1
EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI LUKA OPERASI PASIEN BEDAH GASTROINTESTINAL PADA RUANG PERAWATAN BEDAH DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR THE EVALUATION OF THE UTILITY PATTERN OF THE PROFILACSIS ANTIBIOTICS AGAINST THE INFECTION OF THE PATIENTS GASTROINTESTINAL SURGICAL WOUNDS AT THE SURGICAL CARE ROOMS OF DR WAHIDIN SUDIROHUSODO GENERAL HOSPITAL
MINARTY M. NATSIR
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
2
EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI LUKA OPERASI PASIEN BEDAH GASTROINTESTINAL PADA RUANG PERAWATAN BEDAH DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Biomedik
Disusun dan Diajukan Oleh
MINARTY M.NATSIR
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
3
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Minarty M. Natsir
Nomor Mahassiswa
: P1503213002
Program Studi
: Biomedik
Konsentrasi
: Farmakologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 4 Agustus 2015 Yang Menyatakan
Minarty M. Natsir
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan
syukur senantiasa dipanjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta kemudahan dan kelancaran yang telah diberikan dalam penyelesaian tesis ini. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan perjalanan waktu yang telah penulis lewati dalam suka dan duka untuk menyelesaikannya. Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari kerja keras dan dukungan dari berbagi pihak. Untuk itu, penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada; 1. Bapak Prof. Dr. Peter Kabo, Ph.D., Sp. FK. selaku Ketua Konsentrasi Farmakologi Universitas Hasanuddin dan selaku ketua komisi penasihat yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing penulis sejak awal perencanaan penelitian hingga selesainya penyusunan tesis ini. 2. Bapak Prof.Dr. H. M. Natsir Djide, M.S, Apt, selaku anggota komisi penasihat
yang
telah
senantiasa
membimbing,
mengarahkan
pelaksanaan penelitian di rumah sakit, dan memberikan solusi hingga selesainya penyusunan tesis ini. 3. Ibu DR. dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG. selaku Ketua Program Studi Biomedik Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
iv
v
4. Bapak dr. Danny Suwandi, Ph.D, bapak Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS dan ibu Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dalam penulisan tesis ini. 5. Bapak/Ibu dosen Biomedik khususnya Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Biomedik Universitas Hasanuddin. 6. Teman-teman Pascasarjana Biomedik angkatan 2013 konsentrasi Farmakologi (Mustamin, Ummul, Gafur, Firman, Aslinda, Dewi, Sri, dan Desi) atas kebersamaan, bantuan dan dukungannya selama ini.
Teristimewa ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ayahanda Drs. HM. Natsir A.Fattah, M.Si, Ibunda Dra. Hj. Asmah Ahmad, M.Si dan Adek Ramdhani M. Natsir, S.Farm., M.Si., Apt. atas segala motivasi, bantuan moril maupun material serta kasih sayangnya selama ini dalam mendoakan proses penyelesaian studi dapat terwujud. Terima kasih tak terhingga juga kepada suami dr. Amrizal Muchtar dan putri kecilku tercinta Kania Salsabila Amrizal atas dukungan, perhatian dan doanya hingga tesis ini dapat terselesaikan. Serta ibu mertua H. Suaebah dan kakak ipar. Semoga Allah senantiasa menghimpun kita dalam rahmat dan cinta-Nya. Sebagai penutup penulis berharap semoga
tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang farmakologi kedokteran. Tak lupa penulis mohon maaf untuk halhal yang tidak berkenan dalam penulisan ini karena penulis menyadari
v
vi
sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, penulis amat mengharapkan masukan dari pembaca sekalian yang mana masukan tersebut boleh jadi akan sangat berarti bagi penulis.
Makassar, 4 Agustus 2015 Penulis
Minarty M.Natsir
vi
vii
ABSTRAK MINARTY M. NATSIR. Evaluasi Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis Terhadap Infeksi Luka Operasi Pasien Bedah Gastrointestinal Pada Ruang Perawatan Bedah Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (dibimbing oleh Peter Kabo dan Natsir Djide) Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui pola serta efektivitas pemberian antibiotika profilaksis pada pasien bedah gastrointestinal di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2014. Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data diambil dengan mengumpulkan data dari rekam medik pasien. Sampel penelitian ini meliputi rekam medik yang memuat penggunaan antibiotik profilaksis dari pasien bedah gastrointestinal dan dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari-Desember 2014 yang memenuhi kriteria penelitian. Analisa data di lakukan secara statistik dengan menggunakan metode analisa uji Mann Whitney. Hasil penelitian penggunaan antibiotik pada pasien bedah digestif di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari-Desember 2014, dapat disimpulkan bahwa jenis antibiotik yang digunakan ialah Ceftriaxone, Ceftazidine, Cefotaxim, Metronidazol. Dan Jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah ceftriaxone (61%) dan kombinasi ceftriaxone-metronidazole (61%). Rute pemberiannya terdiri dari pemberian secara intravena (IV) untuk antibiotik profilaksis (100%). Ditinjau dari dosis dan frekuensi penggunaannya, penggunaan antibiotik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar telah 100% memenuhi kesesuaian dosis dan frekuensi penggunaan antibiotik, dengan lama penggunaan untuk antibiotik profilaksis terbanyak adalah 0 hari. . Beberapa karakteristik pasien maupun operasi tidak berhubungan dengan kejadian infeksi luka operasi (p value = 0,05), kecuali pada jenis operasi yang berhubungan dengan kejadian infeksi luka operasi (p value = 0,05).
Kata Kunci :
Antibiotik Profilaksis, Gastrointestinal
vii
Infeksi
Luka
Operasi,
Bedah
viii
ABSTRACT
MINARTY M. NATSIR. The Evaluation Of The Utility Pattern Of The Profilacsis Antibiotics Against The Infection Of The Patients Gastrointestinal Surgical Wounds At The Surgical Care Rooms Of Dr Wahidin Sudirohusodo General Hospital (Supervised by Peter Kabo and Natsir Djide) This research aimed to investigate the pattern and effectiveness of the profilaxis antibiotic treatment of the gastrointestinal surgical patterns at the surgical care rooms of Dr. Wahidin Sudirohusodo general hospital. Makassar in 2014. The research used a descriptive analysis design with the cross-sectional approach. The data were collected from the patients medical records. The sample comprised the medical records of the patients. Which contained the treatment with the profilaxis antibiotics of the gastrointestinal operation patients and were cared in Dr. Wahidin Sudirohusodo general hospital, Makassar from January through December 2014. And who met research criteria. The data analysis used was Mann Whitney’s statistical analysis.The research results revealed that the type of the profilaxis antibibiotics which was most frequently used was the ceftriaxone (61%) and the combination of ceftriaxonemetronidazole(61%). The method of the treatment was though the intravena (IV) (100%). When viewed from the doses and the frequency of ts use, the use pf the profilaxix antibiotics in Dr. Wahidin Sudirohusodo general hospital, Makassar, its use had been 100% in accordance with the dose and frequency of the use of the profilaxix antibiotics, with the durations of its use was 0 day. Some of the characteristics of the patients and operation had no correlation with the incidents of infections of the surgical wounds (p = 0.05). Keywords : profilaxis antibitotics, surgical wound infection, gastrointestinal surgery.
viii
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .........................................................
iii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
iv
ABSTRAK ...............................................................................................
vii
ABSTRACT .............................................................................................
viii
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN.......................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
5
D. Manfaat Penelitian.......................................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Luka Operasi ...................................................................
7
1. Definisi ..................................................................................
7
2. Penyebab ..............................................................................
10
3. Patogenesis ..........................................................................
11
B. Antibiotik Profilaksis pada Bedah Gastrointestinal ......................
14
1. Definisi dan Tujuan ...............................................................
14
2. Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi .......
16
3. Pertimbangan pemberian antibiotik profilaksis ......................
17
4. Pemberian antibiotik profilaksis.............................................
17
5. Rute dan waktu pemberian ...................................................
23
6. Durasi pemberian antibiotik profilaksis..................................
25
ix
x
C. Antibiotik Profilaksis Mencegah Infeksi Luka Operasi .................
25
D. Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis ....................................
30
E. Perbedaan Antibiotik Profilaksis dengan Antibiotik Terapi ..........
32
F. Standar Operasional Prosedur ....................................................
35
G. Kerangka Teori ...........................................................................
36
H. Kerangka Konsep .......................................................................
36
I.
37
Hipotesis ....................................................................................
J. Definisi Operasional Variabel ........................................................ 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian .................................................................
38
B. Lokasi dan Waktu ........................................................................
38
C. Populasi dan Teknik Sampel .......................................................
38
1. Populasi ................................................................................
38
2. Sampel ..................................................................................
38
3. Kriteria Inklusi .......................................................................
39
4. Kriteria Eksklusi ....................................................................
39
5. Cara Sampling ......................................................................
39
6. Besar Sampel .......................................................................
39
D. Instrumen Pengumpul Data.........................................................
41
1. Jenis Data .............................................................................
41
2. Cara Kerja .............................................................................
41
3. Alur Penelitian .......................................................................
41
E. Pengolahan dan Analisis Data ....................................................
42
1. Pengolahan Data ..................................................................
42
2. Analisis Data .........................................................................
42
F. Etika Penelitian ...........................................................................
43
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...........................................................................
44
1. Karakteristik Pasien ..............................................................
44
2. Jenis Obat Antibiotika Profilaksis ..........................................
45
3. Kriteria Jenis Terapi Antibiotika Profilaksis ...........................
45
x
xi
4. Kriteria Terapi Kombinasi Antibiotika Profilaksis ...................
45
5. Rute Pemberian Antibiotika Profilaksis .................................
46
6. Kesesuaian Dosis dan Frekuensi Penggunaan Antibiotika Profilaksis .............................................................................
46
7. Lama Penggunaan Antibiotika Profilaksis .............................
47
8. Pengaruh Lama Penggunaan Antibiotika dengan Jenis Operasi .................................................................................
47
9. Pengaruh Jenis Operasi dengan Infeksi Luka Operasi .........
48
10. Pengaruh Status Gizi dengan Infeksi Luka Operasi..............
49
11. Pengaruh Penyakit Penyerta dengan Infeksi Luka Operasi ..
50
12. Pengaruh Kondisi Operasi dengan Infeksi Luka Operasi ......
51
13. Pengaruh Kondisi Pasien dengan Infeksi Luka Operasi .......
52
B. Pembahasan ...............................................................................
53
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................
60
B. Saran...........................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
62
LAMPIRAN ..............................................................................................
68
xi
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Kriteria Infeksi Luka Operasi ...................................................
10
Tabel 2.
Distribusi Isolasi Patogen Dari Infeksi Luka Operasi ...............
11
Tabel 3.
Klasifikasi Operasi...................................................................
16
Tabel 4.
Kelompok Infeksi Patogen Postoperatif berdasarkan Tipe Pembedahan ...........................................................................
19
Tabel 5.
Rekomendasi Antibiotik Profilaksis pada Pasien Dewasa .......
21
Tabel 6.
Waktu Pemberian Antibiotik ....................................................
31
Tabel 7.
Kelas Operasi dan Penggunaan Antibiotik ..............................
34
Tabel 8.
Karakteristik Pasien ................................................................
44
Tabel 9.
Jenis Obat Antibiotika Profilaksis ............................................
45
Tabel 10. Kriteria Jenis Terapi Antibiotika Profilaksis .............................
45
Tabel 11. Kriteria Terapi Kombinasi Antibiotika Profilaksis .....................
46
Tabel 12. Rute Pemberian Antibiotika Profilaksis ...................................
46
Tabel 13. Kesesuaian
dosis dan frekuensi penggunaan
antibiotika
profilaksis ................................................................................
46
Tabel 14. Lama penggunaan antibiotika profilaksis ................................
47
Tabel 15. Hasil statistik pengaruh lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi ............................................................................
47
Tabel 16. Hasil statistik pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi ....................................................................................
48
Tabel 17. Hasil statistik pengaruh status gizi dengan infeksi luka operasi 49 Tabel 18. Hasil statistik pengaruh penyakit penyerta dengan infeksi luka operasi ....................................................................................
50
Tabel 19. Hasil statistik pengaruh kondisi operasi dengan infeksi luka operasi ....................................................................................
51
Tabel 20. Hasil statistik pengaruh kondisi pasien dengan infeksi luka operasi ....................................................................................
xii
52
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Klasifikasi Kedalaman Infeksi Luka Operasi .......................
7
Gambar 2.
Tipe Pembedahan ..............................................................
30
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Rekomendasi Persetujuan Etik ..........................................
68
Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian .................................
69
Lampiran 3. Data Pasien ........................................................................
70
Lampiran 4. Status, Jenis Operasi dan Lama Penggunaan Antibiotik ....
85
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas.............................................................
