Rahmat Syukur Zebua NIM : 100102012 Semester VI Prodi DIV Fisioterapi Poltekkes Dr. Rusdi Medan
Mata Kuliah : FT Geriatri Dosen Pengampu : Relina Sinaga, Sst.FT.
Kasus Musculosceletal
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Operasi ORIF Dengan Kasus Fraktur Cruris Dextra 1/3 Distal Pada Lanjut Usia
A. Anatomi Fungsional Fungsional 1.
Sistem Tulang Tungkai bawah manusia terdiri dari dua tulang, yaitu tulang tibia (tulang kering) dan tulang fibula (tulang betis). Tibia adalah tulang berbentuk pipa dengan sebuah batang dan mempunyai dua ujung. Tulang Tulang tibia terletak di sebelah medial fibula, dan memiliki tiga bagian yang terdiri epipisis proksimalis, diapisis dan epipisis distalis. Sedangkan tulang fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tibia. Tulang ini berbentuk pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 1997).
2.
Sistem Sendi Pada kasus pasca operasi fraktur cruris dextra 1/3 distal dengan ORIF biasanya akan menimbulkan gangguan terutama pada sendi pergelangan kaki kanan. Ini dapat terjadi karena letak fraktur yang berdekatan dengan sendi pergelangan kaki kanan sehingga berdampak pada gerakan sendi tersebut. Sendi pergelangan kaki terdiri dari tiga persendian, yaitu sendi tibiofibularis distalis, talocruralis dan subtalaris (Norkin, 1995). Gerakan yang dapat dilakukan sendi pergelangan kanan adalah plantar fleksi, dorsi fleksi, eversi dan inversi.
3.
Sistem Otot Pada gerakan inversi, otot penggerak yang bekerja adalah otot tibialis anterior. anterior. Dan pada gerakan eversi, otot penggerak yang bekerja adalah otot peroneus longus dan otot peroneus brevis. Dengan adanya otot-otot tersebut memungkinkan terjadinya kontraksi sehingga terjadi gerakan pada sendi atau tulang.
Gambar : 1
Anatomi Tungkai Tungkai Bawah
B. Definisi 1.
Fraktur Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Brunner dan Suddart, 2000) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, (Mansjoer, 2000: 75) 75 )
2.
Fraktur cruris dextra 1/3 distal Cruris dextra adalah tungkai bawah kanan yang terdiri dari dua tulang panjang yaitu tulang tibia dan fibula. Lalu 1/3 distal adalah letak suatu patahan terjadi pada bagian 1/3 bawah dari tungkai. Jadi pengertian dari fraktur cruris dextra 1/3 distal adalah patah tulang yang terjadi pada tulang tibia dan fibula yang terletak pada 1/3 bagian bawah sebelah kanan.
Gambar : 2
Kaki Yang Mengalami Fraktur
Rontgen Kaki Yang Fraktur
3.
ORIF Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka fraktur terbuka yang tidak dapat di reposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan dil akukan tindakan operasi ORIF (Operation Reduction With Internal Fixation). ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan tehnik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, plat dan skrup, logam atau protesa untuk immobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes, 1995: 95).
Gambar : 3 Pemasangan Plat dan Skrup
Pemasangan Gips/Fiksasi Setelah Operasi
C. Etiologi
Pada fraktur cruris dextra 1/3 distal disebabkan karena adanya trauma pada tungkai bawah kanan akibat benturan dengan benda yang keras, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kasus fraktur cruris dextra 1/3 distal, tindakan yang biasa dilakukan untuk reposisi antar fragmen adalah dengan reduksi terbuka atau operasi. Ini dilakukan karena pada kasus ini memerlukan pemasangan internal fiksasi untuk mencegah pergeseran antar fragmen pada waktu proses penyambungan tulang (Apley, (Apley, 1995).
D. Patologi
Setelah fraktur dapat terjadi kerusakan pada sumsum tulang, endosteum dan jaringan otot. Pada fraktur cruris dextra 1/3 distal upaya penanganan dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan internal fiksasi. Pada kasus ini, hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan incisi (memotong) . Dengan incisi maka akan terjadi kerusakan pada jaringan lunak dan saraf sensoris.
E. Tan anda da da dan n gej gejal ala a kl klin inis is Oedema Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah akibat dari incisi, sehingga cairan yang melewati membran tidak lancar dan tidak dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan sehingga timbul bengkak. Nyeri 2) Nyeri dapat terjadi karena adanya rangsangan nociceptor akibat incisi dan adanya oedema pada sekitar fraktur. Keterbatasan LGS 3) Permasalahan ini timbul karena adanya rasa nyeri, oedema, kelemahan pada otot sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan ini dapat menyebabkan perlengketan jaringan dan keterbatasan lingkup gerak sendi (Apley, (Apley, 1995). Potensial terjadi penurunan kekuatan otot 4) Pada kasus ini potensial terjadi penurunan kekuatan otot karena adanya nyeri dan oedema sehingga pasien enggak menggerakkan dengan kuat. Tetapi Tetapi jika dibiarkan terlalu lama maka penurunan kekuatan otot ini akan benar-benar terjadi. 1)
F. Pemeriksaan FT FT F.1. Anam Anamnese neses s 1.
Umum
Nama
: Siti Halimah
Umur
: 65 Tahun
Sex
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS Alamat
: Jl. Diponegoro No. 23 Medan
No.Telp No.Telp
: 0813xxxxxxxx 0813xxx xxxxx
2.
