Otoritas Veteriner Otoritas veteriner adalah kelembagaan kewenangan pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan landasan profesionalisme profesi dokter hewan. Mengingat lingkup penugasan penugasan yang dihadapi, otoritas veteriner akan dapat mengerahkan kemampuan profesi disemua lingkup penugasan, mulai dari penentuan kebijakan, koordinasi pelaksanaan kebijakan sampai pengendaliaan teknik operasional di lapangan. Menghadapi masalah wabah penyakit hewan, seperti pandemi flu burung, emerging disease and re-emerging disease serta berbagai masalah kesehatan hewan lainnya, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE: Office International des Epizooties) menyarankan agar setiap negara Anggota – termasuk Indonesia – untuk merumuskan kelembagaan otoritas veteriner yang efektif sesuai paradigma baru penanganan kesehatan hewan dunia. Hal ini dimaksudkan dimaksudkan agar didapatkan kemudahan aksesibilitas (hubungan) masyarakat internasional dalam menghadapi dan menangani wabah yang berskala internasional. Sehubungan dengan PDHI(Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) mengusulkan kepada pemerintah agar segera melembagakan otoritas veteriner dalam bentuk Badan Badan Otoritas Veteriner (BOV) yang setara dengan Eselon I di Departemen Pertanian RI.
Kewenangan Dokter Hewan Kewenangan dokter hewan atau otoritas dokter hewan dapat dikatagorikan dalam 3 hal yaitu animal health , animal husbandry dan animal public health sebagaimana disimbolkan dalam lambang profesi yaitu tongkat yang berujung tiga. A. A. An Anim imal al Hea Healt lth h
Berkaitan dengan animal health , dokter hewan mempunyai otoritas dalam menetapkan status kesehatan seekor hewan atau ternak. Kewenangan tersebut tentu diikuti oleh kewenangan yang mengarah pada penentuan diagnosa suatu penyakit, mengambil sampel diagnostik, memeriksa sample diagnostik, menginterpretasikan hasil pemeriksaan diagnostik. Penentuan atau penetapan status kesehatan hewan ini bersifat tunggal atau individual ataupun bersifat populatif seperti penetapan kondisi wabah suatu penyakit pada hewan. 1
Obyek penentuan status kesehatan ini meliputi hewan dan ternak. Hewan yang dimaksud adalah seluruh makhluk hidup selain manusia dan tumbuhan. Sedangkan ternak yang dimaksud adalah hewan yang didomestikasi untuk diambil keuntungan secara ekonomi untuk kebutuhan manusia. Ternak yang dimaksud adalah ternak besar seperti sapi, kerbau dan ternak kecil seperti kambing, domba dan hewan lain yang dikatagorikan ternak. Sedangkan hewan yang dimaksud adalah seluruh hewan yang selain ternak seperti hewan liar ( wild animals ), hewan laboratorium (laboratory animals ), hewan eksotik ( exotic animals ) termasuk juga hewan atau satwa akuatik ( aquatic animals ). Selain penetapan status kesehatan hewan dan ternak, dokter hewan mempunyai otoritas dalam melakukan terapi, baik terapi medis atau terapi pembedahan. Tentu saja kewenangan yang dimiliki melekat juga berkaitan dengan terapi medis seperti memberikan obat atau bahan biologis baik peroral, topikal ataupun parenteral. Sedangkan kewenangan yang berkaitan dengan terapi pembedahan adalah melakukan anestesia dan melakukan proses pembedahan untuk menyembuhkan hewan. Kewenangan terapi ini termasuk di dalamnya seandainya seekor hewan didiagnosis dan mempunyai penyakit yang mematikan dan harus diakhiri hidupnya (euthanasia) untuk meringankan penderitaa nnya. Berkaitan dengan dengan bahan atau obat maka dokter hewan berwenang dalam penelitian dan pengembangan