95
xiv
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
lambang / singkatan
Arti dan keterangan
ASA
American Society of Anesthesiologists
ILO
Infeksi Luka Operasi
RSUP
Rumah Sakit Umum Pusat
SOP
Standar Operasional Prosedur
WHO
World Health Organization
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini penggunaan antibiotik sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi. Terutama penggunaan antibiotik pada bagian kamar operasi pada setiap rumah sakit di seluruh Indonesia. Setiap penggunaan obat
khususnya
antibiotik
masih
menjadi
masalah
serius
pada
penggunaan nya di rumah sakit, khususnya di bagian bedah. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Armen Mucthar sebagai Ketua Departemen Farmakologi Klinik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, ditemukan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis bedah itu memang terlalu berlebihan dan ada yang kurang tepat waktunya, sehingga bisa mencetuskan pembentukan koloni-koloni kuman yang mungkin lebih ganas. Menurut riset klinik evaluatifnya, antibiotik profilaksis memang ampuh dalam menyembuhkan infeksi luka operasi, namun dalam penilaian atas perbedaan praktek, maksudnya dalam beberapa kategori pola penggunaan obat seperti penggunaan yang berlebihan (excessive), penggunaan yang kurang (underused), penggunaan salah yang sengaja menyimpang dari kaidah yang berlaku (abused), dan kecelakaan (misused). Hal inilah yang menjadi dasar, agar rumah sakit mulai memperhatikan penggunaan antibiotik terutama antibiotik profilaksis yang digunakan secara berlebihan. Sebab yang terjadi sekarang di seluruh
1
2
dunia, ini menjadi masalah, karena bisa meningkatkan kejadian resistensi antibiotik, membutuhkan antibiotik yang lebih mahal atau membutuhkan perawatan yang lebih lama, dan bisa meningkatkan morbiditas. Banyak ahli dari luar negeri yang mengganggap hal semacam itu tidak bisa ditolerir. Sehingga diperlukan usaha untuk memperbaiki agar tidak merugikan baik bagi rumah sakit dan khususnya pasien untuk jangka panjangnya dalam penggunaan obat antibiotik.(Armen M, 2006) Survei oleh WHO menunjukkan 5%-34% dari total infeksi nosokomial adalah ILO. Penelitian di Vietnam dilaporkan insiden ILO 10,9% dari 697 pasien. Bedah abdomen terbukti beresiko 4,46 kali mengalami ILO dibanding jenis tindakan bedah lainnya. Pencegahan dan pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) melaporkan insiden ILO pada tahun 2011 di ruang perawatan bedah anak 4,3%. Departemen RSCM melaporkan insiden ILO pasca-bedah abdomen pada pasien dewasa 10% sejak 1 Januari sampai 28 Februari 2007. (Bruce J, et all, 2001) Murtaza dkk di Pakistan melaporkan prevalens ILO pasca-laparotomi cito lebih tinggi dibanding pasca-laparotomi elektif. Sementara itu hasil penelitian dari tanggal 1 Januari 2008 - 31 Desember 2008 di RS. Muhammadiah Karanganyar Surakarta didapatkan 115 kasus yang dapat dipakai sebagai sampel penelitian. Dari 115 kasus didapatkan 20 kasus (17,4%) yang mengalami ILO. Pada kategori operasi bersih kejadiannya 2
3
kasus (3,2%), operasi bersih terkontaminasi 7 kasus (25%), dan pada operasi kotor 11 kasus (44%)(Wulandari, 2009). Salah satu bentuk operasi yang memiliki tingkat resiko infeksi cukup tinggi adalah operasi laparotomi. Sebagaimana dikemukakan Haley (dalam Raihana, 2011) bahwa operasi pada daerah abdominal merupakan salah satu faktor resiko terjadinya infeksi pada luka operasi. Pemberian antibiotik profilaksis merupakan salah satu cara menurunkan kejadian ILO yang masih kontroversi. Hal ini disebabkan pemberian antibiotik profilaksis seharusnya tidak diberikan, karena diharapkan operasi berlangsung steril. Disamping itu juga, waktu pemberiannya sebagian besar tidak tepat, jenis, dosis, waktu, jalur dan lama pemberian harus memenuhi kaidah ilmu farmakologi dan disiplin ilmu lain yang bersangkutan sehingga tidak menimbulkan efek negatif seperti resistensi kuman.(Edgar W, 2007) Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar adalah Rumah sakit rujukan tertinggi di kawasan timur Indonesia. Survei awal yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa lama rawat inap pasien post operasi laparotomi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar rata-rata adalah 7 hari dan ILO ditemukan paling cepat dan terbanyak hari ke lima. Antibiotik profilaksis merupakan hal yang rutin diberikan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Di ruang perawatan bedah pada umumnya, penggunaan antibiotik tidak rasional dan kadang tidak sesuai dengan SOP yang sudah ada. Jenis tindakan yang tidak memerlukan antibiotik ternyata tetap diberikan dan
4
lama pemberiannya berlebihan, serta dosis obat juga tinggi. Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah ceftriaxon, cefotaxim, dan metronidazol. Rekam medis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2014 menyatakan bahwa pasien yang menjalani operasi pada tahun 2012 sebanyak 1.930 pasien, tahun 2013 sebanyak 3.581 pasien, dan tahun 2014 sebanyak 5.092 pasien. Dan yang mengalami infeksi luka post operasi pada tahun 2012 sebanyak 6 pasien, tahun 2013 sebanyak 21 pasien, serta tahun 2014 sebanyak 16 pasien. Data terakhir pada bulan Desember 2014 sebanyak 122 pasien yang menjalani operasi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Dari latar belakang dan fenomena betapa besar dampak dan prevalensi dari penggunaan antibiotik profilaksis yang peneliti jumpai di lapangan serta belum ada data konkrit dan menyeluruh tentang pola penggunaan antibiotik profilaksis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Permasalahan dalam farmakologi terutama muncul karena pemakaian obat untuk pasien yang membutuhkan terapi yang tepat untuk mengurangi angka kejadian infeksi luka operasi. Peneliti diajak lebih mendalami penggunaan obat yang terjadi di rumah sakit. maka sesuai dengan relevansi bidang ilmu farmakologi tertarik untuk meneliti tentang pola serta efektivitas penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah gastrointestinal di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada periode 2014, apakah sudah sesuai dengan SOP yang sudah ada di
5
bagian bedah. Hasil penelitian ini juga dapat diajukan acuan untuk mengurangi kejadian ILO di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar selanjutnya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pola dan efektivitas pengunaan antibiotika profilaksis yang tepat diberikan untuk operasi bedah gastrointestinal serta angka kejadian ILO di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2014 ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pola serta efektivitas pemberian antibiotika profilaksis pada pasien bedah gastrointestinal di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2014 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi bedah gastrointestinal di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2014 b. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan antibiotika profilaksis yang diberikan pada pasien bedah gastrointestinal di ruang
6
perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2014
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi pembelajaran serta menambah khasanah ilmu bagi mahasiswa kesehatan dan acuan untuk penelitian berikutnya. 2. Bagi Aplikasi a. Memberikan informasi tentang perlu atau tidaknya pemberian antibiotik profilaksis pada pasien bedah. b. Memperkuat
SOP
di
bagian
bedah
RSUP
Dr.
Wahidin
Sudirohusodo Makassar serta dapat menjadi masukan bagi manajemen RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dalam mengevaluasi pemberian antibiotik dalam rangka perbaikan sistem pelayanan rumah sakit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Luka Operasi 1. Definisi Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya, (Nur M, 2011). Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh.
Gambar 1. Klasifikasi Kedalaman Infeksi Luka Operasi Menurut sistem CDC’s terdapat kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka operasi, yaitu :(Suparyanto, 2011)
7
8
1.
Infeksi Superfisial, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya mengenai pada kulit atau jaringan subkutan pada daerah bekas insisi.
2.
Infeksi Dalam, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat-alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai jaringan lunak yang dalam dari luka bekas insisi.
3.
Organ atau ruang, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai salah satu dari bagian organ tubuh, selain pada daerah insisi tapi juga selama operasi berlangsung karena manipulasi yang terjadi. Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan
mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
9
(Wulandari dan Ria Riki, 2009). Prinsip pencegahan ILO adalah dengan : 1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien. 2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien itu sendiri. Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun paska operatif. Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi. Pada tahap pra-operasi, ada beberapa hal yang mempengaruhi kejadian ILO, yaitu :(Wulandari dan Ria Riki, 2009) 1. Klasifikasi luka operasi. a. Kelas I ( bersih ) b. Kelas II ( bersih-terkontaminasi ) c. Kelas III ( terkontaminasi ) d. Kelas IV ( kotor/terinfeksi) 2. Lama operasi 3. Apakah operasi terencana atau emergensi. Untuk pencegahan ILO pada pasien dilakukan dengan perawatan praoperasi, pencukuran rambut bila mengganggu operasi, cuci dan bersihkan daerah sekitar tempat insisi dengan antiseptik pada kulit
10
secara sirkuler ke arah perifer yang harus cukup luas. Antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian ILO dan dianjurkan untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti pada infeksi kelas II dan III. Tabel 1. Kriteria Infeksi Luka Operasi
2. Penyebab Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri gram negatif (E. coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang bakteri anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan,
11
dari alat-alat untuk menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah Staphylococcus. (Nurkusuma dan Dudi disyadi, 2009) Tabel 2. Distribusi Isolasi Patogen Dari Infeksi Luka Operasi
(Sumber : Henry MM, Thompson JN, 2001) 3. Patogenesis Pada
akhir
operasi,
bakteri
dan
mikroorganisme
lain
mengkontaminasi seluruh luka operasi, tapi hanya sedikit pasien yang secara klinis menimbulkan infeksi. Infeksi tidak berkembang pada kebanyakan pasien karena pertahanan tubuhnya yang efektif untuk menghilangkan organisme yang mengkontaminasi luka operasi. Infeksi potensial terjadi tergantung pada beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah :( Suparno, 2003; Suparyanto, 2011) a. Jumlah bakteri yang memasuki luka b. Tipe dan virulensi bakteri c. Pertahanan tubuh host
12
d. Faktor eksternal, seperti : berada di rumah sakit beberapa hari sebelum pembedahahn dan operasi yang berlangsung lebih dari 4 jam. Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu : 1. Operating suite, yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang untuk operasi dan ruang untuk mempersiapkan pasien atau untuk pemulihan dan juga pakaian yang digunakan hampir tidak ada bedanya. 2. Operating room, ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga sterilitasnya. 3. Operating team, yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari sebelum, saat dan setelah operasi. Operator, asisten dan instrumen harus menjaga sterilitas karena berhubungan langsung dengan
daerah
lapang
operasi.
Orang-orang
yang
tidak
ikut sebagai tim operasi harus menjauhi daerah lapang operasi dan menjauhi daerah alat karena mereka tidak steril dan pasien bisa terinfeksi nantinya. Faktor pasien : 1. Status nutrisi yang buruk, dapat menjadi atau tidak dapat menjadi faktor yang mengkontribusi. Sayangnya beberapa penelitian tidak dilakukan pada negara berkembang dimana malnutrisi berat lebih banyak terjadi. 2. Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol
13
3. Merokok 4. Kegemukan, meningkatkan resiko pada lapisan lemak abdomen subkutan yang lebih dari 3 cm (1,5 inch). Resiko meningkat dikarenakan dibutuhkan incisi yang lebih luas, sirkulasi yang berkurang pada jaringan lemak atau kesulitan teknik operasi saat melewati lapisan lemak 5. Infeksi koeksisten pada tempat lain di tubuh, dapat meningkatkan resiko penyebaran infeksi melalui aliran darah 6. Kolonisasi dengan mikroorganisme 7. Perubahan respon imun ( HIV / AIDS dan pengguna kortikosteroid jangka panjang) 8. Lamanya perawatan sebelum operasi
Faktor Operasi 1. Pencukuran sebelum operasi 2. Persiapan kulit sebelum operasi 3. Lamanya operasi 4. Profilaksis antimikroba 5. Ventilasi ruang operasi 6. Pembersihan atatu sterilisasi instrumen 7. Material asing pada tempat pembedahan 8. Drain 9. Teknik pembedahan
14
10. Hemostasis yang buruk 11. Kegagalan untuk menutupi dead space 12. Trauma jaringan
Faktor mikrobiologi 1. Sekresi toksin 2. Hambatan pembersihan (contoh ; karena pembentukan kapsul)
B. Antibiotik profilaksis pada bedah gastrointestinal 1. Definisi dan Tujuan Antibiotik berasal dari kata anti : lawan, bios: hidup yang berarti zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri yang berkhasiat mematikan atau membunuh kuman dan toksisitas bagi manusia relativ kecil (Tjay, 2007). Antibiotik profilaksis adalah antibiotika yang diberikan pada penderita yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk pada penderita (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009). Antibiotik profilaksis pada pembedahan merupakan antibiotik yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi
15
akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI). Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi luka operasi (ILO) dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis pada operasi harus : 1. Mencegah infeksi post operatis pada luka operasi 2. Mencegah morbiditas dan mortalitas infeksi postoperatif 3. Mengurangi durasi dan biaya perawatan 4. Tidak menimbulkan efek yang merugikan baik bagi flora normal pasien dan bagi rumah sakit Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan antibiotik profilaksis yang bersifat : 1) Aktif terhadap kuman patogen yang terbanyak mengkontaminasi luka 2) Diberikan dengan dosis yang adekuat dan waktu yang tepat sehingga pada saat insisi telah mencapai kadar cukup tinggi di jaringan yang bersangkutan 3) Aman 4) Penggunaan dalam waktu yang singkat untuk mengurangi efek ikutan, mencegah timbulnya resistensi dan menekan biaya yang tidak perlu (Departemen/SMF Ilmu Bedah, 2009). Seleksi dan administrasi antibiotik Antibiotik profilaksis yang tepat harus memenuhi : a. Efektif terhadap mikroorganisme diantisipasi untuk menyebabkan infeksi
16
b. Mencapai tingkat yang memadai jaringan lokal c. Menimbulkan efek samping yang minim 2. Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi Operasi /pembedahan dapat dikelompokkan kedalam empat kelas berdasarkan kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi postoperasi. Tabel 3. Klasifikasi Operasi
(Sumber : David LD, Jay Phillips, 2010) Antibiotik klasifkasi clean
profilaksis
diberikan
contaminated (lihat
pada tabel
pembedahan 1),
yang
dengan
mempunyai
kemungkinan terjadi ILO sebesar 3-10,1%. Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3%. Profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria clean dengan memasang bahan prostesis. Namun tidak menutup kemungkinan juga bisa diberikan antibiotik profilaksis jika diindikasikan akan terjadi
17
infeksi yang dapat menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf, bedah jantung, dan mata. Meski masih banyak terdapat perdebatan, namun pada umumnya Antibiotik
profilaksis
tidak
tepat
digunakan
pada
operasi
contaminated atau dirty karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum bermanifestasi. Untuk kasus ini terapi empirik akan lebih tepat. Menurut
Armen
(2006),
cara
pemberian
antibiotik
bedah
profilaksis agar efektif adalah dosis pertama antibiotik profilaksis harus sedekat mungkin dengan waktu operasi. Untuk luka yang bersih, kalau operasinya kurang dari dua jam, tidak perlu antibiotik profilaksis. Tapi apabila lebih dari dua jam, cukup satu dosis. Lalu jika luka bersih tercemar, satu atau dua dosis sebelum dan setelah operasi. Dan kemudian untuk luka tercemar, berikanlah antibiotik selama dua atau tiga hari, diberikannya intra vena dosis tinggi. 3. Pertimbangan Pemberian Antibiotik profilaksis pada Operasi Antibiotik profilaksis hanya bisa digunakan jika terbukti dapat memberikan keuntungan dan harus dihentikan bila terbukti tidak memberikan
manfaat.
SIGN
dalam
guideline-nya
membagi
4
rekomendasi terhadap pemberian antibiotik profilaksis pada operasi. a. Highly Recomendation, Profilaksis yang dengan terbukti tegas menurunkan morbiditas, menurunkan biaya perawatan dan menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan.
18
b. Recomended; Profilaksis yang menurunkan morbilitas jangka pendek, mengurangi biaya perawatan dan bila dimungkinkan menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan. c. Should be considered; Profilaksis yang belum memiliki bukti yang kuat dapat memberikan keuntungan, dan kemungkinan dapat meningkatkan biaya perawatan dan peningkatan konsumsi antibiotk utamanya untuk pasien dengan low risk ILO. d. Not recomended; profilaksis yang tidak memiliki bukti kuat efektif secara klinis serta tidak menurunkan morbiditas jangka pendek. Dan dapat meningkatkan biaya perawatan serta meningkatkan konsumsi antibiotik sedangkan keuntungan secara klinis sangat rendah. 4. Pemberian Antibiotik Profilaksis Pemilihan antibiotik profilaksis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu penting untuk menanyakan ke pasien tentang riwayat penggunaan antibiotik dan allergi. Betalaktam merupakan antibiotik yang banyak digunakan sebagai profilaksis. Bila terdapat riwayat alergi penisilin yang berat (anfilaksis atau angiodema) menunjukkan bahwa pasien tidak dapat menerima penisilin dan juga berarti sefalosporin juga dikontraindikasikan terhadap pasien tersebut. Meski cukup sederhana, tapi dapat memberikan dampak reaksi yang signifikan. Paling penting yang harus diperhatikan yaitu antibiotik harus aktif terhadap bakteri yang dapat menyebabkan ILO (Tabel 4).
19
Tabel 4. Kelompok Infeksi Patogen Postoperatif berdasarkan Tipe Pembedahan
(Sumber : Munckhof W. 2005) Umumnya infeksi postoperatif disebabkan oleh bakteri flora pasien itu sendiri. Profilaksis tidak harus dapat menghambat semua jenis bakteri flora pasien tersebut. Ada beberapa bakteri yang tidak bersifat patogen atau jumlahnya hanya sedikit atau keduanya. Sangat penting sesuai
untuk memilih dengan
antibiotik
dengan
spektrum
sempit
yang dibutuhkan untuk meminimalisir multi resisten
terhadap antibiotik. Selain itu
antibiotik
spektrum
luas
mungkin
akan dibutuhkan kemudian jika pasien mengalami sepsis yang serius. ketiga
Oleh
karena
seperti
itu
penggunaan sefalosporin generasi
ceftriaxone dan
cefatoxime
sebagai profilaksis pada operasi. (Munckhof W. 2005)
harus dihindari
20
Berikut
ini
adalah
antibiotik
yang
sering
digunakan
sebagai profilaksis pada operasi: (Munckhof W. 2005) a. IV sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin) b. IV gentamicin c. IV atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh bakteri anaerobik) d. Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik) e. IV flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal) f.
IV vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant Staphylococcal) Umumnya studi yang dilakukan terhadap perbandingan efektifitas
antibiotik sebagai profilaksis menggunakan sampel pasien dalam jumlah yang
kecil,
sehingga
sulit
melihat
perbedaan
yang
signifikan antara antibiotik. Oleh karena itu pemilihan antibiotik harus
didasarkan
merugikan, aktifitas aktivitas
pada biaya,
kemudahan
profil
pemberian,
bakteri
yang
yang
dapat
profil farmakokinetik,
antibakterinya. Antibiotik yang terhadap
efek
dipilih
sering
dan
harus memiliki
mengakibatkan
infeksi
pada operasi. Pada operasi clean-contaminated, antibiotik yang digunakan terdapat
harus
efektif
terhadap
bakteri
patogen
yang
dalam saluran GI dan GU. Pada operasi clean, bakteri
gram positif cocci (S. aureus dan S. epidermidis) paling banyak ditemukan.
