Pengaruh Exposure Film Lakar Pelangi terhadap Motivasi Kunjungan Wisata ke Pulau Belitung pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Angkatan 2009-2011
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Beberapa waktu lalu nama pulau belitung mungkin sangat asing bagi telinga orang-orang. Jangankan untuk mengetahui apa yang ada dalam pulau tersebut, letak pulau belitung sendiri tidak semua orang Indonesia mengetaui. Padahal Belitung merupakan salah satu pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Selain itu letaknya juga sebetulnya sangat strategis dimana dihimpit oleh tiga pulau besar di Indonesia yaitu Sumatra, jawa, dan Kalimantan. Kemudian di tahun 2006
kehadiran novel serta diikuti dengan
peluncuran film laskar pelangi pada 2008, di tengah masyarakat, yang mengangkat beberapa sisi kehidupan di belitung seperti menjadi titik awal pengenalan pulau belitung ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Karena khususnya pada film laskar pelangi sering menampilkan berbagai objek pariwisata di pulau belitung yang potensinya belum terjamah. Penggambaran tentang pulau belitung yang diciptakan film laskar pelangi memang sedikti banyaknya menampilkan nilai dari keilmuan komunikasi khususnya public relations, dimana peran film tersebut melalui media massa mampu menyampaikan informasi tentang sesuatu yang belum diketahui ke tengah ruang publik. Selain itu intensitas jumlah informasi tentang pulau belitung yang ditampilkan oleh media massa baik itu cetak
1
maupun elektronik saat ini terlihat jauh meningkat sebelum kehadiran film laskar pelangi tadi. Selain itu banyak event-event pariwisata seperti yang terakhir ini yaitu sail Wakatobi Belitung yang diadakan di Belitung membuat intensitas kehadiran nama pulau Belitung di masyarakat semakin meningkat. Dalam hal ini penulis akan menyangkutkan penelitian dia atas dengan salah satu ayat Al-quran yaitu sebagai berikut:
Q.S. Al-Alaq : 5
Artinya ; “Dia “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ” Kaitan surat diatas dengan penilitian ini yaitu terdapat pada kata mengajarkan yang dapat diartikan menyampaikan ilmu atau informasi. Dalam penelitian ini juga ingin mengetahui pengaruh exposure film laskar pelangi yang menggambarkan pulau Belitung terhadap pemahaman khalayak tentang objek wisata yang ada di pulau Belitung. Novel Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata dianggap sebagai awal kebangkitan sektor pariwisata di Belitung. Dalam perkembangannya, Laskar Pelangi hadir di antara masyarakat dalam bentuk film layar lebar dan sireal sinetron Kabar terakhir, Laskar Pelangi juga dilirik oleh production house milik Brad Pitt, aktor papan atas Hollywood. Bila hal itu benar, maka dunia
2
pariwisata Belitung akan makin populer di dunia. Dan tak menutup kemungkinan kunjungan wisatawan ke Belitung, khususnya wisatawan asing akan meningkat .(www.bangka.tribunnews.com, di download pada 14 Januari 2012 Pukul 12.15 WIB). Pulau Belitung sendiri pada awalnya memang bukanlah pulau yang berorientasi pada pariwisata sebagai bidang yang menjadi andalan. Dahulu pulau Belitung memiliki sektor pertambangan yang menjadi andalan dalam peningkatan perokonomian masyarakat. Timah dan kaolin merupakan komoditas utama yang menjadi andalan pertambangan di Belitung. Namun karena terjadinya kerusakan alam yang terdapat pada beberapa wilayah dipulau ini, maka bidang pariwisatalah yang sekarang dianggap menjadi sektor yang bisa diandalkan. Di pulau Belitung sendiri kehadiran film Laskar Pelangi nampaknya menjadi berkah tersendiri. Laskar Pelangi benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah di pulau Belitung sebagai nilai jual dari pulau ini sendiri. Terbukti dengan digunakannya nama “Bumi Laskar Pelangi” sebagai julukan dari pulau Belitung yang digunakan untuk menarik wisatawan ke pulau Belitung. Selain itu, beberapa hal lain yang terjadi di pulau Belitung menunjukan bahwa pulau Belitung benar-benar menjadikan nama Laskar Pelangi menjadi nilai jual dari pariwisata pada pulau tersebut. Perubahan yang terjadi pada pulau ini yaitu, ada pergantian nama jalan di daerah Gantung, Belitung Timur menjadi jalan Laskar Pelangi.
3
Dibalik hal diatas yang telah dilakukan oleh pemerintah dan warga masyarakat sebagai bentuk dari pengaruh Film Laskar Pelangi terhadap pulau Belitung. Akan terasa rancu apabila tidak adanya pengaruh terhadap motivasi kunjungan kunjungan wisatawan wisatawan yang menjadi timbal balik dari hal diatas sebagai pengaruh kehadiran film laskar pelangi. Oleh karena itu patutlah untuk dicari tahu apakah ada pengaruh terhadap minat kunjungan ke pulau Belitung setelah adanya exposure dari Film Laskar Pelangi. Namun yang menjadi pertanyaannya yaitu seberapa besarkah pengaruh exposure film laskar pelangi dalam membantu meningkatkan motivasi kunjungan wisatawan ke pulau Belitung pada saat ini. Padahal film tersebut tentu pada perencanaannya di industri perfilman lebih berat tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena seperti yang diketahui industri pada dasarnya berideologikan kapitalisme yang berorientasi pada materi. Film laskar Pelangi yang kemarin menjadi salah satu film yang difavoritkan di Indonesia. Hal ini dilihat dari jumlah penonton yang datang ke bioskop untuk menyaksikan film ini. Apalagi gaung dari film ini tidak sampai disitu, bahkan beberapa waktu lalu sampai film ini dijadikan drama musikal dan film serial yang beberapa waktu lalu disiarkan di salah satu televisi swasta di Indonesia. Trend menonton film pada kaum remaja terutama pada mahasiswa saat ini salah satu tolak ukur bahwa dunia film begitu dekat dengan
4
kehidupan mahasiswa saat ini. Karena sebagian besar mahasiswa cenderung meluangkan waktunya waktunya untuk menonton film pada waktu waktu lenggang. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui pengaruh exposure film Laskar Pelangi terhadap motivasi kunjungan wisata ke pulau Belitung pada Mahasiswa ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Mahasiswa ilmu komunikasi, penulis pilih sebagai populasi dari penelitian ini karena pada dasarnya mahasiswa ilmu komunikasi memiliki pengetahuan mengenai pengaruh media massa dan salah satunya film. Sehingga hal ini diharapkan hasil dari penelitian ini akan lebih valid lagi.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari permasalahan diatas, peneliti dapat merumuskan, seberapa besar pengaruh exposure film laskar pelangi terhadap motivasi kunjungan wisata domestik ke pulau belitung ?
