PRAKTIKUM ANALISIS KADAR GULA PEREDUKSI, TOTAL DAN PATI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Vina Fitriani Pratiwi (240210140088) Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email:
[email protected] ABSTRAK Jenis karbohidrat penyusun makanan menentukan tekstur makanan tersebut. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menganalisis kadar gula pereduksi, gula total dan pati di dalam sampel. Sampel yang digunakan untuk analisis kadar pati adalah tepung ketan, tepung pisang, sementara untuk analisis kadar gula total dan pereduksi adalah minuman coca-cola, teh botol, dan sirup. Metode yang digunakan pada analisis karbohidrat ini adalah metode Luff School. Hasil analisis menunjukkan rata-rata kadar pati adalah sebesar 40,632% pada sampel tepung pisang dan 67,025% pada sampel tepung ketan. Hasil rata-rata gula total adalah 5,73% pada sampel coca-cola, 10,006% pada sampel teh botol, 93,84% pada sampel sirup. Hasil analisis tersebut dibandingkan dengan yang tertera dalam kemasan serta literatur. Keywords : kadar pati, gula total, gula pereduksi, Luff Schoorl
PENDAHULUAN Karbohidrat merupakan komponen bahan pangan yang merupakan sumber energi utama dan serat makanan yang memengaruhi proses fisiologis tubuh. Karbohidrat memiliki sifat fungsional yang penting dalam proses pengolahan makanan, seperti sebagai bahan pengisi, pengental, penstabil emulsi, pengikat air, pembentuk flavor, aroma, dan tekstur. Karbohidrat juga penting sebagai sumber pemanis alami, bahan baku proses fermentasi, berperan dalam menentukan karakteristik reologi dari berbagai jenis bahan atau produk pangan, serta terlibat dalam reaksi pencoklatan yang umum terjadi dalam proses pengolahan pangan (Andarwulan, 2011). Percobaan kali ini mengenai pengujian kadar gula pereduksi, gula total dan pati. Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. Sedangkan gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Pengujian kadar gula total dan gula reduksi menggunakan metode Luff-schroll (Winarno, 2008). Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. (Fortuna, Juszczak, and Palansinski, 2001). umumnya pati tidak terdapat dalam keadaan murni, tetapi tercampur dengan zat-zat lain. Oleh karenanya di dalam analisa kimia kadar pati, zat-zat lain itu harus dipisahkan agar analisanya sempurna. Prinsip analisanya yaitu hidrolisa pati oleh asam atau enzim sehingga diperoleh kadar pati. (Apriyantono ,et all, 1989)
akuades hingga tanda batas. Larutan ini disebut larutan A. Persiapan Sampel Analisis Gula Total METODOLOGI
Bahan dan alat Bahan yang digunakan untuk penentuan kadar gula pereduksi dan gula total adalah sirup, minuman coca-cola, teh botol, akuades, larutan Pb asetat 5%, larutan Na-fosfat 5%, larutan HCl 4 N, larutan NaOH 4N, larutan luff schoorl, larutan KI 30%, larutan H2SO4 6 N, larutan Na Thiosulfat 0,1 N, dan indikator amilum 1%. Alat yang digunakan adalah labu ukur, gelas ukur, volume pipet, pipet tetes erlenmeyer, corong, alat pemanas, alat refluks, gelas kimia, spatula, neraca analitis dan buret. Bahan yang digunakan untuk penentuan kadar pati adalah tepung ketan, tepung pisang, akuades, larutan HCl 2,5%, larutan NaOH 4 N, indicator phenolftalein 1%, metil orange, larutan luff schoorl, larutan KI 30%, larutan asam sulfat 6 N, larutan Na Thiosulfat 0,1 N, dan indicator amilum 1%. Alat yang digunakan adalah labu ukur, gelas ukur, volume pipet, pipet tetes erlenmeyer, erlenmeyer asah, corong, saringan alat pemanas, alat refluks, gelas kimia, spatula, neraca analitis dan buret. Persiapan Pereduksi
Sampel
Analisis
Gula