Kebanyakan prosedur cefazolin merupakan antibiotik
pilihan karena durasinya panjang, dan
efektif
melawan
bakteri
21
yang
banyak
menyebabkan
infeksi
saat operasi disamping itu
harganya juga relatif murah. Rekomendasi spesifik pemilihan antibiotik
profilaksis
untuk
berbagai
jenis
prosedur
operasi
tersaji dalam tabel (lihat tabel 5). (AFS 2003) Tabel 5. Rekomendasi Antibiotik Profilaksis pada Pasien Dewasa
22
23
Pemberian
secara
parenteral
sefalosporin
generasi
kedua
misalnya cefotetan memiliki aktifitas antibakteri yang lebih baik terhadap
bakteri
anaerobik
dan
aerobik
Garam
negatif
dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama
bila
dan kadang-
kadang juga menjadi pilihan yang lebih disukai, namun lebih mahal. Alternatif lain yang dapat digunakan yaitu metronidazole dengan
dengansefalosporin
gentamycin
untuk
dengan
kombinasi
generasi pertama
profilaksis
pada
atau
operasi abdominal.
(Munckhof W. 2005) Penggunaan
antimikroba
sebagai
profilaksis
pada
operasi
menyebabkan perubahan pada bakteri flora baik secara individu maupun rkoloni.
Sebuah
studi
menunjukkan
bahwa
penggunaan antibiotik profilaksis dapat mengubah bakteri flora menjadi koloni atau resisten. Namun
studi
lain
pada pasien
operasi
colorectal
tidak
menunnjukkan terjadinya resistensi mikroba yang serius. (ASHP) 5. Rute dan Waktu Pemberian Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebagai bolus intravena yang disertai dengan induksi anastesi untuk memastikan konsentrasi efektif pada jaringan tercapai sebelum pembedaha dimulai. Waktu pemberian antibiotik ini sangat penting utamanya untuk betalaktam yang
memiliki
waktu
paruh
yang
relatif
singkat.
Vancomisin
membutuhkan waktu infus selama satu jam oleh karena itu
24
pemberiannya harus dimulai lebih cepat agar infus selesai tepat ketika pembedahan akan dimulai. Pemberian antibiotik profilaksis secara intramuskular jarang dilakukan dibandingkan intravena. Pemberiannya biasanya dilakukan beberapa saat sebelum operasi karena waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level konsentrasi antibiotik yang efektif pada jaringan cukup lama. Oral dan rektal juga harus diberikan lebih awal untuk memastikan kadar efektif pada jaringan telah tercapi pada saat pembedahan. Suppositori metronidazole banyak digunakan pada pembedahan usus besar dan harus diberikan 2-4 jam sebelum tindakan operasi dilakukan. Antibiotik topikal tidak direkomendasikan kecuali untuk bedah mata atau akibat luka bakar. Waktu pemberian antibiotik untuk mencapai konsentrasi aktif dalam jaringan sangat bergantung pada profil farmakokinetik dan rute administrasinya. Antibiotik propilaksis yang diberikan terlalu cepat atau terlalu lambat dapat menurunkan efeka dari dari antibiotik tersebut dan mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya ILO. Pemberian profilaksis lebih dari 3 jam setelah tindakan operasi akan berdampak pada penurunan efektifitasnya secara signifikan. Beberapa literatur menyebutkan sebaiknya pemberian profilaksis secara intravena dilakukan < 30 menit sebelum tindakan operasi dilakukan untuk semua kategori operasi keculi caesarean section.
25
6. Durasi Pemberian Antibiotik Profilaksis Durasi pemberian antibiotik yang efektif dengan waktu yang paling singkat untuk profilaksis infeksi paska bedah belum diketahui. Untuk beberapa prosedur, durasi antimikroba profilaksis seharusnya 24 jam atau kurang, kecuali untuk operasi cardiothoracic yang membutuhkan durasi 72 jam. Mempertahankan konsentrasi antibiotik setelah operasi dan pemulihan fisiologi normal setelah anastesi tidak meningkatkan efikasi dari antibiotik profilaksi, melainkan dapat meningkatkan toksisitas dan meningkatkan biaya. Jika operasi dilakukan selama empat jam atau kurang, pemberian antibiotik dengan dosis tunggal sudah cukup. Pada operasi
dengan
waktu
yang
panjang
lebih
dari
empat
jam
penambahan dosis antibiotik mungkin dibutuhkan untuk menjaga konsentrasi efektif antibiotik dalam jaringan, khususnya untuk antibiotik yang memiliki waktu paruh yang singkat. Pemberian antibiotik profilaksis hingga luka bedah mengering sudah dihapuskan (tidak digunakan lagi) dan tidak logis juga tidak terbukti dapat memberikan keuntungan.
C. Antibiotik Profilaksis mencegah Infeksi Luka Operasi Sebanyak 30 – 50 % penggunaan antibiotik di rumah sakit diberikan untuk tujuan profilaksis bedah. Di United State of America (USA) insidensi ILO diramalkan 7,5% dan menambah biaya perawatan lebih dari 10 milyar
26
dolar pada setiap tahunnya. Di Indonesia insiden ILO pada pada bedah bersih sekitar 3-12%, sedangkan bedah kotor ±50%. Profilaksis
merupakan
terapi
pencegahan
infeksi. profilaksis
sebenarnya dibagi menjadi dua yaitu profilaksis primer dan propilaksis sekunder (supresi) atau eradiksi. Profilaksis primer dimaksudkan utuk pencegahan infeksi awal, sedangkan profilaksis sekunder dimaksudkan untuk pencegahan kekambuhan atau reaktivasi dari infeksi yang sudah pernah terjadi (misalnya pada pencegahan kekambuhan infeksi virus herpes simplex). Profilaksis Eradiksi sendiri ditujukan untuk mengeliminasi koloni organisme dengan tujuan untuk menekan perkembangan infeksi (misalnya eliminasi methicillin resistent staphylococcus aureus [MRSA] pada petugas kesehatan). Penting
untuk
mengenali
perbedaan
antara profilaksis dan
terapi empirik. Profilaksis diindikasikan untuk tindakan medis dengan tingkat infeksi yang tinggi, misalnya yang melibatkan implantasi bahan prostetik, atau pada pasien di mana terdapat kemungkinan terjadi infeksi serius. Antibiotik yang digunakan sedapat mungkin harus efektif menghambat bakteri patogen yang paling mungkin hadir dalam jaringan ketika
sayatan
awal
dilakukan.
Konsentrasi
terapeutik
harus
dipertahankan selama prosedur tindakan medis berlangsung.Terapi empirik sendiri adalah penggunaan antibiotik lanjutan setelah prosedur tindakan operasi dilakukan didasarkan pada temuan intra-operatif. Terapi profilaksis yang benar sebaiknya tidak menggunakan antimikroba
27
spektrum luas, dan masa terapi melampaui jangka waktu yang disarankan. Praktek ini dapat meningkatkan risiko efek samping dan dapat meningkatkan munculnya resistensi bakteri. ILO atau SSI menyebabkan sekitar 15% infeksi nosokomial yang pada gilirannya akan menyebabkan pasien harus dirawat lebih lama. Infeksi biasanya
terjadi
ketika
terjadi
translokasi
flora
endogenous
ke
tempat/organ yang secara normal harusnya steril. Namun selain itu, Infeksi juga dapat berasal dari bakteri dari luar tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi infeksi ini misalnya kebersihan (sterilitas), daya tahan tubuh pasien, peningkatan jumlah bakteri patogen, dll. (Anonim). Dari 23 juta penderita yang dilakukan pembedahan di Amerika Serikat setiap tahun, 920.000 penderita mengalami ILO. Penderita yang mengalami ILO perlu rawat inap selama 2 kali lebih lama dan harus mengeluarkan biaya 5 kali lebih banyak daripada yang tidak mengalami ILO. ILO adalah infeksi yang terjadi pada daerah pembedahan yang terjadinya ada kaitannya dan setelah tindakan pembedahan. Manifestasi ILO yang superfisial dapat diketahui dalam waktu 1 bulan, sedangkan ILO profuda , organ atau rongga dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah pembedahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ILO ialah: 1. Organisme penyebab infeksi (kuman) Tanpa adanya bakteri (kuman) maka tidak mungkin terjadi infeksi, dan hal tersebut tergantung pada jumlah dan virulensi bakteri. Bakteri
28
yang sangat patogen pada lapangan operasi ialahcoccus Gram positif (misal Staphylococcus aureus danStreptococci ). Bakteri endogen lebih penting daripada bakteri eksogen, dan bakteri endogen yang paling banyak ialah dari traktus digestivus. Sumber dari bakteri eksogen ialah tim operasi ( ahli bedah, asisten, perawat, anestesis) dan kamar operasi meliputi udara, linen, dan peralatan. Makin lama waktu rawat inap preoperatif maka kuman endogen dan flora komensal dari penderita diganti oleh flora rumah sakit yang resisten terhadap antibiotik dan hal ini memudahkan terjadinya lingkungan terjadinya infeksi (respon lokal). Tehnik operasi yang bagus dapat memperkecil kemungkinan terjadinya ILO. Prinsip operasi yang diajarkan Halsted ialah hemostasis, diseksi secara tajam, jahitan yang halus, diseksi sesuai anatomi, dan penanganan jaringan yang halus. Ligasi jaringan yang besar, benang non-absorbable yang besar dan polifilamen, jaringan nekrotik, hematoma atau seroma, dan benda asing harus dihindari karena kondisi tersebut mudah merubah bakteri inokulum untuk menimbulkan infeksi. Penggunaan drain Penrose dapat menjadi rute bakteri menuju lapangan operasi. Dianjurkan untuk menggunakan drain vakum tertutup yang dikeluarkan di luar luka insisi untuk memperkecil terjadinya ILO Operasi yang berlangsung lama mengakibatkan luka tepi insisi mengering atau maserasi sehingga rentan untuk terjadinya ILO. Penggunaan kauter pada pembedahan dapat meningkatkan terjadinya ILO superfisial. Perfusi yang tidak
29
adekuat mengakibatkan PaO2 menurun dengan akibat kuman dalam jumlah sedikitpun mampu untuk menimbulkan infeksi. Perfusi jaringan yang menurun tersebut dapat mengganggu fungsi barier mukosa saluran cerna. Mukosa saluran cerna tidak mampu mencegah bakteri, toksin, atau keduanya untuk bergerak dari lumen usus menembus mukosa. Penderita usia tua terjadi perubahan struktur histologis dan penurunan fisiologis dari jaringan, hal tersebut juga mempermudah terjadinya ILO. 2. Mekanisme pertahanan tubuh. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh ialah penyakit bedah, penyakit penyerta, serta tindakan pembedahan itu sendiri. Diabetes dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ILO. Peran ahli bedah untuk menurunkan mekanisme pertahanan tubuh ialah melakukan operasi dengan prosedur yang benar
dengan
perdarahan
minimal,
cegah
terjadinya
syok,
pertahankan volume darah, normotermia, jaga perfusi dan oksigenasi jaringan. Usia tua, pemberian transfusi, penggunaan obat steroid atau imunosupresan
termasuk
kemoterapi
dapat
meningkatkan
kemungkinan terjadinya ILO. Dalam kondisi seperti tersebut perlu pemberian antibiotik profilaksis pada saat pembedahan.
30
Gambar 2. Tipe Pembedahan (Sumber : Munckhof W. 2005)
D. Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis 1. Tepat indikasi Untuk bedah bersih kontaminasi, bersih yang memasang bahan prostesis, operasi bersih yang jika sampai terjadi infeksi akan menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf, bedah jantung, dan mata. 2. Tepat obat Dengan mempertimbangkan spektrum antibiotik dan potensi bakteri. 3. Tepat dosis Untuk tujuan profilaksis diperlukan antibiotika dosis tinggi, agar didalam sirkulasi dan didalam jaringan tubuh dicapai kadar diatas MIC.
31
Dosis yang kurang adekuat, tidak hanya tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi justru merangsang terjadinya resistensi bakteri. 4. Tepat rute pemberian Agar antibiotik dapat segera didistribusikan ke jaringan maka pemberiannya dilakukan secara intravena 5. Tepat waktu pemberian Pemberian antibiotik umumnya 30-60 menit sebelum pembedahan 6. Tepat lama pemberian Mempertimbangkan proses pembedahan, jika lama dapat diberikan dosis tambahan dapat diberikan setiap 2 jam untuk sefoksitin atau setiap 4 jam untuk sefazolin. Tabel 6. Waktu Pemberian Antibiotik
Waktu pemberian
Angka kejadian infeksi (%)
Pemberian dini (early), 2 – 24 jam sebelum operasi
3,8
Pre-operative, 0 – 2 jam sebelum operasi
0,6
Peri-operative, 0 – 3 setelah operasi
1,4
Poat-operative, 3 – 24 jam setelah operasi
3,3
(Sumber : Munckhof W. 2005)
32
Diharapkan dari pemberian antibiotik profilaksis dapat memberikan manfaat yaitu : a. Penurunan angka kejadian infeksi pasca bedah b. Penurunan jumlah flora pathogen penyebab infeksi c.
Penurunan morbiditas baik jangka panjang maupun jangka pendek
d. Pengurangan biaya dan lamanya rawat inap di rumah sakit e. Terhindarinya pembentukan resistensi antibiotik serta peningkatan kondisi pasien f.
Kualitas hidup pasien pasca operasi.
E. Perbedaan Antibiotik Profilaksis dengan Antibiotik Terapi Berdasarkan tujuan penggunaannya, antibiotik dibedakan menjadi antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan bagi penderita yang mengalami infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau definitive. Pengunaan antibiotik secara empirik adalah pemberian antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. Indikasi pemberiannya ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi. Rute pemberiannya berupa pemberian oral menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
33
menggunakan
antibiotik
parenteral
(Cunha
BA,
2010).
Lama
pemberiannya diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam. Terapi definitif dilakukan bila jenis mikroorganisme beserta pola kepekaannya telah diketahui berdasarkan hasil kultur dan uji sensitivitas. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Indikasi pemberiannya sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi. Rute pemberiannya diberikan secara antibiotik oral. Lama pemberian antibiotik definitive berdasarkan efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi diagnosis berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya (Tim PPRA Kemenkes RI, 2010). Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada penderita yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi penderita. Tujuan penggunaan antibiotik profilaksis bedah adalah mencegah terjadinya infeksi luka operasi, mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas paska bedah, mengurangi lama rawatan dan menurunkan biaya perawatan, tidak menimbulkan efek ikutan, tidak menyebabkan konsekuensi ikutan pada flora normal pasien dan kuman penghuni rumah sakit (RSUP. H. Adam Malik, 2012).
34
Tabel 7. Kelas Operasi dan Penggunaan Antibiotik Kelas Operasi Operasi Bersih
Definisi Operasi yang dilakukan dengan kondisi pra bedah tanpa infeksi, tanpa membuka traktus (respiratorius, gastrointestinal, urinarius, bilier), oprasi terencana, atau penutupan kulit primer dengan atau tanpa digunakan drain tertutup. Operasi Bersih- Operasi yang Kontaminasi dilakukan pada trakturs (digestivus, bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium) atau operasi tanpa disertai kontaminasi yang nyata. Operasi Kontaminasi Operasi yang membuka saluran cerna, saluran empedu, saluran kemih, saluran napas sampai orofaring, saluran reproduksi kecuali ovarium atau operasi yang tanpa pencemaran nyata (Gross Spillage). Operasi Kotor Adalah operasi pada perforasi saluran cerna, saluran urogenital atau saluran napas yang terinfeksi ataupun operasi yang melibatkan daerah
Penggunaan Antibiotik Kelas operasi bersih terencana umumnya tidak memerlukan antibiotik profilaksis kecuali pada beberapa jenis operasi, misalnya mata, jantung, dan sendi.
