Permasalahan Etika di Bidang Kesehatan
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran
telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi ( catalano, 1991). Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan
bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. (Nila Ismani, Ismani, 2001) dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI. Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional.Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.
Masalah-Masalah Etika Dalam Bidang Kesehatan
Menurut Ellis, Hartley (1980) masalah etika dalam bidang kesehatan meliputi: 1. Evaluasi diri
Evaluasi diri mempunyai hubungan erat dengan pengembangan karier, aspek hukum dan pendidikan berkelanjutan.Merupakan tanggung jawab etika bagi semua perawat.Dengan evaluasi diri perawat dapat mengetahui kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya sebagai perawat praktisi. Evaluasi diri mirip salah satu cara melindungi klien dari pemberian perawatan yang buruk. Ellis dan Hartley, menyatakan bahwa evaluasi diri terkadang tidak mudah dilakukan oleh beberapa perawat. Evaluasi diri sebaiknya dilakukan secara periodik Eavaluasi diri dilakukan agar perawat menjadi istimewa atau kompeten dl memberikan asuhan keperawatan
2. Evaluasi Kelompok
Tujuan evaluasi kelompok untuk mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan yang baik, yang merupakan tanggung jawab etis.Evaluasi kelompok dapat dilakukan secara formal dan informal.Evaluasi secara informal contoh dengan observasi langsung saat tindakan atau mengamati perilaku sesama rekan.Masalah etika muncul saat perawat mengamati rekan kerjanya yang berperilaku tidak sesuai standar. Evaluasi kelompok secara formal merupakan tanggung jawab etis perawat dan organisasi profesi Dasar untuk melakukan evaluasi asuhan keperawatan adalah standar praktek keperawatan yg digunakan untuk mengevaluasi proses Dasar untuk evaluasi perawatan klien digunakan kriteria hasil.Secara Formal metode evaluasi kelompok meliputi konfrensi yang membahas berbagai hal yang diamati, wawancara dengan klien atau staf, observasi langsung pada klien dan audit keperawatan berdasarkan catatan klien.
3. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang.
Para tenaga kesehatan seringkali membawa pulang barang-barang kecil seperti kassa, kapas, lar. antiseptik, dan lain-lain. Sebagian dari mereka tidak tahu apakah hal itu benar atau salah. Bila hal tersebut dibiarkan rumah sakit akan rugi, dan beban pada klien lebih berat. Perawat harus dapat memberi penjelasan pada orang lain atau tenaga kesehatan bahwa mengambil barang walaupun kecil secara etis tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang di tempat kerja. 4. Merekomendasikan klien pada dokter
Perawat dapat memberikan informasi ttg berbagai altenatif, misalnya bila seorang klien ingin memeriksa ke dokter ahli kandungan, perawat dapat menyebutkan tiga nama dokter dengan beberapa informasi penting alternative lain tentangg keahlian dan pendekatan yang dipakai dokter pada klien. Secara hukum perawat tidak boleh memberikan kritik tentang dokter kepada klien. 5. Menghadapi asuhan keperawatan yg buruk
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan klien.Perawat harus mampu mengenal atau tanggap bila bila ada asuhan keperawatan yang buruk
serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut.Ellis & Hartley (1980) menjelaskan beberapa tahap yang dapat dilakukan bila perawat menghadapi asuhan yang buruk. Tahapan-tahapannya yaitu: a.
Pertama, mengumpulkan informasi yang lengkap dan sah, jangan membuat keputusan berdasarkan gosip, umpatan atau dari satu pihak
b. Kedua, mengetahui siapa saja pembuat keputusan atau yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya perubahan. c.
membawa masalah kepada pengawas terbawah. Namum belum tentu masalah ini akan dihiaraukan oleh pengawas. Pendekatan awal mis: secara sukarela menjadi anggota panitia penilai kelompok. Pendekatan awal lainnya dengan menggunakan sisitem informal, yaitu dengan cara mendiskusikan masalah dengan orang yang dipercaya dan berpengaruh dalam system. Bila scr informal td berhasil lakukan pendekatan formal melalui jalur resmi.
6. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Peran perawat secara formal adalah memberikan asuhan keperawatan.Berbagai faktor menyebabkan peran perawat menjadi kabur dengan peran mengobati. Hal ini banyak dialami di Indonesia, terutama perawat di puskesmas Hasil penelitian Sciortino (1992) menunjukkan pertentangan antara peran formal dan aktual perawat merupakan salah satu contoh nyata bagaimana transmisi yang terganggu antara tingkat nasional dan lokal dapat mempengaruhi fungsi pelayanan. Perawat tidak melakukan apa yang secara formal diharapkan dan telah diajarkan kepada mereka. Perawat dalam melaksanakan tugas delegatif yaitu dalam pelayanan pengobatan, secara hukum tidak dilindungi. Perawat yg akan ditugaskn di unit pelayanan (PKM, BP) yang belum ada tenaga medis, perlu diberikan surat tugas serta uraian tugas yang jelas dari pimpinan. Merupakan aspek legal dalam memberikan pelayanan.
