PENGUKURAN KUALITAS JASA MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Manajemen Bisnis Jasa Yang dibina oleh Bapak Drs. Mohammad Hari M.Si
Oleh: Kelompok 4
Nurfirda Sofia Silviana
(160413602055) (160413602055)
Renatur Ardhi
(150413604370) (150413604370)
Reva Fikra
(150413607730) (150413607730)
Robby Kurniawan
(150413605666) (150413605666)
Widya Fitha Saputri
(160413602056) (160413602056)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN PROGAM STUDI MANAJEMEN Februari 2017
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…………………………… Sampul………………………………………………………… ……………………………..…........ …........ Daftar Isi.………………………………… Isi.……………………………………………………………................ ………………………….................... ....
i
N...…………………………………………........... ……………............... BAB I : PENDAHULUA N...…………………………… ....
1
1.1 Latar Belakang ………………………… ……………………………………................. ………….............................. .............
1
1.2 Rumusan Masalah...….……………………………………….. Masalah...….……………………………………….............. ............
2
1.3 Tujuan ………………………… ……………………………………………………… ……………………………… ….....….. .....…..
2
BAB II : PEMBAHASAN………… PEMBAHASAN…………………………………………… …………………………………………… ………… 2.1 Dimensi Kualitas Jasa..……………………………………… Jasa.. ………………………………………....... .......… …... 2.2 Dimensi
atau
atribut
iasa
yang
lebih
penting
3 3
bagi
konsumen.................……………………………………… konsumen.................………………………………………....... .......…… ……... ...
5
2.3 Pengukuran Kualitas Jasa....................................…………………… Jasa....................................……………………... ... 7 2.4 Metode Pengukuran Kualitas Jasa........……………………………… Jasa........………………………………..
7
BAB III : PENUTUP………………………………………………………… PENUTUP………………………………………………………… .…
18
3.1 Kesimpulan…………………………………………………… Kesimpulan…………………………………………………… ............
18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… PUSTAKA………………………………………………………… ....
20
i
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi menuntut kinerja yang sempurna dari setiap proses yang dijalankan oleh perusahaan. Pemasaran tidak lagi dipandang sebagai bagian yang terpisah dari organisasi yang hanya berperan sebagai proses penjualan produk. Perkembangan konsep pemasaran sendiri tidak terlepas dari fungsi-fungsi organisasi yang lain dan pada akhirnya mempunyai tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran yang tidak efektif (ineffective marketing ) dapat membahayakan bisnis karena dapat berakibat pada konsumen yang tidak puas. Pemasaran yang efektif ( effective marketing ) justru berakibat sebaliknya yaitu menciptakan nilai atau utilitas. Menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan adalah inti pemikiran pemasaran modern. Tujuan kegiatan pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai yang tepat dan mempertahankan pelanggan saat ini dengan memenuhi harapannya sehingga dapat menciptakan tingkat kepuasan. kepuasan. Pada era modern yang semakin maju teknologinya ini memunculkan banyak persaingan persa ingan kerja didunia, sehingga kita bisa menjangkau barang dari luar jangkauan kita, dengan dengan adanya usaha jasa di seluruh dunia. Melihat perkembangan sektor jasa yang semakin pesat, dan perannya yang semakin penting dalam perekonomian setiap negara, membuat penulis tertarik untuk mempelajari kualitas jasa. Kesuksesan dalam memasarkan jasa ditentukan oleh seberapa besar kepuasan konsumen jasa tersebut. Berbagai penelitian mengatakan bahwa kepuasan konsumen banyak ditentukan oleh seberapa baik kualitas jasa tersebut menurut sudut pandang para konsumennya. Kepuasan konsumen terhadap jasa yang dihasilkan, dapat mengakibatkan konsumen melakukan tindakan yang menguntungkan perusahaan jasa tersebut, antara lain misalnya: membeli ulang jasa tersebut, meggunakan jasa tersebut lebih sering atau lebih banyak, memberikan rekomendasi kepada pihak lain untuk menggunakan jasa tersebut, atau positive worth of mouth. Oleh karena itu banyak perusahaan jasa yang ingin mengetahui seberapa besar kepuasan konsumen terhadap jasa yang diberikannya. Jasa adalah suatu aktivitas, yang bersifat tidak nyata (tidak 1
2
dapat dilihat), bertujuan untuk memuaskan keinginan, dan tidak menghasilkan kepemilikan terhadap sesuatu. Produksinya dapat berkaitan atau tidak berkaitan dengan suatu produk fisik tertentu. Karena kebanyakan jasa bersifat tidak nyata, maka sulit bagi produsen untuk mengukur mengukur kualitas jasa t ersebut. Oleh karena itu, pada makalah akan dijelaskan bagaimana pengukuran kualitas jasa, melalui rumus dan dimensi. Sehingga mengetahui bagaimana kualitas tersebut sesuai dengan dimensi-dimensi yang dibutuhkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dimensi atau atribut apa saja yang menentukan kualitas jasa? 2. Dimensi atau atribut jasa yang mana yang menurut konsumen lebih penting? 3. Bagaimana sebaiknya cara mengukur kualitas jasa? 4. Bagaimana metode pengukuran kualitas kualitas jasa?
