PERANAN DOKTER HEWAN
DALAM KETAHANAN PANGAN
Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Penghayatan Profesi Veteriner
Disusun oleh :
SHINTYA DEWI SUBAS
NPM : 130210170011
Program Studi : Kedokteran Hewan
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) pertama kali dicetuskan pada Perang Dunia II (Schwabe, 1984), dimana Administrator Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat merasa bahwa bidang kedokteran hewan perlu dilibatkan terkait pelayanan kesehatan masyarakat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO mendefinisikan istilah Kesehatan Masyarakat Veteriner sebagai suatu komponen dari pelayanan kesehatan masyarakat yang melibatkan penerapan kemampuan, pengetahuan, sumber daya kedokteran hewan dalam upaya melindungi dan meningkatkan kesehatan manusia (WHO, 2002).
Profesi dokter hewan secara langsung terlibat dalam peningkatan kesehatan manusia terkait dalam upaya mengurangi paparan bahaya yang dapat timbul yang bersumber dari hewan dan pangan asal hewan. Dalam dua dekade terakhir, kemunculan penyakit-penyakit baru di dunia secara signifikan meningkat terkait dengan bidang Kesmavet. Para ahli menyebutkan, dari sekitar 1700 agen penyebab infeksi di manusia, lebih dari setengahnya dikaitkan dengan hewan atau serangga sebagai pembawa penyakit tersebut, dan sebagian besar penyakit-penyakit baru yang muncul bersifat zoonosis (menular dan dapat ditularkan di antara hewan dan manusia). Untuk itu dalam empat dekade ke depan, pengembangan hubungan antara kesehatan manusia dan kesehatan hewan dipandang sebagai suatu kebutuhan yang bersifat mendesak.
Dokter hewan merupakan profesi yang sangat berkaitan erat dengan masalah kehewanan tidak terkecuali dengan kesehatan hewan itu sendiri. Dokter hewan sudah lama dikenal oleh masyarakat dan sudah tidak asing lagi terdengar ditelinga masyarakat. Akan tetapi, profesi ini masih terbilang langka. Padahal peran dokter hewan dalam masyarakat terbilang sangat penting, manusia sangat bergantung pada hewan untuk memenuhi kebutuhan pangan pemasok protein hewani. Oleh karena itu, untuk memenuhi dan memperoleh sumber makanan yang sehat dan bergizi kesehatan hewan sangat penting untuk dijaga.
Di era globalisasi dokter hewan tidak dituntut untuk menangani masalah kesehatan hewan semata, melainkan bertanggung jawab juga untuk menjaga kesehatan masyarakat melalui berbagai pembangunan di bidang ketahanan pangan dan jaminan keamanan pangan. Masalah kesehatan hewan merupakan permasalahan yang harus diperhatikan oleh berbagai pemerintah, pelaku industry peternakan, masyarakat luas, maupun akademisi. Jika kesehatan hewan terjaga dan dalam lingkup konsumsi aman, maka akan mewujudkan kesehatan serta ketengan manusia yang sejahtera.
Tujuan
Mengetahui peran dokter hewan dalam bidang ketahanan pangan dunia.
Mengetahui pentingnya food safety dan food security.
Mengetahui keterkaitan dokter hewan terhadap kebutuhan pangan asal hewan.
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk veteriner dalam pengamanan pangan asal hewan.
BAB II
ISI
Pembahasan
Profesi Dokter Hewan dalam Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau World Organization for Animal Health (OIE), melihat peran penting dokter hewan dalam keamanan pangan dan kesehatan masyarakat yang ditunjang pengetahuannya yang bertumpu pada kesehatan dan pencegahan. Hal ini juga didasarkan pada tujuan akhir (ultimate goal) dari kedokteran hewan adalah kesehatan manusia. Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya berarti profesi kedokteran hewan mampu menyediakan protein hewan yang berkualitas baik dan jumlahnya mencukupi melalui tata laksana kesehatan yang baik (pengamanan hewan terhadap penyakit zoonosis, higiene, sanitasi dan perawatan kesehatan). Dalam bidang Animal Production prefesi kedokteran hewan dituntut untuk mampu membantu mengembangkan peranan produksi dan reproduksi ternak melalui kesehatan ternak terpadu. Sedangkan dalam Veterinary Public Health mengharuskan profesi kedokteran hewan untuk mampu memberikan pengamanan kepada masyrakat di daerahnya terhadap hasil-hasil hewani untuk di konsumsi dan perlindungan manusia dari penyakit-penyakit yang berasal dari hewan.