2.2. Permasalahan Dasar Etika Kesehatan
Menurut Bandman dan Bandman (1990), masalah etika kesehatan secara umum sebagai berikut : 1. Kuantitas melawan kualitas hidup
Teknologi saat ini telah mampu mendeteksi kondisi kesehatan manusia bahkan sejak manusia tersebut masih berupa janin. Maka tidak mengherankan dengan berbagai cara seseorang mampu menciptakan manusia dengan kualitas yang unggul. Namun permasalahan moral yang timbul kemudian adalah jika janin sudah terbentuk dan ternyata dideteksi memiliki penyakit atau jenis kecacatan tertentu atau bagaimana jika ada orang yang terdeteksi menderita penyakit kronis tertentu seperti kanker, apakah harus diakhiri kehidupannya agar tidak menimbulkan penderitaan lebih lanjut?atau bagaimana orang yang menderita penyakit kanker tersebut, justru mendorongnya untuk melakukan tindakan nekat untuk mengakhiri hidupnya sebelum penyakit tersebut mambunuhnya terlebih dahulu? Hal-hal semacam ini memerlukan pemikiran yang bijaksana pada para pelaku profesi di bidang kesehatan, untuk menentukan mana yang lebih baik bagi pasiennya tanpa menimbulkan akibat yang lebih jauh.Kekurangan dan kelebihan, kehidupan dan kematian bukanlah permainan teknologi namun harus diputuskan dengan pertimbangan-pertimbangan yang cukup dan memiliki alasan yang dapat diterima baik secara ilmiah, moral maupun etika. Contoh Masalahnya : seorang ibu minta perawat untuk melepas semua selang yang dipasang pada anaknya yang berusia 14 tahun, yang telah koma selama 8 hari. Dalam keadaan seperti ini, perawat menghadapi permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya dalam menentukan keputusan secara moral. Sebenarnya perawat berada pada posisi permasalahan kuantitas melawan kuantitas hidup, karena keluarga pasien menanyakan apakah selang-selang yang dipasang hampir pada semua bagian tubuh dapat mempertahankan pasien untuk tetap hidup. 2. Kebenaran melawan penanganan dan pencegahan bahaya Seseorang terkena virus menular yang mematikan.Untuk menghindari penularan lebih lanjut maka pasien tersebut di isolasi untuk melindungi kepentingan banyak orang.Keputusan ini tampak adil bagi semua pihak, namun tidak bagi mereka yang mengalami perlakuan isolasi. Kasus semacam ini tentu saja tidak mudah bagi semua pihak untuk mendapatkan penyelesaian yang memuaskan, namun didalam mengatasinya ada aspek-aspek universal yang harus ditaati oleh semua pihak. Contoh masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini, perawat pada permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien yang bertentangan dengan kebebasan pasien. 3. Berkata jujur melawan kebohongan
Berkata jujur adalah kaidah moral yang utama dalam semua sendi kehidupan.Namun kejujuran yang diharapkan didalam menyelesaikan permasalahan etis bukanlah kejujuran yang bersifat naïf namun menuntut kedewasaan serta pertimbangan-pertimbangan yang bijaksana dimana setiap keputusan untuk berkata jujur sepenuhnya harus dipikirkan dampaknya.Contoh yang paling sering dilihat adalah wajib simpan rahasia kedokteran. Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada masalah apakah ia akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam, karena diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut pada orang lain. 4. Hasrat terhadap ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan agama dan ideologi Beberapa terobosan baru di bidang kesehatan tidak hanya menggegerkan dunia kedokteran namun hal-hal yang berkaitan dengan agama.Contohnya adalah fertilisasi in-vitro atau bayi tabung.Oleh sebagian agama hal ini dianggap sebagai campur tangan manusia terhadap hubungan sakral perkawinan antara manusia yang disaksikan Tuhan. Sehingga anak yang dihasilkan dengan cara ini dianggap menyalahi hukum kodrat dan mendahului kuasa Tuhan. Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih penghapusan dosa daripada berobat ke dokter. 5. Terapi ilmiah melawan terapi tradisional Akupuntur, pengobatan herbal dan massage adalah jenis terapi tradisional yang telah umum dikenal berabad-abad lamanya sebelum ilmu kedokteran modern muncul dan memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan ilmu kesehatan.Namun masih menggunakan unsurunsur magis yang secara ilmiah sulit diterima. Permasalahan yang muncul kemudian adalah bahwa jika ternyata terapi tradisional ini tidak kalah efektif dibandingkan dengan terapi ilmiah kedokteran.Namun dihadapan hukum keduanya memilki perlakuan yang berbeda.Begitupun dengan masalah kode etik.Dokter, perawat dan bidan memilki organisasi profesi dengan seperangkat aturan tertentu yang mampu melindungi mereka dari tuntutan hukum, sementara para ahli terapis tidak memiliki organisasi profesi yang mampu membela kepentingannya, sehingga apabila terjadi malpraktek maka kredibilitasnya selalu menjadi pertanyaan yang utama. Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat
miang yang dapat melekat dan menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
Permasalahan Etika dalam Praktek Kesehatan
Permasalahan etika dalam praktek kesehatan memiliki cakupan yang sangat luas. Namun yang akan dibahas disini adalah masalah etika biomedis dan bioetis. Bioetis adalah ilmu yang mempelajari masalah – masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang biologi dan kedokteran. Ada beberapa masalah penting yang tercakup di dalam bioetis ini: 1.
