PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI
ACARA I : MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI I
Disusun oleh : Kelompok III 1. Betha Jaswati PD
K5409013
2. Danna Aziz MW
K5409017
3. Imam Widodo
K5409030
4. Rizka Zaenur R
K5409051
5. Ta Taufiq
K5409058
6. Wenty Ismayni I
K5409062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
1
PENGESAHAN
Praktikum Geologi dan Geomorfologi Acara I Dila Dilaks ksan anak akan an pada pada Hari Hari/T /Tan angg ggal al
:
Dikoreksi Hari/Tanggal
:
Masukan/Saran
:
Pengoreksi
Nama
:
Tanda Tangan
:
2
ACARA I : MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI I
I.
TUJUAN
:
1. Agar mahasiswa mampu menentukan batas Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Agar mahasiswa mampu menggambarkan alur sungai yang terdapat dalam DAS. 3. Agar mahasiswa mampu menghitung luas DAS tersebut. 4. Agar mahasiswa mampu menggambar penampang melintang DAS. II.
ALAT DAN BAHAN : 1. Peta Rupabumi Indonesia Lembar 1508-132 Poncol dan lembar 1508-141
Magetan, Skala 1 : 25.000 2. Perlengkapan alat tulis (pensil, drawing pen, pensil tic, penghapus,
penggaris, dll) 3. Benang 4. Kertas kalkir 5. Millimeter Block
III.
DASAR TEORI
DAS adalah daerah yang mensuplai sungai dengan air dan sedimen yang berupa suatu cekungan yang dibatasi oleh garis pemisah air. Garis pemisah air adalah garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi yang membatasi cekungan pengairan. Dalam suatu DAS, sungainya baik sungai utama, cabang dan rantingnya secara keseluruhan membentuk pola jaringan. Biasanya pola ini dikontrol oleh struktur geologi dari daerah yang dikeringkannya. Pola aliran sungai tidak perlu selalu sama antara DAS yang satu dengan lainnya, apalagi jika DAS tersebut adalah DAS yang sangat besar atau luas. Pada suatu DAS besar bisa terbentuk beberapa pola aliran yang
3
dikendalikan oleh struktur geologi seperti kekar, jenis dan kemiringan lapisan, lipatan, sesar, jenis batuan, dsb. Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Menurut Suripin (2002), secara umum DAS dapat di definisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggungan bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana titik hujan yang turun di daerah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik keluaran (outlet). Asdak (2007) mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai
salah satu wilayah daratan yang secara topografik yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau cathcmen area) yang merupakan suatu ekosistem yang fungsi utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. Secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/ kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsure hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “ A
river of drainage basin in the entire area drained by stream of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged trough a single outlet ”. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “ A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interest ”. DAS bisa berarti juga sebagai suatu daerah yang dibatasi (dikelilingi) oleh garis ketinggian dimana setiapp air yang jatuh dipermukaan tanah akan dialirkan melalui outlet . Komponen yang ada di dalam DAS secara umum
4
dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu komponen masukan curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan polusi/ sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi. Sehingga pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan setiap komponen DAS sehingga dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Berdasarkan
definisi tersebut bisa sikemukakan
bahwa
DAS
merupakan ekosistem dimana unsur organisme, lingkungan biofisik dan unsur kimia secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan
outflow dari material dan energi. Selain itu, pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu sumberdaya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan
(lestari)
dengan
upaya
menekan
kerusakan
lingkungan
seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi , yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.
Gambar 1. Siklus hidrologi DAS Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan DAS yang berfungsi, yaitu :
5
1. DAS bagian hulu (Upperland ) Didasarkan
pada
fungsi
konservasi
yang
dikelola
untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Menurut Asdak (2007) Ekosistem DAS khususnya di bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS keterkaitan Biofisik melalui daur hidrologi. Derah hulu mempunyai ciri-ciri : a. Proses pendalaman lembah sepanjang aliran sungai. b. Merupakan daerah konservasi. c. Mempunyai kerapatan drainase yanng lebih tinggi. d. Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. e. Lereng terjal. f.Laju erosi lebih cepat daripada pengendapan. g. Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “V”. 2. DAS bagian tengah ( Middle Land ) Bagian tengah DAS merupakan daerah peralihan antara bagian hulu dengan bagian hilir dimana masih terdapat sedikit proses erosi dan mulai terjadi pengendapan. Dicirikan dengan daerah yang relatif datar. Didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. 3. DAS bagian hilir ( Lowerland ) Didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
6
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, dan pengelolaan air limbah. Bagian hilir dicirikan dengan : a. Merupakan daerah deposisional b. Kerapatan drainase kecil. c. Merupakan daerah dari kemiringan lereng landai. d. Potensi bahan galian golongan C. e. Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “U” f.Pengaturan air sebagian besar ditentukan oleh bangunan irigasi g. Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan) dan mulai
terbentuk delta serta meander.
