RANGKUMAN RANGKUMAN PENGANTAR HUKUM BISNIS
Perluasan Kegiatan Usaha
DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:
ADINI NADIA PUTRI
1706105170
AYUMI AYUDITA
1706105214
EGGIE AULIYA HUSNA
1706105246
PROGRAM EKSTENSI S1 AKUNTANSI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan rangkuman ini yang berjudul “Perluasan Kegiatan Usaha”. Terima kasih kepada Bapak Supriyanto Sudihardjono selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan rangkuman ini dengan baik. Harapan kami semoga rangkuman ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi rangkuman agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam rangkuman ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan rangkuman ini.
Jakarta, 15 November 2017
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
I. PERJANJIAN KREDIT A. PENGERTIAN KREDIT Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Credere”, yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “Kredit”, yang artinya ialah kepercayaan. Seseorang atau badan hukum yang memberikan kredit percaya bahwa si penerima dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar diberikan kredit adalah kepercayaan. Apabila
dilihat
dari
sudut
ekonomi,
kredit
adalah
penundaan
pembayaran.
Maksud dari penundaan pembayaran ialah pengembalian atas penerimaan uang atau barang yang tidak dilakukan bersama pada masa yang telah ditentukan. Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Menurut Pasal 1 ayat 11 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kemudian, yang dimaksud dengan Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan penerima kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) menyebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak pembuatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan. Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak; pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu disebut kreditor sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitor. 4
Sebetulnya, istilah perjanjian kredit tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Namun, bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan, tercantum katakata persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual (hubungan yang berdasar pada perjanjian) yang berbentuk pinjam-meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam-meminjam. Di sisi lain, walaupun perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam-meminjam tetapi ia berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjan seperti tercantum dalam KUHPer. Pasal 1754 KUHPer Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
B. SYARAT SAH PERJANJIAN KREDIT Karena perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian pada umumnya, oleh karenannya syarat sah perjanjian tersebut sama halnya dengan syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPer yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: A. Unsur Subjektif
1. Sepakat; Dalam kontrak adalah perasaan rela atau ikhlas diantara pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan. 2. Kecakapan; Berarti orang orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah orang yang oleh hukum dapat dianggap subjek hukum, yang tidak cakap oleh hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dalam pengawasan/pengampuan, orang yang sakit kejiwaannya.
B. Unsur Objektif
1. Suatu hal tertentu; Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan. 2. Suatu sebab yang halal;
5
Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang lainnya, ketertiban umum, dan kesusilaan. Pelanggaran terhadap Unsur Subjektif berarti perjanjian tersebut dapat diminta untuk dibatalkan melalui upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri. Pelanggaran terhadap Unsur Objektif berarti Perjanjian tersebut secara hukum batal dengan sendirinya (batal demi hukum), dan oleh karenanya perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa.
C. JENIS-JENIS KREDIT Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa: 1. Kredit Konsumtif; yaitu kredit yang diberikan kepada orang-perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat umumnya; 2. Kredit Produktif; yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi daripada usahanya. Sedangkan ditinjau dari jangka waktunya dapat berupa: 1. Kredit Jangka Pendek; 2. Kredit Jangka Menengah; 3. Kredit Jangka Panjang.
D. PIHAK-PIHAK DALAM PERJANJIAN KREDIT Pihak-pihak dalam perjanjian kredit antara lain: 1. Pemberi Kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank misalnya perusahaan leasing; 2. Penerima Kredit atau debitur, yaitu pihak yang bertindak sebagai subyek hukum.
E. FUNGSI PERJANJIAN KREDIT Fungsi perjanjian kredit, yaitu: 1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;
6
2. Sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur; 3. Sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
F. BENTUK PERJANJIAN KREDIT Perjanjian kredit ada 2 bentuk, yaitu: 1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris; 2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.
G. KOMPOSISI PERJANJIAN KREDIT Komposisi perjanjian kredit secara umum terdiri dari 4 bagian, yaitu: 1. Judul; 2. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum. 3. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang diperjanjikan para pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor; 4. Penutup.
H. AKIBAT PERJANJIAN KREDIT Akibat hukum dari lahirnya suatu perjanjian kredit tidak ubahnya dengan akibat hukum terhadap lahirnya suatu perjanjian pada umumnya. secara umum hal ini menimbulkan suatu perikatan dalam bentuk hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak pada perjanjian tersebut. Dengan kata lain akibat hukum dari perjanjian Kredit tersebut adalah hal yang mengikat dan memaksa terhadap pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.
I. KLAUSUL-KLAUSUL
PERJANJIAN
KREDIT
YANG
MEMBERATKAN DEBITOR Beberapa klausul-klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan Nasabah Debitur antara lain: 7
1. Kewenangan
bank
untuk
sewaktu-waktu
tanpa
alasan
apapun
dan
tanpa
pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit; 2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet; 3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank: 4. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank; 5. Pencantuman klausul-klausul eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank; 6. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap rekeningnya.
