tahun 2013, kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan kembali dengan diterapkannya Kurikulum 2013. Kurikulum yang diterapkan di Indonesia selama ini sudah sangat baik, apalagi dengan adanya penyempurnaan yang berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia. Hal ini juga disampaikan Dian Rahajeng (Mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Sanata Darma), “Menurut saya, baik KTSP/ K13 yang sedang berjalan/ dilaksanakan saat ini sudah baik. Dalam artian dapat memaksimalkan potensi siswa selama pelaksanaannya juga dioptimalkan. Apapun kurikulum yang diterapkan sudah tentu akan memberikan manfaat/ membantu siswa selama sekolah dan guru juga memaksimalkan perannya.” Sejalan dengan Dian Rahajeng, Umi Laila Fadlilah (Mahasiswa PGSD UNY) juga menyetujui hal tersebut. Dengan kata lain, kurikulum apapun yang diterapkan, semua tergantung pada guru sebagai pelaksana kurikulum. Seorang guru dituntut untuk dapat menerapkan kurikulum yang ada dengan maksimal sehingga dapat memaksimalkan potensi siswa.
Kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan, namun menurut saya K13 merupakan kurikulum yang berbeda dari kurikulumkurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013 memiliki cara pengajaran yang berbeda dari kurikulum- kurikulum yang sebelumnya, sehingga saya sangat setuju dengan diterapkannya Kurikulum 2013. Dalam K13, siswa tidak terlalu dituntut untuk menghafalkan sesuai yang terlalu teoretis. K13 memafaatkan kegiatan praktek langsung sehingga aspek afektif dan psikomotorik murid lebih dikembangkan. Hal yang sama disampaikan oleh Ermawati Dewi (orangtua siswa) dan Umi Laila Fadlilah (Mahasiswa PGSD UNY). “Sebetulnya saya lebih condong untuk ke K13 dibanding dengan ktsp untuk SD. Karena memang untuk SD, anak itu lebih dikuatkan afektif dan psikomotoriknya dan itu berkurang ketika mereka naik ke jenjang smp dan sma yang semakin meningkatkan kognitifnya. Hal itu dalam K13 sudah mulai dirancang meskipun bisa dibilang porsi ketiganya masih sama tapi sudah ada perhatian untuk meningkatkan ranah afektif dan psikomotor. Berbeda dengan ktsp 2006, ranah kognitif jauh diunggulkan di sd sedang afektif dan psikomotor meski dinilai tapi sangat belum maksimal. Sehingga kurikulum yang semakin baik ini memang hendaknya diikuti dengan pola sosialisasi yang baik dan mampu menjangkau seluruh guru sebagai tonggak utama pendidikan kita. ” (Umi Laila Fadlilah) Namun, sosialisasi dan pelatihan mengenai K13 ini memang kurang maksimal sehingga menyulitkan para guru yang mengajar. Menurut saya, K13 ini harus dimatangkan terlebih dahulu dan kemudian di sosialisasikan sebelum di realisasikan. Dari tiga responden yang merupakan guru, mereka merasa kurang adanya sosialisasi sebelum diterapkannya K13. Karena terkesan terburu- buru dalam penerapannya sehingga menimbulkan kebigungan di kalangan guru. Sebagai resikonya, kini K13 di tunda penerapannya dan kembali pada KTSP. Hal ini tentu saja semakin menambah kebingungan guru dan juga murid. Jadi hendaknya K13 dapat di matangkan, disempurnakan terlebih dahulu baru kemudian di sosialisasikan dan guru diberi pelatihan sebelum diterapkan di sekolah- sekolah.
b. Pentingnya belajar bahasa asing, khususnya bahasa Inggris
Bahasa merupakan hal vital dalam proses komunikasi. Menurut Hornby (2005:829), bahasa merupakan sistem bunyi dan kata- kata yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Wardhaugh (1972:3) menambahkan bahwa manusia dapat bertukar informasi
dan pesan dengan adanya bahasa. Berdasarkan dua pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan ke orang lain. Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai lingua franca. Selain itu Indonesia juga terdiri dari banyak suku dan bahasa, sehingga tidak heran bahwa orang Indonesia merupakan seorang dwibahasawan. Dwibahasawan merupakan seseorang yang mampu atau menguasai dua bahasa (Birner, t.t). Bahkan banyak masyaraat Indonesia yang merupakan multibahasawan dimana mereka menguasai atau dapat berbicara lebih dari dua bahasa. Dengan adanya era globalisasi seperti sekarang ini, tentu saja kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris sangat diperlukan guna memperlancar proses komunikasi dengan orang- orang dibelahan dunia lainnya. Rivers (1968:8-9 di kutip oleh Els dkk., 1984:161) menyebutkan beberapa alasan pentingnya siswa- siswa mempelajari bahasa asing, yaitu: -
membantu perkembangan intelektual;
-
membantu perkembangan kebudayaan dengan cara memperkenalkan mereka secara langsung dengan bacaan- bacaan dalam bahasa- bahasa asing;
-
memperkaya karakter mereka dengan memperkenalkan mereka kepada adat/ kebiasaan, norma dan juga cara berpikir;
-
memperdalam pemahaman mereka mengenai bahasa asing maupun bahasa ibu mereka;
-
membantu mereka untuk dapat berkomunikasi dengan pembicara dari bahasa yang berbeda baik secara lisan maupun secara tulisan;
-
memberikan kontribusi pada hubungan internasional yang lebih baik.