Gambar 2: Penampang 3 Dimensi Struktur Memanjang Sungai Tabel 1. Karakteristik DAS berdasarkan reliefnya Upper land
Karakteristik
Lower land
Beda tinggi
Besar
Rendah
Kemiringan lereng
Curam – miring
Berombak – datar
Bentuk lembah
V
U
Debit aliran
Besar
Rendah
Proses geomorfologis
Erosi dan longsor
Sedimentasi
Proses perkembangan tanah
Terganggu
Berkembang
7
Penggunaan lahan
Terbatas
Diversifikasi penggunaan
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana dibagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun secara tata runang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik. Data yang tersedia dan terpilih sebagai variabel tak bebas dalam analisis adalah data nisbah. Nilai nisbah menggambarkan kondisi sungai sekaligus mengisyaratkan kemampuan lahan untuk menyimpan air. Semakin tinggi nilai nisbah, kondisi sungai semakin buruk. Nilai nisbah yang tinggi menunjukkan nilai debit maksimum besar dan debit minimum kecil. Bila kemampuan menyimpan air dari suatu daerah masih bagus maka fluktuasi debit air pada musim hujan dan kemarau adalah kecil. Kemampuan menyimpan ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi vegetasi, tanah, dan lain-lain. Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun. 2. Kualitas air baik dari tahun ke tahun. 3. Fluktuasi debit antara debit maksimum dan debit minimum kecil. Hal ini digambarkan dengan nisbah. 4. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun.
Kerapatan Aliran
Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat
8
tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan: dimana: Dd= indeks kerapatan aliran sungai (km/km ); L= jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km); A= luas DAS (km ) d. Kerapatan aliran sungai Dd = L/A Indeks kerapatan aliran sungai diklasifikasikan sebagai berikut: •
Dd: < 0.25 km/km : rendah
•
Dd: 0.25 - 10 km/km : sedang
•
Dd: 10 - 25 km/km : tinggi
•
Dd: > 25 km/km : sangat tinggi Berdasarkan indeks tersebut dapat dikatakan bahwa indeks kerapatan
sungai menjadi kecil pada kondisi geologi yang permeable, tetapi menjadi besar untuk daerah yang curah hujannya tinggi. Disamping itu, jika nilai kerapatan aliran sungai: •
< 1 mile/mile (0.62 km/km ), maka DAS akan sering mengalami
penggenangan •
5 mile/mile (3.10 km/km ), maka DAS akan sering mengalami kekeringan. Kerapatan sungai dapat dikatakan sebagai perbandingan antara total
panjang sungai-sungai yang berada di cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri.
9
Tabel 2. Kerapatan aliran (rata - rata jarak percabangan dengan Ordo pertama aliran, Van Zuidam, 1985) PADA SKALA 1: 25.000
JENIS KERAPATAN
MEMILIKI
HALUS
KERAPATAN Kurang dari 0,5 cm
KARAKTERISTIK
Tingkat limpasan air permukaan tinggi, batuan memiliki porositas
SEDANG
0,5 cm - 5 cm
buruk Tingkat limpasan air permukaan sedang, batuan memiliki porositas
KASAR
Lebih besar dari 5 cm
sedang Tingkat limpasan air permukaan rendah, batuan memiliki porositas baik dan tahan terhadap erosi.
