BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta merubah rupa. Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan kulit, maka kosmetika akan diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang terserap kulit bergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi kulit pemakai dan keadaan kosmetik yang dipakai. Kontak kosmetik dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat dari kosmetik dan akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetik (Wasitaatmadja, 1997). Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu
maju
dan
merupakan
paduan
antara
kosmetik
dan
obat
( pharmaceutical pharmaceutical ) atau yang disebut kosmetik medik ( cosmeceuticals) cosmeceuticals) (Tranggono. R.I.S dan Latifah.F, 2007). Salah satu contoh kosmetik medik yaitu sediaan padat yang mengandung asam salisilat yang berfungsi untuk mengobati sejumlah masalah kulit, seperti jerawat dan lain-lain.
1
Kandungan asam salisilat yang tinggi dalam sediaan kosmetik ternyata memiliki dampak bagi kesehatan tubuh, mulai dari dampak yang ringan hingga yang berat. Pengetahuan dan informasi akan bahaya kandungan asam salisilat yang terkandung dalam sediaan kosmetik ini tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kadar asam salisilat dalam sediaan kosmetik, khususnya didalam sediaan padat.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktek kerja lapangan ini adalah apakah kadar asam salisilat yang terkandung dalam sediaan padat sesuai dengan kadar asam salisilat yang dianjurkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
1.3 Batasan Masalah
Penetapan kadar asam salisilat dalam produk kosmetik sediaan padat ini dilakukan dengan analisis kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kadar asam salisilat dalam produk kosmetik sediaan padat secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) 2. Mengetahui kadar rata-rata asam salisilat
2
3. Membandingkan kadar asam salisilat yang diperoleh dengan kadar yang telah ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah : 1. Menambah pengetahuan dalam menggunakan instrumen KCKT untuk analisis secara kuantitatif 2. Mengetahui kadar asam salisilat yang diperbolehkan dalam produk kosmetik sediaan padat
3
BAB II KEADAAN UMUM LOKASI PKL
2.1 Visi dan Misi, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) 2.1.1
Visi
Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
2.1.2
Misi
1. Melakukan pengawasan pre-market dan pos-market berstandar internasional 2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. 5. Membangun organisasi pembelajar ( Learning Organization). Organization).
2.2 Tujuan dan Tugas PPOMN 2.2.1
Tujuan
Tujuan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) adalah :
4
1. Melindungi masyarakat dari penggunaan produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, ala t kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi yang tidak memenuhi syarat. 2. Sebagai unit pelaksana teknis pemerintah dalam pengambilan keputusan. 3. Menjadi laboratorium nasional untuk produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, ala t kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi. biologi. 4. Membantu memperlancar pengujian produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, ala t kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, komplemen, kosmetika dan produk biologi.
2.2.2
Tugas
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaianmutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obattradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakanpembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan.
5
2.3 Fungsi PPOMN
Dalam melaksanakan tugas pembinaan mutu, PPOMN menyelenggarakan fungsi : 1. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan 2. Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, alat tr adisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya 3. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN 4. Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan 5. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian 6. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan 7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat.
2.4 Susunan Organisasi
Susunan Organisasi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri dari :
1. Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya 2. Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen 3. Bidang Pangan 4. Bidang Produk Biologi 5. Bidang Mikrobiologi
6
6. Kelompok Jabatan Fungsional 7. Subbagian Tata Usaha
2.4.1
Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya
Bidang produk terapetik dan bahan berbahaya mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian produk terapetik dan bahan berbahaya.
Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengujian produk terapetik dan bahan berbahaya 2. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian obat, narkotika dan psikotropika secara kimia fisika 3. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian alat kesehatan, produk diagnostik dan bahan berbahaya 4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian produk terapetik dan bahan berbahaya
Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya terdiri dari :
1. Seksi Kimia Fisika Obat, Narkotika dan Psikotropika
7
2. Seksi Alat Kesehatan, Produk Diagnostik dan Bahan Berbahaya
Seksi Kimia Fisika Obat, Narkotika dan Psikotropika mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian obat, narkotika dan psikotropika secara kimia fisika
Seksi Berbahaya
Alat
Kesehatan,
mempunyai
laboratorium,
pengujian
tugas dan
Produk
Diagnostik
melakukan penilaian
dan
Bahan
pemeriksaan
secara
mutu,
pelatihan
dan
pengembangan metode analisa pengujian alat kesehatan, produk diagnostik dan bahan berbahaya.
2.4.2
Bidang Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplimen
Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen
Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen
8
2. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen 3. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian kosmetik 4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen
Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen terdiri dari :
1. Seksi Obat Tradisional dan Produk Komplimen 2. Seksi Kosmetik
Seksi Obat Tradisional dan Produk Komplimen mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian obat tradisional dan produk komplimen
Seksi Kosmetik mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian kosmetik.