J. BERAKHIRNYA PERJANJIAN KREDIT Mengenai hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan. Pada praktek hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan: 1. Pembayaran; 2. Subrogasi; adalah perpindahan hak kreditur kepada pihak ketiga yang membayar kepada kreditur. hal ini dapat terjadi karena perjanjian atau undang-undang. 3. Pembaharuan Utang atau Novasi; 4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi.
K. GROSSE AKTE PENGAKUAN UTANG Grosse akta pengakuan utang ialah suatu salinan atau kutipan (secara pengecualian) dari minuta akta (naskah asli) yang di atasnya (di atas judul akta) memuat kata-kata: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan di bawahnya dicantumkan katakata: Diberikan sebagai Grosse Pertama, dengan menyebut nama dari orang, yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya.
8
II. JAMINAN KREDIT Istilah
Jaminan
merupakan
terjemahan
dari
bahasa
Belanda,
yaitu
”Zakerheid”, sedangkan istilah ”Zakerheidsrecht” digunakan untuk hukum jaminan atau hak
jaminan.
Namun,
istilah
hukum
jaminan
ternyata
mempunyai
makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur dari pada hak kebendaan.
Jaminan menurut cara terjadinya:
Jaminan yang lahir karena undang-undang Ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak. Semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan bagi seluruh perutangannya. Berarti bahwa kreditur dapat melaksanakan haknya terhadap semua benda debitur, kecuali benda-benda yang dikecualikan oleh undangundang (Pasal 1131 KUHPer). Hasil penjualan dari benda-benda tersebut harus dibagi antara para kreditur seimbang seimbang dengan besarnya piutang masingmasing (Pasal 1132 KUHPer). Kreditur kedudukannya sama berhak (kreditur bersama) dan tak ada yang harus didahulukan dalam pemenuhan piutangnya disebut kreditur konkuren.
Jaminan yang lahir karena perjanjian Jaminan ini lahir karena perjanjian yang diperjanjikan.
Jaminan menurut cara terjadinya:
1. Jaminan umum Merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. Benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidak diperuntukkan untuk kreditur, sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditur seimbang dengan piutangnya masing-masing. Para kreditur ini mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya. (Kreditur konkuren). Jaminan umum timbulnya dari undang-undang. 2. Jaminan khusus
9
Benda-benda tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan piutang dan hanya berlaku bagi kreditur tertentu, baik jaminan yang bersifat kebendaan maupun perorangan. Jaminan khusus yang timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dengan debitur.
Bagan mengenai jaminan kredit dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Jaminan Kredit
Kegunaan jaminan diantaranya:
3. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari hasil penjualan barang barang jaminan tersebut, apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 4. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.
10
5. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat
yang telah disetujui
agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Untuk selanjutnya, jaminan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu perorangan, kebendaan, dan fidusia yang akan dijelaskan sebagai berikut:
B. JAMINAN PERORANGAN
Jaminan perorangan atau jaminan pribadi (personal guarantee), yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan si debitur. Menurut Subekti, jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur. Jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengartikan jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Dari pengertian di atas, maka dapa diperoleh unsur dari jaminan perorangan, yaitu:
Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;
Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
Terdapat harta kekeayaan debitur umumnya.
Penjamin berhak untuk menuntut kepada kreditur agar: 1. Si debitur ditagih terlebih dahulu, bila ada kekurangan barulah kekurangan tersebut ditagih kepadanya (Pasal 1831 BW). 2. Jika ada penjamin lainnya, utang tersebut dipecah-pecah atau dibagi diantara para penjamin (Pasal 1837 BW). Di dalam praktek lazim diperjanjikan bahwa penjamin menanggalkan kedua hak tersebut sehingga bila debitur cidera janji, maka kreditur dapat langsung menuntut penjamin untuk pelunasan utang seluruhnya. Menurut Subekti, oleh karena tuntutan kreditur terhadap penjamin tidak diberikan suatu Privilege atau kedudukan istimewa dibandingkan atas tuntutan-tuntan lainnya, maka
11
jaminan perorangan ini tidak banyak dipraktekkan dalm dunia perbankan. Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat
diadakan di luar (tanpa) si berutang tersebut. Dari
pengertiannya, Soebekti mengkaji jaminan dari dimensi kontraktual antara kreditur dengan pihak ketiga. Selanjutnya ia mengemukakan, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan. Jenis-Jenis Jaminan Perorangan
Terdapat empat macam jenis jaminan perorangan, yaitu: 1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih; 2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng; 3. Akibat hak dari tanggung renteng pasif, yaitu bersifat ekstern dan intern. Hubungan hak yang bersifat ekstern yaitu hubungan hak antara para debitur dengan pihak lain dan hubungan hak yang bersifat intern yaitu hubungan hak antara sesame debitur itu satu dengan yang lainnya; 4. Perjanjian garansi, yaitu bertanggungjawab guna kepentingan ketiga.