Karakteristik DAS tersebut dipengaruhi oleh land use, ukuran DAS, topografi, dan geologi. Karakteristik DAS tersebut meliputi : 1. Luas DAS Luas DAS adalah keseluruhan DAS sebagai suatu sistem sungai dan ditentukan berdasarkan peta kontur. Garis batas antar DAS adalah punggungan bukit yang bisa membagi dan memisahkan air hujan ke masing-masing DAS. Pengukuran DAS menggunakan planimeter atau sistem grid. DAS bisa dibagi menurut luasnya : a. DAS kecil luasnya < 5.000 km² b. DAS sedang luasnya 5.000 – 20.000 km² c. DAS besar luasnya > 20.000 km²
2. Bentuk DAS Bentuk DAS berkaitan dengan aliran sungai yang merupakan kecepatan terkonsentrasinya aliran. Koefisien bentuk DAS (F) adalah
10
perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungai. Semakin besar harga F maka semakin lebar DAS. DAS ini memiliki bermacam-macam bentuk yang meliputi : a. DAS berbentuk bulu burung DAS memanjang dengan sungai utama hampir lurus dan anak-anak sungai utama merupakan jalur di kanan kirinya. Biasanya debit sungai relatif kecil dan jarang terjadi banjir atau kejadian banjir kecil. Hal ini karena sampainya air ke sungai utama berbeda-beda waktunya.
Gambar 3. Bentuk DAS Bulu Burung
b. DAS berbentuk radial DAS berbentuk seperti kipas (seperti lingkaran atau setengah lingkaran) sungai terkonsentrasi ke satu titik sebagai akibat dari bentuk DAS tersebut, sungai utama pendek. Apabila terjadi hujan merata di DAS akan terjad banjir besar.
Gambar 4. Bentuk DAS Radial
c. DAS berbentuk paralel
11
Merupakan dua DAS yang menyatu di daerah hilir. Banjir besar terjadi bila di daerah DAS turun hujan secara bersamaan.
Gambar 6. Bentuk DAS Paralel
3. Pola Aliran Sungai Pola aliran menurut Arthur D. Howard (1967) diklasifikasikan dalam beberapa kategori yaitu pola dasar, modifikasi pola dasar dan gabungan modifikasi pola dasar. Setiap pola aliran mencerminkan struktur dan proses yang mengontrolnya. Sehingga identifikasi dan analisa yang baik terhadap pola aliran sungai akan memberikan informasi tentang struktur dan proses yang terjadi yang mengendalikan suatu bentang darat. Pola dasar aliran sungai ada delapan (8) yang terdiri dari : a. Dendritik Pola yang bercabang/mendaun ini biasanya terbentuk pada lapisan mendatar sedimen-sedimen yang satu jenis, atau batuan yang memiliki resistensi yang sama. Bentuk pola ini menyerupai pelebaran bentuk silang pohon dak atau beringin. b. Paralel
Pola berbentuk sejajar ini biasanya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar, sejajar, dan miring. c. Trelis Pola berbentuk pagar ini terbentuk pada daerah batuan sedimen yang miring atau terlipat, atau pada daerah batuan sedimen yang terubah. Bisa
12
juga berada di daerah dengan patahan dan kekar yang saling tegak lurus atau di daerah dengan bukit-bukit pasir yang sejajar. d. Rectangular Pola berbentuk menyudut yang hampir sama dengan trelis, hanya jumlah sungai yang lebih sedikit (orde sungai sedikit). e. Radial Pola berbentuk memencar yang muncul di daerah dengan bentuk berhubungan atau berbentuk kerucut biasanya di daerah gunungapi. f. Anular Pola berbentuk cincin yang terletak di daerah sekitar bumbungan (kubah) terutama bila terdapat perselingan batuan yang lunak dan keras, sehingga sungai utama mengalir sejajar arah lapisan, anak sungai searah dengan kemiringan lapisan. g. Multibasinal Pola dengan banyak cekungan (pasu) yang muncul di Basement berbagai variasi dan kondisi geologinya. Bisa terjadi di daerah dengan banyak cekungan akibat pelarutan, atau daerah gunungapi sekarang. Atau di daerah dengan cekungan yang belum diketemukan sebab-sebabnya. h. Kontorted Pola yang muncul di daerah dengan struktur gologi yang komplek. Biasanya berasosiasi dengan batuan metamorfose kompleks dengan lipatan yang intensif, patahan, intrusi, kekar, dan sebagainya. Sedangkan dalam interpretasi batuan ini yang terpeting dan perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai. a. Pola kontur rapat menunjukkkan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukkan batuan lunak atau lepas. b. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kotur lainnya menunjukkan lebih keras dari batuan di sekitarnya. c. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba bisa diakibatkan oleh adanya
batuan keras.