Profesi dokter hewan secara langsung terlibat dalam peningkatan kesehatan manusia terkait dalam upaya mengurangi paparan bahaya yang dapat timbul yang bersumber dari hewan dan pangan asal hewan. Foodborne diseases (FDB) atau penyakit bawaan makanan merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada manusia di seluruh dunia. Hewan mempunyai peran penting dalam FDB dan dapat menjadi sumber patogen dalam produk makanan asal hewan, misalnya Salmonellosis nontyphoidal. Salmonella adalah satu dari empat penyebab global utama penyakit diare, sebagian besar kasus Salmonellosis bersifat ringan, namun kadang dapat mengancam nyawa. Tingkat keparahan penyakit ini tergantung pada faktor host dan serotipe Salmonella. Praktik kebersihan makanan dasar direkomendasikan sebagai tindakan pencegahan terhadap Salmonellosis. Beban penyakit bawaan makanan cukup besar: setiap tahun hampir 1 dari 10 orang jatuh sakit dan 33 juta tahun hidup sehat hilang. Penyakit bawaan makanan bisa sangat parah, terutama bagi anak kecil. Penyakit diare adalah penyakit yang paling umum akibat makanan yang tidak aman, 550 juta orang jatuh sakit setiap tahunnya, termasuk 220 juta anak di bawah usia 5 tahun. Hewan juga dapat menjadi sumber patogen dalam makanan melalui kontaminasi feses dari makanan dan air yang berasal dari tanaman. Untuk meminimalkan risiko FDB, tindakan pengendalian harus dipertimbangkan pada tingkat pra-panen dan tahap berikutnya dari rantai produksi-konsumsi, yaitu dari peternak sampai dapur dimana peran dokter hewan ikut serta didalamnya. Adapun beberapa bidang utama yang menjadi kewenangan dokter hewan, meliputi:
Pencegahan penyakit dan wabah penyakit hewan;
Perlindungan kesehatan manusia dari bahaya yang bersumber dari hewan;
Perlindungan manusia dari bahaya yang bersumber dari konsumsi pangan asal hewan;
Perlindungan kesejahteraan hewan meliputi mencegah hewan dari penderitaan;
Menjaga dan meningkatkan higienitas dan keamanan produk pangan asal hewan; dan
Perlindungan kesehatan lingkungan dari dampak domestikasi hewan dan dampak dari setiap rantai proses produksinya.
(World Health Organization, 2002).
Kebutuhan pangan asal hewan yang dibutuhkan oleh masyarakat harus memenuhi dua hal yaitu food security dan food safety. food security dan food safety konsep yang sangat berkaitan dengan dampak yang mendalam pada kualitas kehidupan manusia, dan ada banyak faktor eksternal yang mempengaruhi keduanya. Food safety adalah istilah umum yang mencakup banyak aspek penanganan, persiapan dan penyimpanan makanan untuk mencegah penyakit. Termasuk dibawah aspek kimia, mikrofisika, dan mikrobiologi dari keamanan pangan. Jumlah relatif penyakit akibat mikroorganisme membuat kualitas mikrobiologis menjadi aspek yang paling penting dalam keamanan pangan. Dengan demikian, keamanan pangan terutama terfokus pada pengendalian pencemaran makanan oleh patogen. Banyak bahan makanan yang berasal dari hewan dapat membawa bakteri yang patogen terhadap manusia di dalam sistem gastrointestinal mereka. Untuk alasan ini, makanan terutama yang berasal dari hewan dianggap menyebabkan sebagian besar penyakit bawaan makanan. Sedangkan, food security telah ditetapkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB sebagai, "Ketahanan pangan ada saat semua orang memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi untuk makanan yang cukup, aman dan bergizi yang memenuhi kebutuhan makanan dan preferensi makanan mereka untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Pengamanan makanan rumah tangga adalah penerapan konsep ini."(FAO, 2003).