Kloning Kemajuan di bidang genetika dan biologi reproduksi telah memungkinkan rekayasa
duplikasi atau multiplikasi.Tujuannya : a) Memberi harapan pada pasangan suami-istri untuk mendapatkan anak dengan kualitas unggul b) Menyediakan jaringan atau organ fetus untuk transplantasi c)
Memperoleh anak dengan ciri-ciri yang sama dengan kakaknya yang mungkin meninggal waktu masih kecil
d) Membuat genotipus yang dianggap unggul sebanyak-banyaknya e) Merealisasikan teori dan memuaskan rasa ingin tahu ilmiah f)
Memperoleh orang dengan jumlah banyak untuk pekerjaan yang sama dengan cirri-ciri tertentu. Namun dampak yang ditimbulkan baik secara moral terutama agama dan etika membuat manusia harus mempertimbangkan lebih jauh dalam mengembangkan teknologi ini. 2.
Fertilisasi in-vitro Merupakan metode konsepsi yang memberikan harapan bagi pasangan yang tidak subur
untuk memiliki keturunan dengan cara mempertemukan sel telur dan sperma di luar hubungan suami-istri yang semestinya terjadi. Pertemuan ini dilakukan di laboratorium dan ketika telah menjadi zigot ditanamkan kembali ke rahim ibunya dengan harapan dapat terjadi kehamilan. Di Indonesia fertilisasi in-vitro hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri yang sah, dan baik sperma maupun sel telur yang digunakan juga harus dari pasangan tersebut.Sedangkan dengan menggunakan donor, secara hukum dan etika masih tidak dapat diterima.
Selain itu, ada juga Inseminasi artifisal yang merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma dari seorang pria yang kemudian dimasukan ke dalam vagina, serviks atau uterus wanita saat terjadi ovulasi. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan etis mengenai kemurnian perkawinan yang manghasilkan keturunan yang artificial. Hakekat keluarga dan campur tangn manusia pada proses kehidupan. 3. Abortus a.
Penegertian Menurut KUHP
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu)
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup. Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu: 1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus 2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis 3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
b. Penyebab Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah: 1.
Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak sekolah bagaimanasupaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil kalau terlanjur.
2.
Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga. Hal ini juga perlulegawa orang tua karena psikologis anak sangat besar.
3. Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya 4. Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak. 5.
Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum waktu tertentu karenaterikat kontrak.
6. Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan. PandanganAborsi Menurut Aspek Hukum ,Etika, Dan Agama
1. Aspek Hukum Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan,
yang
dikenal
dengan
istilah
"Abortus
Provocatus
Criminalis".
Yang dikenai hukuman dalam hal ini : 1. Ibu yang melakukan abortus 2. Dokter/bidan/dukun/tenaga kesehatan lain yang melakukan aborsi 3. Orang-orang/pihak yang mendukung terlaksananya aborsi Beberapa pasal yang terkait adalah :
KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 tentang larangan pengguguran kandungan.
UU RI No. 1 tahun 1946 menyatakan aborsi merupakan tindakan pelanggaran hukum.
UU RI No. 7 tahun 1984 tentanf menghapus diskriminasi pada wanita.
UU RI No. 23 tahun 1992,
Pasal 77c : kebebasan menentukan reproduksi
Pasal 80 : dokter boleh melakukan aborsi yang aman.
pasal 15 : abortus diperbolehkan dengan alasan medis.
Apabila ditinjau dari Human Rights (HAM) :
Setiap manusia berhak kapan mereka bereproduksi
RUU pasal 7 : berhak menentukan kapan dan jumlah reproduksi.
RUU Kesehatan pasal 63
2. AspekEtika Kedokteran Bunyi lafal sumpah dokter : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
dari pasien bahkan hingga pasien meninggal. Bunyi lafal sumpah dokter : Saya akan menghormati setiap hidup insane mulai dari
pembuahan. Penjelasan Pasal 7c KODEKI : Abortus Provokatus dapat dibenarkan dalam tindakan
pengobatan/media Pasal 10 KODEKI : Dokter wajib mengingat akan kewajibannya melindungi hidup tiap
insani. Jika dilihat dalam etika kedokteran maka dokter yang melakukan aborsi tersebut telah melanggar kode etik kedokteran yang berlaku di Indonesia karena dalam KodeEtikjelastermuat bahwa seorang dokter dilarang melakukan aborsi kecuali untuk alasan medis. Sehingga dokter tersebut seharusnya dilaporkan kepada MKEK agar mendapat tindakan dari majelis tersebut sehingga ke depannya tidak akan terjadi lagi. 3. Aspek Agama Beberapa pandangan agama tentang aborsi adalah sebagai beriku : 1. Islam Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa : a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. c. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah:
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang h arus ditetapkan oleh Tim Dokter.
Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
d. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
e. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. 4.
Euthanasia Euthanasia berasal dari bahasa Yunani euthanathos yang artinya ‘mati dengan baik tanpa
penderitaan.Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien tersebut. Ada beberapa jenis euthanasia, dilihat dari cara dilaksanakannya dibagi menjadi : a)
Euthanasia Pasif Merupakan perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang
perlu untuk mempertahankan hidup manusia. b)
Euthanasia Aktif Merupakan perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter atau perawat dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia aktif dibedakan atas :
1) Euthanasia aktif langsung Dilakukannya suatu tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup pasien, dikenal dengan mercy ki lling. 2) Euthanasia aktif tidak langsung Dilakukannya suatu tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Contohnya pemberian obat penenang dalam jumlah yang terus ditambahkan. Sedangkan dilihat dari bagaimana mendapatkannya, euthanasia dibedakan atas : 1) Sukarela
Euthanasia didapatkan dengan cara diminta oleh pasien sendiri secara sukarela dan berulang-ulang. 2) Bukan atas permintaan pasien Didapatkan atas permintaan keluarga pasien karena pasien sudah tidak sadarkan diri dalam jangka waktu yang lama dan tidak tahu kapan akan pu lih kesadarannya.
a. Euthanasia dilihat dari Sudut Pandang Hukum dan Kode Etik Kedokteran Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut.Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Dari ketentuan tersebut, ketentuan yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.
Pasal 338 KUHP Barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP
Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, di hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord ), dengan hukuman mati atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selamalamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.
Pasal 345 Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun penjara. Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini, maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak menyetujui Euthanasia aktif.Pasalnya hal itu tidak sesuai dengan etika, moral, agama, budaya, serta peraturan perundang-undangan yang ada. Secara etika, tugas dokter adalah memelihara dan memperbaiki kehidupan seseorang, bukan mencabut nyawa atau menghentikan hidup seseorang . Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan hidupnya.Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani, berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan: a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).
b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Jadi sangat tegas, para dokter di Indonesia dilarang melakukan euthanasia.Di dalam kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya. c. Euthanasia Dari Sudut Pandang Pasien dan Keluarganya
Keadaan sakit yang dialami seseorang terkadang membuat pasien mudah putus asa dan berpikir bahwa jalan terbik adalah mengakhiri hidupnya.Seorang pasien yang mengalami penderitaan akibat penyakit yang menimbulkan rasa sakit luar biasa berkepanjangan dengan solusi yang tidak ditemukan meski setelah dilakukan berbagai macam pengobatan dan penelitian, membuat pasien tidak berfokus pada jalan penyembuhan lagi namun berpendapat bahwa mengakhiri hidupnya adalah jalan terbaik. Dalam beberapa kasus sang pasien juga mempertimbangkan kesusahan yang dialami oleh keluargnya. Biaya yang tentunya tidak sedikit dan penyakit yang tidak kunjung sembuh membuat pasien semakin putus asa karena menganggap dirinya telah menyusahkan berbagai pihak. Itulah beberapa alasan euthnasia dianggap menjadi jalan keluar terbaik yang bisa ia lakukan dan permhonan untuk euthanasia pun ia ajukan. Pasien terkadang sudah dalam keadaan koma dan tidak sada secara akut dan permintaan untuk tindakan euthanasia itu sendiri merupakan permintaan pihak keluarga. Beberapa keluarga mempunyai alasan tersendiri, misalkan sudah tidak tahan melihat anggota keluarganya menahan sakit tak tertahankan walaupun segala usaha penyembuhan telah dilakukan.Keluarga pun juga terpepet masalah biaya yang tentunya semakin membengkak jika anggota keluarganya terus terbaring dan dirawat di rumah sakit.Itulah aspek kemanusiaan dan ekonomi yang mendorong keluarga pasien untuk mempertimbangkan jalan euthanasia. Jika dilihat dari tiap jenis euthanasia ada aspek moral dan etika yang harus menjadi pertimbangan yang mendalam, mengingat penentuan hidup dan mati tidak di tangan manusia.Apapun alasan untuk euthanasia pasti memerlukan jawaban yang tidak mudah, apalagi bagi setiap orang yang memiliki agama tertentu dan meyakini keajaiban Tuhan.Namun secara manusiawi, setiap orang pasti dihadapkan pada pilihan-pilihan yang dianggap terbaik bagi semua
pihak meskipun tidak selalu memuaskan.Hal ini juga yang melandasi hukum di Indonesia untuk melarang euthanasia dengan segala bentuknya.Namun harus dipikirkan pula jalan terbaik untuk menekan biaya perawatan rumah sakit bagi mereka yang tanpa harapan hidup tetapi harus mempertahankan hidup.Atau setidaknya jalan keluar agar orang-orang yang berada di sekitar pasien tetap bisa hidup dan bertahan. 5. Transplantasi organ Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan cara terapi. Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Transplantasi organ merupakan sarana untuk menolong mereka yang organ tubuhnya mengalami kerusakan atau disfungsi permanent. Ada beberapa jenis transplantasi yaitu : a) Autograft Pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.Misalnya operasi bibir sumbung, imana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup bagian yang sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri b) Allograft pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh yang lan yang sama spesiesnya, yakni manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati, walaupun tingkat kebrhsilannya belum tinggi.Transfusi darah sebenarnya merupakan bagian dari transplntasi ini, karena m elalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia (darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke o rang lain (recipient). Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang sama spesiesnya. c) Isograft
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke tubuh orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik. Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik. d) Xenograft pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan binatang.Yang sudah terjadi contohnya daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera), meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil. Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
f. Pandangan Tranplatasi Organ Menurut Aspek Etik ,Hukum Dan Agama.