13
d. Kerapatan sungai yang besar menunjukkan bahwa sungai-sungai itu berada di batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). Klasifikasi tipe genetik sungai dikembangkan oleh Davis berdasarkan pada usulan pertama oleh Powell (1875), yang mengajukan nama sungai konsekuen untuk sungai yang alirannya mengikuti kemiringan lereng awal daratan. Sungai-sungai yang berada di daerah yang baru terangkat, contohnya di daerah gunungapi muda, dataran alluvial dan dataran pantai yang baru teragkat adalah sungai konsekuen. Dengan demikian, sungai-sungai tua yang pada saat ini memotong semua struktur dan diduga dulunya tercipta pada saat lereng pertama kali terbentuk, adalah sungai konsekuen. Davis kemudian menambahkan lagi beberapa istilah sebagai berikut: 1. Sungai Subsekuen : sungai yang arah aliran mengikuti jurus lapisan,
biasanya mengikuti lapisan lunak. 2. Sungai Obsekuen : sungai yang mengalir berlawanan dengan arah kemiringan lapisan atau berlawanan dengan lereng yng pertama kali terbentuk. 3. Sungai Insekuen : sungai yang mengalir tanpa dikendalikan struktur atau batuan. 4. Sungai Resekuen : sungai yang arah aliran mempunyai arah yang sama dengan lereng awal (konsekuen) tetapi pada level topografi yang lebih rendah atau tahapan akhir.
Faktor Karakteristik DAS tersebut meliputi :
1. Bentuk dan ukuran DAS Semakin luas, semakin lama air larian sampai ke titik pengukuran. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air larian. 2. Topografi DAS yang lahannya relatif datar air lariannya relatif lebih kecil dibanding daerah miring. Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara :
14
S=(
h / D ) X 100 %
Keterangan: S = Kemiringan lereng (%) ∆
h = Perbedaan ketinggian (m)
D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)
Tabel 3. Pembagian kemiringan lereng Kemiringan lereng
Kemiringan
Keterangan
(°) lereng (%) <1
0-2
Datar – hampir datar
1–3
3-7
Sangat landai
3–6
8 - 13
Landai
6–9
14 - 20
Agak curam
9 - 25
21 - 55
Curam
25 - 26
56 - 140
Sangat curam
> 65
> 140
Terjal
3. Geologi Formasi batuan penyusun menentukan besarnya air hujan yang terinfiltrasi.
4. Land Use Vegetasi penutup dan cara bercocok tanam mempengaruhi besarnya air yang terinfiltrasi.
Jaringan Sungai Pada DAS
Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara
15
kuantitatif dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar. Perhitungan Luas DAS
Perhitungan luas dengan metode segi empat ini dilakukan dengan cara membuat petak-petak/kotak bujur sangkar dengan ukuran 1cm x 1cm pada daerah yang akan dihitung luasnya. Pada batas tepi yang luasnya setengah kotak atau lebih, dibulatkan menjadi satu kotak, sedangkan kotak yang luasnya kurang dari setengah, dihilangkan atau tidak dihitung. Hal yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan keseimbangan, harus ada penyesuaian antara kotak yang dibulatkan
dengan yang dihilangkan. Sedapat mungkin,
kotak/daerah yang dihilangkan sama atau seimbang dengan daerah yang dibulatkan. Rumus :
Luas yang dihitung = jumlah kotak (n) x (luas setiap kotak x penyebut skala peta).
IV.
CARA KERJA
16
1. Menentukan batas DAS yang terdapat pada peta rupabumi Indonesia
(dengan membatasi igir). 2. Menggambar alur sungai yang terdapat di dalam daerah aliran sungai yang
telah dibatasi. 3. Menyalin garis kontur yang ada dalam daerah aliran sungai, dan membuat
penampang topografi. a. Tentukan sungai utama di DAS tersebut.
b. Buatlah penampang melintang DAS pada bagian hulu, tengah dan hilir dengan arah tegak lurus alur sungai. 4. Menjelaskan perbedaan karakteristik DAS bagian hulu, tengah dan hilir. 5. Menghitung luas DAS yang telah dibuat tadi dengan metode grid.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Langkah-langkah dalam membuat peta DAS sebagai berikut : 1. Menggambar alur sungai yang terdapat di dalam daerah aliran sungai
yang telah dibatasi.