Kedua hal tersebut diatas Kedua hal tersebut di atas melibatkan profesi dokter hewan, seperti yang tercantum dalam undang-undang No. 6 Tahun 1967 yaitu terdapat tiga peran profesi dokter hewan dalam penganan bahan pangan asal hewan yaitu mengenai:
Kesehatan Hewan (Animal Health);
Produksi Ternak (Animal Production); dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Veterinary Public Health).
Keberhasilan pemenuhan kebutuhan bahan pangan asal hewan tidak terlepas dari keberhasilan disektor peternakan, karena kebutuhan bahan pangan asal hewan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya adalah daging, telur dan susu. Beberapa produk pangan asal hewan yang patut mendapat perhatian dokter hewan yaitu diantaranya daging ayam (unggas), daging sapi, telur dan susu, dan terakhir yaitu produk olahan. Pengetahuan tentang mikrobiologi, parasitologi, farmakologi yang mencakup toksikologi, higiene pangan, zoonosis dan epidemiologi sangat penting dalam keamanan pangan. Dalam pendidikannya, seorang dokter hewan telah mempelajari berbagai ilmu seperti mikrobiologi (bakteri, virus, riketsia, kapang dan kamir, terutama yang bersifat patogen), parasitologi, penyakit infeksius yang disebabkan mikroorganisme dan parasit, ektoparasit, higiene pangan, sanitasi, zoonosis, epidemiologi, kesehatan masyarakat, ilmu-ilmu klinik, farmakologi, fisiologi, biokimia, kimia klinik, praktek pemeriksaan antemortem dan postmortem di rumah potong hewan dan unggas, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut tentu saja memberikan dasar penting dalam menunjang kompetensi keamanan pangan.
Pola pikir medis yang sistematis dalam diagnosa yang dimulai dari anamnese (pengumpulan informasi), pemeriksaan dan diagnosa dengan mempertimbangkan diagnosa banding dan atau hasil uji laboratorium, prognosa (kesimpulan) sampai kepada terapi (treatment) yang termasuk pemberian saran. Selain itu, pola pikir khas dokter hewan yang didasarkan pada kesehatan populasi, tindakan preventif dan pertimbangan ekonomis memberikan bekal khusus pada dokter hewan dalam tindakan pencegahan, pengendalian, pengawasan, pemantauan, survei, dan penyidikan. Namun beberapa hal penting yang dikhawatirkan dalam produk asal hewan adalah adanya kontaminasi atau pencemaran mikroba, residu obat hewan seperti produk biologis (vaksin, sera dan anifen) farmasetik serta premiks dan bahan kimia serta pemakaian bahan pengawet tertentu yang merugikan konsumen. Pemerintah melalui bidang kesehatan masyarakat veteriner sesuai kewenangannya telah mengatur pemakaian berbagai obat hewan dan menyiapkan produk asal hewan dan hasil olahannya yang layak untuk dikonsumsi manusia serta mengatur pengawasan dan pembinaannya sehingga tidak berdampak buruk bagi masyarakat sebagai konsumen.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang kesehatan masyarakat veteriner ditetapkan bahwa daging yang layak dikonsumsi manusia harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Untuk memenuhi kriteria tersebut beberapa perlakuan disyaratkan baik untuk hewan hidup yang akan dipotong di rumah potong hewan (RPH)/rumah potong unggas (RPU), hewan perah maupun ayam petelur, penanganan daging, pengangkutan, tempat penjualan dan pengawetan. Untuk telur pemeriksaan terutama ditujukan pada ayam penghasil telur dan telur yaitu harus bebas penyakit Salmonellosis karena dapat menular ke manusia. Juga diisyaratkan bahwa petelur yang sedang dalam masa pengobatan dengan beberapa jenis obat tertentu dilarang untuk dipasang/dikonsumsi. Telur yang tercemar (terkontaminasi) dimusnahkan di tempat asal maupun dalam peredaran sesuai dengan ketentuan undang-undang veteriner. Penanganan daging umumnya dimulai dari pemotongan ternak sampai dengan daging siap untuk dimakan olekh konsumen. Di RPH atau RPU dokter hewan melaksanakan pemeriksaan ante mortem (sebelum dipotong) dan pemeriksaan post mortem (setelah dipotong) terhadap setiap jenis ternak dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang veteriner. . Berdasarkan pemeriksaan tersebut hewan yang dinyatakan tidak sehat akan dibatalkan untuk dipotong atau daging asal hewan dimusnahkan. Hal ini terutama berkaitan erat dengan adanya penyakit hewan yang mengancam kesehatan manusia seperti anthrax, leptospirosis, brucellosis toxoplasmosis, cysticercosis (larva cacing pita), salmonellosis dan sejumlah penyakit hewan lainnya yang dapat menular secara ilmiah dari hewan ke manusia (penyakit zoonosis).