C. TUJUAN MASALAH
Dengan Melihat pokok permasalahan diatas maka, tujuan peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah: Menganalisis Pengaruh Exposure Film laskar pelangi tehadap motivasi kunjungan wisata ke pulau Belitung pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga.
5
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat akademis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan pada ilmu komunikasi. Sebagai bahan referensi tentang pengaruh exposure film terhadap motivasi kunjungan wisata ke pulau Pelitung pada mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 2. Manfaat Praktis Mengetahui pengaruh atau dampak sebuah exposure film terhadap motivasi kunjungan wisata domestik ke sebuah objek wisata. Sebagai acuan dalam penggunaan media dalam pembentuk minat kunjungan wisatawan. Sebagai dasar penentu kebijakan pemasaran pariwisata dimasa yang akan datang. E. TINJAUAN PUSTAKA
Setelah melalui pembahasan yang intens dengan para dosen dan senior yang ada di asrama Calamoa. Maka penulis mendapatkan beberapa informasi penting yang dapat dijadikan bukti keaslian penelitian yang dilakukan. Skripsi Liza Novaria, mahasiswi jurusan komunikasi penyiaran penyiaran islam Fakultas dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2007, yakni tentang pengaruh menonton film kiamat sudah dekat terhadap kecenderungan mengamalkan shalat lima waktu pada siswa-siswi sekolah menegah umum negeri 1 jawai kabupaten sambas kalimantan barat.
6
Berdasarkan penelitian ini bahwa pengaruh menonton film kiamat sudah dekat terhadap kecenderungan mengamalkan shalat wajib pada siswa siswi SMU Negeri 1 jawai kabupaten sambas kalimantan barat, dari uji analisis variansi 1 jalur mixed 1 faktor dapat disimpulkan bahwa ; Pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan dalam bentuk menonton film mempunyai tingkat kecendrungan yang tinggi dalam mengamalkan sholat lima waktu dari sebelum diberi perlakuan. Pada kelompok kontrol setelha diberi placebo tidak mempunyai perbedaan dalam kecendrungan mengamalkan shlat lima waktu dari sebelum diberi placebo. Sedangkan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai perbedaan dalam kecenderungan mengamalkan sholat lima waktu setelah diberi perlakuan. Ini terlihat dari hasil penghitungan antara varibel yaitu t hitung -17, 672 <
t tabel
7,0711. Sehingga pengaruh
menonton film kiamat sudah dekat terhadap kecendrungan mengamalkan shalat lima waktu mempunyai tingkat signifikansi p ≤ 0,01. Berarti film kiamat sudah dekat secara meyakinkan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kecenderungan mengamalkan sholat lima waktu pada siswa siswi smu negeri 1 jawai kabupaten sambas kalimantan barat. Sehingga hipotesis kerja (HK) dalam penelitian ini diterima. Penelitian yang dilakukan penelitian memiliki persamaan dengan penelitian diatas yaitu sama-sama ingin mengetahui pengaruh exposure film, walaupun film yang diteliti berbeda yaitu Film Laskar Pelangi dan Film Kiamat Sudah Dekat. Namun berbeda dari penelitian diatas yaitu
7
peneliti dalam penelitian ini ingin mengetahui pengaruh exposure film tersebut terhadap motivasi kunjungan wisata ke pulau Belitung pada mahasiswa ilmu komunikasi UIN Yogyakarta. Sedangkan penelitian diatas ingin mengetahui pengaruhnya terhadap kecenderungan mengamalkan sholat lima waktu. Pada Penilitian dari Amir Hamzah Idar, jurusan Jurnalistik, Sekolah tinggi ilmu komunikasi mahakam, yang berjudul pengaruh siaran televisi terhadap peningkatan wisatawan di pampang kelurahan sungai pinang dalam kecamatan samarinda ilir kotamadya samarinda, 1992, yang menghasilkan data sebagai berikut: Antara
varibel
siaran
televisi
dengan
variabel
kunjungan
wisatawan terdapat hubungan sebab akibat.Apabila frekuensi siaran televisi ditingkatkan maka pada kunjungan wisatawan akan meningkat pula dan sebaliknya jika frekuensi siaran televisi tidak ditingkatkan maka kunjungan wisatwan pun tidak meningkat, berarti hipotesis terbukti akan kebenaranya. Partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan didesa pempang, keluran sungai pinang dalam, kotamadya samarinda cukup efektif.Selain itu terdapat saran dari penulis diatas bahwa Dalam rangka meningkatkan devisa negara disektor non migas, hendaknya industri pariwisata mendapat perhatian sepenuhnya bagi aparat yang berwenang, khususnya terhadap pembinaan desa kunjungan wisatawan
8
Dengan ditetapkanny desa pampang sebagai desa budaya yang menjadi binaan PKK Tk I kaltim hendaknya segera dibangun penginapan atau home stay, agar wisatawan merasa betah berada di desa wisata pampang tersebut. Berbeda dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan Amir Hamzah Diar ini ingin mengetahui peningkatan wisatawan, sedangkan penulis melalui penelitian ini ingin mengetahui motivasi kunjungan wisata. Persamaan dari penelitian ini dengan yang yang dilakukan diatas adalah ingin melihat pengaruh dari media massa. Walapun penelitian yang penulis lakukan ini lebih terfokus pada satu jenis media massa yaitu film.
F. KERANGKA TEORI
Film jelas memiliki suatu peranan bagi perkembangan bangsa pada umumnya serta sebuah pulau pada khususnya. Namun film laskar pelangi yang didalamnya telah memperkenalkan pulau belitong pada khalayak banyak, belum diketahui apakah telah diketahui apakah terdapat pengaruhnya terhadap motivasi kunjungan wisata ataukah belum. Karena penelitian ini merupakan penelitian yang berdasarkan keilmuan komunikasi maka peneliti menggunakan teori yang terdapat pada ilmu komunikasi sebagai dasarnya. Selain itu pada penilitian ini saya menggunakan beberapa teori yaitu, sebagai berikut:
9
1. Tinjauan umum tentang komunikasi massa.
a. Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran media dalm menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Secara sederhana komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan f ilm. Definisi
yang
paling
sederhana
komunikasi
massa
dikemukakan oleh Bittner yaitu komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang besar. Dan ahli komunikasi yang lain Gerbner, yaitu komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industry. Dari definisi diatas dapat disimpulkan komunikasi massa dapat diartikan sebagai jenis komunikasi
yang
ditujukan
kepada
khalayak
yang
tersebar,
heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama serentak dan sesaat. Dalam hal ini komunikasi massa apabila diperbandingkan dengan sIstem komunikasi interpersonal menurut Elizabeth-Noelle dapat ditemukan empat tanda pokok dalam komunikasi yaitu (Rakhmat, 2005:189):
10
1) Bersifat tidak langsung artinya harus melewati media teknis 2) Bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (komunikan) 3) Bersifat terbuka artinya ditujukan kepada publik yang terbatas dan anonim 4) Mempunyai publik yang tersebar
b. Efek Komunikasi Massa 1)
Efek Kehadiran Menurut Mc. Luhan, media adalah pesan itu sendiri, sehingga
yang
mempengaruhi
khalayak
bukan
apa
yang
disampaikan oleh media tetapu jenis media komunikasi yang digunakan baik media cetak maupun elektronik. Sedangkan Steven M. Chaffe , berpendapat efek media massa dari kehadirannya selagi benda fisik, yang dibagi menjadi 5 yaitu ; a) Efek
ekonomi,
di
akui
bahwa
kehadiran
media
massa
menggerakan berbagai usaha produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa. b) Efek sosial yang berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat kehadiran media massa. c) Efek pada penjadwalan kegiatan sehari-hari, yang telah menggurangi waktu (khususnya media televisi).
11
d) Efek hilangnya perasaan tidak nyaman, yang mana orang menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan psikologis. e) Efek menumbuhkan perasaan tertentu, yang meliputi perasaan positif dan negatif terhadap media. 2) Efek Pesan Efek Pesan meliputi 3 aspek yaitu kognitif, afektif dan behavioral (Rahamat Jalaludin, 2005: 219); a) Efek Kognitif Efek ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dipersepsi khalayak. Hal ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan informasi. Dalam membicarakan tentang efek kognitif dari media massa kita akan banyak mengulas tentang citra. “Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku- perilaku tertentu”, ujar Robert (1997), karena efek kognitif lebih dekat dengan pembentuk citra yang diciptakan, namun tidakalah langsung menimbulkan tindakan dari khalayak. b) Efek Afektif Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibencin khalayak. Efek ini berhubungan dengan emosi, sikap atau nilai. Dalam hubungannya dengan perubahan sikap, menurut Josep Klapper media massa pada umumnya tidak memberikan
12
efek yang cukup penting kepada khalayak, tetapi faktor perantara lebih penting. Ketika media massa melakukan fungsinya sebagai agen perubahan, akan timbul salah satu dari dua keadaan berikut: (1) Faktor perantara dalam keadaan lemah sehingga efek menjadi langsung. (2) Faktor-faktor
perantara
mendorong
pengukuhan
/
perubahan sehingga efek menjadi tidak langsung. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Joseph Klapper pada tahun 1960 tentang efek komunikasi massa. Terdapat 5 prinsip umum yaitu: (1) Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor predisposisi personal, proses selektf, keanggotan kelompok (factor personal). (2) Komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun yang kadang-kadang berfungsi sebagai media pengaruh (agent of change) (3) Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
13
(4) Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada
bidang-bidang
dimana
pendapat
orang
lemah,
misalnya pada iklan komersial. (5) Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1997:149). Pada intinya efek ini adalah mengenai perubahan emosional
pada
perasaan
dan
sikap
khlayak
yang
disebabkan oleh ransangan emosional yang cukup kuat. c) Efek Behavioral Efek behavioral ini merujuk pada perilaku nyata yang diamati, yang menjadi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku. Efek ini mengungkap tentang efek komunikasi massa pada perilaku khalayak, pada tindakan dan gerakan yang tampak dalam kehidupan sehari-sehari. Efek teori belajar dari Bandura, orang cenderung meniru perilakau yang diamatinya dan menjadikannya teladan serta stimulasi bagi perubahan bagi perubahan perilaku. Seseorang setelah menonton film didalam jiwanya timbul gejolak dan memahami proses identifikasi sosial dimana penonton akan mengidentifikasikan dirinya dengan aktor dan aktris yang disenanginya dalam film tersebut (Effendi Uchjana Onong, 1988:201)
14
Efek ini jelas menimbulkan perubahan perilaku yang terjadi dengan adanya perilaku yang kita tirukan ataupun yang menciptakan perilaku baru setelah kita diterpa oleh media massa. Dalam efek ini kita seperti akan terdorong melakukan sesuatu perilaku bila kita melihat seseorang
mendapatkan
ganjaran karena perbuatannya. 3) Efek Pada Sikap Menurut
Josep
Klapper
menentukan
hubungan
dengan
pembentukan sikap pengaruh media massa yang disimpulkan dalam lima prinsip yaitu (Rakmat Jalaludin, 2005:232): a) Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti berdisposisi personal, proses selektif, keanggootaan kelompok. b) Karena
faktor-faktor
ini,
komunikasi
massa
berfungsi
memperkokoh sikap dan pendapat yang ada walaupun kadangkadang berfungsi sebagai media pengubah. c) Bila
komunikasi
massa
menimbulkan
perubahan
sikap,
perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi dari konversi (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain. d) Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah.
15
e) Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada preisposisi yang harus diperteguh.
c. Teori Komunikasi Massa Teori komunikasi massa yang disampaikan oleh para ahli, diantaranya yaitu: 1) Teori Kultivasi Menurut Baron dan Burne terdapat tiga fase riset mengenai kultivasi. Pertama adalah fase Bobo Doll, kedua fase penelitian laboratorium dan ketiga adalah fase riset lapangan. Fase pertama dirintis oleh Bandura dan kawan-kawannya yang mencoba meneliti apakah anak-anak yang melihat orang dewasa melakukan tindakan agresif juga akan melakukan tindakan agresif sebagaimana yang mereka lihat. Seratus anak-anak setingkat taman kanak-kanak dibagi ke dalam empat kelompok, dengan treatment yang berbeda. Satu kelompok pertama melihat seorang dewasa menyerang boneka balon Bobo Doll sambil berteriak garang, “Hantam! Sikat Hidungnya!”. Kelompok kedua dari anak-anak tersebut melihat tindakan yang sama dalam berwarna pada pesawat televisi. Kelompok ketiga juga melihat adegan film televisi, namun yang tidak menampilkan adegan kekerasan. Kelompok terakhir, sama sekali tidak diberi akses
16
menonton adegan kekerasan sama sekali. Setelah mencapai treatment tersebut sikap anak diberikan waktu bermain selama 20 menit sembari diamati melalui kaca yang tembus pandang. Diruangan bermain disediakan Bobo Doll dan alat-alat permainan lainya, dan terbukti kelompok pertama dan kedua melakukan tindakan agresif, sebanyak 80 – 90 persen dari kelompok tersebut. Fase kedua penelitian kultivasi yang mencoba mengganti obyek perilaku agresif secara realistis, yaitu bukan lagi boneka plastic melainkan manusia. Adegan kekerasan diambilkan dari film-film yang dilihat para remaja yaitu serial televisi The Untouchtables. Liebert dan Baron, yang melakukan penelitian
generasi kedua ini di tahun 1972, membagi para remaja menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama melihat film
The
Untouchtables yang berisi beragam adegan kekerasan, dan yang
kedua melihat adegan menarik dari televisi tapi tidak dibumbui adegan
kekerasan
sama
sekali.
