BAB IV PAJAK PENGHASILAN BADAN
4.1. Pengenaan Pengenaan Pajak Penghasilan Penghasilan Badan
Yang dimaksud badan di sini adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (UU Nomor 28 tahun 2007). Seperti telah telah diuraikan dalam bab – bab sebelumnya sebelumnya bahwa untuk penghitungan penghitungan pajak penghasilan penghasilan Badan dimulai dengan dengan penghitungan penghasilan bersih dengan menggunakan pembukuan. Yang menjadi dasar pengenaan pengenaan pajak PPh Badan adalah sebesar sebesar laba bersih kena pajak tanpa pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sedangkan tarif pajak untuk PPh Badan Badan adalah adalah : 1. Tarif Pajak Pajak s.d. tahun 2008 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan 50.000.000
10%
Diatas 50.000.000 s.d. 100.000.000
15%
Diatas 100.000.000
30%
2. Tarif Pajak mulai tahun 2009 Tahun
Tarif Pajak
2009
28%
2010
25%
Tarif Pajak khusus WP Badan tertentu mulai tahun 2009 1.
Untuk Untuk Perseroa Perseroan n Terbuka Terbuka yang yang sahamny sahamnyaa minimal minimal dimiliki dimiliki publi publik k 40% Bagi PT terbuka dengan saham yang dimiliki publik minimal 40% ada pengurangan tarif 5% (pasal 17 (2b)) sehingga tarif menjadi menjadi : Tarif pajak 2009 = 23% Tarif Pajak 2010 = 20%
2.
Bagi UMKM dengan dengan Omzet Omzet Setahun Setahun s.d. 50.000.00 50.000.000.00 0.000 0 WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp. 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar,
sehingga tarif PPh Badan untuk Usaha Mikro Kecil dan dan Menengah (UMKM) tersebut adalah : Tarif Pajak Wajib Pajak Badan UMKM Bagian Omzet
Tahun 2009
Tahun 2010
Bagian omzet s.d. 4,8 M
14 %
12.5%
Bagian Omzet 4,8 s.d. 50 M
28 %
25 %
Contoh penghitungan PPh Badan sbb : Contoh 1 : PT X memperoleh penjualan / omzet omzet setahun setahun sebesar sebesar Rp. Rp. 60.000.000.000,60.000.000.000,- dan memperoleh memperoleh laba neto sebesar Rp. Rp. 190.000.000,Penghitungan PPh (WP Badan) : JUMLAH PK PKP
= la laba ne neto = Rp 19 190.000.000,00
1. PPh TERUTAN TERUTANG G tahun tahun 2008 (Tarif (Tarif lama) lama) : 10% X Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15% X Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 30% X Rp 90.000.000 = Rp 27.000.000 PPh TERUTANG
Rp 39.500.000,00 39.500.000,00
2. PPh Terutang (Tarif tahun 2009) Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%. PPh Terutang tahun 2009 = 28% 28% X 190.000.000 190.000.000 = Rp. 53.200.000,53.200.000,3. PPh Terutang (tarif tahun 2010) Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%. PPh Terutang tahun 2010 = 25% X 190.000.000 = Rp. 47.500.000,-
Contoh 2 CV Anda dalam dalam tahun 2009 membukukan omzet sebesar sebesar Rp. 4.000.000.000,4.000.000.000,- dan laba bersih bersih diperoleh sebesar Rp. 100.000.000,Karena omzetnya dibawah Rp. 50 Miliar maka termasuk UMKM dan mendapat fasilitas tarif tahun 2009 sebesar 14% untuk bagian omzet s.d. 4,8 Miliar. Dan karena omzetnya kurang dari Rp. 4,8 M maka tarif PPh Badan tahun 2009 adalah 14% dari laba bersih. PPh Badan tahun 2009
= 14% X 100.000.000 = Rp. 14.000.000
Contoh 3 : PT Y dalam dalam tahun tahun Peredara Peredaran n Usaha Usaha sebesar sebesar Rp. Rp. 30.000.0 30.000.000.0 00.000 00 dan laba laba bersih bersih sebesa sebesarr Rp. 3.000.000.000. atas hal tersebut penghitungan PPh Badan tahun 2009 menggunakan fasilitas
UMKM karena omzet dalam setahun tidak lebih dari Rp. 50.000.000.000,- dihitung sebagai berikut : Diketahui : laba bersih = penghasilan kena pajak(PKP) = Rp. 3.000.000.000, Tarif pajak 2009 untuk UMKM adalah 14% dan 28% dari PKP dihitung sbb : Uraian