1. Aspek Etik Transplantasi Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
Pasal 2 Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10 Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
2. Aspek Hukum Transplantasi Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan.Tetapi karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 1
a.
Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b.
Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
c.
Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d.
Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
e.
Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
3. Transplantasi Organ dari Segi Agama a. Tansplantasi Organ dari Segi Agama Islam 1) Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Hukumnya tidak diperbolehkan, Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an : 1) surat Al – Baqorah ayat 195 ” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ” 2) An – Nisa ayat 29 ” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ” 3) Al – Maidah ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“ 2).Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan
mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban). Imam
Ahmad
meriwayatkan
dari
‘Amar
bin
Hazm
Al
Anshari
RA,
dia
berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.
Salah satu contoh kasus transplantasi organ: Tragis menimpa Jsica Santilln, pasien 17 tahun, imigran Meksiko. Dia meninggal 2 minggu setelah menerima cangkok jantung dan paru-paru dari orang lain dengan golongan darah berbeda. Dokter di Duke University Medical Center gagal memeriksa kompatibilitas sebelum operasi dimulai.Santilln yang memiliki jenis darah O, telah menerima organ dari tipe donor A. Setelah operasi transplantasi ke dua untuk memperbaiki kesalahan, Jesica malah menderita kerusakan otak dan komplikasi lain hingga meninggal. Padahal Santilln sudah tiga tahun datang ke Amerika Serikat untuk mencari perawatan jantung dan paru-paru. Transplantasi jantung dan paru-paru oleh Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di Durham diharapkan akan memperbaiki kondisi ini, namun bukan kesehatan diraih, tapi kematian. 6.
Penghentian pemberian makanan, cairan dan pelepasan alat bantu kehidupan Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia, jadi sudah kewajiban paramedis
untuk memberikannya kepada pasien. Namun didalam hal tertentu hal ini akan menghambat pemulihan pasien sehingga untuk sementara harus dihentikan, apalagi dalam keadaan pre dan post operasi dimana makanan dapat membahayakan jiwa pasien.
Penghentian ini kadangkala tidak diterima baik oleh pasien sehingga dianggap sebagai sesuatu yang menyiksa.Tetapi dilematis seperti ini harus bisa diatasi paramedis dengan sebaik baiknya, karena tujuan penghentian tersebut demi kebaikan pasien sendiri. 7.
AIDS Penyakit ini telah menjadi momok sejak merebaknya pada era 80-an. Ketiadaan obat dan
kemudahan terjadinya pemaparan penyakit telah membuat orang menjadi takut pada dampak AIDS. Apalagi akhirnya adalah kematian ditambah dengan pandangan masyarakat yang menganggapnya sebagai kutukan kerena dosa manusia, meskipun AIDS bisa menulari siapa saja, kapan saja, dimana saja tanpa perlu perlu orang tersebut berbuat dosa terlebih dahulu. Contohnya melalui donor darah yang berasal dari penderita AIDS. Dilema yang sama dirasakan oleh paramedis, pekerjaannya mau tidak mau berhubungan langsung dengan penyakit dan pemaparannya. Oleh karena itu sikap menjaga diri (preventif) dan hati-hati adalah hal yang sangat manusiawi, karena bagaimanapun mereka masih memiliki rasa takut. Tapi hal ini terkesan manjaga jarak dan memperlakukan pasien secara berbeda akibatnya pasien merasa tidak nyaman, meskipun sebenarnya tidaklah demikian. Kerumitan semacam ini harus diatasi dengan banyak pengertian dan pendekatan yang lebih simpatik dan menumbuhkan rasa percaya antara dokter dan pasien. 8.