1.3 Tujuan
1
Mengetahui dimensi atau atribut yang menentukan kualitas jasa
2
Mengetahui Dimensi atau atribut at ribut jasa yang lebih penting pent ing menurut konsumen
3
Mengetahui cara mengukur kualitas jasa
4
Menjelaskan metode pengukuran kualitas jasa
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Dimensi Kualitas Jasa
Sebuah perusahaan jasa sebisa mungkin dapat memberikan jasa yang berkualitas tinggi secara konsisten dan kontinyu dibandingkan dengan pesaing, dalam rangka memenuhi harapan pelanggan. Usaha jasa terbilang cukup rumit dan sangat kompleks dari pada barang yang mempunyai wujud konkrit, sehingga menyulitkan seseorang untuk mengidentifikasinya dalam waktu yang singkat. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam tulisannya berjudul " A Conceptuat Modet of Service Quality and lts lmplications for Future Reseairch "
mengatakan bahwa ada 97 atribut, yang dikelompokkan kedalam 10 dimensi, yang
dianggap
penting
oleh
konsumen
sebagai
penentu
kualitas
jasa
(Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1985) yaitu: 1. Reliabilitas, meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja ( performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability ). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time ), memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang disepakati), menyampaikan data ( record ) secara tepat, dan mengirimkan tagihan yang akurat. 2. Responssivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa contoh diantaranya adalah ketepatan waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi secepatnya, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat. 3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya
adalah
pengetahuan
dan
keterampilan
karyawan
kontak,
pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi. 4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui ( approachability ) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi
3
4
perusahaan mudah dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan sebagainya), dan jam operasi nyaman. 5. Kesopanan (courtesy ), meliputi sikap santun, respect, atensi, dan keramahan para karyawan ka ryawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, t elepon, bell person, teller t eller bank, kasir, dan lain-lain). 6. Komunikasi, artinya menyampaikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/layanan yang ditawarkan, biaya jasa, j asa, trade tr ade off of f antara antar a jasa ja sa dan biaya, bia ya, serta proses penanganan masalah potensial yang mungkin mungkin timbul. 7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencangkup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan ( hard selling versus soft selling approach ). 8. Keamanan (security ), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik ( physical physical safety), keamanan
financial
( financial
security),
privasi,
dan
kerahasiaan
(confidentiality ). 9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular. 10.