Peredaran Usaha
Tarif fasilitas UMKM Tarif sisanya
PKP
Tarif
PPh Terutang
480.000.000
14%
67.200.000
4,8 M – 30 M
2.520.000.000
28%
705.600.000
30 M
3.000.000.000
0 s.d. 4,8 M
Jumlah
772.800.000
Angka PKP Rp. 480.000.000 (dalam kolom ketiga diatas) yang mendapat tarif 14% adalah: = (batasan omzet fasilitas dibagi total omzet) X Total laba (PKP) = (4,8 M / 30 M) x 3 M = Rp. 480.000.000
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menghitung penghasilan bersih untuk Wajib Pajak Badan harus menggunakan pembukuan maka dalam bahasan selanjutkan kita akan membahas mengenai pembukuan dalam perpajakan (akuntansi pajak).
4.2. Akuntansi Pajak Penghasilan
Dalam dunia bisnis, setiap perusahaan membutuhkan sistem pencatatan yang mencatat dan merekam semua aktivitas perusahaan secara rapi dan teratur. Secara umum, sistem pencatatan aktivitas suatu usaha dinamakan akuntansi, yaitu suatu sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi
perusahaan.
Dengan
demikian,
pemimpin
perusahaan
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan dapat mengambil berbagai alternatif kebijakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Biasanya, suatu sistem akuntansi diawali dengan pencatatan dokumen-dokumen suatu transaksi. Dokumen-dokumen tersebut dicatat ke dalam jurnal harian hingga akhirnya menghasilkan neraca dan laporan rugi laba. Berdasarkan neraca dan laporan rugi laba itu, pemimpin perusahaan dapat menganalisis dan mengetahui sejauh mana kemajuan perusahaan yang dipimpinnya. Di Indonesia, pajak tidak dapat terlepas dari aktivitas bisnis. Dengan kata lain, pajak dan bisnis saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti halnya dunia bisnis, dunia pajak juga mengharuskan beberapa wajib pajak untuk melakukan sistem pencatatan suatu aktivitas bisnis. Dalam pajak, sistem pencatatan tersebut lebih dikenal dengan nama pembukuan. Pembukuan yang disusun secara rapi dan teratur dapat menghasilkan informasi mengenai pajak yang terutang atas jumlah seluruh objek pajak yang diterima, diperoleh, diserahkan dan dilakukan
selama masa pajak (bulanan/tahunan) tertentu. Dengan demikian, pembukuan atau akuntansi dapat memudahkan wajib pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, antara lain mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunnan, mempermudah perhitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak (Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN) dan menyajikan informasi tentang posisi finansial dan hasil usaha untuk dianalisa oleh pengambil kebijakan perusahaan
Persayaratan Pembukuan : 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. 2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 5. Pencatatan tersebut terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final. 6. Buku-buku , catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan. 7. Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh. 8. Bahasa
asing
yang dimaksud adalah
bahasa
Inggris.
(Lihat
KMK
Nomor
543/KMK.04/2000)
Bagi wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan dengan rincian sebagai berikut (Pasal 13 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007):
50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;
100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, dan untuk menghitung penghasilan neto menggunakan prosentase tertentu yang disebut norma penghitungan penghasilan neto. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (contoh : Karyawan/pegawai).