Berkata jujur Kejujuran adalah faktor etis yang paling sulit dan penuh dilema bagi pelaku
kesehatan.Namun yang terpenting dasar dari bahwa tujuan dari kejujuran tersebut untuk kebaikan.Tetapi kejujuran ini bersifat prima facie (tidak mutlak), apalagi jika kejujuran tersebut justru menimbulkan pasien shock dan tidak mau lagi meneriam segala bentuk pengobatan bagi dirinya, maka tidak mengatakan apapun adalah pilihan terbaiknya. 9.
Kelainan perilaku seksual atau perbedaan orientasi orientasi seksual
2.3. Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis
Pengambilan keputusan legal etik adalah cara mengambil keputusan dari suatu permasalahan yang disesuaikan dengan keabsahan suatu tata cara pengambilan keputusan baik secara umum ataupun secara khusus.
Teori Dasar Pembuatan Keputusan 1. Teori Teleologi
Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fonomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil akhir yang terjadi pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaiakan sekecil mungkin bagi manusia. Teleologi dibedakan menjadi : a. Rule Utilitarianisme
Berprinsip bahwa manfaat atau nilai dari suatu tindakan bergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia. b. Act Utilitarianisme
Bersifat lebih terbatas, tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang
dapat
memberikan kebaikan sebanyak banyaknya atau ketidakbaikan sekecil kecilnya pada individu.
2. Teori Deontologi
Deontologi berprinsipsuatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai moralnya serta tindakan secara moral benar atau salah Perinsip moral atau yang terkait dengan tugasnya harus bersifat univesal dan tidak kondisional. Terori ini dikembangkan menjadi 5 perinsip: a. Kemurahan hati b. Keadilan c.
Otonomi
d. Kejujuran e.
Ketaatan Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai meliputi :
a. b.
Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan jalannya kelembagaan.
c.
Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian yang dibuat sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya. Berdasarkan situasi
yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan
manajemen dibagi menjadi dua macam:
a.
Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi menghadapi masalah. Masalah yang biasa dan yang terstruktur memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan peraturan untuk membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang cuti hamil.
b.
Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur dan bersifat baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu. Misalnya keputusan yang berkaitan dengan pasien. Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan menjadi dua model:
a. Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam pemilihan satu alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan yang ada. b. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik. Pengambilan keputusan dalam keperawatan diaplikasikan dengan cara membangun model dari beberapa disiplin ilmu antara lain ekonomi, filosofi, politik, psikologi, sosiologi, budaya, kesehatan, dan ilmu kperawatan itu sendiri.
1. Berpikir Kritis Untuk dapat mengambil keputusan yang benar perawat harus dapat menerapkan pola berpikir kritis. Marriner A-Tomey(1996) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan elemenelemen yang yang berasal dari dimensi dasar yang memberikan logika umum untuk suatu alasan mengapa kegiatan tersubut dilakukan. Elemen-elemen tersebut meliputi tujuan, pusat masalah atau pertanyaan yang mengarah pada isu yang berkembang, sudut pandang atau kerangka referensi, dimensi empiris, dimensi konsep, asumsi, implikasi dan konsekuensi yang ada, serta kesimpulan.
2. Analisis Kritis Analisis kritis merupakan instrumen yang digunakan dalam berpikir kritis dengan mengembangkan beberapa pertanyaan tentang isu yang ada dan validitasnya, karena pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat membantu dalam menganalisis tahap-tahap dalam pengambilan keputusan. Pertanyaan dalam analisis kritis 1.
Apakah isu tersebut nyata?
2.
Asumsi apa yang paling utama?
3.
Apakah ada bukti nyata yang valid dan dapat dipercaya? a. Yang harus dicari
1) Akurasi data 2) Konsistensi 3) Adanya hubungan/keterkaitan 4) Efek dari kasus 5) Masukkan dalam bingkai pertimbangan 6) Identifikasi secara jelas tentang nilai dan perasaan b. Apa yang keluar/tampak 1) Bias 2) Apa yang menimbulkan munculnya emosi 3) Tidak konsisten 4) Kontradiksi 5) klise c.
Apakah ada konflik dengan sistem yang dianut?
3. Berpikir Logis Dan Kreatif Hernacki M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa berpikir logis dan kreatif mempunyai keuntungan-keuntungan seperti memaksimalkan proses-proses pemecahan masalah secara kreatif, membiarkan otak kanan bekerja pada situasi-situasi yang menantang, memahami peran paradigma pribadi dalam proses-proses kreatif, mempelajari bagaimana curahgagasan(brain Storming) dapat memberikan pemecahan inovatif bagi berbagai masalah, dan menemukan keberhasilan dalam “berpikir tentang hasil(outcome thinking)”.
4. Pemecahan Masalah
Marriner A-Tomey (1996), dalam Sumijatun (2009) menyatakan bahwa mekanisme berpikir dari otak manusia telah dikonsepkan dalam dua sisi, sisi kanan adalah intuitif dan konseptualyang digunakan untuk mendorong kreativitas berpikir; sedangkan sisi kiri adalah analisis dan rangkaian-rangkaian. Hernacki M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa pemecahan masalah dikenal adanya 7 istilah yang sering digunakan, yakni berpikir vertikal, lateral, kritis, analitis, strategis, berpikir tentang hasil, dan juga berpikir kreatif.