Pemberian antibiotika profilaksis pada kelas operasi bersih kontaminasi perlu dipertimbangkan manfaat dan resikonya karena bukti ilmiah mengenai efektivitas antibiotik profilaksis belum ditemukan. Kelas operasi kontaminasi memerlukan antibiotik terapi (bukan profilaksis).
Kelas operasi kotor memerlukan antibiotik terapi.
35
yang purulen (inflamasi bacterial). Dapat pula operasi pada luka terbuka lebih dari 4 jam setelah kejadian atau terdapat jaringan nonvital yang luas atau nyata kotor.
(Sumber : Permenkes RI. 2011)
F. Standar Operasional Prosedur 1. Informed Consent 2. Persetujuan tindakan 3. Konsul Anestesi 4. Lapor OK 5. Puasa 6. Siapkan PRC 7. Antibiotik Profilaksis (1 jam pre-OP)
36
G. Kerangka Teori
Status Gizi
Klasifikasi Kondisi Pasien
Jenis Operasi
Kategori Operasi
Penyakit Penyerta
Infeksi Luka Operasi
Karakteristik pasien : 1. Umur 2. Jenis kelamin
Mekanisme eee Antibiotik Profilaksis
Mekanisme pencegahan : penyebab infeksi luka operasi Uji Kepekaan Resistensi Mengetahui pola penggunaan terapi antibiotik profilaksis yang tepat, yaitu : 1. Perlu atau tidaknya antibiotik 2. Jenis obat 3. Rute pemberian 4. Kesesuaian dosis dan frekuensi 5. Lama penggunaan
H. Kerangka Konsep
Antibiotik Profilaksis
Infeksi Luka Operasi
Mekanisme pencegahan : Periksa isolat bakteri penyebab infeksi luka operasi Uji Kepekaan Resistensi Mengetahui pola penggunaan terapi antibiotik profilaksis yang tepat, yaitu : 1. Perlu atau tidaknya antibiotik 2. Jenis obat 3. Rute pemberian 4. Kesesuaian dosis dan frekuensi 5. Lama penggunaan
37
I.
Hipotesis
Penggunaan dan efektivitas antibiotik profilaksis yang tepat dapat mengurangi angka kejadian infeksi luka operasi di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
J. Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi Operasional Infeksi luka Infeksi luka operasi adalah infeksi dari operasi luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh. Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis pada pembedahan merupakan antibiotik yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI)
Satuan
Skala
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan retrospektif dan menggunakan metode desain cross sectional. Desain ini dipilih karena pengukuran pada variabel bebas dan terikat dilakukan pada waktu yang sama.
B. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juli 2015.
C. Populasi dan Teknik Sampel 1. Populasi Populasi penelitian ini adalah Rekam medik pasien bedah gastrointestinal di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2. Sampel Sampel penelitian ini meliputi rekam medik yang memuat penggunaan antibiotik profilaksis dari pasien bedah gastrointestinal
38
39
dan dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari-Desember 2014 yang memenuhi kriteria penelitian. 3. Kriteria inklusi 1. Rekam medik pasien di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menerima antibiotik profilaksis periode Januari-Desember 2014 2. Rekam medik pasien yang menjalani rawat inap 3. Rekam medik yang jelas terbaca 4. Kriteria eksklusi 1. Data Rekam medik tidak lengkap 2. Pasien yang mendapat antibiotik tapi pulang paksa sebelum program pemberian antibiotik pasien tersebut selesai. 5. Cara sampling Pada penelitian ini sampel diperoleh dengan cara purposive sampling. Pada cara ini peneliti memilih sampel dengan cara memasukkan setiap sampel yang memenuhi kriteria inklusi sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi. 6. Besar sampel Besar Populasi (N) pada penelitian ini ditetapkan berdasar mean jumlah pasien bedah gastrointestinal dan dirawat di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo setiap bulan berkisar antara 100 – 150 orang
40
(jadi rata-rata jumlah 125 orang). Dari jumlah tersebut dihitung besar sampel dengan rumus Slovin yaitu :
= 95,2 Keterangan N : Besar Populasi n : Besar Sampel d : tingkat toleransi kesalahan adalah 5 % Dari rumus tersebut diatas didapatkan besar n = 95,2 sehingga besar
sampel
berjumlah
95
orang.
Upaya
mengantisipasi
kemungkinan subjek atau sampel yang terpilih drop out maka perlu penambahan jumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi maka sampel yang diambil pada saat penelitian menjadi 100 orang.
41
D. Instrumen pengumpul data 1. Jenis Data Data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari rekam medik pasien antara lain : 1) Penggunaan antibiotik 2) Nama antibiotik 3) Indikasi 4) Dosis 5) Jenis operasi 6) Data demografi (umur, jenis kelamin) 7) Data klinis 8) Data laboratorium 9) Faktor resiko infeksi luka operasi (status gizi, jenis operasi, penyakit penyerta, kategori operasi, kondisi pasien). 2. Cara Kerja 1. Pengumpulan data dari rekam medik yang memenuhi kriteria penelitian 2. Mengelompokkan dan menilai data 3. Menganalisis dan menyajikan data 3. Alur Penelitian Rekam medik pasien bedah Gastrointestinal yang menggunakan antibiotik profilaksis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Pola penggunaan serta efektivitas antibiotik profilaksis
Pengolahan dan analisis data oleh peneliti
42
E. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data akan dilakukan dengan : a. Editing Editing dilakukan dengan memeriksa ulang kelengkapan data-data yang diperoleh dari Rekam medik di ruang perawatan bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode April-Juli 2015. b. Coding Coding dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dimasukkan. c. Entry Data Penilaian yang memuat penggunaan antibiotik profilaksis dari pasien bedah gastrointestinal serta dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari-Desember 2014 d. Cleaning Cleaning dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dimasukkan 2. Analisis Data Analisis
data
dilakukan
secara
analisa
deskriptif
dengan
menguraikan data-data yang didapatkan dari rekam medik antara lain penggunaan antibiotik, nama antibiotik, indikasi, dosis, jenis operasi, data demografi (umur, jenis kelamin), data klinis, data laboratorium.
43
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis univariat dengan menggunakan komputer dengan program SPSS versi 22. Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan distribusi dari masing-masing variabel yang diteliti (Hastono, 2007). Analisis univariat untuk data kategorik seperti penggunaan antibiotik, nama antibiotik, indikasi, dosis, jenis operasi, data demografi (umur, jenis kelamin), data klinis, data laboratorium. Analisa uji Mann Whitney dilakukan pada data pengaruh lama penggunaan antibiotik, status gizi, penyakit penyerta, klasifikasi pasien, kondisi pasien, jenis operasi.
F. Etika Penelitian Telah didapatkan Ethical Clearance dari Komis Etik Penelitian Kesehatan
(KEPK)
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Hasanuddin.
Pengambilan data pada penelitian ini diambil dari rekam medik pasien. Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian ditanggung oleh peneliti.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Pasien Karakteristik pasien yaitu umur, jenis kelamin, dan faktor penyebab infeksi nosokomial luka operasi dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Karakteristik Pasien Variabel Jenis Kelamin Umur
Kategori Perempuan Laki – Laki < 40 tahun ≥ 40 tahun
Faktor penyebab infeksi nosokomial luka operasi : a. Status gizi Normal Kurang b. Penyakit Ada Penyerta Tidak ada c. Jenis Operasi Elektif Cito d. Kategori Bersih – Terkontaminasi Operasi Kotor – Terkontaminasi e. Kondisi Pasien ASA 1-2 ASA 3-5 f. Kejadian Luka Ya Operasi Tidak
38 62 48 52
Persentase (%) 38 62 48 52
56 44 45 55 31 69 83 27 79 21 44 56
56 44 45 55 31 69 83 17 79 21 44 56
Jumlah
Pada Tabel 7 digambarkan pasien lebih banyak berjenis kelamin lakilaki (62%). Persentase usia terbanyak lebih dari 40 tahun (52%). Dimana faktor penyebab infeksi luka operasi terbanyak disebabkan
44
45
oleh jenis operasi cito (69%) dan kondisi pasien ASA 1-2 (79%). Untuk kejadian luka operasi sebanyak (44%). 2. Jenis Obat Antibiotika Profilaksis Jenis obat antibiotika profilaksis dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini : Tabel 8. Jenis Obat Antibiotika Profilaksis Jenis Obat Antibiotika Profilaksis
Jumlah
Persentase (%)
Ceftriaxone Ceftazidine Metronidazole
76 1 23
76 1 24
Pada Tabel 8 digambarkan sebagian besar pasien menggunakan jenis antibiotika profilaksis yaitu ceftriaxon sebanyak 76 orang (76 %). 3. Kriteria Jenis Terapi Antibiotika Profilaksis Kriteria jenis terapi antibiotika profilaksis dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini : Tabel 9. Kriteria Jenis Terapi Antibiotika Profilaksis Jenis Terapi Antibiotika Profilaksis
Jumlah
Persentase (%)
Antibiotik Tunggal Antibiotik Kombinasi
61 39
61 39
Pada Tabel 9 menggambarkan sebagian besar pasien menggunakan jenis terapi antibiotika profilaksis tunggal sebanyak 61 orang (61 %). 4. Kriteria Terapi Kombinasi Antibiotika Profilaksis Kriteria terapi kombinasi antibiotika profilaksis dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
46
Tabel 10. Kriteria Terapi Kombinasi Antibiotika Profilaksis Terapi Kombinasi
Jumlah
Persentase (%)
Ceftriaxon – Metronidazole Ceftazidine – Metronidazole
38 1
38 1
Pada Tabel 4 menggambarkan sebagian besar pasien menggunakan terapi kombinasi antibiotik profilaksis yaitu ceftriaxon – metronidazole sebanyak 38 orang (38 %). 5. Rute Pemberian Antibiotika Profilaksis Rute pemberian antibiotika profilaksis dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini : Tabel 11. Rute Pemberian Antibiotika Profilaksis Rute Pemberian
Jumlah
Persentase (%)
IV Oral
100 0
100 0
Pada Tabel 11 menggambarkan seluruh pasien menggunakan rute pemberian antibiotika profilaksis secara IV (100 %). 6. Kesesuaian
Dosis
Dan
Frekuensi
Penggunaan
Antibiotika
Profilaksis Kesesuaian dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika profilaksis dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini : Tabel 12. Kesesuaian dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika profilaksis Kriteria Kesesuaian dosis dan frekuensi Klasifikasi kelas
Persentase (%) 100 % sesuai 100% ceph.GIII
47
Pada Tabel 12 menggambarkan dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika profilaksis telah 100 % sesuai dan klasifikasi kelas 100 % menggunakan cephalosporin generasi III. 7. Lama Penggunaan Antibiotika Profilaksis Lama penggunaan antibiotika profilaksis dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini : Tabel 13. Lama penggunaan antibiotika profilaksis Lama Operasi Operasi Jumlah Persentase Penggunaan Elektif Cito (%) 0 hari 47 47 47 1 hari 2 17 19 19 2 hari 8 8 8 3 hari 8 8 8 4 hari 8 8 8 5 hari 10 10 10 Pada Tabel 13 menggambarkan lama penggunaan antibiotika profilaksis terbanyak pada 0 hari (47%). 8. Pengaruh Lama Penggunaan Antibiotika dengan Jenis Operasi Pengaruh lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini : Tabel 14. Hasil statistik pengaruh lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi a
Test Statistics
L_penggunaan Mann-Whitney U Wilcoxon W
63.500 2478.500
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Jenis_operasi
-7.823 .000
48
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,000. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi. Hasil analisis uji mann – whitney N Lama Penggunaan - Cito Lama Penggunaan - Elektif
Median (minimum – maksimum) 0,00 (0 – 5) 4,00 (1 – 5)
69 31
Ρ 0,000
9. Pengaruh Jenis Operasi dengan Infeksi Luka Operasi Pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini : Tabel 15. Hasil statistik pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi Jenis_Operasi * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + Jenis_Operasi
cito elektif
Total
-
Total
35
34
69
9
22
31
44
56
100
. a
Test Statistics
Jenis_Operasi Mann-Whitney U
1000.000
Wilcoxon W
1990.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: K_ILO
-2.011 .044
49
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,044. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna antara jenis operasi dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Jenis Operasi - + (ada) Jenis Operasi - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,20 (1 - 2) 1,39 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,044
10. Pengaruh Status Gizi dengan Infeksi Luka Operasi Pengaruh status gizi dengan infeksi luka operasi dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini : Tabel 16. Hasil statistik pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi GIZI * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + GIZI
-
Total
Baik
23
38
61
Jelek
21
18
39
44
56
100
Total
a
Test Statistics
GIZI Mann-Whitney U
1040.000
Wilcoxon W
2636.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: K_ILO
-1.578 .115
50
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,115. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara status gizi dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Status gizi - + (ada) Status gizi - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,48 (1 - 2) 1,32 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,115
11. Pengaruh Penyakit Penyerta dengan Infeksi Luka Operasi Pengaruh penyakit penyerta dengan infeksi luka operasi dapat dilihat pada tabel 17 berikut ini : Tabel 17. Hasil statistik pengaruh penyakit penyerta dengan infeksi luka operasi P_penyerta * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + P_penyerta
-
Total
Ada
29
26
55
Tidak ada
15
30
45
44
56
100
Total
a
Test Statistics
P_penyerta Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: K_ILO
992.000 1982.000 -1.934 .053
51
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,053. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara penyakit penyerta dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Penyakit penyerta - + (ada) Penyakit penyerta - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,34 (1 - 2) 1,54 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,053
12. Pengaruh Kondisi Operasi dengan Infeksi Luka Operasi Pengaruh kondisi operasi dengan infeksi luka operasi dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini : Tabel 18. Hasil statistik pengaruh kondisi operasi dengan infeksi luka operasi K_operasi * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + K_operasi
-
Total
Bersih
35
48
83
Kotor
9
8
17
44
56
100
Total
a
Test Statistics
K_operasi Mann-Whitney U
1156.000
Wilcoxon W
2752.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: K_ILO
-.811 .417
52
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,417. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kondisi operasi dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Kondisi operasi - + (ada) Kondisi operasi - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,20 (1 - 2) 1,14 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,417
13. Pengaruh Kondisi Pasien dengan Infeksi Luka Operasi Pengaruh kondisi pasien dengan infeksi luka operasi dapat dilihat pada tabel 19 berikut ini : Tabel 19. Hasil statistik pengaruh kondisi pasien dengan infeksi luka operasi K_pasien * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + K_pasien
-
Total
ASA 1 - 2
31
48
79
ASA 3 - 5
13
8
21
44
56
100
Total
a
Test Statistics
K_pasien Mann-Whitney U
1044.000
Wilcoxon W
2640.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: K_ILO
-1.850 .064
53
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,064. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kondisi pasien dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Kondisi pasien - + (ada) Kondisi pasien - - (tidak ada)
44 56
Median (minimum – maksimum) 1,30 (1 - 2) 1,14 (1 - 2)
Ρ 0,064
B. Pembahasan Penelitian dilakukan terhadap 100 rekam medik pasien bedah digestif yang menerima antibiotik profilaksis, ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar pasien memiliki peluang untuk mengalami kejadian infeksi luka operasi walaupun telah menggunakan antibiotik profilaksis. Ditinjau dari kriteria karakteristik pasien bedah digestif yang menjalani operasi pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari 100 rekam medik, pasien yang berjenis kelamin laki-laki paling banyak yaitu 62% dan usia terbanyak lebih dari 40 tahun (52%). Pada penelitian ini, didapatkan status gizi jelek sebanyak 44%. Terdapat 51% pasien yang memiliki penyakit penyerta. Berdasarkan jenis operasinya didapatkan operasi cito sebesar 79%. Berdasarkan kejadian infeksi luka operasi, didapatkan 44%. Berdasarkan kriteria jenis obat antibiotik profilaksis pada Tabel 2 yang terbanyak digunakan adalah ceftriaxone (61%) dan metronidazole (36%). Ceftriaxone merupakan sefalosporin generasi ketiga berspektrum luas dan peka terhadap terhadap gram positif maupun gram negative terutama
54
terhadap
Enterobacteriaceae
atau
batang
gram
negative
enterik.