Sampel ditimbang sebanyak 2,5 gram dan dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml. Kemudian ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan 50 ml akuades, 5 ml Pb-asetat 5% (kocok dengan kuat selama 1 menit), dan 5 ml Na posfat 5% (kocok dengan kuat selama 1 menit). Lalu ditambahkan akuades hingga tanda batas kemudian dikocok lalu disaring. Ambil filtrat hasil penyaringan sebanyak 50 ml dan evaporasi hingga 25 ml lalu didinginkan, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan
Larutan A dimasukkan sebanyak 50 ml ke dalam beaker glass 100 ml kemudian ditambahkan 5 tetes metil orange dan 20 ml larutan HCL 4 N. Setelah itu larutan tersebut dipanaskan selaa 30 menit dari mendidih kemudian didinginkan. Setelah dingin larutan dimasukkan kedalam labu ukur berukuran 100 ml, lalu ditambahkan larutan NaOH 4 N hingga larutan berwarna kuning muda. Setelah itu, larutan ditambah akuades hingga tanda batas lalu dihomogenkan. Larutan ini disebut larutan B. Analisis Kadar Gula Total dan Gula Pereduksi Metode Luff Schoorl Larutan A (untuk analisis kadar gula pereduksi) dan larutan B dipipet sebanyak 25 ml. Khusus untuk sampel sirup, sebelum dipipet larutan A/B diencerkan hingga 1:10. Setelah itu ditambahkan larutan luff schoorl sebanyak 25 ml dan diberi perlakuan refluks selama 15 menit dari mendidih. Kemudian, larutan tersebut didinginkan dan ditambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml asam sulfat 6 N lalu kemudian dititrasi dengan NaTiosulfat 0,1 N hingga berwarna jerami muda. Prodedur selanjutnya yaitu ditambahkan 2 ml amilum 1% dan dititrasi hingga berwarna putih susu. Prosedur ini dilakukan pula pada blanko. Kadar gula total dan gula pereduksi dapat dicari dengan rumus berikut: Kadar % gula = Dimana a =
b × fb ×100 W sampel
V blanko−Vsampel ×N 0,1
Nilai a yang didapat dipakai untuk penentuan nilai b dengan menggunakan bantuan tabel Luff Schrool. Analisis Kadar Pati Metode Luff Schoorl
Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan ditambahkan akuades sebanyak 30 ml. Kemudian sampel diaduk dengan interval diaduk 6x dan berhenti kemudian diaduk kembali 6x selama 1 jam. Sampel lalu disentrifugasi hingga terpisah antara endapan dengan cairan. Endapan yang terbentuk dicuci dengan akuades sebanyak 250 ml dan residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah lalu ditambahkan 200 ml HCl 2,5% kemudian di refluks selama 1 jam. Prosedur selanjutnya larutan dinetralkan dengan NaOH serta ditambahkan indikator PP 1%. Larutan tersebut dipindahkan kedalam labu ukur 250 ml lalu ditepatkan hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian dikocok dan disaring. Larutan tersebut diambil sebanyak 25 ml lalu ditambahkan larutan luff school sebanyak 25 ml dan diberi perlakuan refluks selama 15 menit dari mendidih. Kemudian, larutan tersebut didinginkan dan ditambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml asam sulfat 6 N lalu kemudian dititrasi dengan Na- Tiosulfat 0,1 N hingga berwarna jerami muda. Prodedur selanjutnya yaitu ditambahkan 2 ml amilum 1% dan dititrasi hingga berwarna putih susu. Kadar pati dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut : Kadar % pati =
Dimana a =
b× fb ×0,9 ×100 W sampel
V blanko−Vsampel ×N 0,1
dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ dan kelebihan Cu2+ dapat dititrasi dengan metode iodometri (tidak langsung). Metode iodometri digunakan karena kita akan menganalisa I2 untuk dijadikan sebagai dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I 2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Winarno, 2008). Prinsip dari metode ini adalah mereduksikan gula pereduksi dengan CuO dalam larutan Luff Schroll yang akan bereaksi dengan karbohidrat pereduksi membentuk Cu2O, persamaan reaksinya adalah R-COH + CuO