Model Pengambilan Keputusan Etik
a.
Kozier, dkk(1997)
1) Mengidentifikasi fakta dan situasi spesifik 2) Menerapkan prinsip dan teori etika keperawatan 3) Mengacu kepeda kode etik keperawatan 4) Melihat dan mempertimbangkan kesesuaiannya untuk klien 5) Mengacu pada nilai yang dianut 6)
Mempertimbangkan faktor lain seperti nilai, kultur, harapan, komitmen, penggunaan waktu, kurangnya pengalaman, ketidaktahuan atau kecemasan terhadap hukum, dan adanya loyalitas terhadap publik.
b. Potter dan Perry (2005)
1)
Menunjukkan maksud baik, mempunyai anggapan bahwa semua orang mempunyai maksud yang baik untuk menjelaskan masalah yang ada.
2)
Mengidentifikasi semua orang penting, menganggap bahwa semua orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan merupakan orang penting dan perlu didengar pendapatnya.
3)
Mengumpulkan informasi yang relevan, informasi yang relevan meliputi data tentang pilihan klien, sistem keluarga, diagnosis dan prognosis medis, pertimbangan sosial, dan dukungan lingkungan.
4) Mengidentifikasi prinsip etik yang dianggap penting 5) Mengusulkan tindakan alternatif 6) Melakukan tindakan terpilih Tahap- Tahap Pengambilan Keputusan
1.
Mengidentifikasi masalah.
2.
Mengumpulkan data masalah.
3.
Mengidentifikasi semua pilihan/ alternative
4.
Memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
5.
Membuat keputusan
6.
Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil evaluasi tindakan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam Praktik Keperawatan
1.
Factor agama dan adat istiadat
2.
Factor sosial
3.
Factor IPTEK
4.
Factor Legislasi dan eputusan yuridis
5.
Factor dana atau keuangan
6.
Factor pekerjaan atau posisi klien atau perawat
7.
Factor kode etik keperawatan
2.4. Kerangka Pembuatan Keputusan Etis 1. Proses Pengambilan Keputusan
Pengambil keputusan yang optimal adalah rasional.Artinya dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu.Terdapat asumsi-asumsi khusus yang mendasari model ini. Asumsi tersebut yaitu : a) Model Rasional
Enam langkah dalam model pengambilan keputusan rasional diurutkan sebagai berikut : 1)
Tetapkan masalah
2)
Identifikasikan criteria keputusan
3)
Alokasikan bobot pada criteria
4)
Kembangkan Alternatif
5)
Evaluasi alternatif
6)
Pilihlah alternatif terbaik b) Asumsi Model
Model pengambilan keputusan rasional yang baru saja digambarkan mengandung sejumlah asumsi sebagai berikut : 1)
Kejelasan masalah
2)
Pilihan-pilihan diketahui
3)
Pilihan yang jelas
4)
Pilihan yang konstan
5)
Tidak ada batasan waktu atau biaya
6)
Pelunasan maksimum Etika Dalam Pengambilan Keputusan
Pertimbangan etis merupakan suatu criteria yang penting dalam pengambilan keputusan organisasioanal.Tiga cara yang berlainan untuk embuat kerangka keputusan dan memeriksa factor-faktor yang membentuk perilaku pengambilan keputusan etis. Tiga criteria keputusan etis tersebut yaitu : 1. Kriteria Utilitarian , keputusan diambil semata-mata atas hasil atau konsekuensi mereka. Pada kriteria ini mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi dapat mengakibatkan pengabaian hak dari beberapa individu. 2. Kriteria menekankan pada hak , mempersilahkan individu untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar. Penggunaan hak sebagai kriteria dapat memberikan kebebasan dan perlindungan kepada individu, tetapi dapat merintangi efisiensi dan produktivitas. Kriteria menekankan pada keadilan, mensyartkan individu untuk mengenakan dan memperkuat aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang pantas.Melindungi kepentingan individu yang kurang terwakili dan yang kurang
berkuasa, tetapi kriterian ini dapat mendorong kepemilikian yang akan mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas. Tiga Kriteria Keputusan Etis 1. Utiliteranisme :Keputusan dibuat untuk memberikan manfaat yang terbesar bagi jumlah yang
terbesar.Dan ini konsisten dengan tujuan-tujuan efisiensi, produktifitas dan laba tinggi. Misal ; Outsourcing, relokasi perusahaan. 2. Hak :Keputusan individu atas dasar hak individu mereka.Misal : pengungkapan masalah
perusahaan terhadap pihak luar. 3. Keadilan:Aturan-aturan harus adil dan tidak berat sebelah (missal : upah sama untuk
pekerjaan yang sama).