Kemudian
mereka
diberi
kesempatan untuk menekan tombol merah yang dikatakan dapat menyakiti remaja yang berada di ruangan lain. Ternyata kelompok pertama lebih banyak dan lebih lama menekan tombol merah dari pada kelompok kedua. Fase ketiga dilakukan Layens dan kawan-kawan di Belgia tahun 1975. Perilaku agresif diamati pada situasi ilmiah bukan di laboratorium dan dengan jangka waktu yang lama. Kegiatan obyek
17
yang diteliti juga tidak diganggu sama sekali. Mereka dibagi kedalam dua kelompok, dimana kelompok pertama menonton lima film berisi adegan kekerasan selama seminggu dan kelompok kedua menonton lima film tanpa adegan kekerasan. Selama seminggu itu pula perilaku mereka diamati secara intens, dan ternyata kelompok pertama lebih sering melakukan adegan kekerasan. Teori Kultivasi bukanlah teori tentang pengaruh media semata, melainkan lebih pada pembuatan pernyataan kepada budaya secara keseluruhan. Menurut Gebner teori kultivasi dalam beberapa proporsi yaitu: a)
Film merupakan suatu media yang unik yang memerlukan pendekatan khusus untuk diteliti.
b)
Pesan-pesan film membentuk sebuah sistem koheren.
c)
Sistem-sistem isi pesan memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.
d)
Analisis kultivasi memfokuskan pada penstabilan yang meluas dan penyamaan akibat-akibat.
2)
Media Exposure Media Exposure atau terpaan media menurut Jalaludin
Rahmat (2004:65) dapat dioperasionalkan sebagai frekuensi individu dalam menonton televisi, film, membaca majalah atau
18
surat kabar maupun mendengarkan radio. Selain itu
media
exposure berusaha mencari data audience tentang penggunaan
media, baik jenis media, frekuensi penggunaan, maupun durasi penggunaan atau longevity. Sedangkan menurut Rosengren (1974), penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat, 2004:66). Artinya, terpaan media adalah lebih lengkap daripada akses. Terpaan tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa akan tetapi apakah seseorang itu benar -benar terbuka dengan pesanpesan media tersebut. Terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa ataupun pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok. Menurut Kenneth E, Andersen (Rakhmat, 1991:52-53) mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada timuli yang lainnya melemah. Sifat menonjol yang menjadi bahan perhatian oleh stimuli, sebagai berikut: 1. Gerakan. seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
19
2. Intensitas stimuli. Kita akan mempertimbangkan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain. 3. Kebaruan (novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimuli yang luar biasa lebih mudah dipelajari atau mudah diingat. 4. Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian. Perulangan juga mengandung unsur sugesti, mempengaruhi bawah sadar kita. Beberapa penelitian penentuan agenda mencantumkan ujian langsung terhadap paparan media sebagai bagian dari proses tersebut. Wanta dan Wu (1992) menguji hipotesis bahwa semakin terekspos pada media, semakin tinggi tingkat keutamaan isu media. Mereka melaksanakan survey dimana 341 responden ditanya seberapa sering minggu lalu mereka membaca surat kabar, menyaksikan
tanyangan
berita
nasional,
atau
menyaksikan
tayangan berita lokal. Mereka juga diminta untuk me- rating nilai penting sejumlah isu, sebagian mendapatkan liputan yang gencar, sebagian yang lain, dan setengahnya kurang gencar. Analisis menunjukan bahwa semakin banyak individu yang terbuka pada media berita, semakin besar kecenderungan mereka untuk peduli dengan lima isu yang mendapatkan liputan media yang gencar. (Severin & Tankard, 2008: 274)
20
Media exposure didefinisikan sebagai perilaku khalayak dalam menggunakan media yang dibedakan menjadi 2 macam yaitu khalayak pasif dan khalayak aktif. Dikatakan khalayak pasif apabila mudah dipengaruhi secara langsung oleh media, sedangkan disebut khalayak aktif apabila membuat keputusan mengenai bagaimana menggunakan media tersebut Sedangkan pengertian 2 pokok yang berkaitan dengan konsep (dikutip dari laporan penelitian televisi dan persepsi anak, oleh Arif Wibawa & Edwi Arif Sosiawan, 1997), yaitu: a) Frekuensi, yaitu banyaknya tingkat keseringan menikmati media. b) Intensitas , yaitu beberapa menit waktu yang dihabiskan untuk menikmati sajian media c) Exposure,
yaitu
kegiatan
mendengarkan,
melihat,
dan
membaca pesan-pesan. Dalam penelitian ini, exposure diukur berdasarkan frekuensi dan intensitas menikmati sajian media. 2. Tinjauan Umum Tentang Film
a. Pengertian Film Film ditemukan dari hasil perkembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. (Ardianto Elvinaro, 2004: 134). Film sebagai media komunikasi massa audio visual yang dibuat dengan asas sinematografi. Film merupakan suatu rekaman yang bergerak dengan atau tanpa suara, dibuat dengan pita magnetic serta dengan benda
21
magnetic serta benda teknik elektronik lainnya seperti video tape, video disc dan lain-lain. Film merupakan suatu sarana komunikasi yang mengaktualisasikan suatu kejadian untuk dinikmati pada saat tertentu oleh khalayak seakan-akan sedang mengalami apa yang dibawakan film secara nyata. Film pada dasarnya adalah sebuah media audiovisual. Sebuah naskah film yang brilian tidak akan ada artinya tanpa adanya kemampuan visualisasi dari sutradara dan timnya. Selain dari naskah penvisualisasian film tetap harus diperhatikan. Mulai dari pilihan warna, tampilan, lokasi, pergerakan kamera,dan tata artistik. Sebaian besar pembuat film atau produser berkeyakinan, film menjadi
bisnis
besar.
Setelah
film
diproduksi,
film
bisa
diperdagangkan dengan berbagai cara, yang akan mendapatkan keuntungan besar bagi produser film. Sebagian produser lain memproduksi film dengan lebih mempertimbangkan dorongan cultural.
Sebuah karya film terdiri dari integrasi jalinan cerita. Jalinan cerita terbentuk dari menyatunya peristiwa atau adegan-scene. Adegan terdiri dari beberapa sudut pengambilan gambar-shot. Dengan demikian, penggarapan sebuah karya film yang harus diupayakan sesempurna mungkin.