Bukti fisik (tangibles ), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan,
personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain). Dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance ). Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami pelanggan diintregasikan menjadi empati (empathy). Namun dalam penelitian selanjutnya di tahun 1988, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, mengelompokkan kembali 97 atribut (10 dimensi) tersebut, dengan cara meniadakan atribut yang korelasinya rendah dan dapat meningkatkan
5
alpha, sehingga akhirnya mendapatkan 22 atribut, yang dikelompokkan kedalam 5 dimensi (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1988), yaitu: 1. Reliabilitas (rebility ), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya tanggap (responssiveness ), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 3. Jaminan (assurance ), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bias menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 4. Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik ( tangibles ), yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal, yang berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 2.2 Dimensi atau atribut iasa yang lebih penting bagi konsumen
Beberapa peneliti berusaha melakukan penelitian untuk mengetahui dimensi atau atribut jasa yang mana yang lebih penting menurut konsumen. Hal ini mereka lakukan untuk mengetahui atribut mana yang perlu mendapat prioritas untuk perbaikan atau pengembangan, agar usaha jasa tersebut dapat lebih memuaskan konsumennya. Hasil penelitian Haksik Lee, Yongki Lee, dan Dongkeun Yoo (Lee, Lee, dan Yoo, 2000) menyimpulkan bahwa: 1. Tangibtes merupakan faktor yang lebih penting bagi industri jasa yang menggunakan peralatan/mesin dalam proses operasinya dibandingkan industri jasa yang menggunakan tenaga manusia dalam proses operasinya.
6
2. Responsiveness Responsiveness merupakan faktor yang lebih penting bagi industri jasa yang menggunakan tenaga manusia dalam proses operasinya dibandingkan industri jasa yang menggunakan peralatan/mesin dalam proses operasinya. Dagger dan Sweeney melakukan penelitian terhadap 2 kelompok konsumen yaitu konsumen yang baru menggunakan jasa tersebut (selama kurang dari 6 bulan) dan kosumen yang sudah lama menggunakan jasa tersebut (lebih lama dari 3 tahun). Hasil dari penelitian mereka menyimpulkan bahwa dari 7 atribut yang diteliti (lnteraction, Atmosphere, Tangibles, Outcome, Expettise, Timelines, Operation ), maka:
1. Atribut tangibles, interaction, atmosphere , memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap penilaian kualitas jasa bagi "konsumen jasa yang baru" dibandingkan "konsumen jasa yang sudah lama". Hal ini disebabkan karena konsumen jasa yang baru, lebih banyak mendasarkan penilaiannya pada halhal yang dapat dilihat atau dirasakan. 2. Atribut timelines, operation, expertise, outcome , memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap penilaian kualitas jasa bagi "konsumen jasa yang sudah lama" dibandingkan "konsumen jasa yang baru". Hal ini disebabkan karena konsumen jasa yang sudah lama, lebih banyak mendasarkan penilaiannya pada hasil, keahlian karyawan, ketepatan waktu, serta kemudahan yang dialaminya. Jadi lebih banyak didasarkan pada pengalamannya, bukan pada hal-hal yang dapat dilihatnya. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Bagi industri jasa yang padat modal, dimensi tangibtes adalah aspek yang dianggap paling penting bagi konsumennya, sedangkan pada industri jasa yang padat karya, dimensi responsiveness dianggap paling penting oleh konsumennya. 2. Bagi konsumen jasa yang baru, dimensi yang dapat dilihat oleh konsumen memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap penilaian kualitas jasa, sedangkan bagi konsumen jasa yang sudah lama, dimensi yang berkaitan dengan proses dan hasil atas kinerja jasa memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap penilaian kualitas jasa tersebut.