9
2.4.3 Bidang Pangan
Bidang Pangan mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian pangan
Bidang Pangan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengujian pangan 2. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian nutrisi 3. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian keamanan pangan 4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian pangan
Bidang Pangan terdiri dari :
1. Seksi Nutrisi 2. Seksi Keamanan Pangan
Seksi Nutrisi mempunyai tugas melakukan secara
laboratorium,
pengujian
dan
penilaian,
pengembangan metode analisa pengujian nutrisi.
10
pemeriksaan
pelatihan
dan
Seksi Keamanan Pangan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian keamanan pangan.
2.4.4 Bidang Produk Biologi
Bidang Produk Biologi mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian produk biologi
Bidang Produk Biologi menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengujian produk biologi 2. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian vaksin 3. Pelaksanan pemeriksaan secara laboratorium, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian secara toksikologi dan farmakologi 4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian produk biologi
Bidang Produk Biologi terdiri dari :
1. Seksi Vaksin 2. Seksi Toksikologi dan Farmakologi
11
Seksi Vaksin mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan
secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian vaksin.
Seksi melakukan
Toksikologi pemeriksaan
dan
Farmakologi
secara
mempunyai
laboratorium,
pelatihan
tugas dan
pengembangan metode analisa pengujian secara toksikologi dan farmakologi.
2.4.5 Bidang Mikrobiologi
Bidang
Mikrobiologi
mempunyai
tugas
melaksanakan
pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian produk terapetik, kosmetik, alat kesehatan, obat tradisional dan pangan secara mikrobiologi
Bidang Mikrobiologi menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengujian secara mikrobiologi 2. Pelaksanan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian pot ensi dan sterilitas produk terapetik dan pangan 3. Pelaksanan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian cemaran mikroba
12
4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian secara mikrobiologi
Bidang Produk Biologi terdiri dari :
1. Seksi Potensi dan Sterilitas 2. Seksi Cemaran Mikrobiologi
Seksi Potensi dan Sterilitas mempunyai tugas melakukan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian potensi dan sterilitas produk terapetik dan pangan.
Seksi Cemaran Mikrobiologi mempunyai tugas melakukan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisa pengujian cemaran mikroba secara mikrobiologi.
2.4.6 Subbagian Tata Usaha
Subbagian
Tata
Usaha
mempunyai
tugas
memberikan
pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.
13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Kosmetika 3.1.1
Pengertian
Kosmetika berasal dari bahasa Inggris “Cosmetic” yang artinya alat kecantikan wanita. Dalam bahasa Arab modern diistilahkan dengan “alatuj tajmiil ”, atau sarana mempercantik diri. Dalam bahasa Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan menghias dan mengatur. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta merubah rupa. Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan kulit, maka kosmetika akan diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang terserap kulit bergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi kulit pemakai dan keadaan kosmetik yang dipakai. Kontak kosmetik dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat dari kosmetik dan akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetik (Wasitaatmadja, 1997). Definisi lebih rincinya menurut badan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Departemen Kesehatan, Kosmetika
14
adalah panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (Epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar) gig i dan ronggga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan supaya tetap dalam keadaan baik.
3.1.2
Sejarah Kosmetika
Sejarah
kosmetik
sangat
panjang,
mengikuti
waktu
penggunaannya. Kosmetika berasal dari kata “kosmein” (Yunani) yang berarti “berhias”. Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun sebelum masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuhtumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, batubara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Penggunaan susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan lainnya sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat saat itu. Hal ini dapat diketahui melalui naskah-naskah kuno yang ditulis dalam papirus atau dipahat pada dinding piramida. Pengetahuan
kosmetik
tersebut
kemudian
menyebar
keseluruh penjuru dunia melalui jalur komunikasi yang terjadi dalam kegitan perdagangan, agama, budaya, politik dan militer. Di Indonesia sendiri sejarah tentang kosmetologi telah dimulai jauh
15
sebelum zaman penjajahan Belanda, namun sayang tidak ada catatan yang jelas mengenai hal tersebut yang dapat dijadikan pegangan. Namun dari cerita dan legenda Ken Dedes, Dewi Ratih dan Roro Jongrang, dapat diperkirakan adanya usaha dan cara untuk meningkatkan kecantikan dengan kosmetik tradisional. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami saja tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmaja, S.M, 1997).
3.1.3
Penggolongan Kosmetika
Kosmetika berdasarkan sifat, bahan, cara pembuatan dan fungsinya
dapat
digolongkan
menjadi
beberapa
macam.