Cu2O
+ R-COOH
CuO yang masih tersisa setelah reaksi selesai, akan bereaksi dengan asam sulfat dan membentuk kupri (II)sulfat. Kupri (II) sulfat akan mengoksidasi ion I dalam suasana asam menjadi I 2. I2 akan dititrasi dengan tiosulfat dan menggunakan indikator amilum, hingga titik akhir berwarna putih susu. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut H2SO4 + CuO CuSO4 + 2KI 2CuI2 I2 + Na2S2O3
CuSO4 + H2O CuI2 + K2SO4 Cu2I2 + I2 Na2S4O6 + NaI
Analisis kadar gula pereduksi Nilai a yang didapat dipakai untuk penentuan nilai b dengan menggunakan bantuan tabel Luff Schrool. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian kadar gula total dan gula reduksi Metode Luff Schoorl Pengujian kadar gula total dan gula reduksi menggunakan metode Luff-schroll. Prinsip metode ini yaitu hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang
Fungsi penabahan Pb-asetat pada persiapan sampel larutan A adalah sebagai penjernih sehingga menghilangkan kekeruhan larutan dan tujuan penambahan larutan Na-fosfat adalah untuk mengikat Pb. Penyaringan pada persiapan sampel larutan A dilakukan untuk memisahkan residu yang memiliki ukuran partikel besar. Perlakuan evaporasi hingga volumenya berkurang setengah dari volue awal adalah untuk menghilangkan zat-zat yang bukan karbohidrat.
Penambahan larutan luff schroorl berguna untuk untuk mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO. Perlakuan refluks sampel selama 15 menit bertujuan untuk mencegah penguapan yang berlangsung pada sampel, sehingga volume yang dimiliki tidak akan berubah atau tetap. Tujuan penambahan larutan KI 10 % sebanyak 10 ml dan 25 ml H2SO4 6 N adalah untuk mereaksikan Cu2O yang masih bersisa dengan KI, sehingga menghasilkan CuI. Penambahan indikator amilum ditambahkan saat pertengahan titrasi dikarenakan apabila dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat tajam. Amilum dapat menyekap semua I2 hasil reaksi sehingga nanti akan mempengaruhi volume titrasi. Berdasarkan hasil pengaatan diperoleh data sebagai berikut:
Hal inilah yang menyebabkan rendahnya kadar gula pereduksi yang dimilik sampel teh botol. Sementara kandungan gula pereduksi pada sampel coca-cola dikarenakan sejak tahun 1980, coca cola telah dibuat dengan sirup jagung tinggi fruktosa (HFCS).
Analisis Kadar Gula Total Penambahan HCl pada persiapan sampel larutan B dimaksudkan untuk menghidrolisis karbohidrat. Polimer karbohidrat sulit untuk bereaksi sehingga dengan penambahan asam, polimer akan terpecah menjadi monomer-monomer yang akan lebih mudah untuk bereaksi dengan senyawa lain.
Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi Wsampe Ke VNaTio Sampel l N Natio l (ml) (gr) 11 Coca Cola 2,5727 20 16 Coca Cola 2,5372 20 13 Teh Botol 2,5945 25,3 17 Teh Botol 2,5273 0,09531 25,2 15 Sirup 2,55 22,9 19 Sirup 2,52 23,2 Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, terlihat bahwa sampel dengan gula pereduksi paling besar adalah sampel sirup. Hal ini dikarenakan komposisi sirup tersebut mengandung konsentrat buahbuahan (sari buah). Menurut Satuhu (2004) sari buah merupakan larutan daging buah yang diencerkan. Jenis karbohidrat yang dominan pada buah seperti glukosa dan fruktosa merupakan salah satu jenis dari gula pereduksi, sehingga sampel sirup memiliki kadar gula pereduksi yang tinggi. Sampel dengan kadar gula pereduksi paling rendah yaitu teh botol. Teh mengandung karbohidrat yang penting diantaranya sukrosa, glukosa, dan fruktosa Sukrosa bukan gula pereduksi, sedangkan fruktosa dan glukosa adalah gula pereduksi.