Outlet dan alur sungai biasanya digambar terlebih dahulu sebelum membatasi DAS untuk menghindari adanya alur sungai yang terpotong. Outlet ditentukan dari daerah pertemuan anak-anak sungai atau tempat sungai dan anak-anak sungai menginduk pada sungai utama. Dan outlet DAS tidak boleh lebih dari satu. Menentukan batas DAS yang terdapat pada peta rupabumi Indonesia (dengan membatasi igir). Sebelum membatasi DAS sebaiknya mementukan outlet nya terlebih dahulu. Dalam menentukan batas DAS (membatasi igir) dilakukan dengan menarik garis kontur yang mencirikan igir atau garis konturnya berbentuk V. Biasanya igir digunakan sebagai jalan yang membedakan batas DAS satu dengan DAS yang lain. Batas DAS tidak boleh memotong alur sungai dan menyambung dari outlet kembali lagi ke outlet semula. Di sebelah utara, DAS Gondang berbatasan dengan DAS Grenggeng, sedangkan di selatan dibatasi DAS Gonggang.
17
2. Menyalin garis kontur yang ada dalam daerah aliran sungai, dan
membuat penampang topografi. Langkah selanjutnya adalah menyalin garis kontur yang ada dalam daerah aliran sungai yaitu dengan kontur interval atau Ci = 25 m dengan menggunakan kertas kalkir. a. Menentukan sungai utama di DAS tersebut.
Sungai utama yang terdapat dalam DAS yaitu Sungai Gondang dengan panjang sungai 44 cm di peta atau 11 km pada panjang sebenarnya. Bentuk DAS Gondang termasuk bentuk paralel yaitu merupakan dua DAS yang menyatu di daerah hilir. Banjir besar terjadi bila di daerah DAS turun hujan secara bersamaan. b. Membuat penampang melintang DAS pada bagian hulu, tengah dan
hilir dengan arah tegak lurus alur sungai. Penampang melintang DAS pada bagian hulu, tengah, dan hilir dibuat dengan membagi DAS menjadi dua bagian sama besarnya, kemudian dua bagian DAS tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian dengan garis arah tegak lurus dengan alur sungai. DAS Gondang memiliki panjang 44 cm (di peta). Selanjutnya menandai garis penampang melintang tersebut dengan indeks kontur ketinggian di setiap perbedaan penggunaan lahan.
3. Menjelaskan perbedaan karakteristik DAS bagian hulu, tengah dan hilir. Dalam praktikum Geomorfologi dan Geologi Acara I ini, perbedaan karakteristik DAS bagian hulu, tengah, dan hilir diketahui melalui penggunaan lahan, kerapatan aliran, pola kontur, kondisi geologi dan proses geomorfologis yang mempengaruhinya. a. Penggunaan Lahan •
Hulu:
18
Terdapat 3 jenis penggunaan lahan; belukar, kebun/perkebunan dan tegalan. •
Tengah
Terdapat 4 jenis penggunaan lahan; belukar, kebun/perkebunan, tegalan dan pemukiman. •
Hilir
Terdapat 5 jenis penggunaan lahan; belukar, kebun/perkebunan, tegalan, pemukiman dan sawah tadah hujan. b. Pola Kontur