Penggolongan kosmetik antara lain adalah sebagai berikut: 3.1.3.1 Menurut Peraturan Kepala Badan POM
1. Sediaan bayi bayi, misalnya sabun mandi bayi, sampo bayi, bedak bayi, baby oil , baby lotion, baby cream, dll 2. Sediaan mandi, misalnya sabun mandi, sabun mandi cair, sabun mandi antiseptik, busa mandi, bath oil , dll 3. Sediaan kebersihan badan, misalnya deodoran, anti perspiran,
deodoran
-
antiprespiran,
kewanitaan, bedak badan, perawatan kaki, dll
16
pembersih
4. Sediaan cukur, misalnya sediaan pra cukur, sediaan cukur, sediaan paska cukur 5. Sediaan wangi-wangian, misalnya eau de toilette, eau de parfume, eau de collogne, pewangi badan, parfum, dll 6. Sediaan rambut, misalnya sampo, sampo ketombe , hair conditioner, hair creambath, hair tonic, hair styling, hair dressing , dll 7. Sediaan pewarna rambut, misalnya pewarna rambut, hair lightener, activator , dan tata rias rambut fantasi 8. Sediaan rias mata, misalnya pensil alis, eye shadow, eye liner, mascara, eye foundation, eye moisturizer, eye cream, dll 9. Sediaan rias wajah, misalnya make-up base, vanishing cream, foundation, face powder, liquid powder, compact powder, blush on, lip gloss, lip liner, lip color , dll 10. Sediaan perawatan kulit, misalnya pembersih kulit muka, penyegar kulit muka, actingen, dll 11. Sediaan mandi surya dan tabir surya 12. Sediaan kuku, misalnya base coat, top coat, nail dryer, nail extender, nail strongthener, nail color , dll 13. Sediaan hygiene mulut, misalnya dentrifices, mouth washes, mouth freshner , dll
17
3.1.3.2 Menurut Cara Pembuatan
Penggolongan
kosmetik
menurut
cara
pembuatan
(Tranggono, 2004) sebagai berikut: 1. Kosmetik Modern Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern (termasuk di antaranya adalah cosmedic). 2. Kosmetik tradisional a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun-temurun. b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional.
3.1.3.3 Menurut Kegunaannya
Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit: 1. Kosmetik perawatan kulit ( skin care cosmetic) Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:
18
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser ): sabun,
cleansing
cream,
cleansing
milk ,
dan
penyegar kulit ( freshener ). b. Kosmetik untuk melembabkan kulit ( mosturizer ), misalnya mosturizer cream, night cream, anti wrinkel cream. c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream
dan
sunscreen
foundation,
sun
block
cream/lotion. d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit ( peeling ), misalnya scrub ceram yang berisi butiran butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver ). 2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri ( self confident ). Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar.Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan (Tranggono, 2004), yaitu: a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaian sebentar, misalnya
19
lipstik, bedak, pemerah pipi, eyes shadow, dan lainlain. b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam baru lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut.
3.1.3.4 Menurut Bahan dan Penggunaannya
Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta maksud evaluasi produk kosmetik dibagi menjadi 2 golongan (Ditjen POM, 2004): 1. Kosmetik golongan I adalah: a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya c. Kosmetik
yang
mengandung
bahan
dengan
persyaratan kadar dan penandaan d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya. 2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk ke dalam golongan I.
20
3.2
Sediaan Padat
Sediaan padat dalam kosmetik salah satunya adalah bedak. Bedak merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan oxydumzincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karenatidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi. Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
3.3
Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup tinggi kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan intermediet dari pembuatan obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik serta pembuatan bahan baku untuk keperluan farmasi. Sifat fisika dan Kimia Asam Salisilat yaitu sebagai berikut : Titik lebur
: 159 °C
21
Rumus
: C7H6O3
Titik didih
: 211 °C
Nama IUPAC
: 2-Hydroxybenzoic acid
Massa molar
: 138,121 g/mol
Kelas obat
: Obat antiinflamasi non steroid
Obat lain dalam kelas yang sama
: Aspirin, Asam benzoat, dll
3.3.1
Sejarah Asam Salisilat
Asam salisilat pada awalnya ditemukan oleh Indian Amerika pada kulit pohon dan daun pohon willow dan meadow sweet. Keterangan ini didapat dari hasil penelusuran tulisan Hippocrates. Dia menulis tentang bubuk pahit yang dikenal dapat mengurangi sakit, nyeri, dan demam. Suku
Indian
Amerika
akan
mengunyah
kulit
yang
mengandung bentuk asli dari asam salisilat yang dikenal dengan acetyl salicylic acid, dan digunakan untuk menyembuhkan sakit kepala dan penyakit lainnya yang memerlukan anti-inflamasi.
3.3.2
Kegunaan Asam Salisilat
Asam salisilat adalah obat topikal murah yang digunakan untuk mengobati sejumlah masalah kulit, seperti jerawat, kutil, ketombe, psoriasis, dan masalah kulit lainnya.
22
Asam salisilat juga bisa digunakan untuk mengawetkan makanan, antiseptik, dan campuran dalam pasta gigi. Asam salisilat digunakan pula sebagai bahan utama untuk aspirin. Ketika digunakan untuk jerawat, asam salisilat akan mencegah sel-sel kulit mati menutup folikel rambut sehingga mencegah penyumbatan pori-pori yang dapat menyebabkan jerawat. Asam salisilat juga membantu menghilangkan sel-sel kulit mati dari lapisan kulit. Untuk mengobati kutil, diperlukan dosis asam salisilat yang tinggi. Asam salisilat akan melunakkan kutil sehingga lebih mudah diangkat. Asam salisilat juga banyak terkandung dalam beberapa sayuran seperti brokoli, paprika, dan mentimun.