Kadar Gula Pereduksi (%) 9,955 10,092 0,353 0,353 43,862 41,76
RataRata (%) 10,023 0,448 42,808
Penambahan larutan NaOH pada persiapan sampel larutan B dimaksudkan untuk menetralkan larutan. Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan dengan baik. pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. O2 + 4I- + 4H -> 2I2 + 2H2O Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I 2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). Kadar
gula total dengan metode luff school dilakukan prosedur yang sama dengan menentukan kadar gula pereduksi. Berikut adalah hasil perhitungan kadar gula total dalam sampel.
karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I 2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). Berdasarkan hasil pengamatan sampel teh botol memiliki kadar gula total 10,006% (lebih tinggi dari seharusnya). Sementara pada kemasan kadar gula total
Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Gula Total Ke l
Sampel
11 16 13 17 15 19
Coca Cola Coca Cola Teh Botol Teh Botol Sirup Sirup
Wsampe l (gr) 2,5727 2,5372 2,5945 2,5730 2,5500 2,5200
N Natio
0,09531
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 2, terlihat bahwa sampel yang mengandung kadar gula total paling tinggi adalah sampel sirup yaitu sebesar 93,840%. Sementara menurut Satuhu (2004) kadar gula dalam sirup terlalu tinggi yaitu 55% 65%. Menurut SNI 01-3544-1994, Kadar gula minimum sirup untuk mutu I adalah minimal 65%. Kandungan gula dalam sirup ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan literature namun masih sesuai dengan SNI. Komposisi gula pada sirup ini adalah gula sukrosa. Menurut Haryoto (1998) kadar gula dalam sirup akan menentukan kualitas sirup. Kekentalan dari sukrosa berbanding lurus dengan konsentrasi dan berbanding terbalik dengan suhu. Semakin tinggi konsentrasi sukrosa dalam larutan, kekentalannya akan semakin meningkat, sedangkan semakin tinggi temperatur, kekentalan akan semakin turun (Nicol, 1982). Sampel yang paling sedikit kadar gula totalnya yaitu sampel coca-cola. Berdasarkan kemasan kadar gula total pada coca cola adalah sebesar 8,97%. Perbedaan hasil analisis ini diperkirakan karena pada saat praktikum, pH larutan sampel yang terlalu tinggi (basa). Maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya,
VNaTio (ml) 23,9 23,9 24,1 24,1 24,2 24,2
Kadar Gula Total (%) 5,691 5,760 9,848 10,137 93,289 94,400
RataRata (%) 5,730 10,006 93,840
teh botol adalah sebesar 7,42%. Perbedaan hasil analisis ini diperkirakan karena pada saat praktikum, pH larutan sampel yang terlalu rendah (terlalu asam) sehingga menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. Analisis Kadar Pati Prosedur pengadukan sampel pati dalam akuades dikarenakan pati tidak larut dalam air, sehingga harus dilakukan pengadukan dengan tujuan agar zat-zat selain pati dapat larut sempurna dalam air. Penyaringan dilakukan guna mendapaatkan residu pati sementara penambahan larutan HCL berfungsi untuk menghidrolisa pati yang terdapat dalam sampel. Penambahan larutan NaOH dilakukan guna menetralkan larutan asam tersebut. Berikut adalah hasil pengamatan kadar pati pada sampel setelah dititrasi dengan NaTiosulfat 0,09531% dilakukan perhitungan. Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Pati
Kel
Sampel
12 18 14 20
Tepung Ketan Tepung Pisang
Wsampel (gr)
3,0091 3,0096 3,0068 3,0137
VNatio
Kadar % pati
RataRata (%)