serta pengujian bahan terapi untuk menjamin ketersediaan ataupun mutu obat atau bahan biologis lain. Keterkaitannya dengan masalah kesehatan hewan dan ternak tidak terlepas dengan upaya pencegahan timbulnya atau meluasnya suatu penyakit. Otoritas dokter hewan juga meliputi proses pencegahan timbulnya penyakit atau meluasnya suatu penyakit. Dalam hal ini dokter hewan berwenang untuk menyatakan keadaan wabah atau kejadian luar biasa, melakukan penutupan daerah atau lalu lintas ternak atau pelarangan importasi ternak atau hewan segala produknya serta bahan lain yang dapat menularkan penyakit hewan atau menetapkan pemusnahan sejumlah hewan untuk mencegah meluasnya suatu penyakit atau mencegah timbulnya suatu penyakit di kawasan tertentu melalui 2
perananan karantina atau melakukan penelitian dan mengembangkan suatu bahan dan memberikan bahan pada hewan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya penyakit, misalnya vaksin dan vaksinasi. Kualitas kesehatan hewan juga tidak terlepas dengan ketersediaan pakan yang baik dan bermutu. Dalam hal ini dokter hewan berwenang dalam penelitian, pengujian dan penjaminan kualitas pakan hewan dan ternak, misalnya menyusun komposisi ransum, meneliti kandungan pakan dan lain-lain. B.
Animal Husbandry
Katagori animal husbandry menyatakan dokter hewan berwenang terhadap segala hal yang berkaitan dengan reproduksi dan kebidanan. Dokter hewan berwenang melakukan inseminasi buatan maupun penelitian dan pengembangan hal-hal yang berkaitan dengan inseminasi buatan, semen beku ataupun embrio transfer. Hal-hal yang berkaitan dengan kebidanan dokter hewan berwenang melakukan penanganan pertolongan kelahiran serta masalah reproduksi yang lain. Tujuan utama animal husbandry adalah mengatasi masalah reproduksi dan dalam upaya untuk peningkatan jumlah populasi hewan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam kaitan veterinary public health ataupun konservasi. C.
Veterinary Public Health
Kewenangan dalam bidang veterinary public health adalah melindungi kepentingan konsumen atau manusia dengan melakukan penjaminan terhadap kualitas produk atau bahan asal hewan atau ternak. Dalam keterkaitan fungsi ini dokter hewan dapat melakukan pengambilan sampel dan pengujian atau pemeriksaan bahan asal hewan. Kewenangan dalam veterinary public health ini juga dalam kaitan penelitian dan pencegahan penyebaran dan penanggulangan penyakit-penyakit yang bersifat zoonotik pada hewan maupun ternak.
3
Semua kewenangan atau otoritas dokter hewan melekat pada gelar profesi yang disandang dan telah tertuang di dalam sumpah profesi dokter hewan. Kewenangan dokter hewan tersebut bersifat universal dalam arti semua dokter hewan di seluruh dunia mempunyai kewenangan seperti yang telah disebutkan. Tentu saja bila ada orang lain yang tidak mempunyai kompetensi tersebut (bukan dokter hewan), maka untuk melaksanakan ata u melakukan sebagian otoritas dokter hewan harus memenuhi kompetensi minimal. Seorang mantri hewan atau paramedis yang akan melakukan sebagian dari otoritas dokter hewan seperti mendiagnosa, memberikan terapi obat baik peroral, topikal ataupun parenteral atau melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan vaksinasi harus menempuh suatu pendidikan untuk memenuhi kompetensi. Dan kesemua otoritas dokter hewan yang didelegasikan tersebut tetap di bawah supervisi dokter hewan. Seorang inseminator IB yang akan melaksanan atau melakukan inseminasi buatan pada hewan atau ternak harus menempuh pendidikan