3.3.3
Efek Samping Asam Salisilat
Asam salisilat mudah digunakan dan bisa diperoleh di hampir semua toko obat atau apotek. Namun seperti halnya obat lain, asam salisilat juga memiliki efek samping, mulai dari yang ringan hingga berat. Beberapa efek samping ringan yang sering terjadi adalah kulit kering. Jika hal ini terjadi, pelembab ringan yang bebas minyak biasanya dapat membantu mengatasi kulit kering ini. Iritasi kulit adalah efek samping yang umum terjadi akibat asam salisilat.
23
Jika
Anda
mengalami
iritasi
kulit
ringan,
kurangi
penggunaan asam salisilat. Namun, jika iritasi kulit yang terjadi parah, maka hentikan secara total penggunaan asam salisilat. Efek samping lain yang serius, biasanya disebut dengan keracunan asam salisilat, termasuk diantaranya adalah sakit kepala yang parah, napas cepat, atau telinga berdengung.
3.3.4
Manfaat Asam Salisilat
Banyak manfaat dan kegunaan asam salisilat. Anda bisa menggunakan asam salisilat sebagai obat tanpa memerlukan resep dari dokter. Asam salisilat aman digunakan dan hanya memiliki sedikit efek samping yang biasanya akan hilang seiring dengan waktu. Asam salisilat juga mengandung Beta Hydroxy Acid (BHA), yang merupakan bahan populer untuk memerangi kerutan dan keriput.
3.3.5
Peringatan
Bila
menggunakan
asam
salisilat,
pastikan
untuk
memerhatikan secara seksama kondisi kulit Anda. Asam salisilat bisa menyebabkan masalah kulit serius bagi orang berkulit sensitif. Sebagian besar obat jerawat mengandung asam salisilat sekitar 0,5 – 2 persen.
24
Hindari penggunaan asam salisilat bersamaan dengan produk yang mengandung alkohol, sabun abrasif, kosmetik yang dapat membuat kulit kering, atau obat jerawat topikal yang mengandung benzoil peroksida atau sulfur. Wanita hamil dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan asam salisilat.
3.4
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikenal juga dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC). KCKT merupakan perangkat peralatan yang penting dalam perkembangan dunia analisis bahan baku maupun bahan pencemar. Fungsi utama KCKT pada dasarnya adalah kemampuannya dalam memisahkan berbagai komponen penyusun dalam suatu sampel. Kinerja tinggi dari kromatografi awalnya ditentukan oleh ketinggian tekanannya, namun perkembangan teknologi telah menghasilkan produk kromatografi cair berkinerja tinggi dengan tekanan yang tidak terlalu tinggi. KCKT merupakan teknik pemisahan yang masih menjadi idola didunia analisis saat ini. KCKT digunakan secara luas dalam pemisahan dan pemurnian berbagai sampel dalam berbagai bidang seperti farmasi, lingkungan, industri makanan dan minuman, industri polimer dan berbagai bahan baku. KCKT lebih banyak digunakan untuk keperluan identifikasi (analisis kualitatif), kecuali jika KCKT ini dihubungkan dengan sebuah
25
spektrometri massa ( Mass Spectrometer (MS)), maka penggunaannya akan lebih memungkinkan dalam analisis kuantitatif. Secara umum KCKT digunakan dalam kondisi-kondisi ber ikut: 1. Pemisahan berbagai senyawa organik maupun anorganik, ataupun spesimen biologis 2. Analisis ketidakmurnian (impurities) 3. Analisis senyawa-senyawa yang tak mudah menguap (non-volatil) 4. Penentuan molekul-molekul netral, ionik maupun zwitter ion 5. Isolasi dan pemurnian senyawa 6. Pemisahan senyawa-senyawa dengan struktur kimia yang mirip 7. Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah kecil (trace elements)
3.4.1
Komponen KCKT
Komponen-komponen penting dari KCKT dapat dilihat pada Diagram Blok KCKT berikut ini :
Gambar 1. Diagram Blok KCKT
26
3.4.1.1 Pompa (Pump )
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan
dapat
dibagi
menjadi
dua,
yaitu:
pompa
reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan
suatu
aliran
yang
berdenyut
teratur
(pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.
3.4.1.2 Injektor ( injector )
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum : a. Stopped Flow b. Solvent Flowing Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
27
a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan resolusi tidak dipengaruhi b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injekto r ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10μ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom.
3.4.1.3 Kolom (Column )
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom
28
dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a. Kolom analitik : Diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10-30 cm. Sekarang ini ada juga yang 5 cm. b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan ( Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid Liquid
Chromatography,
LLC;
Ion
Exchange
Chromatography, IEC ; Exclution Chromatography, EC).
3.4.1.4 Detektor ( Detector )
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise)
29
yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya
kurang
sensitif
jika
dibandingkan
dengan
detektor UV. Detektor-detektor lainnya antara lain: a. Detektor Fluorometer b. Detektor Spektrofotometer Massa c. Detektor lonisasi nyala d. Detektor Refraksi lndeks e. Detektor Elektrokimia f.