Pola kontur akan menunjukkan pola aliran air dan keadaan geologi DAS Gondang. •
Hulu : sangat rapat – rapat
•
Tengah : rapat
•
Hilir : rengang
c. Proses Geomorfologis •
Hulu : erosi
•
Tengah : transportasi
•
Hilir : sedimentasi
4. Menghitung luas DAS yang telah dibuat tadi dengan metode grid.
Berdasarkan peta yang telah dibuat dapat diketahui data-data sebagai berikut : Banyaknya kotak/grid
= kotak
Luas tiap kotak/grid
= 1cm x 1cm = 1cm²
Penyebut skala kuadrat
= 25.000² = 625.000.000
Ditanya : Luas DAS Gondang……? Jawab
:
Luas DAS
= jumlah kotak (n) x (luas setiap kotak x penyebut skala peta2)
19
= 610 x (1 cm² x 625.000.000) = 381.250.000.000 cm² = 38,125 km 2 5. Menghitung kerapatan aliran dan kemiringan lereng a. Kerapatan Aliran
Kerapatan aliran berkaitan dengan tingkat kelunakan batuan. Berdasarkan Tabel Kerapatan aliran (rata-rata jarak percabangan
dengan Ordo pertama aliran, Van Zuidam, 1985), DAS Gondang bagian hulu, tengah dan hilir memiliki tingkat kerapatan SEDANG, yang berarti memiliki kerapatan 0,5–5 cm pada peta RBI skala 1:25.000 dengan tingkat limpasan air permukaan sedang dan batuan memiliki porositas sedang. Sedangkan berdasarkan rumus Dd = L/A Dd= indeks kerapatan aliran sungai (km/km ); L= jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km); A= luas DAS (km ) d Kerapatan aliran sungai
diketahui : L
= 342,7 x 25.000 = 8.567.500 cm = 85,675 km
A
= 38,125 km
Dd
= 85,675 / 38,125 = 2,25 km/km
Jadi, klasifikasi indeks kerapatan aliran DAS Gondang adalah SEDANG (Dd: 0.25 - 10 km/km) dengan angka kerapatan aliran 2,25 km/km. b. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng mampu menunjukkan topografi kawasan. S = ( ∆ h / D ) X 100 %
20
Keterangan: S = Kemiringan lereng (%) ∆
h = Perbedaan ketinggian (m)
D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)
Diketahui: ∆
h = 3200-660 = 2540 m
D
= 27,4 cm x penyebut skala = 27,4 cm x 25.000 cm = 6850 m
S
= (2540/6850) x 100% = 37,08 %
Jadi, klasifikasi kemiringan lereng DAS Gondang adalah Curam
B. Pembahasan
Penyusunan laporan Praktikum Geomorfologi dan Geologi pada acara I dengan pembahasan morfometri Daerah Aliran Sungai (I) menggunakan 2 lembar peta dasar, yaitu Peta Rupabumi Indonesia skala 1:25.000 lembar 1508-132 Poncol dan lembar 1508-141 Magetan. Peta tersebut mencakup 2 wilayah administrasi, yaitu provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Langkah pertama yang dilakukan adalah memilih sungai yang memiliki 4 ordo. Penentuan ordo pada setiap segmen sungai tersebut menggunakan metode Strahler (1975) . Sungai Gondang mempunyai 4 ordo sungai merupakan sungai induk dari DAS Gondang. Untuk mengetahui sungai-sungai yang termasuk dalam daerah aliran sungai Gondang maka
21
harus menemukan outlet DAS. Kemudian segmen-segmen sungai induk dapat digambarkan. Fungsi lain adalah untuk mengetahui alur sungai dalam daerah aliran sungai Gondang. Outlet dan alur sungai biasanya digambar terlebih dahulu sebelum membatasi DAS untuk menghindari adanya alur sungai yang terpotong. Outlet ditentukan dari daerah pertemuan anak-anak sungai atau tempat sungai dan anak-anak sungai menginduk pada sungai utama. Dan outlet DAS tidak boleh lebih dari satu. Batas DAS ditentukan dengan membatasi igir-igir segmen sungai Gondang sebagai batas DAS Gondang yang membedakan DAS tersebut dengan DAS lain. Dalam menentukan batas DAS (membatasi igir) dilakukan dengan menarik garis kontur yang mencirikan igir atau garis konturnya berbentuk V. Igir digunakan sebagai jalan yang membedakan batas DAS satu dengan DAS yang lain. Batas DAS tidak boleh memotong alur sungai dan menyambung dari outlet kembali lagi ke outlet semula. Kemudian menyalin garis kontur yang ada dalam daerah aliran sungai, dan membuat penampang topografi dengan kontur interval atau Ci = 25 m dengan menggunakan kertas kalkir. Sungai utama yang terdapat dalam DAS yaitu Sungai Gondang dengan panjang sungai 45 cm. Bentuk DAS Gondang termasuk bentuk parallel yaitu merupakan dua DAS yang menyatu di