untuk memenuhi standar kompetensi yang menjadi otoritas dokter hewan dalam melakukan inseminasi buatan dan tetap di bawah supervisi seorang dokter hewan. Tentu saja seorang dokter hewan tidak harus mengambil kursus sebagai inseminator untuk dapat melakukan inseminasi buatan karena otoritas profesinya sudah meliputi hal tersebut. Otoritas dokter hewan yang saat ini dilakukn oleh mantri atau inseminator adalah kondisi darurat karena jumlah dokter hewan di Indoensia tidak mencukupi untuk melakukan otoritas veteriner yang disandangnya. Sehingga bilamana jumlah dokter hewan telah mencukupi maka peran dan fungsi paramedis atau mantri hewan diposisikan sebagai paramedis atau asisten dokter hewan dan bukan mengambil alih peran dan fungsi dokter hewan. Lebih jelasnya, bilamana seorang dokter hewan praktek di daerah yang notabene praktek hewan besar, maka mestinya difasilitasi dan tidak justru dihalang-halangi untuk melakukan peran dan fungsinya tersebut karena keberadaan mantri di wilayah dinas teknis. Itu juga sebabnya tidak pada tempatnya seorang sarjana bahkan yang bukan sarjana menjabat dan melaksanakan peran dan fungsi dokter hewan pada dinas4
dinas teknis. Karena yang bersangkutan tidak berkompeten untuk mengambil suatu keputususan atau menetapkan suatu keputusan berkaitan dengan status kesehatan hewan, penetapan status wabah, pengendalian penyakit hewan dan sebagainya. Hal yang tidak pernah terjadi pada dinas kesehatan salah satunya dinas kesehatan selalu dipimpin oleh orang yang mempunyai otoritas yaitu dokter. Hal lain yang pernah terjadi dan seharusnya tidak perlu terjadi adalah seorang dokter atau dinas kesehatan menyatakan keadaan wabah pada penyakit hewan. Karena undang-undang wabah pada kesehatan manusia berbeda dengan veteriner, dan seorang dokter tidak mempunyai kompetensi veteriner. Tidak pernah dinas kesehatan dipimpin oleh seorang ahli nutrisi (misalnya) atau dipimpin seorang sarjana ekonomi atau sajana agama. Seharusnya di dalam wilayah pemerintahan tertentu, misalnya kabupaten selain mempunyai dinas kesehatan yang bertanggung jawab tentang segala hal ihlwal kesehatan manusia, maka juga harus tersedia dinas kehewanan yang bertanggungjawab tentang segala hal ihwal kesehatan hewan yang sesuai dengan otoritas masingmasing hal ini karena hewan atapun ternak bukan hanya merupakan komoditas ekonomi semata namun mempunyai potensi penyakit yang juga mempengaruhi kesehatan manusia serta dijaga keberadaanya untuk kesejahteraan manusia.
Etika Dokter Hewan Etika/Etik/ Ethics berasal dari kata Yunani yaitu “ ethos ” yang berarti “yang dilakukan sesuai kebiasaan”.Berdasarkan makna katanya,etika dokter hewan adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk untuk sebuah profesi dokter hewan yang berlaku di dunia dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi dokter hewan tersebut dalam hal tindakan,perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya.
Etika dokter hewan memiliki ciri,yaitu:
5
1. Berlaku untuk lingkungan profesi dokter hewan. 2. Etika disusun berdasarkan kesepakatan otoritas veteriner. 3. Etik tidak seluruhnya tertulis. 4. Sanksi terhadap pelanggaran etik dapat berupa tuntutan dan bisa semacam hukuman. 5.
Pelanggaran etik diselesaikan oleh otoritas veteriner.
6. Penyelesaian pelanggaran tidak selalu dengan bukti-bukti fisik. Profesi dokter hewan juga memiliki landasan etik yang diterapkan di seluruh dunia ,yaitu: 1. Sumpah Hippocrates(460-377 SM). 2. Deklarasi Genewa(1948)berupa sumpah dokter. 3.
4.