Sedangkan penggunaan metronidazole karena antibiotik tersebut peka terhadap bakteri anaerob yang merupakan flora normal usus dan bagian tubuh lainnya (Gunawan, 2008). Berdasarkan kriteria jenis terapi antibiotik profilaksis pada Tabel 3 yang terbanyak adalah pasien yang menerima antibiotik kombinasi (61%). Menurut Gunawan (2008), indikasi digunakannya antibiotik kombinasi yaitu untuk pengobatan terhadap infeksi yang disebabkan lebih dari satu jenis mikroba yang peka terhadap antibiotik profilakis yang berbeda. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antibiotik kombinasi ialah kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat meningkatkan atau mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotik. Suatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif, diperlukan pengetahuan jenis infeksi dan data mikrobiologi dan antibiotik untuk mendapatkan kombinasi rasional dengan hasil efektif, hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi empiris jangka lama, pertimbangan peningkatan biaya pengobatan pasien (Permenkes RI, 2011). Berdasarkan kriteria terapi kombinasi antbiotik profilaksis pada Tabel 4 yang terbanyak adalah kombinasi antibiotik profilaksis ceftriaxonemetronidazol (61%). Gondo (2007) menyatakan bahwa pengunaan antibiotik secara kombinasi mempunyai beberapa keuntungan seperti mengurangi resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan kombinasi
55
antibiotik yang sinergis dapat meningkatkan kemampuan antibiotik membunuh kuman. Selain itu penggunaan antibiotik profilaksis secara kombinasi dapat mengurangi efek toksik obat dikarenakan semakin rendah dosis obat tiap jenis antibiotik yang diberikan maka semakin rendah pula toksisitasnya. Berdasarkan kriteria rute pemberian antibiotik profilaksis pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa 100% antibiotik profilaksis diberikan secara intravena (IV). Penggunaan antibiotik profilaksis umumnya diberikan secara IV yang telah terbukti, dapat dipercaya dan elektif terhadap infeksi luka operasi pada semua tipe pembedahan dan dapat diperkirakan kadar serum serta konsentrasinya di dalam tubuh, untuk menghindari resiko yang tidak diharapkan dianjurkan pemberian antibiotik intravena drip (SIGN, 2008). Berdasarkan kriteria kesesuaian dosis dan frekuensi antibiotik berdasarkan dosis lazim dan dosis maksimal penggunaan antibiotik pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa 100% pasien menerima antibiotik dengan dosis dan frekuensi yang telah memenuhi kesesuaian dosis dan frekuensi dikarenakan penggunaannya yang tidak melebihi dosis maksimal penggunaan antibiotik dalam sehari. Dosis pemberiannya yaitu untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi dalam jaringan dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis yang cukup tinggi. Pada jaringan target operasi kadar antibiotik harus mencapai kadar hambat minimal hingga 2 kali lipat kadar terapi ( Permenkes RI, 2011). Dan apabila ditinjau dari segi keamanan antibiotik ,didapatkan bahwa
56
semua antibiotik termasuk dalam kelas cephalosporin generasi III spektrum luas dan antibiotik yang peka terhadap bakteri anaerob. Walaupun, WHO dan Permenkes RI merekomendasikan penggunaan cephalosporin generasi I atau generasi II sebagai profilaksis bedah dengan tujuan mencegah munculnya patogen multiresisten, superinfeksi dan infeksi Clostridium difficile. Pada kasus tertentu yang dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat ditambahkan metronidazol. Tidak dianjurkan menggunakan sefalosporin generasi III dan IV, golongan karbapenem, dan golongan kuinolon untuk profilaksis bedah. Berdasarkan lama penggunaan antibiotik pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa lama penggunaan antibiotik profilaksis lebih banyak digunakan saat dilaksanakan operasi, yaitu 0 hari (47%).
Durasi pemberiannya
adalah dosis tunggal, dimana dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi perdarahan lebih dari 1500 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam dan lama penggunaan antibiotik profilaksis sebaiknya tidak lebih dari 24 jam (SIGN, 2008). Namun, Desiyana dkk (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya kekhawatiran terhadap keadaan luka operasi, perawatan pasca bedah dan sumber-sumber infeksi lainnya menyebabkan antibiotik profilaksis dapat digunakan lebih dari 24 jam di lapangan. Hasil penelitian secara statistik pada pengaruh lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi menunjukkan adanya perbedaan bermakna lama penggunaan antibiotik profilaksis dengan jenis operasi. Asumsi peneliti bahwa pada jenis operasi cito, lama penggunaan antibiotik
57
profilaksis lebih banyak diberikan pada 0 hari karena kondisi pasien yang darurat, dimana harus dilakukan operasi saat itu juga dengan tujuan life saving. Sedangkan pada jenis operasi elektif, lama penggunaan antibiotik profilaksis dimulai dari hari ke 1 sampai hari ke 5, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pasien yang tidak dalam kondisi gawat darurat atau pasien mengalami kecemasan dan kurang kooperatif, faktor pemeriksaan penunjang yang belum lengkap, faktor kesiapan operator dan fasilitas kamar operasi yang belum lengkap. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Effendy (2002) menyatakan bahwa pasien elektif
adalah
pasien
harus
dioperasi ketika
diperlukan.
Indikasi
pembedahan, contohnya perbaikan scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat), di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses pra operasi (Effendy, 2002). Hasil penelitian secara statistik pada pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara antara ada dan tidaknya infeksi luka operasi terhadap lama penggunaan antibiotik. Asumsi peneliti bahwa dari hasil penelitian diketahui bahwa kejadian infeksi nosokomial luka operasi lebih banyak ditemukan pada jenis operasi cito dibandingkan dengan operasi elektif. Dan hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis operasi
58
dengan kejadian infeksi luka operasi. Hal ini sesuai dengan National Research
Council Study yang membuktikan
bahwa
operasi cito
merupakan faktor resiko kejadian infeksi nosokomial luka operasi, meskipun Mayhall, (2004) mengatakan bahwa urgensi bukan merupakan faktor resiko terjadinya ILO. Hasil penelitian secara statistik pada pengaruh status gizi, penyakit penyerta, kondisi operasi dan kondisi pasien dengan infeksi luka operasi menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna. Asumsi peneliti bahwa status gizi pada penelitian ini menggunakan parameter kadar Hb dalam darah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien dengan infeksi nosokomial luka operasi sebagian besar mengalami anemia. Pasien dengan status gizi kurang juga mempunyai resiko mengalami infeksi nosokomial luka operasi yang lebih besar dibandingkan pada pasien dengan status gizi baik. Meski demikian, hasil uji statistik menunjukkan tidak hubungan yang menyatakan bahwa keadaan anemia merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial luka operasi (Imai, 2008). Penyakit penyerta terbanyak dalam penelitian ini adalah Diabetes Mellitus, namun dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pasien bedah yang menderita Diabetes Mellitus dan mengalami kejadian infeksi luka operasi. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tang, et. Al(2001) yang menunjukkan bahwa pasien dengan diabetes mellitus memiliki peluang mengalami kejadian infeksi nosokomial luka operasi sebanyak
59
3,5 kali dibanding pasien tanpa penyakit penyerta. Dari segi klasifikasi operasi, operasi bersih-terkontaminasi sebesar 83%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian infeksi nosokomial luka operasi pada klasifikasi operasi bersih-terkontaminasi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis operasi terkontaminasi-kotor. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Djojosugito (2001) membuktikan bahwa makin kotor luka operasi, maka makin tinggi angka ILO. Hal ini tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini, dimana uji statistik diperoleh hasil tidak ada hubungan antara kategori operasi dengan kejadian infeksi nosokomial luka operasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa proporsi kejadian infeksi luka operasi pada pasien dengan ASA 1-2 lebih besar daripada pasien dengan ASA 3-5. Hasil uji statistik diperoleh tidak ada hubungan antara klasifikasi operasi dengan kejadian infeksi luka operasi. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Damani, (2003) bahwa klasifikasi pasien operasi merupakan faktor resiko yang secara mutlak mempengaruhi kejadian infeksi nosokomial luka operasi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai penggunaan antibiotik pada pasien bedah digestif di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari-Desember 2014, dapat disimpulkan bahwa jenis antibiotik yang digunakan ialah Ceftriaxone, Ceftazidine, Cefotaxim, Metronidazol. Dan Jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah ceftriaxone(61%) dan kombinasi ceftriaxone-metronidazole (61%). Rute pemberiannya terdiri dari pemberian secara intravena (IV) untuk antibiotik
profilaksis
penggunaannya,
(100%).
penggunaan
Ditinjau antibiotik
dari di
dosis RSUP
dan Dr.
frekuensi Wahidin
Sudirohusodo Makassar telah 100% memenuhi kesesuaian dosis dan frekuensi penggunaan antibiotik, dengan lama penggunaan untuk antibiotik profilaksis terbanyak adalah 0 hari. Faktor resiko terjadinya infeksi luka operasi banyak dipengaruhi oleh status jenis operasi. Sedangkan faktor lainnya tidak mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi.
60
61
B. Saran 1. Bagi manajemen Rumah Sakit 1) Diharapkan dapat memperhatikan pasien resiko tinggi dalam menyusun tata laksana bedah, intra bedah, dan paska bedah. 2) Diharapkan
dengan
adanya
Komite
Pencegahan
dan
Pengendalian Infeksi dapat meningkatkan peran aktif dari unit kerja dalam usaha pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, khususnya infeksi luka operasi. 2. Bagi Peneliti lain Diharapkan dapat melakukan penelitian sejenis dengan sampel yang lebih besar dan meneliti faktor-faktor lain yang belum diteliti pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aries FM, Murray DL. 2009. Modelling the impact resistant Staphylococcus aureus: a time-series analysis. Vol. 62, 593-600 ASF, 2003. 104 Antibiotic Prophylaxis in Surgery. A National Clinical Guideline. Scittish Intercollegiate Guidelines Network. Elliot House 810 Hillside Crescent, Edinburg. ASHP, 1999. ASHP Therapeutic Guidelines on Antimicrobial Prophylaxis in Surgery. Damani N.N, 2003. Manual of Infection Control Procedures. Second Edition, Cambridge University Press. Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya. Salemba Medika: Jakarta David LD; Jay Phillips. Wound Closure Manual. University of Minnesota. 2010: 6-13 Desiyana, Lidya S., Ajoedi Soemardi, Maksum Radji. 2008. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis di Ruang Bedah Rumah Sakit Kanker “Dharmais”Jakarta dan Hubungannya dengan kejadian Infeksi Daerah Operasi. Indonesian Journal of Cancer. 4:126-131 Dharnisi, Pohan.2010. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI,
Jakarta.
62
Available
from:
63
http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/infeksinosokomial.html. (Accessed 28 Februari 2015) Dipiro, J.T., et al. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. 2005. The Mc. Graw Hill Company, USA. Djojosugito, dkk. 2001. Buku Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Johnson-Johnson Medikal Indonesia, Jakarta. Edgar W. Immunology. Dalam : Andrew TR (editor). Apllied Basic Science for
Basic
Surgical
Training.
2000:106-200-200.
USA;
Churcill
Livingstone. Effendy, 2002. Faktor-faktor resiko Infeksi Luka Operasi Pada Pasien Pasca Bedah Dewasa di Unit Bedah RSUP DR Sardjito Yogyakarta, Yogyakarta, UGM. Ganiswara SG, Setiabudy, Suyatna FD dkk. 1995 Farmakologi dan Terapi edisi 4 : 571-583. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Gaynes et al, 2001. Surgical Site Infection (SSI) : An Overview. Dalam Guideline for Prevention of Surgical Site Infection. Centers for Disease Control and Prevention Public Health service US. Vol 53. 97-129. Gunawan, Sulistia G., Rianto Setiabudy Nafrialdi, Elysabeth, dkk. 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Gondo, Harry K. 2007. Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan. Wijaya Kusuma. 1(1):57-62.
64
Henry MM, Thompson JN, eds. Clinical Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co.; 2001. Imai, 2008. Surgical Site Infection Risk Factors Identified By Multivariate Analysis For Patient Undergoing Laparoscopic, Open Colon, and Gastric Surgery. American Journal Infection Control. Katzung, Bertram G. Basic & Clinical Pharmacology. Tenth Edition. 2007. United State : Lange Medical Publications. Lullmann, H.,H. Mohr, L.Hein and D. Bieger. 2000. Color Atlas of Pharmacology, 2 nd ed : 266-280. Mayhall. 2004. Hospital Epidemiology and Infection Control. Third Edition, Philadelphia, USA. Morison, ed all. 2003.Guidelines for Assuring Quality of Medical Microbiological
Culture
Media.
Available
from
:
http:www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Mikrobiologi/inp.pdf. (Accessed 1 Maret 2015) Morison, Gabardo Juarez, leao Maria Terezinha Carneiro. 2003 : The evolution
of
Resistance
of Staphylococcus aureus found on
Healthcare Workers Correlated with Local Consumption of Antibiotics, Brazil.
Available
from:
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Mikrobiologi/inp.pdf. (Accessed 1 Maret 2015) Mucthar, A. 2006. Usaha-usaha memperbaiki penggunaan antibiotik profilaksis.
Available
from
:
65
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&nid=578&catid=11 (Accessed 1 Maret 2015) Munckhof W. 2005. Antibiotics for surgical prophylaxis. Vol.28. 38-40 Nur, M, Raidatusakinah. 2011. Faktor Risiko Infeksi Luka Pasca Bedah Sesar di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2011. Skripsi FKM Universitas Hasanuddin Makassar. Nurkusuma, Dudi disyadi. 2009. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada kasus infeksi luka operasi di ruang perawatan bedah RS Dr. Kariadi Semarang
2009.
Thesis
Program
Pascasarjana
Universitas
Diponegoro Semarang. Peleg A, Hooper KP. 2010. Antimicrobial resistance in developing countries. Vol. 5, 481-493 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 874. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta : Kementerian Kesehatan. Perry Potter.2006. Konsep Dasar Infeksi Nosokomial dan Infeksi Luka Operasi(ILO).
Available
from:
http:/nabilayudhityalasari.blog.friendster.com/infeksi/.
(Accessed
25
Februari 2015) Purnawati, SP. 2009. Pola pengobatan rasional : Pasien cerdas, Pasien sehat.
Available
from
http://xa.yimg.com/kq/groups/22312298/1111789393/name/rud (Accessed 1 Maret 2015)
: .
66
Raihana, Saeed S, Sharif MA. 2011. Postoperative complication in emergency versus elective laparatomies at peripheral hospital. J Ayyub Med Coll Abbottabad. 22:42-7. Reiping Tang, et.al. 2001. Risk Factors For Surgical Site Infection After Elective Resection of the Colon and Rectum: A Single-Center Prospective Study of 2,809 Consecutive Patients. National Science Council, Taiwan. Roper, N. 2006. Prinsip-Prinsip Keperawatan. (edisi 2) Jakarta:Yayasan Essensia medica. SIGN. 2008. Antibiotic Prophylaxis in Surgery : A National Clinical Guideline. Scottish Intercollegiate Guideline Network, Edinburgh. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC: 2005; 60-278. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC: 2007; 67-297. Stitzel M, Craig SA. 2005. Same infection, same time, same antibiotic? In Laxminarayan. Finish Study Group for Antimicrobial Resistance. Vol. 40, 84-93 Suparno, 2003. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi luka operasi di RSUD. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2003. Skripsi FKM Universitas Hasanuddin Makassar. Suparyanto, 2011. Patofisiologi penatalaksanaan infeksi luka operasi. http://www.blogspot.com . Diakses tanggal 2 Maret 2015.
67
Wulandari, Desiyana, Lidya. 2009. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis di Ruang Bedah Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta dan
Hubungannya
dengan
Kejadian
Infeksi
Daerah
Operasi.