Berdasarkan hasil pengamatan pada 65,92 67,025 tabel 3, terlihat 0,095 68,15 bahwa rata-rata kadar 31 32,15 40,632 % pati yang paling 49,11 besar adalah pada sampel tepung ketan yaitu sebesar 67,025%. Sementara berdasarkan hasil penelitian Immaningsih (2012) menyatakan bahwa kadar pati tepung ketan adalah sebesar 63,31%. Tepung ketan memiliki viskositas yang tinggi dikarenakan kandungan pati nya yang tinggi.( Widian, Harijono, 2015). Pati dominan yang terkandung pada tepung beras adalah amilopektin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Briggs (2007), tepung ketan memiliki kandungan amilopektin yang lebih besar dibandingkan dengan tepungtepung lainnya sehingga lebih pulen. Kadar pati hasil penelitian dengan literatur tidak jauh berbeda. Perbedaan diperkirakan dipengaruhi oleh jenis sampel yang digunakan serta ketelitian dalam menimbang dan titrasi. Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 3, sampel tepung pisang memiliki kadar pati 40,632%. Sementara berdasarkan hasil penelitian Betty, dkk (2012) Kadar pati tepung pisang perlakuan tanpa pemanasan otoklaf yaitu 65,98 70,29% . Berdasarkan hasil penelitian Triono (2010), kadar pati tepung pisang adalah sebesar 73,57%. Berdasarkan hasil penelitian Histifarina, dkk (2012), kadar pati tepung pisang nangka adalah 50,25%. Tepung pisang yang digunakan adalah tepung pisang nangka. Perbedaan antara hasil dengan literature dikarenakan perbedaan jenis tepung pisang yang digunakan, tingkat kematangan pisang yang digunakan, serta ketelitian dalam menimbang dan titrasi. (ml)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum didapat rata-rata kadar gula pereduksi adalah 10,023% pada sampel coca cola, 0,448% pada sampel teh botol, dan
42,808% pada sampel sirup. Kadar gula pereduksi paling besar adalah pada sampel sirup, Berdasarkan hasil praktikum didapat rata-rata kadar gula total adalah 5,730% pada sampel coca cola, 10,006% pada sampel teh botol dan 93,840% pada sampel sirup. Kadar gula total terbesar adalah pada sampel sirup. Berdasarkan hasil praktikum didapat rata-rata kadar pati adalah 67,025% pada sampel tepung ketan dan 40,632% pada sampel tepung pisang. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Dian Rakyat: Jakarta Apriyantono, A., D. Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati, Budiyanto. 1989. Analisis IPB-Press, Bogor
Pangan. N. L. dan S. Pangan.
Betty, et al. 2012. Fermentasi Kultur Campuran Bakteri Asam Laktat Dan Pemanasan Otoklaf Dalam Meningkatkan Kadar Pati Resisten Dan Sifat Fungsional Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiaca formatypica). Jurnal Pasca Panen 9 (1) 2012: 18-26 Briggs,
J., 2007. Final Report on Development of an Emergency Food Product. Natic Soldier Research, Development and Engineering Center
Fortuna, Juszczak, dan Palansinski. 2001. Properties of Corn and Wheat Starch Phosphates Obtained From Granules Segregated According of Their Size. EJPAU. Vol 4. Haryoto, 1998, Sirup Jambu Biji, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Histifarina, et,al. 2012. Teknologi Pengolahan Tepung Dari Berbagai Jenis Pisang Menggunakan Cara
Pengeringan Matahari dan Mesin Pengering Immaningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penelitian Gizi Makanan 2012,35(1):1 13-22 Satuhu S, Supriyadi A. 2004. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya Triyono, Agus.2010. Pengaruh Maltodekstrin dan Substitusi Tepung Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Karakteristik Flakes. Jurnal Pengembangan Teknologi Kimia Untuk Pengeolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN 16934393 Widian Dharma, Harijono.2015. Pengaruh Substitusi Proporsi Tepung Beras Ketan Dengan Pada Pembuatan Wingko Kentang. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 4 p. 1573-1583 Winarno, F.G. 2008. Kima Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka: Jakarta.