4.3. Laporan Keuangan Fiskal Pajak tidak mengatur secara khusus mengenai cara atau alur dalam menyusun sebuah laporan keuangan. Oleh karena itu, wajib pajak dapat mengikuti alur penyusunan laporan keuangan yang terdapat dalam akuntansi komersial. Secara umum, laporan keuangan dimulai dari pencatatan dokumen-dokumen dasar yang terjadi dalam sebuah transaksi ke dalam buku harian atau jurnal harian. Kemudian, jurnal harian tersebut dimasukkan (posting) ke dalam buku besar. Pada akhir periode, dari buku besar disusun neraca saldo sebelum penyesuaian. Dengan penyesuaian terhadap keadaan yang sebenarnya terjadi pada akhir tahun dan catatan penutup (closing entries), disusunlah sebuah neraca saldo setelah penyesuaian. Dari neraca saldo setelah penyesuaian tersebut, diperoleh sebuah laporan keuangan komersial. Karena terdapat beberapa perbedaan antara komersiil dan pajak maka untuk kepentingan pajak, laporan keuangan komersial disesuaikan dengan ketentuan pajak yang berlaku sehingga diperoleh sebuah laporan keuangan fiskal. Penyesuaian laporan keuangan komersial dengan ketentuan pajak lebih dikenal dengan sebutan rekonsiliasi fiskal. Koreksi Fiskal
Penyebab terjadinya koreksi fiskal adalah perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal (pajak), • Perbedaan tersebut adalah : 1. Beda Tetap : Perbedaan atas penghasilan biaya yg secara fiskal / pajak tidak dapat diakui tetapi di komersial dapat diakui Contoh : Sumbangan, hibah, deviden, PPh, dll 2. Beda waktu : Perbedaan pengakuan atas penghasilan / biaya karena selisih waktu pengakuannya saja artinya sama – sama tetap diakui tetapi dalam waktu yang berbeda. Contoh : Penyusutan secara komersial dibebankan selama 5 tahun tetapi menurut fiskal hanya 4 tahun. Jenis koreksi fiskal dibedakan menjadi dua yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif,
1.
Koreksi fiskal positif bersifat menambah atau memperbesar penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial atau mengurangi biaya-biaya komersial yang akibatnya akan menambah jumlah pajak yang terutang,
2.
Koreksi fiskal negatif bersifat mengurangi atau memperkecil penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial atau menambah biaya-biaya komersial, yang akibatnya akan mengurangi jumlah pajak yang terutang,
4.3.1. Koreksi Fiskal Positif Koreksi fiskal positif yang mengakibatkan bertambahnya laba bersih kena pajak atau penghasilan kena pajak adalah : a. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota. Penyesuaian ini berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian / perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi / keluarga, biaya premi asuransi pribadi / keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi ( financial lease ), cadangan klaim dan cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan. Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80 / KMK.04 / 1995 s.t.d.t.d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 204 / KMK.04 / 2000; * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 20 / PJ.42 / 1995; * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 09 / PJ.42 / 1999; * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 21 / PJ.42 / 2000. c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan ( benefit in-kind ) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun
pemberian natura berupa penyediaan makanan / minuman di tempat kerja bagi
seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan
yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya ( seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal ), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466 / KMK.04 / 2000; * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 213 / PJ / 2001; * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 220 / PJ / 2002 d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham / pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Keculai atas sumbangan tertentu yang dapat dibiayakan (tidak dikoreksi positif) meliputi: 1. sumbangan penanggulangan bencana nasional 2. sumbangan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia 3. biaya pembangunan infrastruktur sosial 4. sumbangan fasilitas pendidikan 5. sumbangan pembinaan olah raga f. Pajak penghasilan, Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, bahwa Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan, tetapi sebagai kredit pajak. sedangkan pajak selain pajak penghasilan seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), Bea Materai dapat dibiayakan (tidak dikoreksi fiskal) g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma
atau cv yang modalnya tidak
terbagi atas saham, Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
huruf j UU PPh, bagi perseroan tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan h. Sanksi administrasi Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan sehingga harus dikoreksi fiskal. i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal Apabila terjadi selisih penghitungan penyusutan yang mengakibatkan penyusutan menurut pajak lebih kecil dari penyusutan komersial. j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal Apabila terjadi selisih penghitungan amortisasi yang mengakibatkan amortisasi menurut pajak lebih kecil dari amortisasi komersial. k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Seperti biaya bunga yang belum dibayar (bunga kredit macet) Lihat :
* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 184 / PJ. / 2002; * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 08 / PJ.42 / 2002
l. penyesuaian fiskal positif lainnya - Terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final; - terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal; - terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif. Lihat :
* Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164 / KMK.03 / 2002. * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002. * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.313/2005 * KEP-220/PJ/2002
Contoh penyesuaian fiskal positif lainnya adalah : 1. Pembagian laba dalam bentuk apapun, deviden dll (Pasal 9 (1) UU PPh) 2. Biaya telepon seluler hanya dapat dibebankan 50% ( KEP-220/PJ/2002) 3. Biaya kendaraan (penyusutan dan pemeliharaan) sedan dan sejenisnya untuk perusahaan hanya dapat dibebankan 50%. KEP-220/PJ/2002) 4. Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang bukan obyek pajak Contoh:
CV Cofia menerima sumbangan dari Walikota Surabaya, tetapi untuk mendapatkan sumbangan tersebut dikeluarkan biaya sebesar Rp. 500.000,- untuk biaya administrasi. Atas biaya tersebut dikoreksi positif karena biaya untuk mendapatkan penghasilan yang bukan obyek pajak.
4.3.2. Koreksi Fiskal Negatif Koreksi fiskal negatif yang mengakibatkan berkurangnya laba bersih kena pajak atau penghasilan kena pajak adalah a. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal Apabila penyusutan menurut pajak lebih besar dari komersial maka selisihnya adalah koreksi fiskal negatif yang mengakibatkan laba menurut pajak menjadi lebih kecil. b. Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal Apabila amortisasi menurut pajak lebih besar dari komersial maka selisihnya adalah koreksi fiskal negatif yang mengakibatkan laba menurut pajak menjadi lebih kecil c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam halhal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Contohnya adalah penangguhan penghasilan dari pendapatan bunga macet diakui pada saat bunga tersebut berhasil ditagih/dibayar Lihat : * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-141 / PJ. / 1999; * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-563 / PJ. / 2001; * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184 / PJ. / 2002; * Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08 / PJ.42 / 2002 d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal
4.3.3. Koreksi fiskal atas Penghasilan Final dan Bukan Obyek Pajak Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final dan penghasilan yang bukan obyek pajak juga dilakukan koreksi fiskal, yang sebenarnya merupakan koreksi fiskal negatif, namun dalam memudahkan pengisian SPT tahunan, maka atas koreksi khusus penghasilan final dan bukan obyek pajak dilakukan tersendiri.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final yang diterima WP Badan adalah:
No Jenis Penghasilan dikenakan PPh Final
Tarif
Dasar tarif
Dasar Hukum
1
Bunga deposito, tabungan, SBI
20%
Bunga bruto
Psl. 4 (2)
2
Diskonto obligasi, premium di B.E.
20%
Bunga bruto
Psl. 4 (2)
3
Saham & sekuritas di bursa efek
0,1% Bruto
Psl. 4 (2)
Saham pendiri di B.E.
0,5% Bruto
Psl. 4 (2)
0,1% Bruto
Psl. 4 (2)
0,3% Harga jual
Pasal 4 (2)
6
Penghasilan penjualan saham milik perusahaan modal ventura PENGHASILAN USAHA : a. BBM, Pemumas, Gas b. Penyalur / distributor rokok (berlaku s.d. 2008) Pengalihan tnh & bang.