Penanggungan Utang Jaminan Perorangan
Suatu perjanjian, di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debiur itu tidak memenuhi perikatannya. Dari definisi tersebut,maka jelaslah bahwa ada
tiga pihak yang terkait dalam perjanjian
penanggungan utang, yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur berkedudukan sebagai pemberi kredit atau pihak yang berpiutang, debitur berkedudukan sebagai pihak yang menerima kredit atau yang berutang, dan pihak ketiga berkedudukan sebagai penanggung utang debitur. Sebagai penanggung, pihak ketiga bertanggungjawab atas utang debitur ketika wanprestasi. Pada prinsipnya, pihak ketiga sebagai penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk membayar utang debitur kepada kreditur, kecuali jika debitur lalai tidak membayar utangnya. Jadi ketika debitur wanprestasi tidak membayar utannya, maka benda kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. 12
Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya jika; penanggung utang telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual, penanggung utang mengikatkan dirinya bersama-sama debitur utama secara tanggung menanggung, debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi, debitur dalam keadaan pailit, dan dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim. Terdapat beberapa akibat dari penanggungan antara debitur dengan penanggung dan antara para penanggung. Hubungan hukum antara penanggung dengan debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran utang debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Selain itu penaggung utang juga berhak untuk menuntut pokok dan bunga, penggantian biaya, kerugian, dan bunga. Disamping itu, penanggung juga dapat menuntut debitur untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari suatu perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya:
Bila ia digugat di muka hakim untuk membayar;
Bila debitur berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu;
Bila uangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya;
Setelah lewat waktu sepuluh tahun, jika perikatan pokok tidak mengandung suatu jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian sifatnya, sehingga Stidak dapat diakhiri sebelum lewat waktu tertentu.
Lembaga Jaminan Perorangan
Jaminan
perorangan
(borgtoch)
atau
dikenal
juga
merupakan suatu persetujuan dimana seorang pihak ketiga,
dengan guna
penanggungan kepentingan
si
berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang mana kala si berhutang
tidak
memenuhinya.
Dalam
praktik
penanggungan,
dikenal
istilah
personal guarantee untuk penanggungan oleh orang perorangan, corporate guarantee untuk penanggungan oleh perusahaan atau badan hukum, dan bank garansi untuk penanggungan oleh bank. Jaminan perorangan hanya memberikan kedudukan konkuren bagi para peme gangnya. Penanggung mempunyai hak istimewa yang dapat ia pergunakan
untuk
menangkis 13
tuntutan
pembayaran
dari kreditur.
Namun,
hak-hak
istimewa
tersebut
dapat
dikesampingkan atau dilepaskan apabila diperjanjikan dalam akta penanggungan. Hakhak istimewa tersebut, antara lain:
Hak penanggung untuk menuntut agar benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual.
Hak penanggung untuk menuntut pemecahan hutang si berhutang apabila terdapat lebih dari seorang penanggung.
Hak penanggung untuk menggunakan segala tangkisan yang dapat dipakai oleh si berhutang dan hutangnya.
Hak penanggung untuk dibebaskan apabila ia karena salahnya si berpiutang penanggung tidak dapat menggantikan hak-haknya, jaminan-jaminan, dan hak istimewa dari si berpiutang.