Internasional Code of Medical Ethics (1949). Deklarasi tentang kesejahteraan hewan/ Animal Walfare. Berdasarkan jenisnya,etika veteriner dibagi menjadi empat jenis,yaitu:
1. Etika Veteriner Deskriptif Adalah secara umum perilaku sebagai profesi dan individu yang langsung terlihat baik buruknya oleh masyarakat. 2. Etika Veteriner Profesional Adalah kesepakatan anggota profesinya. 3. Etika Veteriner Administratif Adalah yang diatur pemerintah berkekuatan hukum dapat diberi sanksi.
6
4. Etika Veteriner Normatif Adalah norma-norma etika yang benar dan tepat dalam berperilaku sebagai profesi veteriner terasuk terhadap hewan atau disepakati sebagai norma-norma kesejahteraan hewan. Sumpah/Janji Dokter Hewan Dengan diterimanya diri saya masuk profesi Dokter Hewan maka saya bersumpah/berjanji bahwa: 1. Secara khidmat dengan ini, saya menyatakan diri untuk mengamalkan ilmu yang saya miliki sebagai Dokter Hewan untuk kebajikan masyarakat dalam pengabdian kepada kemanusiaan melalui peningkatan kesehatan hewan dan perbaikan mutu ternak yang berwawasan kesinambungan, keselarasan dan kelestarian hidup manusia. 2. Saya akan melaksanakan profesi saya dengan seksama dan mulia. 3. Saya akan memberikan pertimbangan utama untuk kesehatan pasien saya, kepentingan tertinggi pemilik dan kesejahteraan sesama manusia. 4. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan yang berlawanan dengan hukum perikemanusiaan atau menyimpang dari Kode Etik profesi saya. 5. Saya akan menjunjung dan akan berusaha mempertinggi kehormatan serta tradisi luhur dari profesi dokter hewan. 6. Sumpah/Janji ini saya buat dengan rela di hadapan Tuhan Yang Maha Esa serta mempertaruhkan kehormatan saya. Kode Etik Dokter Hewan BAB I KEWAJIBAN UMUM Pasal 1 Dokter Hewan merupakan Warga Negara yang baik yang memanifestasikan dirinya dalam cara berpikir, bertindak dan menampilkan diri dalam sikap dan budi pekerti luhur dan penuh sopan santun. Pasal 2
7
Dokter Hewan menjunjung tinggi Sumpah/Janji Kode Etik Dokter Hewan.
Pasal 3 Dokter hewan tidak akan menggunakan profesinya bertentangan dengan perikemanusiaan dan usaha pelestarian sumber daya alam. Pasal 4 Dokter hewan tidak mencantumkan gelar yang tidak ada relevansinya dengan profesi yang dijalankannya. Pasal 5 Dokter hewan wajib berhati-hati mematuhi perundangan dan peraturan yang berlaku. Pasal 6 Dokter Hewan wajib berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik terapi atau obat baru yang belum teruji kebenarannya.. Pasal 7 Dokter Hewan menerima imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan kecuali dengan keikhlasan , sepengetahuan dan kehendak klien sendiri.
BAB II KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI Pasal 8 Dokter Hewan dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi persyaratan umum dan khusus yang berlaku sehingga citra profesi dan korsa terpelihara karenanya. Pasal 9 Dokter Hewan wajib selalu mempertajam pengetahuan, ketrampilan dan meningkatkan
perilakunya
dengan
cara
mengikuti
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi Kedokteran Hewan. Pasal 10 Dokter Hewan yang melakukan praktek hendaknya memasang papan nama sebagai informasi praktek yang tidak berlebihan.
Pasal 11 8
Pemasangan iklan dalam media massa hanya dalam rangka pemberitahuan mulai buka, pindah, atau penutupan prakteknya. Pasal 12 Dokter Hewan dianjurkan menulis artikel dalam media massa mengenai Kedokteran hewan dalam rangka kesejahteraan hewan dan pemiliknya.