7
2.3 Pengukuran Kualitas Jasa
Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, menurut Rangkuti (2002: 21) kedua variabel tersebut yaitu jasa yang dirasakan ( perceived perceived service) dan jasa yang diharapkan ( expected service ). Pengukuran kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan mengukur mengukur kualitas produk nyata, sebab atribut at ribut yang melekat pada jasa tidak mudah untuk diidentifikasi. Menurut Tjiptono (2000: 97) langkah-langkah yang harus diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah: 1. Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. 2. Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud adalah menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa digunakan untuk mengukur variabel. 2.4 Metode Pengukuran Kualitas Jasa
Menurut J.M. Juran kualitas dapat diukur dari dua hal yaitu : Kesesuaian Karakteristik Produk
Kesempurnaan Produk
dengan Keinginan Konsumen
Semakin tinggi kualitas, memungkinkan
Semakin tinggi kualitas,
perusahaan untuk:
memungkinkan perusahaan untuk:
Meningkatkan kepuasan konsumen
Mengurangi tingkat kesalahan
Menaikkan tingkat keselamatan
Mengurangi produk yang harus
produk
didesain ulang
Bersaing dengan perusahaan lain
Mengurangi kegagalan di lapangan
Meningkatkan pangsa pasar
Mengurangi ketidakpuasan
Menambah Pendapatan
Membuat harga dasar (premi) tinggi
2.2.1
konsumen
Mengefektifkan biaya
Metode I (SERVQUAL)
Pengukuran kualitas jasa tidak terlepas dari pengertian kualitas jasa itu sendiri. Menurut Lewis and Booms, 1983 (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1985):
8
"Service quality (kualitas layanan) adalah ukuran seberapa baik suatu layanan menemui kecocokan kecocokan dengan harapan pelanggan. Penyelenggaraan Penyelenggaraan kualitas layanan berarti melakukan kompromi dengan harapan pelanggan dengan tata cara yang konsisten." Dalam memandang permasalahan di bidang jasa, ada 3 (tiga) aspek yang perlu diidentifikasi untuk mendapatkan gambaran kondisi aktual pelayanan sebagai berikut : a. Proses pelayanan, yang berkaitan dengan gambaran dari seri aktivitas (series of activity), keberadaan standar, dan implementasi dari standar.
b. Sumberdaya pelayanan, yang terdiri dari fasilitas/perlengakapan ( physical physical evidence ) dan manusia sebagai pelaku dalam penyampaian pelayanan. Hal
yang diamati menyangkut kuantitas dan kualitas sumber daya yang dipergunakan dalam proses pelayanan c. Ekspektasi dan persepsi konsumen , berupa harapan dan penilaian konsumen akan pelayanan yang diterima. Ketiga aspek tersebut dilihat dalam konteks jasa sebagai sebuah paket (service package ) yang terdiri dari implicit service, explicit service, facilitating goods dan supporting facilities . Kondisi aktual ketiga aspek di atas menjadi acuan
yang menentukan dalam melakukan analisa dan perbaikan ( adjusment and improving ) proses pelayanan.
9
Dalam upaya awal membangun konsepsi seputar kualitas pelayanan, Parasuraman,
Zeithaml,
and
Berry
mengajukan
skema
diatas.
Dalam
membandingkan antara harapan dan kinerja tercipta kesejangan (discrepancies). Kesenjangan ini disebut dengan GAP. Terdapat 5 GAP sehubungan dengan masalah kualitas pelayanan.
GAP 1 adalah gap antara Harapan Pelanggan – Persepsi Manajemen. Sehubungan GAP 1 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 1: “Gap antara harapan pelanggan dan persepsi (kinerja) manajemen atas harapan tersebut akan punya dampak pada penilaian pelanggan atas kualitas pelayanan.”
GAP 2 adalah gap antara Persepsi Manajemen – Spesifikasi Kualitas Pelayanan. Sehubungan dengan GAP 2 ini, ketiganya mengajukan Prosposisi 2: “Gap antara persepsi manajemen seputar harapan harap an pelanggan dan spesifikasi kualitan pelayanan akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”
GAP 3 adalah gap antara Spesifikasi Kualitas Pelayanan – Penyelenggaraan Penyelenggaraan Pelayanan. Sehubungan dengan GAP 3 ini, ketiganya mengajukan Prosisi 3: “Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan aktual akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”
GAP 4 adalah gap antara Penyelenggaraan Pelayanan – Komunikasi Eksternal. Sehubungan dengan GAP 4 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 4: “Gap antara penyelenggaraan pelayanan aktual dan komunikasi eksternal tentang pelayanan akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.” pandang pelanggan.”