C. JAMINAN KEBENDAAN
Jaminan
kebendaan
adalah
jaminan
yang
dilakukan
oleh
kreditur
dengan
debiturnya,ataupun antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Dalam prakteknya, pada jaminan kebendaan diadakan suatu
pemisahan bagian dari kekayaan seseorang (si pemberi
jaminan) yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas bagian kekayaan tersebut, dan semuanya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban si debitur bila diperlukan. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur sendiri ataupun kekayaan pihak ketiga. Jika debitur melakukan wanprestasi maka kreditur dapat memanfaatkan benda milik debitur tersebut. Benda milik debitur yang dijaminkan dapat berupa benda bergerak maupun tidak bergerak. Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, dengan ciri-ciri: 1. Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur. 2. Dapat dipertahankan terhadap siapapun. 3. Selalu mengikuti bendanya (droit de suite). 4. Dapat diperalihkan Azas prioiteit, yaitu bahwa hak kebendaan yang lebih tua (lebih dulu terjadi) lebih diutamakan daripada hak kebendaan yang terjadi kemudian. 14
Lembaga Jaminan Kebendaan
Lembaga
jaminan
kebendaan
terdiri
dari
lembaga
jaminan
kebendaan tidak bergerak dan lembaga jaminan kebendaan bergerak. Lembaga jaminan barang tidak bergerak terdiri dari hipotik dan hak tanggungan, sementara lembaga jaminan barang bergerak terdiri dari gadai, fidusia, dan resi gudang. a. Gadai
Gadai diatur dalam Bab XX Buku III KUHPer, Pasal 1133-1160. Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau orang lain atas namanya yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya. Objek gadai adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud, seperti kendaraan, perhiasan dan tagihan. b. Hak Tanggungan
Hak tanggungan diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996. Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan memulai pelelangan umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah: a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan. Selain hak-hak atas tanah, Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga di bebani Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang 15
bersangkutan. Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik. Hak kepemilikan tanah bekas hukum adat yang telah ada, tetapi proses administrasi atau konversinya belum dilaksanakan seperti girik, petuk, ketitir, dan yang lainnya, dapat juga dijadikan objek hak tanggungan dengan ketentuan pembebanannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam pasal 18 Undang-Undang Hak tanggungan disebutkan sebab-sebab hapusnya Hak Tanggungan, yaitu:
Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan
Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan
Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh pengadilan negeri
Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
c. Hipotik
Hipotik diatur dalam KUHPer Pasal 1162-1232. Hipotik adalah hak jaminan yang dibebankan pada benda tidak bergerak untuk pelunasan utang/perikatan tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur lain. Sebelum berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, ketentuan hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak berupa hak atas tanah.
Namun, sejak berlakunya Hak
Tanggungan, hipotik hanya berlaku untuk benda bergerak berupa kapal dan dan pesawat terbang atau helikopter yang berukuran paling sedikit 20 meterkubik isi kotor dan telah terdaftar.
D. JAMINAN FIDUSIA
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi
16
Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor
lainnya. Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berdasarkan pengertian jaminan fidusia didalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak dengan penguasaan tetap pada
pemberi fidusia yang dimaksudkan sebagai
agunan bagi pelunasan hutang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Pada jaminan fidusia terdapat suatu konstruksi yuridis dimana pemberi fidusia mengalihkan hak kepemilikan atas obyek fidusia kepada penerima fidusia atau kreditur dan atas dasar kepercayaan benda tersebut tetap dibiarkan dalam penguasaan pemberi fidusia.
Benda -benda yang dapat dibebani dengan jaminan fidusia adalah sebagai berikut:
1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hokum 2. Benda berwujud, atau benda tidak berwujud termasuk piutang 3. Benda bergerak dan benda tidak bergerak 4. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian 5. Dapat atas satu satuan atau jenis benda 6. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda 7. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia 8. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia 9. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan). Ketentuan mengenai jaminan ini belum/tidak diatur di dalam
peraturan perundang-
undangan, namun dalam prakteknya, baik di bidang hukum, apalagi untuk j aminan kredit perbankan,sangat banyak di pergunakan. Mengingat ketentuan jaminan ini tidak diatur dalan undang undang, maka mengenai hapusnya fidusia dapat diatur sendiri oleh para pihak yang menjalankan fidusia. 17
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain: 1. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir. 2. Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan). 3. Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite. 4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada. 5. Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial. 6. Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas. Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.
Undang-Undang Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Terkait dengan ketentuan tersebut, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya:
Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
a. Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit; b. Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
18
c. Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;
Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia; 2. Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; 3. Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan mi lik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.
Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 KUHPer
dan dapat digugat ganti
kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHP jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia. Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang 19
antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, karena tidak sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.
Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia
Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 1998. Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 42 Tahun 1992 tentang Jaminan Fidusia. Sekretariat Negara. Jakarta.
Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R. 2001. Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Cetakan ke-31. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Adminerco.
Mengenal
Perjanjian
Kredit .
12
Juli
2012.
http://ercolaw.com/index.php?option=com_content&view=article&id=57:mengenal perjanjian-kredit&catid=25:the-project<emis=50
Bhakti. Beberapa
Aspek
Hukum
Perjanjian
Kredit .
24
Agustus
2012.
https://bh4kt1.wordpress.com/2012/08/24/14/
Ismail,
Irsan.
Jaminan
Perorangan.
27
November
2014.
http://echtheidirsan.blogspot.co.id/2014/11/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html
Fikma,
Bram.
Jaminan
Fidusia.
09
Januari
2013.
http://bramfikma.blogspot.co.id/2013/01/jaminan-fidusia.html
MsV, Apiss. Jaminan Kredit . 27 Juni 2014. http://www.academia.edu/5519812/JAMINAN_KREDIT
Herlindah.
(20
Juni
2011).
Macam-macam
Jaminan.
Diperoleh
dari
http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/HJ-3-MACAM-JAMINAN.pdf
21