Detektor Reaksi Kimia
3.4.1.5 Elusi Gradien
Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan
fasa
gerak
selama
analisis
kromatografi
berlangsung. Efek dari elusi gradien adalah mempersingkat
30
waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar elusi gradien dijelaskan oleh Snyder. Elusi gradien menawarkan beberapa keuntungan : a. Total waktu analisis dapat direduksi b. Resolusi
persatuan
waktu
setiap
senyawa
dalam
campuran bertambah c. Ketajaman peak bertambah (menghilangkan tailing) d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak Gradien dapat dihentikan sejenak atau dilanjutkan. Optimasi gradien dapat dipilih dengan cara trial and error. Tabel
berikut
ini
menunjukkan
kompatibilitas
dari
bermacam-macarn mode kromatografi cair dengan analisis gradien. Tabel 1.Kompatibilitas Mode Kromatografi
Mode g Kromatografi Cair padat (LSC) r Kromatografi ekslusi
Solven Gradien
Kromatografi Penukar Ion (IEC) a
Ya
Kromatografi Cair Cair (LLC) d Kromatografi Fasa Terikat (BPC) i
Tidak
Ya Tidak
Ya
Dalam praktek, gradien dapat diformasi sebelum dan sesudah pompa.
31
3.4.1.6 Pengolahan Data ( Data H andli ng )
Hasil
dari
pemisahan
kromatografi
biasanya
ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada rekorder.
3.4.1.7 Fasa Gerak (M obil e Phase )
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau rasa gerak adalah salahsatu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas pada solven yang digunakan untuk KCKT, tetapi ada beberapa sifat umum yang sangat disukai, yaitu rasa gerak harus : 1. Murni, tidak terdapat kontaminan 2. Tdak bereaksi dengan wadah ( packing ) 3. Sesuai dengan defektor 4. Melarutkan sampel 5. Memiliki visikositas rendah 6. Bila diperlukan, memudahkan " sample recovery" 7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang karena prosedur pemumiannya kembali sangat membosankan dan mahal biayanya. Dari semua persyaratan di atas, persyaratan 1-4 merupakan yang sangat penting.
32
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk KCKT yang menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump) sangat diperlukan terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang terlarut
yang
tidak
dikeluarkan
akan
menyebabkan
gangguan yang besar di dalam detektor sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan ( the data may be useless). Menghilangkan gas (degassing ) juga sangat baik bila menggunakan kolom yang sangat sensitif terhadap udara (contoh : kolom berikatan dengan NH 2).
3.4.2
Keuntungan KCKT
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG). Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh
efek
pemisahan
yang
sama
membaiknya.
Bila
derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada KCKT karena teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV Visibel yang umumnya digunakan.
33
KCKT
menawarkan
beberapa
keuntungan
dibanding
dengan kromatografi cairklasik, antara lain: a. Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated ), waktu analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai. b. Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan. c. Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. Detektordetektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT. d. Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable). Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom
34
yang sama sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan. e. Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat tersebut. f.
Mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah sikumpulkan setelah melewati
detector.
menguapkan
Solvennya
ksecuali
untuk
dapat
dihilangkan
kromatografi
dengan
penukar
ion
memerlukan prosedur khusus.
3.4.3
Seleksi Tipe KCKT
Analisis
(pengguna
KCKT)
sebelum
mengoperasikan
KCKT, harus membuat keputusan tipe yang mana yang harus dipilih yang dapat memberikan informasi yang diinginkan. Skema I : Seleksi tipe KCKT adalah suatu petunjuk umum untuk seleksi tipe KCKT . Informasi ini akan memudahkan para analis untuk memutuskan pemelihan tipe KCKT yang memberikan para analis untuk memutuskan pemilihan tipe KCKT yang memberikan
35
kemungkinan terbaik pada pemisahaan yang diinginkan. Namun, sampel
yang
tidak
dikenal
(unknown)
akan
menyulitkan
pemilihannya tipe KCKT. Informasi seperti kelarutan, gugus fungsi yang ada, besarnya berat molekul dapat diperoleh dari pembuat informasi, pemberi sampel, atau data spektroskopik seperti nucleic magnetic resonance spectrosphotometer , infra red spectrophotometer , ultra violet spectrumeter , dan mass spectrophotometer . Semua data-data ini dapat digunakan sebagai petunjuk bagi analis memilih t ipe KCKT yang tepat untuk digunakan.