0,15% Harga bandrol 5% H. Jual / NJOP
Pasal 4 (2) Psl. 4 (2) *)
7
Pengalihan tnh & bang RS/Rusun Sederhana, Oleh WP Real Estate Sewa tanah dan bangunan
8
Imbalan jasa konstruksi :
9
a. Pelasanaan konstruksi : - Jasa konstruksi kecil - Jakon Besar/Menengah - Jakon Tdk bersertifikat b. Perencanaan konstruksi c. Pengawasan Konstruksi Jika Tidak bersertifikat Perwakilan dagang asing
2 % Bruto 3% 4% 4 % Bruto 4% 6% 0,44% Ekspor bruto
Pasal 15
10
Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri
2,64% Bruto
Psl. 15
11 12
Pelayaran Dalam Negeri Revaluasi aktiva tetap
1,2% Bruto 10% Selisih lebih – kompensasi
Psl. 15 Psl. 19
13
Penghasilan lainnya meliputi :
4 5
-
Jasa maklon internasional
-
Hadiah Undian
1% 10%
H. Jual / NJOP
Psl. 4 (2) *)
Bruto
Psl. 4 (2) *)
Psl. 4 (2) **)
Psl. 4 (2) **)
2,1% Biaya pembuatan Psl. 15 – bahan baku 25% Bruto Psl. 4 (2)
*) berlaku mulai tahun pajak 2009 **) berlaku mulai tahun pajak 2008 Sedangkan untuk penghasilan yang bukan obyek pajak yang diterima oleh Wajib Pajak Badan adalah : a. Bantuan / Sumbangan Bantuan / sumbangan yang bukan obyek pajak yaitu yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan b. Hibah yang diterima khusus oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil
c. Deviden yang berasal dari cadangan laba yang ditahan Khusus bagi penerima deviden berbentuk PT, BUMN dan BUMD yang penyertaaanya minimal 25% serta koperasi. Selain penerima deviden diatas termasuk pengertian obyek pajak. d. Penghasilan yang diterima dana pensiun meliputi : -Penerimaan iuran -deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia -obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia -saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. e. Bunga / diskonto obligasi yang diterima reksadana f. Bagian laba yang diterima perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha
4.4. Pengisian SPT Tahunan PPh Badan
Wajib Pajak PPh Badan Wajib mengisi SPT Tahunan PPh Badan setiap tahun untuk melaporkan pajak penghasilan yang terutang dalam tahun tersebut. Pengisian SPT Tahunan tersebut menggunakan formulir 1771 yang terdiri dari tujuh furmulir yaitu 1. Form 1771 yang merupakan formulir induk (2 lembar / halaman 1 dan 2), 2. Form 1771 I (lampiran I) yang berisi tentang penghitungan penghasilan neto fiskal, 3. Form 1771 II (lampiran II), berisi perincian harga pokok penjualan, biaya usaha lainnya dan biaya dari luar usaha, 4. Form 1771 III (lampiran III), berisi tentang kredit pajak dalam negeri (yang dipotong atau dipungut pihak lain meliputi PPh 22, dan 23), 5. Form 1771 IV (lampiran IV), berisi tentang rincian PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, 6. Form 1771 V (Lampiran V), berisi daftar pemegang saham/pemilik modal dan jumlah dividen yang dibagikan dan daftar susunan pengurus dan komisaris, 7. Form 1771 VI (lampiran VI), daftar penyertaan modal pada perusahaan afiliasi, daftar pinjaman (utang) dari pemegang saham dan/atau perusahaan afiliasi, dan daftar pinjaman (piutang) kepada pemegang saham dan/atau perusahaan afiliasi. Selain tujuh formulir di atas, juga wajib ditambahkan lmapiran tersendiri berupa : 1. Laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) 2. Daftar aktiva tetap dan penyusutannya apabila mempunyai aktiva tetap Formulir lain yang bersifat opsional untuk dilampirkan adalah : 1. Daftar Cabang utama apabila mempunyai cabang, 2. Daftar penghitungan kompensasi kerugian fiskal apabila Wajib Pajak mempunyai kerugian tahun – tahun sebelumnya,
3. Pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa, apabila terdapat transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, 4. Daftar fasilitas penanaman modal apabila mendapatkan fasilitas penanaman modal 5. Perhitungan PPh pasal 26 ayat (4) dan SSP lembar ketiga khusus Wajib Pajak BUT 6. Kredit pajak luar negeri apabila mempuyai kredit pajak luar negeri, 7. Surat kuasa khusus (bila dikuasakan)
Contoh pengisiian SPT Tahunan PPh Badan
CV Xena LAPORAN LABA RUGI UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2008 Koreksi Fiskal
L/R komersial Uraian Penjualan
Positif
L/R Fiskal
Negatif
39,093,000,000
Harga pokok penjualan Persediaan awal
420,000,000
Pembelian
37,400,000,000
Tersedia untuk dijual
37,820,000,000
Persediaan akhir Harga pokok penjualan Laba Kotor
487,000,000 37,333,000,000
-
-
1,760,000,000
-
-
-
Biaya usaha : Biaya gaji
484,000,000
Biaya bunga
100,000,000
Biaya sewa
40,000,000
Biaya penyusutan
80,000,000
Biaya iklan
10,000,000
Biaya listrik
44,000,000
Biaya air
4,000,000
Biaya perbaikan kantor
24,000,000
Biaya pemeliharaan invt.