22
Film cerita adalah film yang dibuat dengan berdasarkan berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya, film cerita bersifat komersial. Yang artinya dipertunjukkan di layar lebar atau di bioskop-bioskop. Dengan harga karcis tertentu atau diputar di layar televise dengan dukungan sponsor iklan tertentu. Film cerita bisa berasal darimana saja, baik itu dari novel imanijasi , kisah nyata, sandiwara radio, cerita bergambar (komik), maupun riwayat hidup seseorang. Terhadap film cerita yang perlu dilihat, sejauh mana pembuat film dapat meramu dorongan yang subyektif dalam menggunakan bahan dasar berupa cerita. Lalu dapat diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide dengan pertolongan gambar-gambar, gerak dan suara. Marcelli Sumarno, seorang pengamat film dan televisi, membuat definisi film cerita, bahwa : Cerita adalah bungkus atau kemasan yang memungkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dan realitas nyata bagi penikmatnya. Dari segi komunikasi, ide atau pesan yang dibungkus oleh cerita itu merupakan pendekatan yang bersifat persuasif atau membujuk. (Sumarno, 1996: 13) Selain cerita masih terdapat sejumlah hal-hal lain yang menunjang keberhasilan. Misalnya para pemain yang mampu tampil meyakinkan, penyuntingan gambar yang ,mulus, dan penyutrdaraan yang tepat. Selain itu juga film merupakan bagian dari medium
23
artistic, yaitu menjadi alat bagi seniman-seniman film untuk
mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu wawasan keindahan. Film merupakan karya seni yang lahir dari suatu kreativitas orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebuah karya seni. Film terbukti memiliki kemampuan kreatif. Film memiliki kesanggupan untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai perbandingan terhadap realitas nyata. Realitas imanjiner itu dapat menawarkan rasa keindahan, renungan, atau sekedar hiburan. (Sumarno, 1996: 02). b. Jenis Film Pada
dasarnya
film
dapat
dikelompokkan
dalam
dua
pembagian besar, yaitu kategori film dan non cerita. Adapula yang menyebutkannya menjadi film fiksi dan film non fiksi. Film cerita memilki berbagai jenis genre. Genre disini diartikan sebagai film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu. Ada yang disebut film drama, film misteri, film laga, film komedi, dan film musikal. Penggolongan jenis film ini tidak ketat, karena sebuah film dapat dimasukan kedalam beberapa jenis, misalnya sebuah film komedi-laga dan film drama-sejarah. (Sumarno, 1996: 11) Ashadi Siregar menggolongkan film kedalam tiga kelompok : 1) Film teatrikal (theatrical film) Terdiri dari film aks, psikodrama, komedi, dan musikal.
24
2) Film non teatrikal (theatrical non film) Terdiri dalam film dokumenter dan film pendidikan. 3) Film Animasi Film yang berasal dari gambar. Onong Uchjana (1993:215) menggolongkan film dalam empat jenis: 1) Film cerita (story film) Adalah
film
yang
mengandung
suatu
cerita
dan
lazim
dipertunjukan disuatu bioskop dengan para bintang film yang tenar. 2) Film berita (newsreal) Adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. 3) Film dokumenter (documentary film) Adalah film mengenai fakta atau peristiwa yang benar-benar terjadi dimana film dibuat dengan pemikiran yng tajam dan matang yang merupakan perpaduan manusia dan alam. 4) Film kartun (Cartoon Film) Adalah film yang dihasilkan dari seni lukis berupa gambar-gambar yang dihidupkan melalui proyaktor film. Dengan beragamnya jenis-jenis film yang ada tentunya semua jenis-jenis film itu memiliki nilai yang dikandungnya. Hampir semua film, dalam beberapa hal, bermaksud menghinbur, mendidik dan menawarkan rasa keindahan (artistik). Dalam pengapresiasiannya terdapat nilai-nilai itu dalam kaitan dengan film secara keseluruhan :
25
1)
Nilai hiburan sebuah film sangat penting. Jika sebuah film tidak mengikat perhatian kita dari awal hingga akhir. Film itu terancam gagal. Kita cepat menjadi bosan. Akibatnya, kita tidak bisa mengapresiasi unsur-unsurnya. Memang nilai hiburan adakalanya dianggap rendah. Itu terutama sering ditujukan kepada film yang menawarkan mimpi-mimpi atau pelarian dari kenyataan hidup sehari-hari. Akan tetapi, jangan dilupakan, banyak hiburan yang membuat orang menjadi senang, seperti tertawa, tegang, dan bergairah dalam menikmati sensasi gambar, selama satu-dua jam di bioskop. Ada pula hiburan yang lebih dalam yang tertuju kepada pikiran mapun emosi. Film dengan hiburan seperti itu biasannya memberikan semacam renungan kepada penonton untuk dibawa pulang ke rumah.
2)
Nilai pendidikan sebuah film jangan diartikan sebagaimana kata pendidikan dibangku sekolah. Nilai pendidikan sebuah film bermakna semacam pesan-pesan, atau katakanlah moral film, yang semakin baik. Dengan demikianm, penonton tidak akan merasa digurui. Hamper semua film mengajari, atau memberitahu kita tentang sesuatu. Umpamanya, seseorang dapat belajar bagaimana bergaul dengan orang lain, bertingkah laku lewat filmfilm yang sisaksikan.
3)
Nilai artistik sebuah film terwujud jika keartistikannya ditemukan pada seluruh unsurnya. Sebuah film memang sebaiknya dinilai
26
secara artistik boleh tidak berharga karena tidak punya maksud atau
makna
yang
tegas.
Padahal,
keindahan
itu
sendiri
mempunyai maksud atau makna. (Sumarno. 1996: 97-98) c. Prinsip pengunaan bahasa film Komunikasi yang tercipta melalui media film hanya berjalan satu
arah
yakni
kepada
komunikan
atau
penonton
.
untuk
menyampaikan amanat film tersebut, dibutuhkan suatu media . oleh karena itu, terdapat tiga faktor utama yang mendasari bahasa film, yaitu; 1) Gambar/visual Gambar dalam karya film berfungsi sebagai sarana utama. Oleh karena itu,penyampaian media gambar menjadi andalan dalam menanamkan informasi. Gambar menjadi daya tarik tersendiri di luar alur cerita. Tak mustahil bila pemain yang bagus lebih bisa mempertajam atau menarik perhatian penonton, disamping set , properti, dan tata cahaya yang memesona sebagai pendukung suasana/mood. 2) Suara/audio. Keberadaan suara berfungsi sebagai sarana penunjang untuk memperkuat dan mempertegas informasi yang hendak disampaikan melalui media bahasa gambar. Hal tersebut dikarenakan sarana gambar belum tentu mampu menjelaskan atau kurang efektif dan efisien, selain juga kurang realistis.