Gambar 2.Seleksi Tipe KCKT
Dengan berpedoman pada Hukum Dasar "like dissolves like" maka sangat mudah untuk memutuskan tipe KCKT yang akan dipilih. Dari
36
Skema 1 : Seleksi tipe KCKT, dengan cepat kita dapat melihat bahwa Berat Molekul (BM) lebih besar dari 2000, maka kita dapat menggunakan kromatografi eksklusi. Fasa geraknya adalah air jika sampelnya larut dalam air; bila dapat larut dalam pelarut organik maka digunakan pelarut- pelarut organik sebagai rasa gerak. Fasa diamnya adalah Sephadex atau ( Bondagel Seri E untuk rasa gerak air dan Styragel atau MicroPak TSK gel untuk rasa gerak organik). Bila BM lebih rendah dari 2000, pertama yang harus ditentukan adalah apakah sampel dapat larut dalam air. Bila sampel dapat larut dalam air, maka kromatografi partisi rasa terbalik atau kromatografi penukar ion dapat digunakan. Bila kelarutan dipengaruhi oleh penambahan asam atau basa atau bila pH larutan bervariasi lebih dar i 2 satuan pH dari pH 7, maka kromatografi penukar ion adalah pilihan utama. Bila kelambatan tidak dipengaruhi oleh asam dan basa dan larutan sampel adalah netral, maka kromatografi partisi rasa terbalik adalah pilihan terbaik. Tipe eksklusi menggunakan ukuran poros yang kecil dan rasa air dapat juga dicoba. Bila sampel tidak larut dalam air, kromatografi partisi atau kromatografi padat cair dianjurkan untuk digunakan. Untuk pekerjaan rutin disarankan menggunakan kromatografi partisi fasa terikat normal karena kolom-kolom ini tidak begitu rumit dalam perawatannya setelah digunakan. Untuk sampel-sampel isomer kromatografi padat cair lebih baik digunakan. Bila sampel memiliki
37
perbedaan ukuran partikel yang besar, kromatografi eksklusi sterik dengan fasa gerak organik dapat juga digunakan.
38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Lokasi Praktek Kerja Lapangan
Praktek kerja lapangan dilaksanakan di Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional lantai 1, di Laboratorium Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makanan yang beralamat di jalan Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat, Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 2 Februari sampai dengan tanggal 27 februari 2015.
4.2
Alat dan Bahan 4.2.1
Alat
Alat yang digunakan adalah neraca analitik, neraca mikro, erlenmeyer bertutup, spatulla, labu ukur, gelas ukur, gelas beaker, pipet tetes, pipet volum, corong, kertas saring whattman, vortex, water bath, membran filter milipore, ultrasonic, dan satu set alat KCKT.
4.2.2
Bahan
Bahan yang digunakan adalah sampel yang mengandung asam salisilat, baku asam salisilat, etanol 96%, asam asetat 96%, air, natrium asetat, H2SO4 2M, dapar asetat, dan asetonitril.
39
4.3
Prosedur Kerja 4.3.1
Pembuatan Larutan Uji
Sampel
sebanyak
0,5
gram
dimasukkan
ke
dalam
erlenmeyer bertutup. Kemudian ditambahkan 0,5 ml H 2SO4 2M dan 25 ml campuran pelarut etanol – air (9:1). Kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Setelah itu direndam dalam water bath dengan suhu 60°C selama 5 menit, lalu didinginkan. Selanjutnya disaring dengan kertas saring whattman dan dengan membran filter (A). Lalu dilakukan penetapan KCKT selama 24 jam. Larutan uji dibuat sebanyak 6 kali.
4.3.2
Pembuatan Larutan Baku
Baku pembanding asam salisilat ditimbang sebanyak 10 mg ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml campuran pelarut etanol – air (9:1) dan dikocok dengan vortex. Setelah itu ditambahkan campuran perlarut kembali sampai tanda tera dan dikocok. Setelah itu dipipet larutan tersebut sebanyak 4 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ditambahkan 0,5 ml H 2SO4 2M dan di tambahkan campuran pelarut etanol – air (9:1) sampai tanda tera dan dikocok. Kemudian disaring dengan membran filter (B)
40
4.3.3
Pembuatan Fasa Gerak
Fasa gerak yang digunakan yaitu dapar asetat – asetonitril dengan perbandingan 9:1. Cara membuat dapar asetat adalah sebanyak 6,35 gram natrium asetat dilarutkan dalam 20 ml asam asetat 96% dalam 1 liter air.
4.3.4
Cara Penetapan
Larutan A dan B disuntikkan secara terpisah dan dilakukan penetapan KCKT dengan kondisi : Fasa gerak
: Dapar asetat – asetonitril (9:1)
Kolom
: Panjang 150 mm, diameter 4,6 mm berisi oktadesilsilena (RP 18), ukuran partikel 10 μm.
4.3.5
Laju alir
: 1,0 ml/menit
Suhu kolom
: 40°C
Volume penyuntikan
:
Detektor
: UV λ=240 nm
Larutan A dan B 20 μL
Perhitungan
41
Keterangan : %
: Kadar asam salisilat
Au
: Area larutan uji
Ab
: Area larutan baku
Bb
: Bobot baku
Bu
: Bobot uji
F
: Pengenceran
42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Preparasi Larutan Uji dan Larutan Baku
Pelarut yang digunakan adalah etanol – air (9:1) karena etanol bersifat semipolar sehingga dapat lebih cepat melarutkan sampel dan baku asam salisilat.