2.5. Penyelesaian Masalah Etis
Metode Pemecahan Masalah
Masalah adalah perbedaan antara keadaan nyata sekarang dengan keadaan yang dikehendaki. Dalam manajemen diperlukan proses pemecahan masalah secara sistematis. Hal ini perlu untuk mengatasi kesulitan pada waktu membuat keputusan, misalnya menghadapi situasi yang tidak diduga (pada keputusan yang tidak terprogram atau tidak rutin). Elemen-elemen dari proses pemecahan masalah: 1)
Masalah
2)
Desired state (keadaan yang diharapkan)
3)
Current state (keadaan saat ini)
4)
Pemecah masalah/manajer
5)
Adanya solusi alternatif dalam memecahkan masalah
6)
Solusi. Hal lain yang harus diketahui dalam pemecahan masalah adalah, harus mengetahui perbedaan antara masalah dengan gejala. Pertama, gejala dihasilkan oleh masalah.Kedua, masalah menyebabkan gejala. Ketiga, ketika masalah dikoreksi maka gejala akan berhenti, bukan sebaliknya.
Proses pemacahan masalah menurut John Dewey, Profesor di Colombia University pada tahun 1970, mengidentifikasi seri penilaian pemecahan masalah: 1. Mengenali kontroversi (masalah) 2. Menimbang klaim alternatif. 3. Membentuk penilaian (solusi). Secara umum, pemecahan masalah dalam manajemen menggunakan tahap pemecahan masalah sebagai berikut: 1.
Menyelidiki Situasi Suatu penyelidikan yang diteliti perlu dilakukan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek
penentuan masalah, pengenalan tujuan dan penentuan d iagnosis.
2.
Mengembangkan Alternative Sebelum mengambil keputusan, pemecahan masalah memerlukan penemuan
berbagai alternative yang kreatif dan imajinatif.
3.
Mengevaluasi berbagai alternative dan menetapkan pilihan yang terbaik Setelah mengembangkan seperangkat alternative, manajer harus
mengevaluasinya untuk melihat keefektifan setiap alternative melalui dua seberapa realistis alternative itu dipandang dari sumber daya seberapa baik alternative itu akan membantu
4.
kriteria, yaitu
organisasi yang dimiliki dan
memecahkan masalah.
Melaksanakan keputusan dan Menetapkan tindak lanjut.
Penyelesaian Etis Di Pelayanan Rumah Sakit
Perawat didefinisikan sebagai pemecah masalah (problem solvers).Fokus utama pendidikan keperawatan adalah untuk belajar bagaimana menyelesaikan masalah asuhan keperawatan pasien. Disamping kemampuan untuk menghadapi masalah fisik pasien, banyak perawat merasa tidak mampu ketika menghadapi dilema etik terkait asuhan pasien.Perasaan ini dapat terjadi akibat perawat tidak terbiasa dengan teknik penyelesaian masalah yang sistematik untuk dilema
etis. Akan tetapi, perawat dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan dapat mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah yang perlu untuk mengambil keputusan etis ketika mereka belajar dan berlatih menguunakan proses penyelesaian etis. Proses penyelesaian etis dapat memberikan suatu metode bagi perawat untuk menjawab pertanyaan penting tentang diema etis dan untuk mengarahkan pikiran mereka agar berpikir lebih logis dan bersikap benar. Tujuan utama proses penyelesaian etis adalah menentukan yang benar dari yang salah dalam situasi dimana tidak ada atau tidak terlihat batasan yang jelas dalam mengambil keputusan memahami sistem stis yang ada, mengetahui isi dari sistem etis dan men gerti sistem yang diaplikasikan terhadap masalah penyelesaian etis yang sama dengan variabel yang lebih dari satu.
Masalah masalah yang timbul dalam praktik keperawatan terkait dengan tanggung jawab dan tanggung gugat. isu bioetis,yang terkait dengan praktik keperawatan yang berhubungan sesama perawat dan profesi lain .isu etis ini muncul hampir terjadi disemua bidang keperawatan Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan
berani
menghadapinya.
Terutama
yang
berkaitan
dengan
kegiatan-kegiatan
profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut : a.
Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan ?
b.
Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat ?
c.
Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya ?
BAB III
PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi antara klien dan perawat.Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibn ya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien.Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien.Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan. Permasalahan etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu : 1. Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup 2. Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya. 3. Berkata secara jujur melawan berkata bohong 4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah agama, politik, ekonomi dan ideologi 5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba 3.2.Saran
Sebaiknya, menjadi seorang perawat itu harus mematuhi semua kode etik profesi, dan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.Sehingga permasalah etik dalam bidang kesehatan dapat dihindari.
Daftar Pustaka
Sumijatun.2011. Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.
Suhaemi, Mimin Emi. 2002. Etika Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.
Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.
Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices. Philadelphia. Addison Wesley.
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
http://www.slideshare.net/YafetGeu/dilema-etik-keperawatan
http://www.peutuah.com/kasus-hubungan-antara-perawat-dan-klien/. Diakses 19 oktober 2011, time 10:15pm.