27
Sound effect dan ilustrasi musik akan sangat berguna untuk menciptakan mood atau suasana kejiwaan, memperkuat informasi
sekaligus
mensuplai,
ataupun
mempertegas
informasi. 3) Keterbatasan waktu Faktor keterbatasan waktulah yang mengikat dan membatasi penggunaan kedua sarana bahsa film diatas. Oleh karena itu keterbatasan waktu itulah, hanya informasi yang penting saja yang diberikan. Jika ada informasi yang tidak penting, penontin akan tetap menganggapnya penting sehingga akan membingungkan imajinasi.(widagno, gora, 2008: 3) d. Fungsi Film Tujuan dari penyampaian pesan media audio visual antara lain : 1)
Bisa menghibur dan mengurangi ketegangan audiens.
2)
Mendidik, pengajaran etika dan nilai-nilai moral.
3)
Kontrol sosial atas anggota masyarakat yang membawa penyimpangan perilaku.
Peran film sanggup memenuhi selera, sikap-sikap, nilai-nilai, pengertian, dan kesadaran manusia mengenai dirinya, masyarakat, bangsa dan arti kehidupan baik yang positif maupun negatif. Sehingga fungsi film dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu: 1)
Tanggapan audiens yang pro terhadap kehadiran film menganggap bahwa film dapat menjadi sumber penyebaran
28
nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi. Karena film sudah menjadi produk daya cipta manusia dalam hubungannya dengan kenyataan lingkungan dan nilai-nilai hidup. Sehingga film merupakan produk kebudayaan yang dapat dipahami sebagai suatu komplek sistem referensi yang selektif pedoman dalam tindakan sehari-hari maupun dalam usaha mengenal alam lingkungan. 2)
Tanggapan audiens yang kontra terhadap film menganggap bahwa film merupakan sarana yang efektif sebagai sumber ragam
perilaku
penyimpangan.
Film
dapat
pula
ikut
membentuk akhlak dan sikap, nilai dan tingkah laku remaja, karena kaum remaja merupakan potensi yang besar untuk perkembangan film. 3. Tinjauan Umum Tentang Motivasi
a. Teori Motivasi Abraham Maslow Abraham Maslow (1908-1970) membnagun teori motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan. Teori motivasi Abraham Maslow dikemukakan pada tahun 1950-an. Maslow meyakini bahwa kini mempunyai lima kebutuhan jika diuraikan akan berurutan sebagai berikut : 1)
Kebutuhan Fisiologis Merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan seseorang untuk bertahan hidup, misalnya makanan, minuman,
29
oksigen, tidur, dan lain-lain yang sifatnya kebutuhan fisik. Menurut teori Maslow, jika kebutuhan-kebutuhan ini muncul maka kita akan termotivasi untuk memenuhinya. 2)
Kebutuhan Keamanan Ketika kebutuhan dasar terpenuhi, maka kita mulai berfikir akan keamanan, baik secara fisik maupun secara psikis. Misalnya aman dari marabahaya, aman dalam segi ekonomi seperti mempunyai pekerjaan tetap, asuransi jiwa ataupun asuransi
kesehatan.
Jika
seseorang
merasa
jiwanya
terancam, maka ia akan berusaha memenuhi kebutuhan ini. 3) Kebutuhan Sosial Ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi,
kebutuhan
sosial
yaitu
kebutuhan
untuk
berinteraksi dengan orang lain menjadi penting. Kebutuhan diterima keluarga dan sahabat, dicintai dan mencintai orang lain merupakan hal yang kita inginkan. 4) Kebutuhan Penghargaan Kebutuhan
ini
adalah
kebutuhan
yang
mencakup
penghargaan terhadap diri sendiri dan penghargaan orang lain terhadap kita. Pemenuhan terhadap
kebutuhan ini
menghasilkan rasa percaya diri individu.
30
5) Kebutuhan Aktualisasi diri Aktualisasi diri adalah keadaan ketika seorang individu menjadi diri yang diinginkannya. Menurut Maslow, aktualisasi diri dapat dicapai jika kebutuhan-kebutuhan lainnya dalam hierarki sudah dipenuhi. Menurut Maslow hanya sedikit orang yang dapat mencapai aktualisasi diri dalam hidupnya. Ada beberapa hal yang perlu diasumsikan dari teori Maslow ini, diantaranya bahwa: 1) Kebutuhan disusun berdasarkan urutan kepentingan, urutan yang paling bawah adalah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan yang teratas adalah kebutuhan aktualisasi diri. 2) Kebutuhan pada hierarki di atas tidak akan dicari sebelum pada tingkatan dibawah terpuaskan. kebutuhan yang lebih tinggi seperti keamanan dan sosial tidak akan dicari selama kebutuhan ini belum terpuaskan. 3) Kebutuhan yang belum terpuaskan akan memotivasi individu untuk melakukan perilaku tertentu. 4) Ketika kebutuhan seseorang individu sudah terpuaskan maka kebutuhan tersebut tidak akan memotivasi individu tersebut
untuk
melakukan
perilaku
tertentu.(Martini,
2009:3.11-3.13)
31
4.
Motivasi Kunjungan Wisata
Motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun motivasi ini acap kali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Sharpley,1994; Wahab, 1975). Analisis mengenai motivasi semakin penting kalu dikaitkan dengan pariwisata sebaga fenomena masyarakat modern, di mana perilaku masyarakat dipengaruhi oleh berbagai motivasi yang terjalin secara kompleks. Bukan hanya untuk survival sebagaimana motivasi perjalanan pada masyarakat sederhana. (Pitana & Gayatri, 2005: 58) Motivasi perjalanan wisata yang dilakukan seseorang berbeda satu dengan yang lain. Untuk suatu daerah tujuan wisata tertentu terdapat bermacam-macam motivasi mengapa orang berkunjung ke daerah tujuan wisata tersebut. Diantaranya ada yang ingin menyaksikan hasil kebudayaan hasil kebudayaan, kesenian, adat istiadat atau kebiasaan hidup masyarakat ( the way life), dan ada pula yang ingin menyaksikan keindahan alam ( natural beauty) atau untuk melakukan kegiatan olah raga.(A Oka Yoeti, 2005:8) Pada hakikatnya motif orang yang mengadakan perjalanan wisata itu tidak dapat dibatasi. McIntosh mengklasifikasikan motif-motif wisata yang dapat diduga itu menjadi empat kelompok, yaitu: a.
Motif fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan dan sebagainya.
32
b.
Motif budaya, yang harus diperhatikan disini adalah yang bersifat budaya itu motif wisatawan, bukan atraksinya. Atraksi dapat berupa pemandangan alam, flora dan fauna, meskipun wisatawan dengan motif budaya itu sering datang di tempat tujuan wisata untuk mempelajari atau sekedar untuk mengenal atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaanya, kehidupannya sehari-hari kebudayaannya yang berupa bangunan, music, tarian, dan sebagainya.
c.