Gambar 3.Struktur Kimia Asam Salisilat
Dari gambar rumus struktur asam salisilat di atas, terlihat bahwa asam salisilat memiliki gugus polar dan gugus nonpolar. Gugus polarnya adalah gugus – OH dan gugus nonpolarnya adalah gugus cincin benzennya. Dari rumus struktur ini dapat dilihat bahwa asam salisilat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar, tetapi sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut nonpolar saja karena memiliki gugus polar dan nonpolar sekaligus dalam satu gugus. Sehingga otomatis mudah larut pada pelarut semipolar seperti alkohol dan eter. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa asam salisilat sukar larut pada air yang merupakan pelarut polar dan benzena yang merupakan pelarut
43
nonpolar tetapi mudah larut pada etanol dan eter yang merupakan pelarut semipolar (Anonim, 1995). Larutan uji dan larutan baku yang telah dibuat siap untuk diinjeksikan
ke dalam perangkat
KCKT. Namun sebelum diinjeksikan
perlu dilakukan penyaringan dengan menggunakan „ filter milipore‟ dengan diameter 0,45µm terlebih dahulu. Penyaringan sebelum penginjeksian ini dilakukan
agar
tidak
terjadi
penyumbatan
menghilangkan gas dari pelarutnya. Namun misalnya
untuk
penyaringan
sterilisasi
dari
didalam untuk
bakteri, mungkin
kolom
dan
tujuan tertentu, saja
dilakukan
dengan menggunakan „ filter milipore‟ dengan diameter
0,22µm. Penyimpanan sampel untuk jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan milipore dengan diameter 0,22µm agar kontaminasi bakteri dapat diminimalisir (Mannheim, 1997). Larutan uji dan baku yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam vial untuk dianalisis dengan KCKT.
5.2
Preparasi Fasa gerak
Fasa gerak dapar asetat – asetonitril yang telah dibuat dipisah dalam botol berbeda, yang nantinya akan dicampurkan dalam KCKT dengan perbandingan dapar asetat – asetonitril 9:1. Pada fasa gerak yang perlu diperhatikan adalah gas-gas yang terlarut di dalamnya. Jadi sebelum digunakan, fasa gerak tersebut harus dibebaskan dari suatu gas terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan dengan proses degassing atau pengeluaran gas
44
dengan menarik gelembung udara dari dalam media dengan menggunakan peralatan pompa vakum (Mannheim, 1997). Hal ini
penting untuk
menghindari terjadinya penyumbatan pada kolom dan terganggunya kepekaan detektor.
5.3
Penetapan Kadar Asam Salisilat
Pada penetapan kadar asam salisilat ini dilakukan secara kuantitatif menggunakan instrumen KCKT. Analsis kuantitatif KCKT didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Teknik yang dilakukan kali ini merupakan “reverse phase” atau fasa terbalik karena teknik ini menggunakan pelarut polar sebagai fasa gerak sedangkan fasa diamnya menggunakan pelarut non-polar. Fasa gerak yang digunakan adalah dapar asetat – asetonitril (9:1), sementara fasa diamnya berisi oktadesilsilena (RP 18). Penggunaan fasa gerak dan fasa diam yang berbeda kepolarannya ini bertujuan agar sampel uji tidak bereaksi dengan fasa diamnya saat melewati kolom KCKT. Sampel melewati kolom KCKT tentunya memiliki jangka waktu yang terukur dan juga menjadi parameter, waktu yang dibutuhkan sampel untuk melewati kolom ini disebut waktu retensi. Sebelum menganalisis larutan uji, dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS). Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), yang dimaksud dengan uji kesesuaian sistem adalah suatu uji yang digunakan untuk membuktikan bahwa resolusi dan keberulangan suatu sistem kromatografi memenuhi syarat dalam melakukan suatu pengujian. Tujuan uji kesesuaian
45
sistem ini adalah untuk mengetahui presisi alat kromatografi sehingga data analisis yang dihasilkan cukup handal untuk dipakai dalam menyimpulkan suatu hasil pengujian. Berikut ini adalah table hasil analisis UKS. Tabel 2.Hasil Analisis UKS
Gambar 4. Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem Syarat uji kesesuaian sistem menurut Farmakope Indonesia adalah berdasarkan atas konsep, bahwa elekrtronik, peralatam, zat uji, dan kondisi
46
operasional analitik membentuk satu sistem analitik tunggal yang dapat diuji fungsinya secara keseluruhan. Data spesifik dikumpulkan dari penyuntikan ulang larutan uji atau larutan baku. Persyaratan dari UKS ini adalah RSD dari penyuntikan berulang sebanyak 6 kali tidak lebih dari 2. Setelah diperoleh data uji kesesuaian sistem (UKS) yang memenuhi syarat selanjutnya dilakukan analisis sampel, yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 5. Kromatogram Hasil Analisis Sampel
Tabel 3. Hasil Analisis Sampel Asam Salisilat