Selain itu, dari kesembilan responden, mereka mengaku bahwa sangat penting siswa- siswa belajar bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Bahkan sekarang telah banyak pendidikan informal, seperti kursus bahasa di Indonesia. Bahkan ketika anak- anak telah mendapatkan bahasa Inggris di pendidikan formal, beberapa orang tua masih mendaftarkan anaknya pada pendidikan informal agar lebih menguasai bahasa Inggris. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa asing, terutama bahasa Inggris perlu dipelajari oleh siswa karena memberikan manfaat yang banyak bagi kehidupan mereka kelak.
c. Penghapusan bahasa Inggris dari mata pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar
Pada Kurikulum 2006 atau KTSP, bahasa Inggris di Sekolah Dasar di jadikan mata pelajaran muatan lokal, seperti halnya bahasa Jawa. Namun, kini pada Kurikulum 2013, bahasa Inggris di hapuskan keberadaannya dari muatan lokal dan dijadikan ektrakulikuler dimana anak tidak diwajibkan untuk mengikuti atau mengambil ekstrakulikuler bahasa Inggris. Sedangkan pada tingkat SMP dan SMA anak diberikan mata pelajaran Bahasa Inggris. Secara pribadi, saya tidak setuju dengan penggantian status bahasa Inggris dari muatan lokal ke ekstrakulikuler tersebut karena secara otomatis hal tersebut akan menyulitkan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris di jenjang berikutnya dan akan merugikan siswa di masa depannya. Apabila siswa- siswa sekolah dasar tidak dibekali dasar- dasar bahasa Inggris, maka mereka akan mengalami kesulitan ketika mempelajari bahasa Inggris di tingkat lanjutan. Pendapat yang sama disampaikan oleh Dian Rahajeng, “Siswa membutuhkan bahasa Inggris untuk kehidupan mereka di masa mendatang. Selain itu, usia SD adalah usia terbaik untuk mempelajari bahasa (selain bahasa ibu)”. Begitu pula Umi Laila Fadlilah, “saya belum setuju karena kita tidak memungkiri bahwa bahasa Inggris adalah bahasa global dan akan sangat diperlukan oleh mereka ke depannya untuk bisa survive dalam bidangnya” dan Eva Vita, “Tidak setuju karena dengan di hapus otomatis tidak ada pengenalan kosakata untuk bekal ke SMP”. Saiful seorang guru bahasa Inggris SD di Ponorogo juga menyatakan keberatannya, “Kurang setuju, akan lebih baik jika ada materi bahasa Inggrisdi SD meskipun tidak dari kelas 1, mungkin materi bahasa Inggris bisa diterapkan di kelas 5 dan 6. Karena jika dihapus total kasihan anak didik yang nantinya di smp akan diujikan materi bahasa Inggrisnya ”. Oleh karena itu, sebaiknya bahasa Inggris tetap di ajarkan di Sekolah Dasar guna memudahkan siswa mempelajari bahasa Inggris di tingkat selanjutnya dan memudahkan siswa menguasai bahasa Inggris karena telah mempelajari bahasa Inggris sejak usia dini. d. Materi ajar dan metode pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Dalam pengajaran bahasa Inggris, hendaknya perlu di perhatikan beberapa hal, seperti pemilihan bahan ajar, pengurutan bahan ajar sesuai dengan alokasi waktu, metode pengajaran, media yang digunakan selama proses belajar- mengajar, pemilihan buku dan tata cara penilaian (Els, 1984). Pengajaran bahasa Inggris di setiap tingkatan tentunya memiliki metode yang berbeda- beda. Seperti contohnya pengajaran bahasa Inggris di tingkat SD pasti
akan berbeda dengan pengajaran bahasa Inggris di tingkat SMP. Oleh karena itu pemilihan bahan ajar dan metode pengajarannya perlu di perhitungkan dengan baik. Di tingkat Sekolah Dasar, pemilihan materi dan metode pengajarannya juga perlu di pilih sedemikian hingga agar siswa tidak merasa terbebani dalam belajar bahasa Inggris. Hendaknya materi yang di ajarkan di sekolah dasar merupakan materi- materi dasar dan sederhana yang sangat dekat dengan kehidupan sehari- hari yang bersifat komunikatif. Siswa SD hendaknya tidak di ajarkan gramar terlebih dahulu, sebaiknya mereka diajarkan kosakata yang sangat dekat dengan mereka dan diperlukan untuk proses komunikasi. Hal yang sama juga diutarakan oleh Isna (Guru SD di Boyolali), “pengajaran bahasa Inggris untuk anakanak berdasarkan yang saya tahu lebih menekankan pada vocabulary-nya, vocabulary-nya pun lebih simple- simple, yang berhubungan dengan lingkungan sekitar”. Eva Vita (Orang tua murid) juga menyatakan hal yang senada. Hendaknya di tingkat SD, materi