28,000,000
Biaya pemlhran kendaraan
16,000,000
Biaya audit pembukuan
18,000,000
Biaya training karyawan
125,000,000
Biaya pengiriman dan pos
3,500,000
Biaya PBB kantor
3,600,000
Biaya telepon
44,500,000
Biaya Alat tulis kantor
13,000,000
Biaya cetak dan foto copy
6,500,000
Biaya pajak kendaraan
7,000,000
Biaya langganan koran
1,000,000
Biaya konsumsi
20,000,000
Biaya Sumbangan
7,000,000
Biaya administrasi bank
4,000,000
Jumlah Biaya usaha
973,100,000
-
-
-
Penghasilan dari usaha
786,900,000
-
-
-
93,000,000
-
-
-
879,900,000
-
-
Penghasilan lain lain : Bunga / Jasa giro
18,000,000
Hadiah undian
75,000,000
Jumlah penghasilan lain - lain Laba bersih
Informasi berkenaan dengan CV Xena : 1. Usaha CV tersebut adalah perdagangan alat listrik
-
2. Dalam biaya gaji termasuk gaji direktur CV sebesar Rp. 40.000.000,3. Dalam biaya telepon termasuk untuk pulsa HP perusahaan yang dipakai kepala bagian pemasaran sebesar Rp. 2.000.000,4. Dalam biaya pemeliharaan termasuk pemeliharaan sedan perusahaan sebesar Rp. 10.000.000,5. Dalam biaya penyusutan termasuk penyusutan sedan sebesar Rp. 20.000.000,- dan penyusutan HP sebesar Rp. 500.000,6. Biaya konsumsi adalah biaya makan dan minum untuk seluruh karyawan 7. Hadiah undian di atas adalah setelah dikurangi dengan pajak undian 8. penghasilan bunga / jasa giro adalah setelah dipotong pajak final. Informasi berkenaan kredit pajak (pajak yang telah dibayar/dipotong) : 1. Membayar angsuran PPh (PPh 25) sebesar Rp. 50.000.000,2. Membayar PPh 22 Impor Rp. 12.500.000 atas ppembelian impor sebesar Rp. 500.000.000,tanggal 28-12-08 3. Dipotong PPh final atas hadiah undian sebesar Rp. 25.000.000,4. Dipotong PPh final atas bunga / jasa giro sebesar Rp. 2.000.000,Informasi Identitas Wajib Pajak 1. Nama CV Xena NPWP 01.232.212.9-012.000, alamat Jl. Nangka 5, Jakarta 2. Modal sebesar Rp. 400.000.000,- (milik Hasan 50% dan Iwan 50%) 3. Direktur adalah Hasan (07.229.604.9-612.000) dan komisaris adalah Iwan (07.229.605.9-612.000) Sehubungan dengan laporan keuangan CV Xena ditambah informasi di atas maka : 1. Tentukan jenis penghasilan/biaya yang perlu dilakukan koreksi fiskal 2. Kelompokan koreksi tersebut dalam koreksi positif dan negatif beserta besarnya koreksi 3. Tentukan jumlah laba rugi fiskal 4. Hitunglah Pajak Penghasilan nya 5. Isikan Dalam SPT Tahunan PPh Badan
Untuk pengisian SPT Tahunan PPh Badan hal – hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Dalam SPT PPh Tahunan PPh Badan (formulir 1771) terdiri dari dua lembar induk dan enam lampiran (1771 I, 1771 II, 1771 III, 1771 IV, 1771 V, 1771 VI), b. Untuk pengisian dimulai dari lampiran yang terakhir kemudian baru ke induk SPT, c. SPT harus diisi dengan lengkap, jelas, dan ditanda tangani, d. Seluruh induk dan lampiran harus tetap disampaikan, walaupun isinya nihil, e. SPT Tahunan WP Badan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya, mulai tahun pajak 2008 paling lambat disampaikan tanggal 30 April tahun berikutnya.