Pemotongan hewan di luar RPH atau RPU tanpa pengawasan dokter hewan/mantri hewan beresiko tinggi terhadap konsumen karena peluang terhadap penularan penyakit asal hewan sangat tinggi terutama karena tidak diketahui sejarah asal usulnya, apalagi bila berasal dari hewan yang sedang sakit atau mati. Daging umumnya diketahui merupakan tempat berkembang biak yang subur bagi mikroorganisme sehingga daging mudah rusak (busuk), mudah dipalsukan (digantikan daging lain) dan dapat diberi berbagai macam bahan pengawet. Ketika daging rusak konsistensi, warna dan bau akan berubah dan bila dimakan dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit sesuai dengan jenis mikroba yang berkembang dalam daging tersebut. Pada sapi perah pemeriksaan dilakukan secara individual terhadap adanya infeksi seperti penyakit brucellosis dan tubercullosis yang dapat menular ke manusia melalui susu segar. Pemeriksaan terhadap susu segar dan produk olahannya terutama untuk mendeteksi pencemaran mikro organisme, redisu antibiotika dan pencemaran bahan kimia lainnya. Sesungguhnya produk makanan asal hewan mempunyai gizi sangat penting bagi manusia. Di lain pihak produk makanan asal hewan sangat rentan terhadap berbagai pencemaran penyakit hewan, mikro-organisme pembusuk, residu obat serta bahan kimia lainnya yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu pengawasan intensif terhadap produk asal hewan yaitu daging, telur dan susu serta hasil olahannya serta pemakaian obat hewan, fasilitas RPH / RPU sarana transportasi dan distribusi serta bahan pengawet makanan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sesuai amanat peraturan perundangan kesehatan masyarakat veteriner yang berlaku di Indonesia dan ditindaklanjuti secara berjenjang di daerah-daerah sesuai kewenangannya masing-masing. Secara hukum konsumen seharusnya mendapat perlindungan dalam mengkonsumsi bahan makanan yang aman, berkualitas baik serta sehat. Dari segi kesehatan, konsumen berhak mendapatkan produk asal hewan dan hasil olahannya yang berasal dari ternak yang sehat, bebas penyakit, bebas bahan kimia bahan dan mendapatkan hasil olahannya yang berkualitas sesuai harga yang dibayarnya. Oleh karena itu sosialisasi secara terus menerus dan seluas-luasnya tentang pengenalan daging, telur dan susu yang sehat dan layak dikonsumsi serta aturan dan ketentuan produksi sampai pada pengelolahan dan pemasaran perlu dilaksanakan oleh semua pihak terkait baik instansi pemerintah maupun non-pemerintah (Duniaveteriner,2009).
Diperlukan pengawasan dalam bidang produksi sampai pendistribusian untuk mendukung ketersediaan atau ketahan pangan melalui kerjasama dengan pemerintah dan Kesmavet. Dalam hal ini dokter hewan dan pihak-pihak terkait melalui suatu sistem kesehatan hewan nasional, sehingga konsumen mendapat perlindungan dalam mengkonsumsi bahan makanan yang aman, sehat dan berkualitas. Tantangan bagi dokter hewan masa depan dalam bidang keamanan pangan semakin besar seiring dengan perubahan global, terutama terkait perkembangan penduduk, perubahan sistem pertanian, perambahan hutan, perubahan pola makan, perdagangan global dan perubahan iklim, yang berdampak munculnya patogen-patogen baru yang bahkan dapat bersumber pada hewan dan dapat ditularkan melalui produk hewan.
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Pangan Asal Hewan Pembinaan dan pengawasan kesmavet telah diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan serta dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dengan ruang lingkup pengawasan antara lain meliputi:
Pengawasan kesehatan pangan asal hewan (daging, susu dan telur serta hasil olahannya) dan produk hewan lainnya (kulit, bulu, tulang dan lain-lain);
Persyaratan higienes serta sanitasi sarana produksi pangan asal hewan;
Pengawasan zoonosis; dan
Persyaratan kesehatan personil yang menangani pangan asal hewan.