Indonesian Journal of Cancer, 4:126-131. Wulandari, Lestari. 2008. Perbandingan Lama Penyembuhan Luka Post Operasi Seksio Sesarea dengan Terapi Antibiotika Profilaksis dan Terapeutik. Jurnal Penelitian Poltekes Depkes Surabaya. 7(2) : 99106. Wulandari, Ria Riki. 2009. Perbedaan kejadian infeksi luka operasi pada pasien bedah yang diberikan antibiotik profilaksis di RSPKU Muhammadiah Karanganyar Periode 1 Januari-31 Februari 2008. Skripsi Universitas Muhammadiah Surakarta.
Lampiran 1. Rekomendasi Persetujuan Etik
68
Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian
69
Lampiran 3. Data Pasien Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. H (296584, L, 49 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito 1 jam Pre op
2.
Tn. RSE (655384, L, 21 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/1 jam
IV
Cito 1 jam Pre op
3.
Tn. MDR (673454, L, 63 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
4.
Ny. R (677934, P, 42 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
5.
Ny. TK (640024, P, 56 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
No 1.
Indikasi
Operasi
Ileus obstruktif
Laparotomy eksplorasi
Appendicitis Acute Kataralis
Appendectomy
Peritonitis generalisata ec. Perforasi gaster Peritonitis generalisata ec. Laserasi lien grade V. Tumor recti 1/3 media
Laparotomi eksplorasi
70
Data Klinis A.41.9 Perut membesar, sesak nafas, mual, muntah ILO = (4 hari) K. 35.9 Nyeri tekan mc burney ILO = (3 hari) K.25.5 Nyeri perut ILO = (5 hari)
Laparotomi eksplorasi splenektomi
S.36.0 Nyeri perut ILO = (4 hari)
Laparotomi eksplorasi Low anterior resection Anastomosis colon = colon in loop
C.20 Susah BAB ILO = (5 hari)
Data Laboratorium Wbc = 6,6 Hb = 6,7 USG Abdomen
Wbc = 13,7 Hb = 5,3 USG Abdomen Wbc = 51 Hb = 15,3 USG Abdomen Wbc = 15,4 Hb = 6,0 USG Abdomen Wbc = 9,64 Hb = 9,3 USG Abdomen
Status Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. S (662864, L, 38 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
7.
Tn. RG (670194, P, 55 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
8.
Tn. JKS (650884, L, 74 th)
Ceftazidine 1 jam Metronidazole mg/8 jam
IV
Elektif
No 6.
g/12 500
9.
Tn. T (674984, L, 54 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
10.
Ny. IO (643894, P, 55 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Elektif
11.
Ny. D (662664, P, 51 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
12.
Ny. SH (679574, P, 71 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Elektif
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Peritonitis generalisata ec. Ileus obstruksi Carsinoma recti 1/3 distal
Laparotomi eksplorasi double lumen CVC Laparoskopi eksplorasi colostomy Laparatomi reseksi anastomose herniorafi
K.65.0 Infeksi perut ILO= ( 5 hari)
Laparotomi reseksi usus halus nefrektomi parsial
Adeno ca colon ascenden post tutup colostomy Penitonitis generalisata ec. Ruptur vesica urinaria ec.trauma tumpul abdomen Ileus ostruksi ec tumor recti 1/3 distal Metastase adeno ca pada kelenjar getah bening mesentrium Tu. Abdomen netroperitonial unrespectable
71
C.20 Susah BAB ILO=(5 hari) C.18.9 Nyeri perut ILO=(-)
Data Laboratorium Wbc = 12,9 Hb = 9,4 USG Abdomen Wbc = 7,9 Hb = 11,7
Status Meninggal
Baik
Wbc = 21,6 Hb = 11,5
Baik
S. 398 Nyeri perut ILO= (5 hari)
Wbc = 15,7 Hb = 14,3
Baik
Laparotomi eksplorasi colostomy
D. 37.5 susah BAB ILO = (5 hari)
Baik
Laparotomi eksplorasi
C.48.1 Benjolan perut kanan ILO= (3 hari)
Wbc = 17, 4 Hb = 10,5 USG Abdomen Wbc = 15, 05 Hb = 10,7
Laparotomi biopsi
D.48.7 Nyeri perut ILO= (3 hari)
Wbc = 4,6 Hb = 8,9
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. B (645794, L, 36 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
14.
Ny. M (644134, P, 65 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
15.
Ny. S (662324, P, 34 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
16.
Tn. HS (678454, L, 22 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
17.
Ny. J (669054, P, 37 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
18.
Ny. N (658854, P, 42 th)
19.
Tn. A (672923, L, 35 th)
No 13.
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Vulnus ictum penetrans regio frank dextra
Laparotomi
Peritonitis generalisata susp.tumor mesentrium App perforasi
Omentoktomi
Appendectomi + laparotomi eksplorasi
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
Cito
Ileus obstruksi total appendictis
Laparotomi eksplorasi appendectomi
Nyeri perut ILO = (-)
IV
Elektif
Ileus obstruktif
Laparotomi eksplorasi
K.56.6 Nyeri perut ILO= (-)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
App Acute Phlegmonosa
Appendectomi
K.35.9 Nyeri perut ILO = (-)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
Tumor gaster antrum piloric
Reseksi Anastomasis + gastrektomi
D.37.7 Mual, muntah ILO = (-)
72
S.31.1 Luka tusuk di pinggang kanan ILO=(4 hari) Nyeri perut ILO= (-)
Data Laboratorium Wbc = 15900 Hb = 15,6
Wbc = 17,2 Hb = 12,8 USG Abdomen Wbc = 6,9 Hb = 13,8 USG Abdomen Wbc = 14,3 Hb = 14,4 USG Abdomen Wbc = 9,1 Hb = 9,61 USG Abdomen Wbc = 11,9 Hb = 13,6 USG Abdomen Wbc = 6,7 Hb = 9,2 USG Abdomen
Status Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. N (649053, P, 66 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
21.
Tn. A (672923, L, 35 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
Tu. Gaster
22.
Tn. RL (669723, L, 38 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
Cholelitiasis
Laparoscopy cholecystec Tomy
23.
Tn. SDT (651514, L, 61 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
Tumor jejunum
Laparotomi colostomi
C.85.9 Nyeri perut ILO = (-)
24.
Tn. AH (619534, L, 64 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Elektif
Ca sigmoid
Tutup colostomi
C.18.7 Nyeri perut ILO = (-)
25.
Ny. B (657234, P, 60 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
Nyeri perut ILO = (3 hari)
26.
Ny. SR (407423, P, 62 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Tumor mesentrium + perlengketan omentum dan usus + trauma usus post laparotomi
Laparotomi eksplorasi
D.48.4 Nyeri perut ILO = ( 2 hari)
No 20.
Indikasi Ileus ostrukso total ec adeno ca colon ascenden
73
Operasi Laparotomi eksplorasi reseksi anastomosis end to end Laparotomi
Data Klinis C.18.9 Nyeri perut ILO=(4 hari)
D.37.1 Mual, muntah ILO = (5 hari) K. 80.2 Nyeri perut ILO = (2 hari)
Data Laboratorium Wbc = 5,79 Hb = 9,7 USG Abdomen Wbc = 16,1 Hb = 4,5 USG Abdomen Wbc = 10 Hb = 12 USG Abdomen Wbc = 10,4 Hb = 9,4 USG Abdomen Wbc = 10,1 Hb = 13,2 USG Abdomen Wbc = 14,0 Hb = 11,2 USG Abdomen Wbc = 16,1 Hb = 10,2 USG Abdomen
Status Meninggal
Meninggal
Baik
Baik
Baik
Meninggal
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. JT (654912, L, 59 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 2gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
28.
Tn. MR (682412, L, 18 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
29.
Tn. U (689901, L, 24 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
30.
Tn. B (643511, L, 24 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
31.
Tn. SH (663621, L, 19 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
32.
Tn. K (663881, L, 50 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
33.
Tn. B (645112, L, 62 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
No 27.
Data Laboratorium Wbc = 9,5 Hb = 15,1 USG Abdomen Wbc = 19 Hb = 12,0 USG Abdomen
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Adeno ca differensial sedang usus halus Vulnus ictum penetrans regio hipocondrium sinistra +laserasi jejunum Peritonitis generalisata ec vulnus ictum penetrans Trauma tumpul Abdomen
Laparotomi reseksi usus halus
C.18.7 Nyeri perut ILO = (4 hari)
Laparotomi
S. 31. 8 Luka tusuk ILO = (-)
Laparotomi
K.65.0 Luka tusuk ILO =(-)
Wbc = 4,17 Hb = 12,5 USG Abdomen
Baik
Laparotomi eksplorasi
Tumor intra abdomen
Laparotomi eksplorasi
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
S.36.4 Nyeri perut ILO = (-)
IV
Elektif
Peritonitis perforasi ec perforasi duodenum Cholecystitis cronic aktif
Laparotomi eksplorasi
K.81.1 Nyeri perut ILO = (-)
Wbc = 9,17 Hb = 8,3 USG Abdomen Wbc = 11,76 Hb = 10,3 USG Abdomen Wbc = 8,2 Hb = 17,2 USG Abdomen Wbc = 13,7 Hb = 9,5 USG Abdomen
Baik
Cito
N.32.4 Memar pada perut ILO = (-) D.48.7 Nyeri perut ILO =(4 hari)
74
Status Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. NAL (691560, P, 45 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Elektif
35.
Tn. MR (673741, L, 56 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8jam
IV
Elektif
36.
Tn. MT (646190, L, 55 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
37.
Ny. SDB (690821, P, 61 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
38.
Tn. MS (667041, L, 80 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
39.
Tn. SS (672581, L, 17 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
40.
Ny. M (661811, P, 21 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
41.
Tn. AA (676711, L, 60 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
No 34.
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Ileus Ostruksi Parsial
Laparoskopi komplex
R.56.6 Nyeri perut ILO = (-)
Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Peritonitis generalisata ec trauma benda tumpul Peritonitis generalisata ec perforasi eppendix Ileus obstruktif ec adhesi +perforasi app
Laparotomi eksplorasi
Nyeri perut ILO = (3 hari)
Laparotomi eksplorasi
S.39.9 Nyeri perut ILO = (-)
Laparotomi eksplorasi appendektomi
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
Laparotomi adhesiolitis app tomi
K. 566 Nyeri perut ILO = (2 hari)
Cito
Perforasi app
Appendectomi
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
K.35.0 Nyeri perut ILO= (5 hari)
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec perforasi app Peritonitis generalisata ec perforasi buli
Rekonstruksi buli
K.65.0 Nyeri perut ILO = (5 hari)
75
+ +
Data Laboratorium Wbc = 10 Hb = 13 USG Abdomen Wbc = 23,5 Hb = 7,1 USG Abdomen Wbc = 74,65 Hb = 11,4 USG Abdomen Wbc = 14,6 Hb = 10,1 USG Abdomen Wbc = 24,1 Hb = 13,7 USG Abdomen Wbc = 17,6 Hb = 14,4 USG Abdomen Wbc = 19,6 Hb = 14,4 USG Abdomen Wbc = 14,3 Hb = 10,6 USG Abdomen
Status Baik
Meninggal
Baik
Baik
Meninggal
Baik
Baik
Meninggal
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. F (688972, L, 24 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 2gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
Tn. U (67880, L, 21 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
44.
Ny. D (649182, P, 33 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
Peritonitis ec perforasi app
App tomi
K.35.9 Nyeri perut ILO = (-)
45.
Ny. S (688800, P, 80 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8jam
IV
Cito
Laparotomi app tomi
K.66.0 Nyeri perut ILO = (-)
46.
Tn. SS (671792, L, 36 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Ileus obstruksi partial ec adhesi ileum perforasi apendix Tumor abdomen extraluminer
47.
Ny. K (659700, P, 22 th)
Ceftriaxon 1 gr/12 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi reseksi anastomosis jejeno Appendectomy
48.
Tn. MS (678840, L, 50 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
No 42.
43.
Indikasi Peritonitis generalisata ec trauma tumpul abdomen Perforasi app
App. Acute
Non Hodgikin limfoma gaster
76
Operasi Laparotomi eksplorasi reseksi asdtomose ileum Laparotomi eksplorasi app tomi
Data Klinis Nyeri perut ILO = (-)
+
Laparotomi + gastrektomi partial
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
Data Laboratorium Wbc = 13,1 Hb = 10,7 USG Abdomen
Status Baik
Wbc = 11,5 Hb = 15,9 USG Abdomen Wbc =10,62 Hb = 11,9 USG Abdomen Wbc = 17,3 Hb = 10,6 USG Abdomen
Baik
D.48.7 Nyeri perut ILO = (-)
Wbc = 18,2 Hb = 11,41 USG Abdomen
Baik
K. 35.9 Nyeri perut ILO = (-) C.85.9 Nyeri perut ILO = ( -)
Wbc= 21,6 Hb = 13,5 Usg Abdomen Wbc = 17,26 Hb = 10,1 USG Abdomen
Baik
Baik
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. LMS (678620, P, 18 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
50.
Tn. R (674940, L, 27 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
51.
Tn. HA (644752, L, 22 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
52.
Tn. ABL (660543, L, 53 th)
53.
No
Indikasi
Operasi Laparotomi eksploratif app tomi
K.65.0 Nyeri perut ILO = (-)
Cito
Peritonitis generalisata ec app perforasi Perforasi app
Appendectomi perforata
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
IV
Cito
App perforasi
Appendectomi
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
Laparotomi
D.37.5 Susah BAB ILO = (3 hari)
Ny. AY (659993, P, 22 th)
Ceftriaxon 420mg/12 jam
IV
Cito
Ileus obstruksi ec tu.recti 1/3 distal susp malignansi Peritonitis ec perforasi ileum
Laparotomi eksplorasi
K.63.1 Nyeri perut ILO = (-)
54.
Tn.YL (669473, L, 30 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
S.36.5 Nyeri perut ILO = (1 hari)
55.
Tn. H (683163, L, 27 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec perforasi colon ascenden Peritonitis generalisata ec perforasi ileum
Laparotomi
S.36.4 Nyeri perut ILO =(-)
49.
77
Data Klinis
Data Laboratorium Wbc = 18,4 Hb = 13 USG Abdomen Wbc = 16,3 Hb = 16,6 USG Abdomen Wbc =13520 Hb = 14 USG Abdomen Wbc = 6,7 Hb = 15 USG Abdomen Wbc = 10,2 Hb = 10,1 USG Abdomen Wbc = 7,5 Hb = 12,4 USG Abdomen Wbc = 15,6 Hb = 11,6 USG Abdomen
Status Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Meninggal
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. J (544940, P, 43 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Elektif
57.
Tn. SH (692032, L, 69 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
58.
Tn. S (664632, L, 43 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
59.
Ny. SM (661922, P, 43 th)
60.
No
Indikasi
Operasi
Kista hepar
Laparotomi eksplorasi
Elektif
Abses periappendicul ar
Laparoscopy complex
IV
Elektif
Laparotomi eksplorasi
C.18.2 Nyeri perut ILO = (2 hari)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Adeno ca. Musinosum colon ascenden Peritonitis generalisata
Laparotomi + reseksi usus halus ec colon
K.65.0 Nyeri perut ILO =(2 hari)
Tn. BS (661581, L, 40 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi + splenektomi
S.21.8 Luka tusuk di perut ILO =(3 hari)
61.
Tn. A (675681, L, 21 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
cito
Laparotomi eksplorasi
62.
Tn. H (662322, L, 48 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Elektif
Ruptur liem grade IV ec. V ictum penetrans fhoraco abdominal Laserasi gaster ec. V. Ictum penetrasi ultraabdominal Adeno ca colon
Hemicoletomi
56.