Pasal 13 Dokter hewan tidak membantu dan atau mendorong adanya praktek illegal bahkan wajib melaporkan bilamana mengetahui adanya praktek illegal itu. Pasal 14 Dokter Hewan wajib melaporkan kejadian penyakit menular kepada instansi yang berwenang.
BABI III KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN Pasal 15 Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan kasih sayang sebagaimana
arti
pengetahuannya,
tersebut
bagi
keterampilannya
pemiliknya,
dan
menggunakan
dan pengalamannya
untuk
segala
kepentingan
pasiennya. Pasal 16 Dokter Hewan siap menolong pasien dalam keadaan darurat dan atau memberikan jalan keluarnya apabila tidak mampu dengan menunjuk ke sejawat lainnya yang mampu melakukannya. Pasal 17 Pasien yang selesai dikonsultasikan oleh seorang sejawat wajib dikembalikan kepada sejawat yang meminta konsultasi. Pasal 18 Dokter Hewan dengan persetujuan kliennya dapat melakukan Euthanasia ( mercy
sleeping ), karena diyakininya tindakan itulah yang terbaik sebagai jalan keluar bagi pasien dan kliennya. BAB IV KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN 9
Pasal 19 Dokter Hewan menghargai klien untuk memilih Dokter hewan yang diminatinya Pasal 20 Dokter Hewan menghargai Klien untuk setuju/tidak setuju dengan prosedur dan tindakan medik yang hendak dilakukan Dokter Hewan setelah diberi penjelasan akan alasan-alasannya sesuai dengan ilmu Kedokteran Hewan. Pasal 21 Dokter Hewan tidak menanggapi keluhan ( complain ) versi klien mengenai sejawat lainnya. Pasal 22 Dokter Hewan melakukan client education dan memberikan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita atau yang mungkin dapat diderita (preventive
medicine ) hewannya dan kemungkinan yang dapat terjadi. Dalam beberapa hal yang dianggap perlu Dokter Hewan bertindak transparan. BAB V KEWAJIBAN TERHADAP SEJAWAT DOKTER HEWAN Pasal 23 Dokter Hewan memperlakukan sejawat lainnya seperti dia ingin diperlakukan seperti dirinya sendiri. Pasal 24 Dokter Hewan tidak akan mencemarkan nama baik sejawat Dokter Hewan lainnya. Pasal 25 Dokter Hewan wajib menjawab konsultasi yang diminta sejawat menurut pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang diyakininya benar. Pasal 26 Dokter Hewan tidak merebut pasien dan atau menyarankan kepada klien berpindah dari Dokter Hewan sejawatnya. BAB VI KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI Pasal 27 Dokter Hewan wajib memelihara bahkan meningkatkan kondisi dirinya sehingga selalu berpenampilan prima dalam menjalankan profesinya. 10
Pasal 28 Dokter Hewan tidak mengiklankan kelebihan dirinya secara berlebihan. BAB VIII PENUTUP Pasal 29 Dokter Hewan harus berusaha dengan sungguh–sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Dokter Hewan Indonesia dalam pekerjaan profesinya sehari-hari, demi untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Tugas-tugas Teknis Dokter Hewan 1. Pendiagnosaan, pencegahan, pengendalian, pemberantasan dan pengobatan penyakit menular pada hewan dan penyakit zoonosis; 2. Pemeliharaan dan pembudidaya hewan serta peningkatan produksi dan reproduksi ternak; 3. Pelestarian dan pemanfaatan satwa untuk kesejahteraan manusia, kelestarian lingkungan dan plasma nutfah; 4. Penjaminan mutu dan pengamanan bahan pangan asal hewan serta bahan bahan asal hewan; 5. Peningkatan mutu gizi protein hewani, kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan; 6. Pengawasan dan pengendalian mutu, pemakaian dan pengedaran obat hewan dan bahan-bahan biologis; 7. Penclitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran hewan; 8.
Pendidikan kepada klien (client education ).
11