Motif interpersonal, yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau berkenalan dengan orang-orang tertentu, atau berjumpa, atau sekedar dapat melihat tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, penari, bintang film, tokoh-tokoh politi, dan sebagainya.
d.
Motif status atau motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi tempat-tempat lain itu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daerah-daerah lain dianggap atau merasa dengan sendirinya naik gengsinya, naik statusnya. (Soekadijo, 1996: 36)
G. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka teori diatas yang telah disampaikan, Maka diambil rumusan hipotesis untuk menjawab perumusan masalah yang telah
33
dirumuskan dan kesimpulan sementara dalam memberi jawaban yang masih diuji dan dibuktikan kebenarannya. Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian (arikunto, 1998:70) : 1. Hipotesis kerja (Hª), Ada hubungan positif dan signifikan antara pengaruh exposure film laskar pelangi dengan motivasi kunjungan wisata ke pulau
Belitung pada mahasiswa ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ? 2. Hipotesis Nol (H°), Tidak ada hubungan dan signifikan antara pengaruh exposure film laskar pelangi dengan motivasi kunjungan wisata ke pulau
belitung pada mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ?
H. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan atau metodologi kuantitatif analisis
atau
menjelaskan
suatu
masalah
yang
hasilnya
dapat
digeneralisasikan. Metodologi ini mempunyai prinsip objectivist. Prinsip ini mengangap bahwa terdapat keteraturan atau hukum-hukum yang dapat digeneralisasikan dalam fenomena sosial. Dengan demikian tidak mementingkan kedalaman data atau analisis. Periset lebih mementingkan aspek keluasan data sehingga data atau hasil riset dianggap sebagai hasil representasi dari seluruh populasi.
34
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, yaitu meneliti polulasi yang relatif luas dengan cara menentukan sampel yang mewakili (representatif) dari populasi yang diteliti. Metode survey ini dilakukan dengan menyebarkan kuisioner/angket, dokumentasi, dan wawancara. 2. Variabel penelitian.
Variable penelitian yaitu segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (sugiyono, 2010:38). a. Variabel Independen Variabel Independen (Variabel bebas) adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependen. (Sugiyono, 2009:39). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: X = Exposure Film Laskar Pelangi
b. Variabel Dependen Variabel Dependen (varibel terikat) adalah variabel yang terpengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Sugiyono, 2009:38) Y = Motivasi Kunjungan wisata
35
c. Definisi Konseptual 1) Media Exposure, Film Laskar Pelangi Media exposure didefinisikan sebagai perilaku khalayak dalam menggunakan media yang dibedakan menjadi 2 macam yaitu khalayak pasif dan khalayak aktif. Dikatakan khalayak pasif apabila mudah dipengaruhi secara langsung oleh media, sedangkan disebut khalayak aktif apabila membuat keputusan mengenai
bagaimana
menggunakan
media
tersebut.
Pda
penelitian ini khlayak dikategorikan sebagai khalayak aktif karena memilih sendiri film laskar pelangi sebagai tontonannya. Sedangkan pengertian 2 pokok yang berkaitan dengan konsep (dikutip dari laporan penelitian televisi dan persepsi anak, oleh Arif Wibawa & Edwi Arif Sosiawan, 1997), yaitu: a)
Frekuensi, yaitu banyaknya tingkat keseringan menonton film.
b)
Intensitas , yaitu beberapa menit waktu yang dihabiskan untuk menonton film.
c)
Exposure, yaitu kegiatan mendengarkan, melihat, dan membaca pesan-pesan. Dalam penelitian ini, exposure diukur berdasarkan frekuensi dan intensitas menonton film laskar pelangi.
36
2) Motivasi Kunjungan Wisata McIntosh mengklasifikasikan motif-motif wisata yang dapat diduga itu menjadi empat kelompok, yaitu: a)
Motif fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah.
b)
Motif budaya, adalah yang bersifat untuk mempelajari atau sekedar untuk mengenal atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain serta pemandangan alam yang ada disana.
c)
Motif interpersonal, yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan orang lain.
d)
Motif status atau motif prestise. Orang yang pernah bepergian ke daerah-daerah lain dianggap atau merasa dengan sendirinya naik gengsinya, naik statusnya.
d. Definisi Operasional Varibel 1) Media Exposure, Film Laskar Pelangi a) Frekuensi, yaitu banyaknya tingkat keseringan menonton film laskar pelangi pada mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2009-2011. b) Intensitas , yaitu beberapa menit waktu yang dihabiskan untuk menonton film laskar pelangi pada mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Angakatan 2009-2011.
37
2)
Motivasi kunjungan wisata, indikator motivasi kunjungan wisata: a)
Motif fisik, diantaranya adalah olahraga, istirahat, dan kesehatan.
b)
Motif budaya, diantaranya adalah kebiasaan hidup , menikmati kebudayaannya yang berupa bangunan, musik, tarian, bahasa, dan etnis.
c)
Motif interpersonal, diantaranya adalah keinginan untuk bertemu
dengan
keluarga,
teman,
tetangga,
atau
berkenalan dengan orang-orang tertentu, atau berjumpa, atau sekedar dapat melihat tokoh-tokoh terkenal d)
Motif status atau motif prestise, dianggap atau merasa dengan sendirinya naik gengsinya, naik statusnya.
3. Populasi dan sampel
a. Populasi Populasi sebagai keseluruhan objek atau fenomena yang diteliti. Populasi generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulan (Kriyantono 2007:149). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah sebagai berikut: 1) Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2009-2011
38
2) Sudah pernah menonton film laskar pelangi 3) Belum pernah berkunjung ke pulau Belitung 4) Ada keinginan untuk berkunjung ke Belitung. Adapun perinciannya sebagai berikut: Tabel 1 Jumlah Populasi Penelitian NO
I.KOM Angkatan
Jumah
1
2009
90
2
2010
110
3
2011
145
Jumlah
345
Sumber : Bagian Tata Usaha FISHUM UIN Sunan Kalijaga Maret 2012
b.
Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati (Kriyantono 2007:149). Untuk menentukan sampel penilitian, peneliti menggunakan sampling purposif ( Purposive Sampling) teknik sampling ini mencakup orang-orang yang diseleksi
atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang buat oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian (kriyantono 2007:154). Unit Sampel dalam
39
penelitian ini adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang pernah menonton film laskar pelangi dan memiliki keinginan untuk berkunjung ke pulau Belitung. Teknik penarikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel bertujuan, istilah penelitian yang berarti pengambilan sampel dari populasi yang sudah dikenal sifat-sifatnya, berdasrkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan berlandaskan tujuan penelitian (Effendy, 1989:296). Untuk menentukan jumlah sampel akan ditentukan dengan menggunakan rumus Yamane sebagai berikut :
n=
Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi E = Kelonggaran ketidatelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolelir.
n=
= = =
= 77,52 = 78
40
Setelah diketahui jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu responden, maka langkah selanjutnya adalah membagi sampel-sampel tersebut untuk seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2009-2011UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tabel 2 Jumlah Sampel Penelitian NO
I.Kom Angkatan
Jumlah
1
2009
21
2
2010
24
3
2011
33
Jumlah
78
Sumber : Bagian Tata Usaha FISHUM UIN Sunan Kalijaga Maret 2012
4. Teknik dan Instrumen pengumpulan data.
a.
Jenis Data 1) Data Primer Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama. Data-data primer ini menggunakan data cross section, yaitu sekumpulan data untuk meriset fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja. Data primer dalam penelitian ini adalah rekapan
41
dari hasil kuisioner yang telah diisi oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang dijadikan responden. Setelah data kuisioner terkumpul, kemudian data tersebut dianalisa secara statistik. Cara penghitungan data yang menggunakan komputer dengan bantuan program software SPSS 17. 2) Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini adalah kepustakaan: buku, artikel, jurnal, dan internet.
b.
Instrument pengumpulan data Metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan peneliti dalam memperoleh data dari lapangan. Instrument pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Kuisioner (angket) Menurut Arikunto (2010:194), angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dalam arti laporan tentang dirinya atau hal-hal yang ia ketahui. Sedangkan menurut Sugiyono (2010:145), kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Jenis angket yang digunakan peneliti
42
angket tertutup sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan. Dan metode alat pengukuran pada angket ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang tentang sesuatu objek sikap. Penilain skala interval dengan jawaban pertanyaan menggunakan skor 1-5 dengan keterangan 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = kurang setuju, 4 = setuju, 5 = sangat setuju. 2) Dokumentasi Menurut (Arikunto) (2010:201), dalam pelaksanaan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti bukubuku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan , notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Peneliti menggunakan metode dokumentasi guna mencari data berupa statistik yang terdiri dari jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke pulau belitung. 5. Metode analisis data.
a. Uji Validitas Menurut Arikunto (1993:219), validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrument yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Ada dua jenis validitas untuk instrumen penelitian yaitu validitas logis dan empiris. Instrumen dikatakan logis apabila secara analisis data akal sudah sesuai dengan isi, sedangkan instrumen yang sudah mempunyai
43
aspek yang diukur sudah memiliki validitas konsturksi. Untuk menguji setiap validitas setiap butir, maka skor-skor yang ada pada butir dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y. Rumus korelasi yang digunakan adalah yang dikemukakan oleh peason yang dikenal dengan rumus korelasi product moment .
( )
∑ (∑ )(∑ ) √ ( ∑ (∑ ) ( ∑ (∑ ))
Keterangan : r(x)
: Koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
N
: Jumlah subjek uji coba
∑x
: Jumlah skor butir (x)
∑x²
: Jumlah skor butir kuadrat (x)
∑y
: Jumlah skor total (y)
∑y²
: Jumlah skor total kuadrat (y)
∑xy
: Jumlah perkalian skor butir dengan skor total
44
b. Uji reliabilitas. Pada
penelitian
uji
realibilitas
yang
digunakan
yaitu
menggunakan alat ukur dengan teknik Alpha Cronbach dari Arikunto (2002:171) Rumus :
, ∑(* + -
Keterangan : R =
Koefisien reliabilitas yang dicari
K=
Jumlah butir pertanyaan
=
Variasi butir-butir pertanyaan
=
Variasi Skor
6. Teknik analisis data
Penelitian ini menggunakan analsisi regresi linear sederhana dilandaskan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel dependen (Sugiyono, 2009:243). Persamaan umum regresi linear sederhana adalah: Y = a+bX
45
Keterangan : Y = Subjek dalam variabel dependen a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan) b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan
ataupun
penurunan
variabel
dependen
yang
didasarkan pada varibel indenpen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan. X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
46
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran secara umum dan mempermudah pembahasan, maka penyusunan menyajikan susunan penelitian ini kedalam 4 bab. BAB I Merupakan bab pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan terkhir sistematika pembahasan. BAB II Membahas Gambaran umum lokasi penelitian di Prodi Ilmu Komunnikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. BAB III Berupa hasil dari penelitian dan pembahasan tentang mahasiswa Ilmu komunikasi dalam hal motivasi kunjungan wisata ke pulau Belitung yang pernah menonton Film Laskar Pelangi, yang terdiri dari deskiptif kualitatif, persebaran data, uji hipotesis. BAB IV merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh rangkaian yang telah dikemukakan dan merupakan jawaban atas permasalahan yang ada dan saran-saran yang dapat diajukan sebagai rekomendasi lebih lanjut.
47
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran. Ardianto, Elvinaro, Dr., M.si. 2010. Metode Penelitian untuk Public Relations kuantitatif dan Kualitatif, Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Ardianto, Elvinaro & Lukiata Komala Erdianaya. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung : Simbiosa Rekatama Media
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta Mulyana, Dedy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , Bandung : Remaja Rosdakarya Effendy, Onong Uchjana. 1993. Dimensi Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi, Bandung : PT Citra Aditya Bakti Gde, I Pitana, Prof., Dr., MSi. 2005. Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta : Andi Imanjaya, E, 2003. Andai Ia Tahu, Kupas Tuntas Proses Pembuatan Film, Jakarta : PT. Lestari Adhivisitama Estetika Kriyantono, Rachmat, S.Sos., M.Si. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Martini, Nina A. 2009. Psikologi Perpustakaan, Jakarta: Universitas Terbuka
48
Moore, Frazier Ph.D. 2004. Humas, Membangun Citra Dengan Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya Rakhmat Jalaluddin, Drs., M.Sc. 2007. Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya Rakhmat Jalaludin, Drs., M.Sc. 1999. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya Severin, Werner J. & James W. Tankard, Jr, 2008. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, & Terapan Di Dalam Media Massa, Jakarta: Kencana
Siregar, A. 1985. Film Sebuah Pengantar , Yogyakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata (Memahami Pariwisata Sebagai “Systemic Linkage”), Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Sugiyono, Prof.,Dr. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta Sumarno, M. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film, Jakarta : Gramedia Yuti, Oka A, Drs. MBA. 2005. Perencanaan Strategi Pemasaran Daerah Tujuan Wisata, Jakarta: Pradnya Paramita
Widagno, Bayu & Winastawan Gora. 2007 Bikin Film Itu Mudah, Yogyakarta: Penerbit Andi Skripsi
49