GAP 5 adalah gap antara Pelayanan Diharapkan (Expected Service) – Pelayanan Diterima (Perceived Service). Sehubungan dengan GAP 5 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 5: “Kualitas yang pelanggan teriman dalam pelayanan adalah fungsi magnitude dan arah gap antara pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang diterima.” Berdasarkan GAP 1 hingga GAP 5, ketiganya mengajukan Proposisi 6
bahwa “GAP 5 = f(GAP1,GAP2,GAP3,GAP4). f(GAP1,GAP2,GAP3,GAP4).
10
Dalam menghubungkan ke-10 determinan dengan Harapan ( expected service ) dan Kinerja pelayanan ( perceived perceived service), ketiganya membuat model analisis di bawah ini:
Dalam model analisis di atas, tampak bahwa Expected Service (Pelayanan yang Diharapkan) bergantung pada WOM ( Word of Mouth ), Personal Needs dan Past Experience Experience. Berita dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, serta pengalaman
masa lampau merupakan tiga variabel bebas yang memicu muncul pelayanan yang diharapkan ( expected service ). Di sisi lain, Perceived Service (pelayanan yang
diterima)
(determinants
bergantung of
service
pada
variabel
quality ).
penentu
Variabel
ini
kualitas diukur
pelayanan lewat
10
indikator. Perbandingan antara pelayanan yand diharapkan dengan pelayanan pela yanan yang diterima memunculkan kualitas pelayanan yang diterima (Perceived Service Quality ). Kualitas pelayanan yang diteririma inilah yang kerap disebut sebagai
alat ukur kualitas pelayanan serta kepuasan pelanggan. Setelah membahas Model Analisis di atas, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry lantas mengajukan Proposisi Ke-7 Ke-7 yang berbunyi: “Pelanggan biasanya bersandar pada unsur pengalaman di saat menilai kualitas pelayanan.” Perceived
11
Service Quality (Kualitas Pelayanan yang Diterima) berkisar pada kontinum
kualitas ideal hingga kualitas yang tidak bisa diterima, di mana poin-poin di sepanjang kontinum tersebut mewakili kualitas kepuasan. Pemosisian persepsi pelanggan atas kualitas pelayanan pada kontinum bergantung pada sifat kesenjangan antara Expected Service (ES) dengan Perceived Service (PS), yang dirangkum dalam proposisi ke-8, yang bunyinya: Proposisi 8: “(a) Kala ES > PS, kualitas diterima lebih kecil ketimbang kepuasan dan akan membawa pada kualitas tidak bisa diterima secara total, dengan meningkatkan kesenjangan antara ES dan PS; (b) Kala ES = PS, kualitas diterima adalah memuaskan; (c) Kala ES < PS, kualitas diterima lebih dari yang diharapkan dan akan membawa pada kualitas ideal, dengan meningkatkan kesenjangan antara ES dan PS.
Dalam menerapkan model SERVQUAL untuk suatu bentuk pelayanan, terlebih dahulu harus diidentifikasi variabel-variabel yang sesuai dengan bentuk pelayanan tersebut, yakni faktor-faktor apa saja yang diduga mengidentifikasikan tingkat kepuasan pelanggan, dengan mengacu dan menguraikan lima dimensi kualitas jasa. Kuesioner yang dibuat meliputi dua hal yaitu ekspektasi dan persepsi dan menggunakan skala Likert dengan range nilai jenjang yang dipilih sesuai keinginan peneliti. Tiap-tiap nilai dari skala Likert diberi arti dengan harapan agar dapat mengeliminir terjadinya bias atau kemenduaan ( ambiguity) yang dirasakan pelanggan ketika memberi penilaian. Untuk range nilai jenjang 7 (1,2,3,4,5,6,7) skala penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut : EKSPEKTASI : NO.
1
2
ARTI
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
PENJELASAN
Jika makna pertanyaan tersebut sama sekali tidak penting pengaruhya pada kepuasan kepuasan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut tidak penting pengaruhya pada kepuasan responden responden (pelanggan)
12
Jika makna pertanyaan tersebut agak tidak penting
3
Agak tidak setuju
4
Biasa saja (netral)
5
Agak setuju
6
Setuju
7
Sangat setuju
pengaruhya pada kepuasan responden responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut biasa saja pengaruhya pada kepuasan responden responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut agak penting pengaruhya pada kepuasan responden responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut penting pengaruhya pada kepuasan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut sangat penting pengaruhya pada kepuasan responden responden (pelanggan)
PERSEPSI : NO.