Sebelum melakukan pengisian SPT Tahunan PPh Badan tersebut, untuk memudahkan pengisian SPT, maka terlebih dahulu adalah menganalisis laporan keuangan tersebut terutama mengidentifikasi penghasilan final, penghasilan bukan obyek pajak, koreksi positif dan koreksi negatif. Hasil analisis atas laporan keuangan tersebut adalah : 1. Penghasilan final Dalam menentukan Penghasilan final ini lihatlah sisi penghasilannya. Dari laporan keuangan tersebut terlihat sisi penghasilan bersih (setelah dipotong pajak) berupa bunga/jasa giro, dan
penerimaan hadiah undian yang keduanya adalah penghasilan yang telah dikenakan PPh Final. Sehingga penghasilan yang dikenakan PPh Final adalah : 1. Penghasilan bunga/jas giro = 20.000.000,- (belum dipotong pajak Rp. 2.000.000) 2. Penerimaan undian
= 100.000.00,- (belum dipotong pajak Rp. 25.000.000)
Jadi total penghasilan final adalah Rp. 120.000.000 Atas penghasilan ini dimasukkan dalam Formulir lampiran IV (1770 IV) 2. Penghasilan yang bukan obyek pajak Lihat sisi penghasilanya, dalam kasus tersebut tidak ada penghasilan yang bukan obyek pajak. 3. Koreksi fiskal positif Untuk melihat koreksi fiskal positif lihatlah sisi biayanya, apakah ada biaya yang tidak dapat dibebankan atau ada biaya yang menurut pajak lebih kecil. Dalam kasus tersebut koreksi positif terdiri dari : Jumlah
Koreksi Biay a gaj i
Alasan
Biaya telepon
Karena gaji kepada direktur CV ti da k dapat di ku rang kan seba ga i biaya 10.250.000 Berupa penyusutan sedan dan HP yang hanya boleh dibebankan 50% Penyusutan sedan = 50% x 20.000.000,Penyusutan HP = 50% x 500.000,2.000.000 Biaya HP hanya boleh di bebankan 50 % (2.000.00 0 x 50%)
Biaya pemeliharaan
10.000.000
Biaya penyusutan
40,000,000
Biaya sumbangan Jumlah
7.000.000
Biaya pemeliharaan kendaraan dapat dibebankan 50% dari 20 jt Sumbangan yang tidak jelas tidak boleh dibebankan sebagai biaya
69.250.000
3. Koreksi Fiskal Negatif Untuk mengetahui koreksi fiskal negatif adalah lihatlah biaya yang menurut pajak lebih besar dari laporan keuangan komersial. Dalam kasus tersebut tidak ada koreksi fiskal negatif.
Hasil pengisian SPT Tahunan PPh Badan tahun 2008 atas kasus tersebut adalah sebagai berikut :
Hasil pengisian Lampiran VI (1771-VI)
Hasil pengisian lampiran V (1771-V)
Hasil pengisian lampiran IV (1771-IV) :
Hasil pengisian lampiran III (1771-III) :
Hasil pengisian lampiran II (1771-II)
Hasil pengisian lampiran I (1771-I) :
Hasil pengisian formulir induk (1771-I) halaman 1 :
Hasil pengisian formulir induk (1771-I) halaman 2 :