Dengan dibentuknya Direktorat Kesmavet, sasaran pembinaan dan pengawasan bidang Kesmavet di Indonesia difokuskan kepada:
Pengediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH);
Pengawasan pemasukan pangan asal hewan dan produk hewan lainnya dari luar negeri;
Pengendalian kesehatan lingkungan produksi pangan asal hewan sebagai upaya pengendalian penyakit zoonosa, cemaran mikroba, residu dan kontaminan lainnya pada pangan asal hewan;
peningkatan daya saing pangan asal hewan dan produk hewan lainnya di pasar domestik maupun pasar internasional; dan
Kesejahteraan hewan. Pengembangan sistem jaringan kerja pengawasan kesmavet.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya berarti profesi kedokteran hewan mampu menyediakan protein hewan yang berkualitas baik dan jumlahnya mencukupi melalui tata laksana kesehatan yang baik (pengamanan hewan terhadap penyakit zoonosis, higiene, sanitasi dan perawatan kesehatan). Profesi dokter hewan secara langsung terlibat dalam peningkatan kesehatan manusia terkait dalam upaya mengurangi paparan bahaya yang dapat timbul yang bersumber dari hewan dan pangan asal hewan. Dalam dua dekade terakhir, kemunculan penyakit-penyakit baru di dunia secara signifikan meningkat terkait dengan bidang Kesmavet. Organisasi internasional yang melibatkan kolaborasi antara WHO, FAO, dan OIE (organisasi kesehatan hewan dunia) menyebutkan bahwa, pada dasarnya Dokter hewan memiliki kemampuan untuk mencegah, mendeteksi, mengeliminasi, dan merespon segala permasalahan di bidang Kesmavet terkait penyakit hewan yang bersifat zoonosis atau penyakit hewan yang berdampak terhadap ketahanan pangan melalui kerjasama yang erat dengan pendekatan-pendekatan multi-sektor. Serta tidak mengabaikan peraturan dan kebijakan perundang-undangan yang dibuat pemerintah yang menjelaskan peran serta kewenangan sebagai dokter hewan dalam Kesehatan Masyarakat Veteriner dan menangani masalah pangan asal hewan.
Saran
Cita-cita saya sendiri yaitu ingin menjadi dokter hewan yang mempunyai kemampuan leadership yang tangguh serta memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan lugas, supaya dapat mengkonsolidasikan Kesehatan Masyarakat Veteriner ke tahap yang paling baik. Saran untuk para dokter hewan dalam ketahanan keamanan pangan asal hewan yaitu sebaiknya para dokter hewan mematuhi peraturan dan kebijakan yang telah dibuat oleh lembaga-lembaga resmi seperti organisasi-organisasi yang berkaitan dengan kesehatan manusia ataupun kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia itu sendiri untuk mencapai taraf kesehatan dan kesejahteraan hewan maupun manusia.
DAFTAR PUSTAKA
World Organisation For Animal Health. (2017). Theme. Tersedia: http://www.oie.int/index.php?id=53#c203, diakses pada 4 November 2017.
Food and Agriculture Organization of the Animal Health. (2017). FAO's Role in Animal Health. Tersedia: http://www.fao.org/animal-health/en/, diakses pada 4 November 2017.
World Organization For Animal Health. (2017). Food Safety. Tersedia: http://www.oie.int/en/food-safety/achievements-to-date/, diakses pada 4 November 2017.
World Health Organization. (2017). Salmonella (non-typhoidal). Tersedia:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs139/en/, diakses pada 4 November 2017.
Aristyani, Yulis Indah. (2016). Peran drh dalam Keamanan Pangan Asal Hewan. Tersedia: https://dokumen.tips/documents/peranan-dokter-hewan-dalam-keamanan-pangan-asal-hewan.html ,diakses pada 5 November 2017.
Badan Ketahan Pangan. (2013). Peraturan UU. Tersedia: http://bkp.pertanian.go.id/statis-17-peraturan.html, diakses pada 5 November 2017.
Irene B, Hanning. (2012). Food Safety and Food Security. Tersedia: http://www.nature.com/scitable/knowledge/library/food-safety-and-food-security-68168348, diakses pada 5 November 2017.