1
ARTI
PENJELASAN
Sangat tidak
Jika makna pertanyaan tersebut sangat tidak benar
setuju
menurut perasaan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut tidak benar menurut
2
Tidak setuju
3
Agak tidak setuju
4
Biasa saja (netral)
5
Agak setuju
6
Setuju
7
perasaan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut agak tidak benar menurut perasaan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut biasa saja menurut perasaan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut agak benar menurut perasaan responden (pelanggan) Jika makna pertanyaan tersebut benar menurut perasaan responden (pelanggan)
Sangat setuju
Jika makna pertanyaan tersebut sangat benar menurut perasaan responden (pelanggan)
Penilaian akan lebih akurat jika masing-masing dimensi yang ada dibuat bobot nilainya. Pembobotan tersebut harus dilakukan mengingat masing-masing masing- masing masing-masing
dimensi
pengaruhnya terhadap
memiliki
kontribusi
yang
berbeda-beda
tingkat kepuasan konsumen (meliputi
bobot
keduanya,
13
ekspektasi dan persepsi). Pengembangan kriteria (dalam hal ini dimensi pelayanan) dan pembobotan kriteria dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalnya Analitycal Hierachy Process yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang pakar matematika dari University of Pitsburgh, Amerika Serikat atau menggunakan metode lain yaitu Analisis Faktor. Untuk variabel/faktor/kriteria yang dianggap memiliki bobot sama, nilai servqual dhitung sebagai berikut : a. Tentukan nilai servqual (Si) bagi setiap pernyataan untuk setiap responden/ pelanggan, dengan menggunakan menggunakan persamaan : Si = Pi –Ei,dimanaI=1,2,3,…, Pi –Ei,dimanaI=1,2,3,…, n Pi : nilai persepsi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-I Ei : nilai ekspektasi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-i b. Jumlahkan nilai servqual yang didapat untuk setiap kriteria untuk setiap responden/pelanggan, dan bagi jumlahnya dengan banyaknya pernyataan yang mewakili kriteria tersebut dengan persamaan: Ski = ( Si/n),dimanaI=1,2,3,…,n Dimana Ski adalah nilai rata-rata servqual untuk setiap kriteria c. Jumlahkan nilai Ski tersebut untuk mendapatkan nilai total servqual (TSQ) bagi setiap responden TSQ = Ski d. Jika terdapat N responden/ pelanggan, maka bagi TSQ dengan N untuk mendapatkan rata-rata nilai total servqual (TSQr). Persamaannya: TSQr = (TSQ/N) Jika masing-masing kriteria diberi bobot tertentu, nilai servqual dihitung dengan memperhitungkan bobotnya. Langkahnya sama dengan di atas (a, dan b) kemudian dilanjutkan dengan langkah berikut : c. kalikan nilai Ski dengan bobot (wi) yang dialokasikan untuk kriteria tersebut, sehingga didapat nilai sevqual terbobot (Sqi) untuk kriteria tersebut bagi setiap responden/pelanggan, dengan persamaan : Sqi =
* wi
,I=1,2,3,…,n
d. Jumlahkan nilai Ski tersebut tersebut untuk mendapatkan nilai total servqual (TSQ) bagi setiap responden
14
TSQ =
Ski
e. Jika terdapat N responden/pelanggan, maka bagi TSQ dengan N untuk mendapatkan rata-rata nilai total servqual (TSQr). Persamaannya TSQr = (TSQ/N) Metode Servqual dapat dimanfaatkan oleh pihak penyedia jasa untuk melakukan penilaian khususnya untuk mengetahui sampai sejauhmana pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggannya. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan variabel yang sama dengan penilaian oleh konsumen, hanya yang melakukan penilaian adalah penyedia jasa (supplier assesment). Penilaian dilakukan dengan menilai tingkat kepentingan variabel-variabel pelayanan tersebut, redaksinya sama dengan ekspektasi pada kuesioner pelanggan. Langkah berikutnya adalah membandingkan antara jawaban manajemen dengan ekspektasi konsumen. Jika nilai ekspektasi konsumen lebih rendah dari jawaban manajemen, berarti manajemen salah mengartikan atau kurang tepat dalam mempersepsikan ekspektasi konsumen, terutama faktor-faktor yang memiliki nilai negatif. 2.2.2
Metode II (SERVPERF) Service performance (SERVPERF) adalah kinerja dari pelayanan yang
diterima oleh konsumen itu sendiri dan menilai kualitas dari pelayanan yang benar-benar mereka rasakan (Cronin dan Taylor, 1994). 1994). Service performance lebih bisa menjawab permasalahan yang muncul
dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen hanya akan bisa menilai kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu bukan pada persepsi mereka atas kualitas jasa pada umumnya (Bolton dan Drew, 1991; Cronin dan Taylor, 1992, 1994; Teas 1993; Gotlieb, Grewal dan Brown,1994). Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa service performance adalah penilaian menyeluruh konsumen terhadap hasil pelayanan yang dirasakan saat menerima pelayanan dari penyedia jasa, sehingga kualitas jasa/pelayanan lebih tepat dan spesifik menggunakan model SERVPERF.
15
Beberapa peneliti lain mengatakan bahwa Metode I di atas memiliki kelemahan, dan mereka mendukung pendapat bahwa "keseluruhan kualitas jasa ditentukan hanya berdasarkan persepsi konsumen terhadap masing-masing dimensi kualitas jasa tersebut" (Metode II). Haksik Lee, Yongki Lee, dan Dongkeun yoo (Lee, Lee, dan yoo, 2000) membandingkan hasil pengukuran kualitas jasa menggunakan kedua model tersebut di atas menggunakan regresi berganda, dan hasilnya adalah R² lebih tinggi untuk SERVPERF dibandingkan SERVQUAL. Jadi, peneliti di atas mendukung Metode II untuk digunakan sebagai pengukur kualitas jasa. Berikut
adalah
langkah-langkah
untuk
mengukur
kualitas
jasa
menggunakan metode SERVPERF: 1.
Menentukkan objek penelitian
2.
Pengumpulan data penelitian dengan instrumen kuesioner. Dimensi kualitas pelayanan yang dinilai mengacu pada konsep Servperf yaitu reliability, assurance, tangibles, empathy, dan responsiveness. Kuesioner menggunakan Skala Likert yang menunjukan pernyataan sikap seseorang. Penggunaan skala Likert berkisar antara 1 sampai dengan 5, dengan kriteria tidak setuju, kurang setuju, biasa saja, setuju, dan sangat setuju.
3.
Data yang terkumpul dihitung secara deskriptif berdasarkan mean (nilai ratarata) untuk melihat tingkat kepentingan dan tingkat kinerja setiap dimensi kualitas pelayanan. Setelah itu, peneliti melakukan analisis kuadran.
4.
Menentukan keunggulan dan kelemahan layanan dengan analisis kwadran, meliputi menghitung jumlah kuesioner yang masuk, menguji keandalan, kesahihan butir dan kesesuaian responden, menetukan skor rata-rata tingkat kepuasan dan kepentingan, menjabarkan unsur tersebut ke dalam empat bagian diagram kartesius sesuai konsep Servperf.
16
Gambar 2.1. Kuadran Importance Perfomance Analysis Penjelasan untuk masing-masing kuadran sebagai berikut (Brandt, 2000, dalam Rudi Setiawan, 2005; Sumaedi dan Napitupulu, 2010):
Kuadran Pertama, “Pertahankan Kinerja” (high importance & high performance performance).
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang
bagi
kepuasan
konsumen
sehingga
pihak
manajemen
berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
Kuadran Kedua, “Tingkatkan Kinerja” ( high importance
&
low
performance performance).
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.
Kuadran Ketiga, “Prioritas Rendah” (low importance & low performance). Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen,
17
sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor – faktor – faktor faktor tersebut.
Kuadran Keempat, “Cenderung Berlebihan” ( low importance & high performance performance).
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, semisal dikuadran kedua.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kualitas jasa dapat diukur menggunakan: 1) Metode SERVQUAL yaitu gap antara Expected Service dengan Perceive Service, atau;
2) Metode SERVPERF yaitu pengukuran terhadap Perceive Service. Berdasarkan hasil pembahasan, Metode Servperf menghasilkan R yang ²
lebih tinggi, dibandingkan Metode Servqual. 2. Dimensi Kualitas Jasa yang dianggap penting oleh pelanggan dan dikelompokkan kedalam 3 kelompok besar yaitu: 1) Kualitas lnput , meliputi:
Sumber daya manusia, meliputi dimensi: competence, courtesy, communication,
credibility,
responsiveness,
empathy/understanding, interaction, expertise.
Fasilitas (sarana dan prasarana), meliputi: tangibles, atmosphere.
2) Kualitas Process: access, timelines, operation. 3) Kualitas Output : reliability, security, outcome. 3. Dimensi mana yang lebih penting menurut pela nggan: 1) Ditentukan oleh jenis proses operasi jasanya: - jika menggunakan mesin atau fasilitas maka tangibles adalah yang paling penting, - jika menggunakan tenaga-kerja maka yang terpenting adalah responsiveness.
2) Ditentukan oleh lamanya pelanggan telah menggunakan jasa tersebut. - jika pelanggan tersebut baru menggunakan menggunakan jasa tersebut (kurang (kurang dari 6 bulan) maka yang terpenting baginya adalah hal-hal yang dapat dilihat atau dirasakan yaitu yang berkaitan dengan Input Sumber Daya Manusia dan Fasilitas (Sarana dan Prasarana), meliputi dimensi tangibles, atmosphere, dan interaction.
16
17
- jika pelanggan tersebut sudah lama menggunakan menggunakan jasa tersebut (lebih dari 3 tahun) maka yang terpenting baginya adalah hal-hal yang lebih berkaitan dengan proses dan outcome meliputi dimensi: timelines, operation, expertise, dan outcome.
4.
Variabel yang mempunyai hubungan dengan kualitas jasa yaitu: 1) Kepuasan pelanggan pelanggan terhadap jasa. 2) Kecenderungan berperilaku pelanggan: meliputi loyalitas, beralih, bersedia memba yar lebih mahal, respon terhadap pihak eksternal atau internal perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Jasfar, Farida.2012. Manajemen Jasa, Pendekatan Terpadu. Terpadu . Jakarta: Ghalia Indonesia. Sumaedi, S dan Napitupulu, B.D. (2010), ‘Analisa Kepuasan Pelanggan Berbasis IPA: Studi Kasus Peserta Pelatihan di Sebuah Institusi Riset’ , Warta Papiptek Vol. 8 No. 1, Hal 61-77. Haksik Lee, Yongki Lee, Dongkeun Yoo (2000), Determinants of perceived Service Quality and its Relationship with Satisfaction, Satisfaction , Journal of Service Marketing, Volume 14, lssue 3, 2000, ISSN 0887-6045. Parasuraman, Zeithaml, and Berry (1985), A Conceptual Modelof Service euatity and tts lmptications for Future Research, Research , Journal of Marketing, Volume 49, Fall 1985, 41 - 50'. Lahutung, Brigita J.. 2012. Manajemen Bisnis Jasa-Kualitas Jasa, Jasa, (Online), (https://brigitalahutung.wordpress.com/2012/10/15/kualitas-jasa), diakses 18 Februari 2017. Basri,
Seta.
2011.
Service
Quality
Akronimnya
Servqual ,
(Online),
(http://setabasri01.blogspot.co.id/2011/04/service-quality-akronimnyaservqual.html), diakses 12 Februaei 2017.
20