daerah hilir. Banjir besar terjadi bila di daerah DAS turun hujan secara bersamaan. Penampang melintang DAS pada bagian hulu, tengah, dan hilir dibuat dengan cara membagi DAS menjadi dua bagian sama panjang, kemudian dua bagian DAS tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian dengan garis arah tegak lurus dengan alur sungai. Cara ini dimaksudkan untuk mewakili penggunaan lahan di 3 bagian DAS, sehingga dapat menjelaskan karakteristik di masing-masing bagian DAS yaitu hulu, tengah dan hilir. Berdasarkan perhitungan luas DAS menggunakan metode grid menghasilkan luas DAS Gondang yaitu 381.250.000.000 cm² atau 38,125 km². Sehingga dapat dikatakan bahwa DAS Gondang adalah DAS kecil
22
karena luas DAS kurang dari 5.000 km 2. Oleh sebab itu, larian air sampai ke titik pengukuran semakin cepat daripada DAS berukuran luas. Bentuk DAS Gondang adalah bentuk DAS paralel dengan sungaisungai yang menyatu di bagian hilir, yaitu kali Jumok, kali Banlono, kali Gandong, kali Grenjeng yang menyatu di kali Gondang. Sedangkan pola aliran sungai di DAS Gondang umumnya membentuk pola paralel, adalah pola berbentuk sejajar yang biasanya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar, sejajar, dan miring. Faktor karakteristik DAS Gondang, meliputi berntuk dan ukuran DAS, topografi, geologi dan penggunaan lahan/ land use. DAS Gondang memiliki bentuk dan ukuran kecil dan memanjang. Luas DAS yang tergolong kecil menyebabkan larian air ke outlet cepat. Sedangkan bentuk DAS Gondang yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air larian. Topografi DAS Gondang termasuk curam dengan kemiringan lereng 37,08% maka air lariannya relatif lebih besar dibanding daerah datar. Pernyataan ini dapat dibuktikan melalui perhitungan kemiringan lereng mengingat titik tertinggi DAS 3200 m dpl dan titik terendah 660 m dpl serta jarak titik tertinggi dan terendah adalah 6850 m. Kemudian hasil tersebut dicocokan dengan tabel kemiringan lereng Van Zuidam yang dihubungkan dengan laju larian air. Di bagian hulu, pola kontur cenderung rapat yang menunjukkan batuan keras. Di bagian ini juga ditemukan banyak pola kontur menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya yang menunjukkan lebih keras dari batuan sekitarnya. DAS di bagian hulu terdapat sungai yang membelok tibatiba karena adanya struktur geologi keras. DAS bagian tengah memiliki ciri geologi yang tidak jauh berbeda dengan kondisi geologi di bagian hulu, namun sudah mengalami perubahan, seperti tingkat kekerasan batuan yang lebih lunak. Di bagian tengah dari DAS Gondang masih ditemukan pola kontur melingkar dan tingkat kerapatan sungai yang semakin besar. Di
23
bagian tengah, sungai-sungai tidak lagi membelok secara tiba-tiba karena batuannya lebih lunak daripada batuan di bagian hulu. Antara DAS bagian hulu, tengah dan hilir memiliki kondisi geologi yang berbeda. Di bagian hilir memiliki pola kontur jarang menunjukkan batuan lunak atau lepas. Oleh karena batuannya lunak, maka tidak ditemukan pola kontur melingkar. Berdasarkan indeks kerapatan sungai di DAS Gondang 2,25 km/km dapat dikatakan bahwa indeks kerapatan sungai menjadi sedang pada kondisi geologi yang permeable sedang. Penggunaan lahan di DAS Gondang diwakili oleh 3 bagian DAS dengan membuat penampang melintang DAS. Di bagian hulu terdapat 3 jenis penggunaan lahan yaitu kebun/perkebunan, belukar dan tegalan. Jenis penggunaan lahan yang terbesar adalah kebun/perkebunan, belukar kemudian tegalan. Sedangkan bagian tengah memiliki penggunaan lahan terbanyak adalah belukar dan sangat sedikit untuk pemukiman. Jenis penggunaan lahan yang lain adalah tegalan dan kebun/perkebunan. DAS di bagian hilir memiliki
jenis penggunaan lahan semakin beragam, yaitu
kebun/perkebunan, belukar, sawah, tegalan dan pemukiman. Dengan melihat jenis penggunaan lahan yang berkaitan dengan vegetasi penutup dan cara bercocok tanam di setiap bagian DAS, maka besarnya air yang terinfiltrasi lebih banyak di hulu dibandingkan tengah dan hilir.