78
Data Klinis K.76.8 Nyeri perut sebelah kanan ILO =(-) K.35.1 Nyeri perut ILO =(-)
Data Laboratorium Wbc = 12,1 Hb = 13,7 USG Abdomen
Status Baik
Wbc = 14 Hb = 11,1 USG Abdomen Wbc = 8100 Hb = 13,5 USG Abdomen Wbc = 10,6 Hb = 5,3 USG Abdomen Wbc = 20,7 Hb = 3,8 USG Abdomen
Baik
S.31.8 Luka tusuk ILO = (3 hari)
Wbc = 18 Hb = 16,6 USG Abdomen
Baik
C.18.9 Nyeri perut ILO =(-)
Wbc = 9,68 Hb = 7,1 USG Abdomen
Baik
Baik
Meninggal
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. F (680142, P, 37 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Elektif
64.
Tn. ATS (678102, L, 24 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Elektif
65.
Ny. I (649881, P, 71 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
66.
Ny. M (669591, P, 48 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
67.
Tn. S (666451, L, 38 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
68.
Tn. A (663861, L, 53 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
Tn. JF (610341, L, 27 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
No 63.
69.
Elektif
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Tumor mesentrium unresectable
Laparotomi eksplorasi
D.48.4 Nyeri perut ILO =(-)
Peritonitis generalisata ec iskemik a. mesenterle superior Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Ileus obstruksi ec tumor usus halus + tumor colon Kolongiosarko ma ec tumor Klatzing
Laparotomi reseksi usus halus/colon
K.55.0 Nyeri perut ILO = (-)
Laparotomi eksplorasi
K.63.1 Nyeri perut ILO = (-)
Laparotomi eksplorasi
Nyeri perut ILO =(-)
Laparotomi eksplorasi
C.22.1 Nyeri perut ILO =(-)
Ileus obstruksi ec tumor rectosigmoid unresectable Ileostomy ec perforasi app
Laparotomi eksplorasi colostomi
79
Laparotomi eksplorasi
+
D.37.5 Nyeri perut ILO = (5 hari) K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
Data Laboratorium Wbc = 12,6 Hb = 9,5 USG Abdomen Wbc = 15,8 Hb = 13,2 USG Abdomen Wbc = 2,99 Hb = 15,8 USG Abdomen Wbc = 10,9 Hb = 8,9 USG Abdomen Wbc = 8,8 Hb = 10 USG Abdomen Wbc = 6,6 Hb = 7,8 USG Abdomen Wbc = 5,7 Hb = 15 USG Abdomen
Status Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Meninggal
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. M (660021, L, 27 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
71.
Ny. N (677131, P, 62 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
72.
Tn. E (683281, L, 69 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
73.
Tn. K (663881, L, 50 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
74.
Ny. H (650231, P, 68 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
75.
Tn R (683283, L, 22 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
76.
Tn. BDN (649203, L, 59 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
No 70.
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Ruptur Lien Grade IV ec trauma abdomen Ileus obstruksi ec iskemia a mesentelire superior Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Peritonitis generalisata ec. Perforasi duodenum segmen I Peritonitis generalisata ec perforasi ileus App. perforasi
Laporotomi eksplorasi
K.55.0 Nyeri perut ILO = (4 hari)
Laparotomi eksplorasi
K.55.0 Nyeri perut ILO=(3 hari)
Laparotomi
K.25.5 Nyeri perut ILO = (5 hari)
Laparotomi eksplorasi
S.36.4 Nyeri perut ILO = (-)
Laparotomi eksplorasi
K.65.0 Nyeri perut ILO=(4 hari)
Appendectomi laparotomi
K.35.0 Nyeri perut ILO =(2 hari)
Ileus total
Laparotomi eksplorasi
K.56.6 Nyeri perut ILO =(-)
80
obst.
Data Laboratorium Wbc = 7,6 Hb = 8,9 USG Abdomen Wbc = 9,8 Hb = 13,4 USG Abdomen Wbc = 8,3 Hb = 9,9 USG Abdomen Wbc = 8,2 Hb = 17,2 USG Abdomen Wbc = 8,82 Hb = 10,9 USG Abdomen Wbc = 19.100 Hb = 13,6 USG Abdomen Wbc = 4,69 Hb = 16 USG Abdomen
Status Baik
Meninggal
Meninggal
Baik
Meninggal
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. J (679144, L, 71 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
78.
Tn. B (682424, L, 42 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
79.
Ny. J (674153, P, 41 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
80.
Tn. S (675043, L, 49 th)
81.
No
Data Laboratorium Wbc = 3,3 Hb = 15,4 USG Abdomen Wbc = 21,95 Hb = 12 USG Abdomen Wbc = 10 Hb = 13,3 USG Abdomen Wbc = 11,7 Hb = 12,3 USG Abdomen
Operasi
Data Klinis
Ileus obstruksi
Laparotomi
Nyeri perut ILO =(3 hari)
Cito
Sigmoid Fistel enterocutaneu s
Laparotomi eksplorasi +adheolisis
K.63.2 Nyeri perut ILO = (-)
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
K.65.0 Nyeri perut ILO =(5 hari)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
K.65.0 Nyeri perut ILO =(2 hari)
Ny. H (664553, P, 45 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
D.37.7 Nyeri perut ILO =(2 hari)
Wbc = 13,8 Hb = 9,7 USG Abdomen
Meninggal
82.
Ny. IS (675204, P, 45 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec perforasi ileusi + adhesi Peritonitis generalisata ec perforasi ileum + mesentrium Tumor caput pankreas +abdominal compartement syndrome Tu caecum
Hemicolectomi + Laparotomi
Susah BAB ILO =(5 hari)
Baik
83.
Ny. SS (662324, P, 34 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec app perforasi
Laparotomi app tomi
K.35.0 Nyeri perut ILO = (-)
Wbc = 6 Hb = 8,9 USG Abdomen Wbc = 6,9 Hb = 13,8 USG Abdomen
77.
Indikasi
81
+
Status
Baik
Baik
Meninggal
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. M (647343, L, 16 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
85.
Ny. N (649053, P, 66 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
86.
Ny. S (688233, P, 40 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
87.
Tn. S (363683, L, 52 th)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
88.
Tn. P (687183, L, 18 th)
89.
90.
No 84.
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Peritonitis generalisata ec V Ictum penetrans abd Ileus obst. Total ec adeno ca colon
Laparotomi eksplorasi
S.31.8 Nyeri perut ILO = (5 hari)
Laparotomi eksplorasi
Cito
Ileus obstec adeno ca ileum
Laparotomi eksplorasi
C.18.9 dan K.56.6 Nyeri perut ILO = (5 hari) Nyeri perut ILO = (5 hari)
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec app perforasi
Laparotomi eksplorasi
K.65.0 Nyeri perut ILO = (3 hari)
Ceftriaxon 2gr/12 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
S.36.0 Nyeri perut ILO = (-)
Ny. AZS (655412, P, 57 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec trauma tumpul abd Adeno ca colon diff sedang
Laparotomi eksplorasi ++ colostomi
C.18.2 Nyeri perut ILO =(3 hari)
Tn. MR (681782, L, 57 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Adeno ca rekti 1/3 distal
Laparotomi eksplorasi
C.20 Susah BAB ILO = (4 hari)
82
Data Laboratorium Wbc = 12,41 Hb = 14,4 USG Abdomen Wbc = 5,4 Hb = 10,5 USG Abdomen Wbc = 11,4 Hb = 12,6 USG Abdomen Wbc = 26,23 Hb = 13,5 USG Abdomen GDS = 308 Wbc = 27,7 Hb = 7,6 USG Abdomen Wbc = 11,96 Hb = 9,4 USG Abdomen Wbc = 13,7 Hb = 12 USG Abdomen GDS = 166
Status Baik
Meninggal
Baik
Meninggal
Baik
Baik
Meninggal
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. SS (671792, L, 36 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
92.
Ny. T (684652, P, 74 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
93.
Ny. MR (665022, P, 37 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
94.
Tn. J (674732, L, 32 th)
95.
96.
No 91.
97.
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Tumor abd ekstraluminal
Laparotomi eksplorasi
D.48.7 Nyeri perut ILO = (-)
Elektif
Metastase adeno ca pada mesonterium
Laparotomi eksplorasi
C.78.6 Nyeri perut ILO =(-)
IV
Elektif
Ileus obst total ec adhesi + ca roksi
Laparotomi eksplorasi
K.56.6 Nyeri perut ILO =(-)
Ceftriaxon 1gr/12 jam Metronidazole 500 mg/8 jam
IV
Cito
Laparotomi eksplorasi
S.31.1 Nyeri perut ILO =(-)
Tn. S (664632, L, 43 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Elektif
Laparotomi eksplorasi
C.13.2 Nyeri perut ILO =(-)
Tn. AR (665272, L, 40 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
Peritonitis generalisata ec v ictum hipokandrium Adeno ca musinosum colon ascendens Ileus obs total ec ca rekti 1/3 distal
Tn. E (673372, L, 18 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
Peritonitis ec internal bleeding ec trauma tumpul abdomen
Laparotomi
IV
Cito
83
Laparotomi eksplorasi colostomi
+
C.20 Susah BAB ILO = (-) S.36.1 Nyeri perut ILO =(-)
Data Laboratorium Wbc = 18,2 Hb = 11,41 USG Abdomen Wbc = 12,6 Hb = 11,81 USG Abdomen Wbc = 6,9 Hb = 8,8 USG Abdomen Wbc = 9,3 Hb = 10,4 USG Abdomen Wbc = 8,1 Hb = 13,5 USG Abdomen Wbc = 9,9 Hb = 11,5 USG Abdomen Wbc = 25100 Hb = 11,2 USG Abdomen
Status Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. B (645462, L, 51 th)
Jenis Antibiotik dan Dosis Ceftriaxon 1gr/12 jam
Metode Penggunaan IV
Jenis Operasi Cito
99.
Ny. LD (692462, P, 64 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
100 .
Ny. HP (662973, P, 29 th)
Ceftriaxon 1gr/12 jam
IV
Cito
No 98.
Indikasi
Operasi
Data Klinis
Peritonitis generalisata ec multiple perforasi intestinum Ca colon transversum
Laparotomi eksplorasi
K.63.1 Nyeri perut ILO = (2 hari)
Laparotomi + reseksi usus + colostomi
C.18.4 Nyeri perut ILO = (2 hari)
Peritonitis generalisata ec. App. perforasi
Laparotomi eksplorasi
K.35.0 Nyeri perut ILO = (5 hari)
84
Data Laboratorium Wbc = 14,3 Hb = 14,4 USG Abdomen Wbc = 12,3 Hb = 9,2 USG Abdomen Hipokalemia sepsis Wbc = 16,8 Hb = 9,6 USG Abdomen
Status Meninggal
Meninggal
Baik
Lampiran 4. Status, Jenis Operasi dan Lama Penggunaan Antibiotik
No 1. 2. 3.
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. H (296584, L, 49 th) Tn. RSE (655384, L, 21 th) Tn. MDR (673454, L, 63 th)
4.
Ny. R (677934, P, 42 th)
5.
Ny. TK (640024, P, 56 th) Tn. S (662864, L, 38 th)
6.
7. 8.
Tn. RG (670194, P, 55 th) Tn. JKS (650884, L, 74 th)
ASA 3 – 5
Kejahdian ILO +
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 1
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Jelek
Ada
Kotor
ASA 3 – 5
+
0
Jelek
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
2
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 - 2
+
5
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
5
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Ileus obstruktif
Jelek
Ada
Kotor
Appendicitis Acute Kataralis Peritonitis generalisata ec. Perforasi gaster Peritonitis generalisata ec. Laserasi lien grade V. Tumor recti 1/3 media Peritonitis generalisata ec. Ileus obstruksi Carsinoma recti 1/3 distal Adeno ca colon ascenden post tutup colostomy
Jelek
Tidak ada
Baik
85
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No
Nama Pasien (RM, JK, Umur)
9.
Tn. T (674984, L, 54 th)
10.
Ny. IO (643894, P, 55 th)
11.
Ny. D (662664, P, 51 th)
12.
Ny. SH (679574, P, 71 th)
13.
Tn. B (645794, L, 36 th)
14.
Ny. M (644134, P, 65 th)
15.
Ny. S (662324, P, 34 th) Tn. HS (678454, L, 22 th) Ny. J (669054, P, 37 th)
16. 17.
ASA 3 – 5
Kejahdian ILO +
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 0
Bersih
ASA 1 – 2
+
2
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
+
5
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
2
Baik
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
+
0
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
5
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
0
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
5
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Penitonitis generalisata ec. Ruptur vesica urinaria ec.trauma tumpul abdomen Ileus o2struksi ec tumo2r recti 1/3 dis0tal Metasta5se adeno ca pada kelenjar getah bening mesentrium Tu. Abdomen netroperitonial unrespectable Vulnus ictum penetrans regio frank dextra Peritonitis generalisata susp.tumor mesentrium App perforasi
Baik
Ada
Kotor
Jelek
Ada
Jelek
Ileus obstruksi total appendictis Ileus obstruktif
86
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No 18. 19. 20.
21. 22. 23. 24. 25.
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. N (658854, P, 42 th) Tn. A (672923, L, 35 th) Ny. N (649053, P, 66 th) Tn. A (672923, L, 35 th) Tn. RL (669723, L, 38 th) Tn. SDT (651514, L, 61 th) Tn. AH (619534, L, 64 th) Ny. B (657234, P, 60 th)
26.
Ny. SR (407423, P, 62 th)
27.
Tn. JT (654912, L, 59 th) Tn. MR (682412, L, 18 th)
28.
ASA 1 – 2
Kejahdian ILO -
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 1
Bersih
ASA 1 – 2
-
5
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
+
5
Cholelitiasis
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
3
Tumor jejunum
Jelek
Ada
Bersih
ASA1 – 2
-
5
Ca sigmoid
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
5
Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Tumor mesentrium + perlengketan omentum dan usus + trauma 0usus post laparotomi Adeno ca differensial sedang usus halus Vulnus ictum penetrans regio hipocondrium sinistra +laserasi jejunum
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 3 – 5
+
1
Jelek
Ada
Kotor
ASA 3 – 5
+
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
+
0
Baik
Tidak ada
Kotor
ASA 3 - 5
-
0
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
App Acute Phlegmonosa Tumor gaster antrum piloric Ileus ostrukso total ec adeno ca colon ascenden Tu. Gaster
Baik
Tidak ada
Bersih
Jelek
Ada
Jelek
87
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No
Nama Pasien (RM, JK, Umur)
29.
Tn. U (689901, L, 24 th)
30.
Tn. B (643511, L, 24 th) Tn. SH (663621, L, 19 th) Tn. K (663881, L, 50 th)
31. 32.
33. 34. 35.
Tn. B (645112, L, 62 th) Ny. NAL (691560, P, 45 th) Tn. MR (673741, L, 56 th)
36.
Tn. MT (646190, L, 55 th)
37.
Ny. SDB (690821, P, 61 th)
38.
Tn. MS (667041, L, 80 th)
39.
Tn. SS (672581, L, 17 th)
ASA 3 - 5
Kejahdian ILO -
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 1
Kotor
ASA 3 - 5
-
0
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
0
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
4
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
4
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
3
Baik
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
-
2
Jelek
Tidak ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
0
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
2
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
0
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Peritonitis generalisata ec vulnus ictum penetrans Trauma tumpul Abdomen Tumor intra abdomen Peritonitis perforasi ec perforasi duodenum Cholecystitis cronic aktif Ileus Ostruksi Parsial
Baik
Tidak ada
Kotor
Jelek
Tidak ada
Jelek
Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Peritonitis generalisata ec trauma benda tumpul Peritonitis generalisata ec perforasi eppendix Ileus obstruktif ec adhesi +perforasi app Perforasi app
88
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No
Nama Pasien (RM, JK, Umur)
40.
Ny. M (661811, P, 21 th)
41.
Tn. AA (676711, L, 60 th)
42.
Tn. F (688972, L, 24 th)
43.
Tn. U (67880, L, 21 th) Ny. D (649182, P, 33 th) Ny. S (688800, P, 80 th)
44. 45.
46. 47. 48. 49.
50.