47
Dari kromatogram diatas, dapat dilihat bahwa peak asam salisilat (peak yang kedua) terpisah dari peak pelarutnya (peak pertama), sedangkan bila dibandingkan antara kromatogram sampel dengan kromatogram baku, ternyata waktu retensi antara sampel dengan baku asam salisilat hampir sama, sehingga dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung asam salisilat.. Luas area yang dihasilkan oleh peak sampel tergantung dari konsentrasi analat yang diuji, oleh karena itu luas area ke-enam sampel tersebut memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan berat sampel yang ditimbang. Dari data tabel diperoleh luas area larutan baku dan larutan uji, dimana nilai luas area tersebut digunakan dalam perhitungan kadar asam salisilat. Tabel 4.Kadar Asam Salisilat
Sampel
Bobot Wadah (gram)
1 2 3
34,4955 42,4718 46,7572
Bobot wadah+zat (gram) 34,9978 42,9767 47,2597
4 5 6
35,0510 35,1248 44,5844
35,5586 35,6341 45,0846
48
Bobot zat (gram) 0,5023 0,5049 0,2025
Area
Kadar (%)
11162831 11314795 10862328
2,15 2,17 2,09
0,5076 0,5093 0,5002
10988845 10993354 11063580
2,09 2,09 2,14
Kadar yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan syarat yang dicantumkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika untuk mengetahui apakah kandungan asam salisilat tersebut sesuai dengan syarat yang ditetapkan. Kadar rata rata asam salisilat dalam sampel adalah 2,12. Sementara menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, kadar asam salisilat yang diperbolehkan yaitu sebagai berikut : 1. Sebagai bahan pengawet, asam salisilat t idak lebih dari 0,5 % 2. Sebagai zat aktif (contoh : dalam sediaan rambut bilas), asam salisilat tidak lebih dari 3 % 3. Dalam sediaan lain, asam salisilat tidak lebih dari 2 % Perhitungan kadar asam salisilat dalam tabel diatas dapat dilihat pada lampiran perhitungan untuk lebih jelasnya. Setelah diperoleh kadar, kemudian dilakukan perhitungan RSD (Relatif Standart Devision) atau simpangan baku relatif, dengan perhitungan :
49
Tabel 5.Data RSD Sampel Asam Salisilat
Nilai RSD
Sampel
Kadar
1
2,15
2
2,165
3
2,088
4
2,091
5
2,085
6
2,137
SD
0,035500235
Rata-rata
2,119333333
RSD
1,675066125
yang diperoleh dibandingkan dengan persyaratan
keberulangan untuk kadar analit 2 % adalah tidak lebih dari 2 %.
50
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
-
Kadar asam salisilat yang diperoleh yaitu 2,15%; 2,17%; 2,09%; 2,09%; 2,09%; 2,14%
-
Kadar rata rata asam salisilat yaitu 2,12%
-
Kadar yang diperoleh yaitu 2,12% sementara menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 yaitu tidak boleh ≥ 2% sehingga asam salisilat yang terkandung dalam sampel t idak memenuhi syarat
- Nilai RSD dari penyuntikan berulang adalah 1,68 atau memenuhi syarat
6.2 Saran
Sebaiknya pengujian ini digunakan metode yang lain agar kadar asam salisilat yang terkandung dalam sampel dapat dibandingkan
51
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Airlangga University Press. Surabaya. Auliya
Puspitaningtyas,
Surjani
Wonorahardjo,
Neena
Zakia.
Pengaruh
Komposisi Fasa Gerak Pada Penetapan Kadar Asam Benzoat Dan Kafein Dalam Kopi Kemasan Menggunakan Metode Kckt (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Badan POM RI. 2011. MSDS Asam Salisilat. Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Ditjen POM. (2004). Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kosmetik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hendayana,
Sumar.
(2006).Kimia
Pemisahan
Metode
Kromatografi
dan
Elektroforensis Modern.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Kasdira, kasman. 2007. Kromatografi gas dan KCKT. Makassar : Sekolah Menengah Analis Kimia Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517.2011. Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
52
Tranggono, R.I.S dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 3,58-59, 62-63, 111-112.
53
LAMPIRAN LAMPIRAN A : Perhitungan
Pembuatan H2SO42M
N
Penimbangan
No
Bobot Wadah (gram)
Bobot
Bobot
wadah+zat
zat
(gram)
(gram)
Area
Kadar (%)
1
34,4955
34,9978
0,5023
11162831
2,15
2
42,4718
42,9767
0,5049
11314795
2,17
3
46,7572
47,2597
0,2025
10862328
2,09
54
4
35,0510
35,5586
0,5076
10988845
2,09
5
35,1248
35,6341
0,5093
10993354
2,09
6
44,5844
45,0846
0,5002
11063580
2,14
Area larutan baku rata-rata
: 10399791
Bobot baku
: 9,851 mg
Faktor pengenceran sampel
: 25,5
Faktor pengenceran baku
: 25
Rumus kadar asam salisilat
:
Keterangan : %
: Kadar asam salisilat
Au
: Area larutan uji
Ab
: Area larutan baku
Bb
: Bobot baku
Bu
: Bobot uji
F
: Pengenceran
1.
55