yang di ajarkan adalah kosakata seperti menunjuk benda- benda yang ada di sekitar sehingga lebih aktual dan efektif dan siswa lebih mudah paham dan menghindari pengajaran struktur bahasa yang terlalu kompleks. Pemilihan metode pengajaran juga sangat diperlukan untuk pembelajaran bahasa inggris di tingkat SD. Metode yang diterapkan pada siswa SD sebaiknya dibuat menarik dan menyenangkan sehingga siswa SD tidak merasa berat ketika belajar bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing bagi mereka. Untuk membuatnya menjadi menyenangkan, guru dapat mengajarkannya melalui permainan, nyanyian, gambar, maupun praktek secara langsung dengan menunjuk benda yang sebenarnya. Seperti yang diungkapkan oleh Erma Enggar (Guru SD di Madiun), anak- anak sebaiknya diajarkan bahasa Inggris dengan menggunakan fun learning dimana anak- anak bisa bermain dan praktek langsung. Erma mencontohkan, misalkan materi parts of body untuk siswa kelas 1 SD, siswa diminta langsung mempraktekkan dengan menyentuh bagian- bagian tubuh mereka secara langsung. Dian Rahajeng menambahkan, “Untuk pengajaran bahasa Inggris di SD, menurut saya metode yang sesuai adalah dengan “bermain dan belajar”. Dengan tidak menuntut anak untuk memahami struktur bahasa yang terlalu kompleks. Pengenalan kosakata dapat dioptimalkan dengan berbagai metode dan media seperti game/ flash cards/ realia. Karena sebagian besar anak belajar dengan cara visual, maka contoh- contoh tersebut akan sangat membantu anak mengenal/ memahami bahasa Inggris”. Dapat disimpulkan bahwasannya pengajaran bahasa Inggris di SD harus menggunakan metode belajar yang menyenangkan sesuai dengan psikologi siswa SD yang masih dalam usia- usia bermain.
3. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kurikulum 2013 cocok ketika diterapkan di Sekolah Dasar, karena siswa tidak terlalu diberatkan dengan hafalan- halafan seperti di KTSP. Hanya saja, Kurikulum 2013 ini masih terlalu metah sehingga pemerintah perlu mengolahnya lagi agar menjadi kurikulum yang matang sebelum diterapkan dengan diadakannya sosialisasi dan pelatihan untuk guru sebelum di aplikasikan. Bahasa Inggris perlu dipelajari karena memiliki banyak manfaat untuk kehidupan siswa di masa mendatang. Penulis tidak setuju dengan adanya pergantian bahasa Inggris dari muatan lokal menjadi ekstrakulikuler karena menyulitkan siswa ketika belajar bahasa Inggris di tingkat lanjutan. Begitu pun sembilan responden yang terdiri dari tiga guru, tiga wali murid dan tiga orang mahasiswa, keseluruhan dari mereka mengaku tidak setuju akan adanya perubahan tersebut karena dirasa sangat merugikan siswa Sekolah Dasar. Pengajaran bahasa Inggris di tingkat SD lebih baik menghindari pengajaran struktur bahasa dan kompleks dan lebih banyak menitikberatkan pada pengenalan kosakata dengan menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan seperti melalui permainan, nyanyian, gambar, dan praktek secara langsung.
4. DAFTAR PUSTAKA
Birner, Betty. (t.t). Bilingualism. Amerika: Linguistic Society of America. Bongaerts, Theo; Dieten, Anne MJV.; Els, Theo V.; Extra, Guus; Os, Charles V.; (1984). Applied Linguistics and the Learning and Teaching of Foreign Languages . Great Britain: Edward Arnold. Dokumen Kurikulum 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Tersedia online. Di akses pada tanggal 6 Juli 2015. Dapat di akses di http://kangmartho.com. Hornby, A.S. Press.
2005. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford University
Indriani, Iwim. (t.t). Pengertian dan Konsep KTSP. Tersedia online. Dapat di akses di http://www.academia.edu/5064993/PENGERTIAN_dan_KONSEP_KTSP. Di akses pada tanggal 6 Juni 2015. Masitoh. (t.t). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tersedia online. Di akses pada tanggal 6 Juli 2015. Dapat di akses di http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/1 94806261980112-
MASITOH/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan_(KTSP)_SMPDra._Masitoh,_M.Pd..pdf. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013. Sidiknas. (2012). Struktur Kurikulum 2013. Tersedia online. Di akses pada tanggal 6 Juli 2015. Dapat di akses di http://www.kemdiknas.go.id. Wardhaugh, Ronald. (1972). An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell.