Penggunaan Antibiotik yang Bijaksana Mardiyati Hasanah Apoteker Apotek er angkatan II 2016
Pendahuluan Penggunaan
antibiotik dalam pelayanan kesehatan seringkali tidak tepat sehingga dapat menimbulkan pengobatan kurang efektif, peningkatan risiko terhadap keamanan keamanan pasien, meluasnya melu asnya resistensi dan tingginya biaya pengobatan. Meluasnya penggunaan antibiotik yang tidak tepat menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan anaman global bagi bag i kesehatan, terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. !ntuk itu penggunaan antibiotik seara rasional dan bi"ak merupakan kuni pengendalian penyebaran bakteri yang resisten terhadap antibiotik, dan keterlibatan seluruh profesional kesehatan kesehatan sangat dibutuhkan, terutama peran apoteker apote ker..
#erbagai
studi menemukan bah$a sekitar %0& 62' antibiotik digunakan seara tidak tepat antara lain untuk penyakit&penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan (0' sampai dengan )0' tidak didasarkan pada indikasi *Hadi, 200+.
#eberapa
kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methiillin&-esistant taphyloous Aureus *M-A, /anomyin&-esistant nterooi */-, Peniillin&-esistant Peniillin&-esistant Pneumooi, lebsiella pneumoniae yang menghasilkan tended& petrum #eta3atamase *#3, 4arbapenem& -esistant Ainetobater baumannii dan Multiresistant Myobaterium tuberulosis *5umanlano et al. 20007 te8enson et al. 2009. uman resisten antibiotik tersebut terseb ut ter"adi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bi"ak dan penerapan ke$aspadaan standar *standard preaution yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan AB 1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik -esistensi -esistensi adalah kemampuan kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya ker"a antibiotik. Hal ini dapat ter"adi dengan beberapa ara, yaitu *:rlia ; Perlin, 2011< 1 Merusak antibiotik dengan enim yang diproduksi. 2 Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik. ( Mengubah =siko&kimia$i =siko&kimia$i target sasaran antibiotik pada sel bakteri. % Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri. 9 Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport Permenkes RI 24!" aktif ke luar sel 211
atuan
resistensi dinyatakan dalam satuan HM *adar Hambat Minimal atau Minimum Inhibitory 4onentration *MI4 yaitu kadar terendah antibiotik *>g?m3 yang mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai HM menggambarkan tahap a$al menu"u resisten.
Permenkes RI 24!" 211
dipertimbangkan dalam Permenkes RI 24!" penggunaan AB 211 2. #aktor #armakokinetik dan #armakodinamik Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan "enis dan dosis antibiotik seara tepat. Agar dapat menun"ukkan akti8itasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik, antibiotik harus memiliki beberapa sifat berikut ini< a. Akti8itas mikrobiologi. Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesi=knya *misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein. b. adar antibiotik pada tempat infeksi harus ukup tinggi. emakin tinggi kadar antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri.
. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk $aktu yang ukup memadai agar diperoleh efek yang adekuat. d. adar hambat minimal *MI4. adar ini menggambarkan "umlah minimal obat yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Permenkes RI 24!" 211
Permenkes RI 24!" 211 eara umum terdapat dua kelompok antibiotik berdasarkan sifat farmakokinetikanya, yaitu7 a. $ime dependent killing . 3amanya antibiotik berada dalam darah dalam kadar di atas HM sangat penting untuk memperkirakan outome klinik ataupun kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotik dalam darah di atas HM paling tidak selama 90' inter8al dosis. 4ontoh antibiotik yang tergolong time dependent killing antara lain penisilin, sefalosporin, dan makrolida. b. %on&entration dependent . emakin tinggi kadar antibiotika dalam darah melampaui HM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri. !ntuk kelompok ini diperlukan rasio kadar?HM sekitar 10. Ini mengandung arti bah$a re"imen dosis yang dipilih haruslah memiliki kadar dalam serum atau "aringan 10 kali lebih tinggi dari HM. @ika gagal menapai kadar ini di tempat infeksi atau "aringan akan mengakibatkan kegagalan terapi. ituasi inilah yang selan"utnya men"adi salah satu penyebab timbulnya resistensi.
Ha - a yang arus dipertimbangkan dalam penggunaan AB '. #aktor Interaksi dan ()ek *amping +bat Pemberian antibiotik seara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. fek dari interaksi yang dapat ter"adi ukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya. ebagai ontoh pemberian siprooksasin bersama dengan teo=lin dapat meningkatkan kadar teo=lin dan dapat berisiko ter"adinya henti "antung atau kerusakan otak permanen. :emikian "uga pemberian doksisiklin bersama dengan digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang fatal Permenkes RI bisa 24!" bagi pasien. 211
dipertimbangkan dalam Permenkes RI 24!" penggunaan AB 211
4. #aktor biaya Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam lindungan hak paten *obat paten. Harga antibiotik pun sangat beragam. Harga antibiotik dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga 100 kali lebih mahal dibanding generiknya. Apalagi untuk sediaan parenteral yang bisa 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan kandungan yang sama. Peresepan antibiotik yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi.
Prinsip Penggunaan Antibiotik *e&ara Bijak 1. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan
antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, inter8al dan lama pemberian yang tepat. 2. ebi"akan penggunaan antibiotik * antibiotic policy ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama. '. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik seara terbatas *restricted, dan penerapan ke$enangan dalam penggunaan Permenkes RI 24!" antibiotik tertentu *reserved antibiotics. 211
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penun"ang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh 8irus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri *self& limited. ,. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada < a.Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan
pola kepekaan kuman terhadap antibiotik. b.Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. . Pro=l farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik. d.Melakukan de&eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. e.4ost eBeti8e< obat dipilih atas dasarPermenkes yang palingRIost 24!" eBeti8e dan aman. 211
!. Penerapan penggunaan antibiotik se&ara bijak
dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut a.Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik seara bi"ak. b.Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penun"ang, dengan penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi. .Men"amin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi. d.Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi seara tim *team $ork. e.Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik seara bi"ak yang bersifat multi disiplin. f. Memantau penggunaan antibiotik seara intensif dan berkesinambungan. g.Menetapkan kebi"akan dan pedoman penggunaan antibiotik seara lebih rini di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat.
Prinsip Penggunaan Antibiotik Prolaksis Bedah Pemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 2% "am pasa operasi pada kasus yang seara klinis tidak didapatkan tanda&tanda infeksi dengan tu"uan untuk menegah ter"adi infeksi luka operasi. :iharapkan pada saat operasi antibiotik di"aringan target operasi sudah menapai kadar optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri *A8enia, 200+. Prinsip penggunaan antibiotik pro=laksis selain tepat dalam pemilihan "enis "uga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam "aringan saat mulai dan Permenkes RI 24!" selama operasi berlangsung. 211
Antibiotik untuk pro=laksis Cu"uan pemberian antibiotik pro=laksis pada kasus pembedahan< a. Penurunan dan penegahan ke"adian Infeksi 3uka Dperasi *I3D. b. Penurunan morbiditas dan mortalitas pasa operasi. . Penghambatan munul ora normal resisten. d. Meminimalkan biaya pelayanan kesehatan. Indikasi penggunaan antibiotik pro=laksis didasarkan kelas operasi, yaitu operasi bersih dan bersih kontaminasi.
Permenkes RI 24!" 211
Antibiotik untuk pro=laksis :asar pemilihan "enis antibiotik untuk tu"uan pro=laksis< a. esuai dengan sensiti8itas dan pola bakteri patogen terbanyak pada kasus bersangkutan. b. pektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri. . Coksisitas rendah. d. Cidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi. e. #ersifat bakterisidal. f. Harga ter"angkau. Permenkes RI 24!" 211
kombinasi 1. Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih
dari satu "enis untuk mengatasi infeksi. 2. Cu"uan pemberian antibiotik kombinasi adalah< a.Meningkatkan akti8itas antibiotik pada infeksi spesi=k *efek sinergis. b.meperlambat dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten. (. Indikasi penggunaan antibotik kombinasi *#runton et. Al, 200)7 Arher, 53., 200)< a.Infeksi disebabkan oleh lebih dari satu bakteri *polibakteri. b.Abses intra abdominal, hepatik, otak dan saluran genital *infeksi ampuran aerob dan anaerob. Permenkes RI 24!" . Cerapi empiris pada infeksi berat. 211
kombinasi %. Hal&hal yang perlu perhatian *#runton et. Al,7 4unha, #A.,
2010< a.ombinasi antibiotik yang beker"a pada target yang berbeda dapat meningkatkan atau mengganggu keseluruhan akti8itas antibiotik. b.uatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif. 4ontoh< /ankomisin seara tunggal memiliki efek nefrotoksik minimal, tetapi pemberian bersama aminoglikosida dapat meningkatkan toksisitasnya. .:iperlukan pengetahuan "enis infeksi, data mikrobiologi dan antibiotik untuk mendapatkan kombinasi rasional dengan hasil efektif. d.Hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi empiris "angka lama. e.Pertimbangkan Permenkes RI 24!"peningkatan biaya pengobatan pasien.
Pertimbangan #armakokinetik /an Permenkes RI 24!" #armakodinamik Antibiotik 211 Earmakokinetik *pharmaokineti, P membahas tentang per"alanan kadar antibiotik di dalam tubuh, sedangkan farmakodinamik *pharmaodynami, P: membahas tentang hubungan antara kadar&kadar itu dan efek antibiotiknya. :osis antibiotik dulunya hanya ditentukan oleh parameter P sa"a. Famun, ternyata P: "uga memainkan peran yang sama, atau bahkan lebih penting. Pada abad resistensi antibiotika yang terus meningkat ini, P: bahkan men"adi lebih penting lagi, karena parameter¶meter ini bisa digunakan untuk mendesain re"imen dosis yang mela$an atau menegah resistensi. @adi $alaupun e=kasi klinis dan keamanan masih men"adi standar emas untuk membandingkan antibiotik, ukuran farmakokinetik dan farmakodinamik telah semakin sering digunakan.
Pertimbangan #armakokinetik /an Permenkes RI 24!" #armakodinamik Antibiotik 211 !kuran utama akti8itas antibiotik adalah adar Hambat Minimum *HM. HM adalah kadar terendah antibiotik yang seara sempurna menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme seara in 8itro. Galaupun HM adalah indikator yang baik untuk potensi suatu antibiotik, HM tidak menun"ukkan apa&apa tentang per"alanan $aktu akti8itas antibiotik. Parameter¶meter farmakokinetik menghitung per"alanan kadar serum antibiotika. Cerdapat ( parameter farmakokinetik yang paling penting untuk menge8aluasi e=kasi antibiotik, yaitu kadar pun&ak serum *4ma, kadar minimum *4min, dan area under &ur0e *A!4 pada kur8a kadar serum 8s $aktu. Galaupun parameter¶meter ini mengkuanti=kasi per"alanan kadar serum, parameter¶meter teresebut tidak mendeskripsikan akti8itas bakterisid suatu antibiotik.
Pertimbangan #armakokinetik /an Permenkes RI 24!" #armakodinamik Antibiotik 211 Akti8itas antibiotik dapat dikuanti=kasi dengan mengintegrasikan parameter¶meter P?P: dengan HM. Parameter tersebut yaitu< rasio kadar punak?HM, $aktuHM, dan rasio A!4&2% "am?HM.
Pertimbangan #armakokinetik /an #armakodinamik Antibiotik Ciga sifat farmakodinamik antibiotik yang paling baik untuk men"elaskan akti8itas bakterisidal adalah time&dependene, onentration& dependene, dan efek persisten. eepatan bakterisidal ditentukan oleh pan"ang $aktu yang diperlukan untuk membunuh bakteri *time&dependene, atau efek meningkatkan kadar obat *onentration&dependene. fek persisten menakup Post&Antibioti Bet *PA. PA adalah supresi pertumbuhan bakteri seara Permenkes RI 24!" persisten sesudah paparan211 antibiotik.
Pertimbangan #armakokinetik /an #armakodinamik Antibiotik Permenkes RI 24!" 211 !ntuk
antibiotik tipe concentration dependence dan efek persisten yang lama *Aminoglikosid" #luorokuinolon " dan etolid re"imen dosis yang ideal adalah memaksimalkan kadar, karena semakin tinggi kadar, semakin ekstensif dan epat tingkat bakterisidalnya. arena itu, rasio A!4 2% "am?HM, dan rasio kadar punak?HM merupakan prediktor e=kasi antibiotik yang penting.
!ntuk
antibiotik tipe time dependence dan efek persisten minimal *arbapenem" *e)alosporin" (ritromisin" ine3olid" dan Peni&illin menun"ukkan sifat yang sama sekali berla$anan. -e"imen dosis ideal untuk antibiotik ini diperoleh dengan memaksimalkan durasi paparan. Parameter yang paling berkorelasi dengan e=kasi adalah apabila $aktu *t di atas HM. !ntuk beta&laktam dan eritromisin, efek bakterisidal maksimum diperoleh bila $aktu di atas HM minimal 0' dari inter8al dosis. !ntuk antibiotik tipe time dependence dan efek persisten sedang sampai lama * A3itromisin" lindamisin" +ksa3olidinon" $etrasiklin" dan ankomisin memiliki sifat ampuran, yaitu tergantung&$aktu dan efek persisten yang sedang. -e"imen dosis ideal untuk antibiotik ini diperoleh dengan memaksimalkan "umlah obat yang masuk dalam sirkulasi sistemik. =kasi obat ditentukan oleh rasio A!4 2% "am?HM. !ntuk 8ankomisin, diperlukan rasio A!4 2% "am?HM minimal 129.
Permenkes RI 24!" 211
Perhatian Pada Penggunaan Antibiotik 1. 5asalah hipersensiti0itas
Hipersensiti8itas antibiotik merupakan suatu keadaan yang mungkin di"umpai pada penggunaan antibiotik, antara lain berupa pruritus&urtikaria hingga reaksi ana=laksis. Profesi medik $a"ib me$aspadai kemungkinan ter"adi kerentanan terhadap antibiotik yang digunakan pada penderita. Ana=laksis "arang ter"adi tetapi bila ter"adi dapat berakibat fatal. :ua pertiga kematian akibat ana=laksis umumnya ter"adi karena obstruksi saluran napas. @enis hipersensiti8itas akibat antibiotik< a. Hipersensiti0itas $ipe %epat < 5ambaran klinik ditandai oleh sesak napas karena ke"ang di laring dan bronkus, urtikaria, angioedema, hipotensi dan kehilangan kesadaran. -eaksi ini dapat ter"adi beberapa menit setelah suntikan penisilin. *reaksi syok ana=laksis Permenkes RI 24!"
b. Hipersensiti0itas Perantara Antibodi 6Antibody
5ediated $ype II Hypersensiti0ity7 < Manifestasi klinis pada umumnya berupa kelainan darah seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosino=lia, granulositopenia. Cipe reaksi ini "uga dikenal sebagai reaksi sitotoksik. ebagai ontoh, kloramfenikol dapat menyebabkan granulositopeni, obat beta&laktam dapat menyebabkan anemia hemolitik autoimun, sedangkan penisilin antipseudomonas dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan pada agregasi trombosit. &. Immune Hypersensi0ity -&omple8 5ediated 6$ipe III7 < Manifestasi klinis dari hipersensiti8itas tipe III ini dapat berupa eritema, urtikaria dan angioedema. :apat disertai demam, artralgia dan adenopati. 5e"ala dapat timbul 1 & ( minggu setelah pemberian obat pertama kali, bila sudah pernah reaksi dapat timbul dalam 9 hari. 5angguan seperti 3, neuritis optik, glomerulonefritis, dan 8askulitis "uga termasuk dalam kelompok ini.
d. /elayed $ype Hypersensiti0ity Hipersensiti8itas tipe ini ter"adi pada pemakaian obat topikal "angka lama seperti sulfa atau penisilin dan dikenal sebagai kontak dermatitis. -eaksi paru seperti sesak, batuk dan efusi dapat disebabkan nitrofurantoin. Hepatitis *karena isoniaid, nefritis interstisial *karena antibiotik beta& laktam dan ensefalopati *karena klaritromisin yang re8ersibel pernah dilaporkan.
Penegahan ana=laksis < elalu sediakan obat?alat untuk mengatasi keadaan darurat Canyakan apakah ada ri$ayat alergi A# dan u"i kulit *khusus untuk penisilin. !"i kulit tempel *patht test dapat menentukan reaksi tipe I dan obat yang diberi topikal *tipe I/. Penderita perlu menunggu 20 menit setelah mendapat terapi parenteral antibiotik untuk mengantisipasi RI 24!" timbulnya reaksi hipersensiti8itas tipePermenkes 1. 211
$atalaksana Analaksis a. 5e"ala prodromal meliputi rasa lesu, lemah, kurang nyaman di dada dan perut, gatal di hidung dan palatum. Hidung kemudian mulai tersumbat, leher seperti terekik, suara serak, sesak, mulai batuk, disfagia, muntah, kolik, diare, urtikaria, edema bibir, lakrimasi, palpitasi, hipotensi, aritmia dan ren"atan. b. Cerapi untuk mengatasi ana=laksis adalah epinefrin, diberikan 0,01 ml?kg## subkutan sampai maksimal 0,( ml dan diulang setiap 19 menit sampai (&% kali. Pada keadaan berat dapat diberikan seara intramuskuler. . :i bekas suntikan penisilin dapat diberikan 0,1&0,( ml epinefrin 1<1000 dan dipasang turniket dengan yang dilonggarkan setiap 10 menit untuk menghambat penyebaran obat. d. istem pernapasan harus diusahakan untuk mendapatkan oksigen yang ukup. Crakeostomi dilakukan bila ter"adi edema laring atau obstruksi saluran napas atas yangRI berat. Permenkes 24!" 211
e. Pada kondisi obstruksi total dapat dilakukan punksi membran kortikotiroid dengan "arum berukuran besar mengingat hanya tersedia ( menit untuk menyelamatkan penderita. elan"utnya diberikan oksigen %J 6 l?menit. elain itu perlu diberikan salbutamol dalam nebulier dan amino=lin 9 mg?kg## dalam 0,+' Fa4l atau :ekstrosa 9' selama 19 menit. f. #ila tekanan darah tidak kembali normal $alaupun sudah diberikan koloid 0,9&1 3 dapat diberikan 8asopressor yang dienerkan seara i.8. dan segera diamankan dengan entral 8erous pressure *4/P. ortikosteroid dan antihistamin dapat diberikan untuk mempersingkat reaksi ana=laksis akut. Permenkes RI 24!" 211
Penggunaan AB pada kelompok khusus 1.
Penggunaan Antibiotik Pada Anak Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan per kilogram berat badan ideal sesuai dengan usia dan petun"uk yang ada dalam formularium profesi.
Permenkes RI 24!" 211
Penggunaan Antibiotik Pada Anak
Permenkes RI 24!" 211
2. Penggunaan Antibiotik Pada 9anita Hamil dan
5enyusui Hindari penggunaan antibiotik pada trimester pertama kehamilan ke&uali dengan indikasi kuat. Indeks keamanan penggunaan obat pada $anita hamil meru"uk pada ketetapan !&E:A 1 ategori A< tudi pada $anita menun"ukkan tidak adanya risiko terhadap "anin di trimester pertama kehamilan. 2 ategori #< tudi pada he$an perobaan sedang reproduksi tidak menun"ukkan adanya gangguan pada fetus dalam trimester pertama tidak ada studi pada $anita hamil. ( ategori 4< tudi pada he$an perobaan menun"ukkan gangguan teratogenik?embrio tetap pada $anita hamil tidak ada penelitian. Hanya digunakan bila bene=t&risk Permenkes RI 24!" ratio menguntungkan. 211
% ategori :< @elas ada gangguan pada "anin
manusia. Hanya dapat digunakan pada keadaan untuk menyelamatkan nya$a penderita. 9 ategori K< tudi pada he$an perobaan maupun manusia menun"ukkan adanya gangguan pada "anin. Dbat ini merupakan kontra&indikasi untuk dipakai pada kehamilan. Permenkes RI 24!" 211
Penggunaan Antibiotik Pada 9anita Hamil dan 5enyusui
Permenkes RI 24!" 211
/a)tar AB yang perlu dihindari Permenkes RI 24!" pada :anita menyusui 211
/a)tar AB yang dikontraindikasikan terhadap ibu menyusui
Permenkes RI 24!" 211
/a)tar AB yang dikontraindikasikan terhadap ibu menyusui
Permenkes RI 24!" 211
'. Penggunaan AB pada lansia Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik pada usia lan"ut< a. Pada penderita usia lan"ut *69 tahun sudah dianggap mempunyai mild renal impairement *gangguan fungsi gin"al ringan sehingga penggunaan antibiotik untuk dosis pemeliharaan perlu diturunkan atau diperpan"ang inter8al pemberiannya. b. omorbiditas pada usia lan"ut yang sering menggunakan berbagai "enis obat memerlukan pertimbangan ter"adinya interaksi dengan antibiotik. . Cerapi antibiotik empiris pada pasien usia lan"ut perlu segera dikon=rmasi dengan pemeriksaan mikrobiologi dan penun"ang yang lain. Permenkes RI 24!" 211
4. Penggunaan Antibiotik Pada Insusiensi ;injal a. Pada gangguan fungsi gin"al dosis antibiotik
disesuaikan dengan bersihan kreatinin *reatinine learane. :osis obat penting untuk obat dengan rasio toksik&terapetik yang sempit, atau yang sedang menderita penyakit gin"al. b. Pada umumnya dengan bersihan kreatinin %0& 60ml?menit dosis pemeliharaan diturunkan dengan 90'. #ila bersihan kreatinin 10&%0 ml?menit selain turun 90' perlu "uga memperpan"ang "arak pemberian dua kali lipat. !sahakan menghindari obat yang bersifat nefrotoksis. Permenkes RI 24!" 211
AB dengan eliminasi utama pada ginjal dan memerlukan penyesuaian dosis
Permenkes RI 24!" 211
Penggunaan Antibiotik Pada Insu=siensi Hati Pada gangguan fungsi hati kesulitan yang di"umpai adalah bah$a tidak tersedia pengukuran tepat untuk e8aluasi fungsi hati. :alam praktik sehari&hari penilaian klinik akan menentukan. 5angguan hati yang ringan atau sedang tidak perlu penyesuaian antibiotik. Lang berat membutuhkan penyesuaian dan pada umumnya sebesar 90' dari dosis biasa atau dipilih antibiotik dengan eliminasi nonhepatik dan tidak hepatotoksik. Permenkes RI 24!" 211
Permenkes RI 24!" 211
ama Pemberian 6rejimen dosis7 a. :okter menulis di rekam medik seara "elas, lengkap dan benar tentang regimen dosis pemberian antibiotik, dan instruksi tersebut "uga ditulis di rekam pemberian antibiotik *-PA *Eormulir terlampir. b. :okter menulis resep antibiotik sesuai ketentuan yang berlaku, dan farmasis?apoteker mengka"i kelengkapan resep serta dosis re"imennya. . Apoteker mengka"i ulang kesesuaian instruksi pengobatan di -PA dengan rekam medik dan menulis informasi yang perlu disampaikan kepada dokter?pera$at?tenaga medis lain terkait penggunaan antibiotik tersebut dan memberi paraf pada -PA.
Permenkes RI 24!" 211
d. Apoteker menyiapkan antibiotik yang dibutuhkan seara unit
dose dispensing *!:: ataupun seara asepti dispensing *penampuran sediaan parenteral seara aseptis "ika :M dan sarana tersedia. Dbat yang sudah disiapkan oleh Instalasi Earmasi diserahkan kepada pera$at ruangan. e. Pera$at yang memberikan antibiotik kepada pasien *sediaan parenteral?nonparentral?oral harus menatat "am pemberian dan memberi paraf pada -PA, sesuai "am pemberian antibiotik yang sudah ditentukan?disepakati. f. Antibiotik parenteral dapat diganti per oral, apabila setelah 2%& %) "am *FH, 200+< 1 ondisi klinis pasien membaik. 2 Cidak ada gangguan fungsi penernaan *muntah, malabsorpsi, gangguan menelan, diare berat. ( esadaran baik. % Cidak demam *suhu (6o4 dan ()o4, disertai tidak lebih dari satu kriteria berikut< a7 Fadi +0 kali?menit b7 Pernapasan 20 kali?menit atau Pa4D2 (2 mmHg &7 Cekanan darah tidak stabil d7 3eukosit %.000 sel?dl atau Permenkes RI 24!" 12.000 sel?dl *tidak ada neutropeni. 211
b. 5onitoring e)ek samping>Ad0erse /rug Rea&tions 6(*+>A/Rs7 1. fek samping?A:-s akibat penggunaan antibiotik yang perlu di$aspadai seperti syok ana=laksis, te8en @ohnsonNs yndrome atau toi epidermal nerolysis *CF. 2. Penggunaan kloramfenikol perlu di$aspadai terkait efek samping yang mungkin ter"adi pada sistem hematologi (. Penggunaan antibiotik golongan aminoglikosida dapat menyebabkan efek samping nefrotoksisitas dan ototoksisitas &. 5onitoring kadar antibiotik dalam darah 6$/5 ? $herapeuti& drug monitoring7 %. Pemantauan kadar antibiotik dalam darah perlu dilakukan untuk antibiotik yang mempunyai rentang terapi sempit. 9. Cu"uan pemantauan kadar antibiotik dalam darah adalah untuk menegah ter"adinya toksisitas?A:-s yang tidak diinginkan dan untuk mengetahui keukupan kadar antibiotik untuk membunuh bakteri. 6. Antibiotik yang perlu dilakukan C:M adalah golongan aminoglikosida seperti gentamisin dan amikasin, serta 8ankomisin. . Apabila hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah sudah ada, maka Apoteker dapat memberikan rekomendasi?saran kepada dokter apabila perlu dilakukan penyesuaian dosis Permenkes RI 24!"
211
b. onseling 1 onseling terutama ditu"ukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien menggunakan antibiotik sesuai instruksi dokter dan untuk menegah timbul resistensi bakteri serta meningkatkan ke$aspadaan pasien?keluarganya terhadap efek samping? ad8erse drug reations *A:-s yang mungkin ter"adi, dalam rangka menun"ang pelaksanaan program patient safety di rumah sakit. 2 onseling tentang penggunaan antibiotik dapat diberikan pada pasien?keluarganya di ra$at "alan maupun ra$at inap. ( onseling pasien ra$at "alan dilakukan seara aktif oleh apoteker kepada semua pasien yang mendapat antibiotik oral maupun topikal. % onseling pasien ra$at "alan sebaiknya dilakukan di ruang konseling khusus obat yang ada di apotik, untuk men"amin pri8ay pasien dan memudahkan farmasis?apoteker untuk menilai kemampuan pasien?keluarganya menerima informasi yang telah disampaikan. Permenkes RI 24!" 211
9 onseling pada pasien ra$at inap dilakukan seara aktif oleh farmasis?apoteker kepada pasien?keluarganya yang mendapat antibiotik oral maupun topikal, dapat dilakukan pada saat pasien masih dira$at *bed&side ounseling maupun pada saat pasien akan pulang *disharge ounseling. 6 onseling sebaiknya dilakukan dengan metode sho$ and tell, dapat disertai dengan pemberian informasi tertulis berupa leaet Permenkes RI 24!" dan lain&lain. 211
Peran Apoteker /alam Panitia>omite #armasi $erapi 6#$7 Apoteker terlibat aktif dalam kegiatan omite Earmasi dan Cerapi khususnya terkait pengendalian penggunaan antibiotik, melalui< a. Pemilihan "enis antibiotik yang akan dimasukkan dalam pedoman penggunaan antibiotik, formularium, dan yang diu"i kepekaan b. Analisis hasil e8aluasi penggunaan antibiotik seara kuantitatif maupun kualitatif . Pembuatan kebi"akan penggunaan antibiotik di rumah sakit. d. Analisis ost eBeti8e, :rug !se 8aluation *:!, dan e8aluasi kepatuhan terhadap pedoman penggunaan antibiotik maupun kebi"akan terkait yang telah ditetapkan e. Analisis dan pelaporan fek amping Dbat *D?-eaksi Dbat yang Cidak :iinginkan *-DC:.
BI@#AR RI ,!" 211