VI. KESIMPULAN
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung pegunungan (batas topografi) sebagai tempat menampung dan menyimpan air hujan yang kemudian menyalurkannya (air, sedimen, dan unsur hara) ke muara (laut) melalui sungai utama (outlet) atau Daerah Aliran Sungai (DAS)/Daerah Pengaliran Sungai (DPS) atau drainase basin adalah suatu daerah yang terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran sungai, dimana semua anak sungai yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai bermuara ke dalam suatu sungai induk.
24
2. Berdasarkan peta RBI Lembar …….. nomor 1408-…. dan Lembar ………
nomor 1408-…, diperoleh suatu Punggungan Bukit/igir yang melingkar, mengelilingi suatu aliran sungai yang mempunyai aliran satu outlet. Setelah memperoleh batasan DAS, maka baru bisa dicari sungai utamnya. sungai utama
adalah cabang
sungai
yang
mempunyai
daerah tangkapan
(catchment) yang lebih luas, yaitu Sungai Gondang, sehingga DASnya dinamakan DAS Gondang. 3. DAS Gondang termasuk sungai yang mempunyai pola aliran paralel dan
DASnya berbentuk parallel yaitu terdapat dua DAS yang menyatu di daerah hilir. Banjir besar terjadi bila di daerah DAS turun hujan secara bersamaan. 4. Semua sungai yang ada di daerah DAS Gondang digambar, baik sungai
perennial maupun intermiten sehingga diperoleh gambar pola aliran yang ada di DAS Gondang, dan dari bentuk pola alirannya maka, DAS Gondang termasuk sungai yang mempunyai pola aliran parallel yaitu pola yang berbentuk sejajar ini umumnya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring. Atau anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai, DAS Gondang terbagi atas 2 jenis sungai, yaitu:
Perenial, merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun.
Sungai ini hanya dijumpai di muara DAS.
Intermiten/sungai musiman, merupakan sungai yang hanya
mengalir saat musim hujan. Semua anak sungai dalam DAS Gondang termasuk jenis ini. sungai perenial
sungai intermitten
25
Gambaran daerah aliran sungai Gondang dilihat dari bentuk dan pola alirannya adalah : a. Bentuk DAS Gondang merupakan salah satu daerah aliran sungai yang berbentuk parallel yaitu terdapat dua DAS yang menyatu di daerah hilir. Banjir besar terjadi bila di daerah DAS turun hujan secara bersamaan.
b. Pola Pengaliran Pola pengaliran yang dapat dijumpai di DAS Gondang adalah pola pengaliran paralel, yaitu pola yang berbentuk sejajar
ini
umumnya
terbentuk
pada
daerah
dengan
kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring. Atau anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai. Pola ini dicirikan dengan: bentuk aliran yang seperti cabang-cabang pohon yang
sejajar.
26
tempat
pertemuan anak-anak sungai dengan sungai induk berbentuk sudut / sudut tumpul terdapat
pada daerah di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek), batuan yang homogen, batuan berbutir halus, batuan genesis, batupasir, permeabilitas seragam, kemiringannya dari curam sampai landai. 5. Secara numerik penyusunan orde dimulai dengan pemberian nilai 1
(selanjutnya disebut dengan orde 1) untuk segmen pertama (aluralur). Hasil penggabungan 2 segmen pertama selanjutnya disebut dengan segmen orde ke 2 dan sebagainya dari hasil yang telah dibuat daerah aliran sungai kenteng memiliki empat 4 orde segmen aliran. 6.
Berdasarkan metode Horton DAS Gondang memiliki orde sungai
4 (empat). Semakin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DAS nya, dan akan semakin panjang pula alur sungainya. Pada tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde. Jika dilihat dari penampang profil DAS Gondang dari hulu hingga hilir memiliki variasi secara morfologinya. Hal ini dilihat dari gambar garis konturnya yaitu dibagian hulu cenderung memiliki tingkat kerapatan kontur yang rapat sampai sedang, dan dibagian hilir memiliki kontur yang renggang.
VII. DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay. 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
27
Purnomo, Dony. Morfometri .
http://dony.blog.uns.ac.id/2010/05/30/morfometri/ . Diunduh pada 16 September 2011 jam 22.13 Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air . Penerbit Andi :
Yogyakarta. Zuidam, R.A. Van. 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and
Geomorphology Mapping. Smith Publisher The Hague, ITC.
VIII. LAMPIRAN
28