Tn. SS (671792, L, 36 th) Ny. K (659700, P, 22 th) Tn. MS (678840, L, 50 th) Ny. LMS (678620, P, 18 th) Tn. R (674940, L, 27 th)0
ASA 1 – 2
Kejahdian ILO +
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 0
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
-
1
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
4
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
0
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Peritonitis generalisata ec perforasi app Peritonitis generalisata ec perforasi buli1 Peritonitis 0generalisata ec trauma tumpul abdomen Perforasi app
Baik
Tidak ada
Bersih
Jelek
Ada
Jelek
Peritonitis ec perforasi app Ileus obstruksi partial ec adhesi ileum perforasi apendix Tumor abdomen extraluminer App. Acute Non Hodgikin limfoma gaster Peritonitis generalisata ec app perforasi Perforasi app
89
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No 51. 52.
53. 54.
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Tn. HA (644752, L, 22 th) Tn. ABL (660543, L, 53 th) Ny. AY (659993, P, 22 th) Tn.YL (669473, L, 30 th)
55.
Tn. H (683163, L, 27 th)
56.
Ny. J (544940, P, 43 th) Tn. SH (692032, L, 69 th) Tn. S (664632, L, 43 th)
57. 58.
59. 60.
Ny. SM (661922, P, 43 th) Tn. BS (661581, L, 40 th)
ASA 1 – 2
Kejahdian ILO -
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 0
Bersih
ASA 1 – 2
+
4
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
3
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
4
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
2
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Jelek
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
+
0
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
App perforasi
Baik
Tidak ada
Bersih
Ileus obstruksi ec tu.recti 1/3 distal susp malignansi Peritonitis ec perforasi ileum Peritonitis generalisata ec perforasi colon ascenden Peritonitis generalisata ec perforasi ileum Kista hepar
Baik
Ada
Jelek
Abses periappendicular Adeno ca. Musinosum colon ascenden Peritonitis generalisata0 Ruptur liem grade IV ec. V ictum penetrans fhoraco abdominal
90
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No
Nama Pasien (RM, JK, Umur)
61.
Tn. A (675681, L, 21 th)
62.
Tn. H (662322, L, 48 th) Ny. F (680142, P, 37 th) Tn. ATS (678102, L, 24 th)
63. 64.
65.
Ny. I (649881, P, 71 th)
66.
Ny. M (669591, P, 48 th)
67.
Tn. S (666451, L, 38 th) Tn. A (663861, L, 53 th)
68.
69. 70. 71.
Tn. JF (610341, L, 27 th) Tn. M (660021, L, 27 th) Ny. N (677131, P, 62 th)
ASA 3 - 5
Kejahdian ILO +
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 0
Bersih
ASA 1 – 2
-
3
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
3
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
4
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
3
Jelek
Tidak ada
Kotor
ASA 3 - 5
+
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Laserasi gaster ec. V. Ictum penetrasi ultraabdominal Adeno ca colon
Baik
Tidak ada
Kotor
Jelek
Ada
Jelek
Tumor mesentrium unresectable Peritonitis generalisata ec iskemik a. mesenterle superior Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Ileus obstruksi ec tumor usus halus + tumor colon Kolongiosarkoma ec tumor Klatzing Ileus obstruksi ec tumor rectosigmoid unresectable Ileostomy ec perforasi app Ruptur Lien Grade IV ec trauma abdomen Ileus obstruksi ec iskemia a mesentelire superior
91
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No
Nama Pasien (RM, JK, Umur)
72.
Tn. E (683281, L, 69 th)
73.
Tn. K (663881, L, 50 th)
74.
Ny. H (650231, P, 68 th)
75.
Tn R (683283, L, 22 th) Tn. BDN (649203, L, 59 th) Tn. J (679144, L, 71 th) Tn. B (682424, L, 42 th) Ny. J (674153, P, 41 th)
76. 77. 78. 79.
80.
Tn. S (675043, L, 49 th)
Indikasi
Status Gizi
Peritonitis generalisata ec perforasi gaster Peritonitis generalisata ec. Perforasi duodenum segmen I Peritonitis generalisata ec perforasi ileus App. perforasi
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Ileus obst. total
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Ileus obstruksi
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Sigmoid Fistel enterocutaneus Peritonitis generalisata ec perforasi ileusi + adhesi Peritonitis generalisata ec perforasi ileum + mesentrium
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
2
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
92
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 0
Penyakit Penyerta
Kejahdian ILO +
0
No
Nama Pasien (RM, JK, Umur)
81.
Ny. H (664553, P, 45 th)
82.
Ny. IS (675204, P, 45 th) Ny. SS (662324, P, 34 th)
83.
84.
Tn. M (647343, L, 16 th)
85.
Ny. N (649053, P, 66 th) Ny. S (688233, P, 40 th) Tn. S (363683, L, 52 th)
86. 87.
88.
Tn. P (687183, L, 18 th)
89.
Ny. AZS (655412, P, 57 th) Tn. MR (681782, L, 57 th) Tn. SS (671792, L, 36 th)
90. 91.
ASA 3 – 5
Kejahdian ILO +
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 5
Bersih
ASA 1 – 2
+
4
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
0
Baik
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
+
0
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
0
Jelek
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
-
1
Jelek
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
+
1
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 – 2
-
1
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Tumor caput pankreas +abdominal compartement syndrome Tu caecum
Baik
Ada
Bersih
Jelek
Ada
Baik
Peritonitis generalisata ec app perforasi Peritonitis generalisata ec V. Ictum penetrans abd Ileus obst. Total ec adeno ca colon Ileus obstec adeno ca ileum Peritonitis generalisata ec app perforasi Peritonitis generalisata ec trauma tumpul abd Adeno ca colon diff sedang Adeno ca rekti 1/3 distal Tumor abd ekstraluminal
93
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
No 92. 93. 94.
Nama Pasien (RM, JK, Umur) Ny. T (684652, P, 74 th) Ny. MR (665022, P, 37 th) Tn. J (674732, L, 32 th)
95.
Tn. S (664632, L, 43 th)
96.
Tn. AR (665272, L, 40 th) Tn. E (673372, L, 18 th)
97.
98.
Tn. B (645462, L, 51 th)
99.
Ny. LD (692462, P, 64 th) Ny. HP (662973, P, 29 th)
100 .
ASA 1 – 2
Kejahdian ILO -
Lama penggunaan antibiotic profilaksis (hari) 4
Bersih
ASA 1 - 2
-
3
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
-
0
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
2
Baik
Ada
Bersih
ASA 1 - 2
-
0
Baik
Tidak ada
Kotor
ASA 3 – 5
-
0
Baik
Ada
Bersih
ASA 3 – 5
+
0
Jelek
Ada
Bersih
ASA 3 - 5
+
0
Baik
Tidak ada
Bersih
ASA 1 - 2
+
0
Indikasi
Status Gizi
Penyakit Penyerta
Metastase adeno ca pada mesonterium Ileus obst total ec adhesi + ca roksi Peritonitis generalisata ec v ictum hipokandrium Adeno ca musinosum colon ascendens Ileus obs total ec ca rekti 1/3 distal Peritonitis ec internal bleeding ec trauma tumpul abdomen Peritonitis generalisata ec multiple perforasi intestinum Ca colon transversum Peritonitis generalisata ec. App. Perforasi
Baik
Ada
Bersih
Jelek
Ada
Jelek
94
Kategori Operasi
Kondisi Pasien
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas
1. Hasil statistik pengaruh lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi jenis operasi Case Processing Summary Cases Valid Jenis_Operasi
N
Lama_penggunaan cito elektif
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
69
100.0%
0
0.0%
69
100.0%
31
100.0%
0
0.0%
31
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Jenis_Operasi
Statistic
Lama_penggunaan cito elektif
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.294
69
.000
.590
69
.000
.176
31
.016
.880
31
.002
a. Lilliefors Significance Correction
Karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data kedua kelompok tidak normal, maka tidak dilakukan uji t tidak berpasangan. Setelah mengetahui distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi data. Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov tran_jo tran_lp
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.523
31
.000
.343
31
.000
.30
.204
31
.002
.857
31
.001
a. Lilliefors Significance Correction
95
Diasumsikan proses transformasi data untuk usaha agar distribusi data menjadi normal tidak berhasil. Oleh karena syarat data harus memiliki distribusi normal tidak terpenuhi maka uji hipotesis yang dipakai adlah uji alternatif t tes tidak berpasangan yaitu uji mann – whitney. Test Statistics
a
L_penggunaan Mann-Whitney U
63.500
Wilcoxon W
2478.500
Z
-7.823
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
a. Grouping Variable: Jenis_operasi
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,000. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna lama penggunaan antibiotik dengan jenis operasi. Hasil analisis uji mann – whitney N Lama Penggunaan - Cito Lama Penggunaan - Elektif
Median (minimum – maksimum) 0,00 (0 – 5) 4,00 (1 – 5)
69 31
Ρ 0,000
2. Hasil statistik pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi
Jenis_Operasi * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + Jenis_Operasi
cito elektif
Total
96
-
Total
35
34
69
9
22
31
44
56
100
Case Processing Summary Cases Valid K_ILO Jenis_Operasi
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
+
44
100.0%
0
0.0%
44
100.0%
-
56
100.0%
0
0.0%
56
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov K_ILO Jenis_Operasi
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
+
.487
44
.000
.496
44
.000
-
.394
56
.000
.620
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data kedua kelompok tidak normal, maka tidak dilakukan uji t tidak berpasangan. Setelah mengetahui distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi data. Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov tran_ilo tran_jo
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.487
44
.000
.496
44
.000
.30
.394
56
.000
.620
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Diasumsikan proses transformasi data untuk usaha agar distribusi data menjadi normal tidak berhasil. Oleh karena syarat data harus memiliki distribusi normal tidak terpenuhi maka uji hipotesis yang dipakai adlah uji alternatif t tes tidak berpasangan yaitu uji mann – whitney.
97
Test Statistics
a
Jenis_Operasi Mann-Whitney U
1000.000
Wilcoxon W
1990.000
Z
-2.011
Asymp. Sig. (2-tailed)
.044
a. Grouping Variable: K_ILO
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,044. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna antara jenis operasi dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Jenis Operasi - + (ada) Jenis Operasi - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,20 (1 - 2) 1,39 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,044
3. Hasil statistik pengaruh jenis operasi dengan infeksi luka operasi
GIZI * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + GIZI
-
Total
Baik
23
38
61
Jelek
21
18
39
44
56
100
Total
Case Processing Summary Cases Valid K_ILO GIZI
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
+
44
100.0%
0
0.0%
44
100.0%
-
56
100.0%
0
0.0%
56
100.0%
98
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov K_ILO GIZI
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
Df
Sig.
+
.350
44
.000
.636
44
.000
-
.431
56
.000
.589
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data kedua kelompok tidak normal, maka tidak dilakukan uji t tidak berpasangan. Setelah mengetahui distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi data. Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov tran_ilo tran_gizi
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.350
44
.000
.636
44
.000
.30
.431
56
.000
.589
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Diasumsikan proses transformasi data untuk usaha agar distribusi data menjadi normal tidak berhasil. Oleh karena syarat data harus memiliki distribusi normal tidak terpenuhi maka uji hipotesis yang dipakai adlah uji alternatif t tes tidak berpasangan yaitu uji mann – whitney.
Test Statistics
a
GIZI Mann-Whitney U
1040.000
Wilcoxon W
2636.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-1.578 .115
a. Grouping Variable: K_ILO
99
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,115. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara status gizi dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Status gizi - + (ada) Status gizi - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,48 (1 - 2) 1,32 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,115
4. Hasil statistik pengaruh penyakit penyerta dengan infeksi luka operasi P_penyerta * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + P_penyerta
-
Total
Ada
29
26
55
Tidak ada
15
30
45
44
56
100
Total
Case Processing Summary Cases Valid K_ILO P_penyerta
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
+
44
100.0%
0
0.0%
44
100.0%
-
56
100.0%
0
0.0%
56
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov K_ILO P_penyerta
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
+
.421
44
.000
.599
44
.000
-
.358
56
.000
.635
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
100
Karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data kedua kelompok tidak normal, maka tidak dilakukan uji t tidak berpasangan. Setelah mengetahui distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi data. Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov tran_ilo tran_ppenyerta
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.421
44
.000
.599
44
.000
.30
.358
56
.000
.635
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Diasumsikan proses transformasi data untuk usaha agar distribusi data menjadi normal tidak berhasil. Oleh karena syarat data harus memiliki distribusi normal tidak terpenuhi maka uji hipotesis yang dipakai adlah uji alternatif t tes tidak berpasangan yaitu uji mann – whitney.
Test Statistics
a
P_penyerta Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
992.000 1982.000 -1.934 .053
a. Grouping Variable: K_ILO
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,053. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara penyakit penyerta dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney
101
n Penyakit penyerta - + (ada) Penyakit penyerta - - (tidak ada)
Median (minimum – maksimum) 1,34 (1 - 2) 1,54 (1 - 2)
44 56
Ρ 0,053
5. Hasil statistik pengaruh kondisi operasi dengan infeksi luka operasi K_operasi * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + K_operasi
-
Total
Bersih
35
48
83
Kotor
9
8
17
44
56
100
Total
Case Processing Summary Cases Valid K_ILO K_operasi
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
+
44
100.0%
0
0.0%
44
100.0%
-
56
100.0%
0
0.0%
56
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov K_ILO K_operasi
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
+
.487
44
.000
.496
44
.000
-
.514
56
.000
.416
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data kedua kelompok tidak normal, maka tidak dilakukan uji t tidak berpasangan. Setelah mengetahui distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi data.
102
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov tran_ilo tran_ko
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.487
44
.000
.496
44
.000
.30
.514
56
.000
.416
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Diasumsikan proses transformasi data untuk usaha agar distribusi data menjadi normal tidak berhasil. Oleh karena syarat data harus memiliki distribusi normal tidak terpenuhi maka uji hipotesis yang dipakai adlah uji alternatif t tes tidak berpasangan yaitu uji mann – whitney.
Test Statistics
a
K_operasi Mann-Whitney U
1156.000
Wilcoxon W
2752.000
Z
-.811
Asymp. Sig. (2-tailed)
.417
a. Grouping Variable: K_ILO
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,417. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kondisi operasi dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Kondisi operasi - + (ada) Kondisi operasi - - (tidak ada)
44 56
103
Median (minimum – maksimum) 1,20 (1 - 2) 1,14 (1 - 2)
Ρ 0,417
6. Hasil statistik pengaruh kondisi pasien dengan infeksi luka operasi K_pasien * K_ILO Crosstabulation Count K_ILO + K_pasien
-
Total
ASA 1 - 2
31
48
79
ASA 3 - 5
13
8
21
44
56
100
Total
Case Processing Summary Cases Valid K_ILO K_pasien
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
+
44
100.0%
0
0.0%
44
100.0%
-
56
100.0%
0
0.0%
56
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov K_ILO K_pasien
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
+
.444
44
.000
.573
44
.000
-
.514
56
.000
.416
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data kedua kelompok tidak normal, maka tidak dilakukan uji t tidak berpasangan. Setelah mengetahui distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi data. Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov tran_ilo tran_kp
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.00
.444
44
.000
.573
44
.000
.30
.514
56
.000
.416
56
.000
a. Lilliefors Significance Correction
104
Diasumsikan proses transformasi data untuk usaha agar distribusi data menjadi normal tidak berhasil. Oleh karena syarat data harus memiliki distribusi normal tidak terpenuhi maka uji hipotesis yang dipakai adlah uji alternatif t tes tidak berpasangan yaitu uji mann – whitney.
a
Test Statistics
K_pasien Mann-Whitney U
1044.000
Wilcoxon W
2640.000
Z
-1.850
Asymp. Sig. (2-tailed)
.064
a. Grouping Variable: K_ILO
Dengan uji mann whitney, diperoleh angka signifikan 0,064. Karena nilai p > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kondisi pasien dengan infeksi luka operasi. Hasil analisis uji mann – whitney n Kondisi pasien - + (ada) Kondisi pasien - - (tidak ada)
44 56
105
Median (minimum – maksimum) 1,30 (1 - 2) 1,14 (1 - 2)
Ρ 0,064