Khusus :
Keluhan utama : Nyeri dan Keterbatasan
Sifat keluhan
Lokasi keluhan : Bagian distal tungkai kanan
Kapan terjadi
: Terlokalisir erlokal isir : 3 Bulan yang lalu
3.
4.
Riwayat penyakit : Riwayat penyakit dahulu : OS pernah mengalami jatuh terpeleset di kamar mandi. Riwayat penyakit sekarang : OS sering merasakan nyeri serta keterbatasan saat berjalan dan naik – turun tangga. Riwayat penyakit keluarga
:-
Riwayat Pengobatan : OS pernah melakukan Operasi pemasangan plat dan skrup pada persendian crurisnya.
F.2. Pemeriksaan Umum 1.
2.
Inspeksi : OS berjalan dipapah oleh keluarganya. OS berjalan sedikit menjinjit pada tungkai kanan bawahnya. Muka OS seperti menahan sakit. Palpasi :
Kulit kaki OS terdapat scar.
Terdapat oedema.
F.3. Pemeriksaan Khusus 1.
PFGD
Aktif : Adanya keterbatasan gerak akibat nyeri dengan dorsal fleksi lebih terbatas dari plantar fleksi dan eversi lebih terbatas dari inversi. Pasif : Adanya keterbatasan akibat provokasi nyeri.
2.
Pemeriksaan ROM
S : 10 – 0 – 30
R : 20 – 0 – 10
3.
Tes khusus
Stretch Test
Hold relax
Contract relax
F.4. Kemampuan fungsional
Pasien kesulitan untuk melakukan kemampuan fungsional seperti biasanya seperti berjalan lama, naik – turun tangga.
F.5. Clinical reasoning Impairment Berupa nyeri gerak akibat luka incisi operasi, oedema pada tungkai kanan terjadi karena suatu reaksi radang terhadap cidera jaringan, menurunnya lingkup gerak sendi karena adanya rasa nyeri dan oedema sehingga pasien malas untuk bergerak. 2. Functional limitation Berupa penurunan kemampuan transfer dan ambulasi. 3. Participation restriction Berupa ketidakmampuan pasien melaksanakan kegiatan bersosialisasi dalam masyarakat. 1.
F.6. Diagnosa FT
Adanya nyeri dan keterbatasan gerak pada tungkai bawah kanan yang diakibatkan pemasangan plat dan skrup akibat post operasi ORIF.
F.7. Program FT 1.
2.
Jangka Pendek Untuk mengurangi nyeri di sekitar ankle. Untuk mengurangi oedema pada otot – otot sekitar. Untuk meningkatkan ROM. Untuk meningkatkan kekuatan otot. Untuk mencegah komplikasi. Jangka Panjang Melanjutkan jangka pendek. Melatih aktifitas fungsional. Membantu memulihkan fungsi gerak pasien. Membantu pasien untuk dapat beraktifitas mandiri.
F.8. Intervensi FT
Tujuan utama penatalaksanaan rehabilitasi pada perawatan pasca fraktur adalah mengembalikan pasien tersebut dalam tingkat aktivitas normalnya (Garrison, 1996). Modalitas fisioterapi yang digunakan untuk penanganan pasca operasi fraktur cruris dextra 1/3 distal dengan terapi latihan. Terapi latihan adalah suatu usaha penyembuhan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif (Priatna, 1985). Terapi latihan yang dapat dilakukan : 1) 2) 3) 4)
Static contraction Latihan pasif Latihan aktif Latihan jalan
F.9. Pelaksanaan Intervensi FT Static Contraction Dosis : Tolerasi oleras i Pasien. Prosedur : Terapis memberikan tahanan pada daerah yang dikeluhkan OS, namun tanpa melakukan gerakan yang berlebih. Fungsi : Static contraction merupakan kontraksi otot secara isometrik untuk mempertahankan kestabilan tanpa disertai gerakan (Priatna, 1985). Dengan gerakan ini maka akan merangsang otot-otot untuk melakukan pumping action sehingga aliran darah balik vena akan lebih cepat. Apabila Apabila sistem peredaran darah baik maka oedema dan nyeri dapat berkurang. Latihan Pasif 2. Dosis : Tolerasi oleras i Pasien. Prosuder : Terapis membantu OS untuk melakukan gerakan anatomis, seperti gerakan dorsal-plantar fleksi, inversi dan eversi. Fungsi : Merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar sedangkan otot penderita rileks (Priatna, 1985). Disini gerakan pasif dilakukan dengan bantuan terapis. 1.
3.
Latihan Aktif Dosis
: Tolerasi Pasien
Prosedur : OS melakukan gerakan – gerakan anatomis sendiri tanpa dibantu Terapis, namun Terapis tetap memperhatikan dan mengarahkan gerakan OS. Fungsi : Latihan aktif merupakan gerakan murni yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh pasien itu sendiri. Tujuan latihan aktif meningkatkan kekuatan otot (Kisner, 1996). Gerak aktif tersebut akan meningkatkan tonus otot sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi makanan akan diedarkan oleh darah. Dengan adanya oksigen dan nutrisi dalam darah, maka kebutuhan regenerasi pada tempat yang mengalami perpatahan akan terpenuhi dengan baik
4.
Latihan Jalan Dosis : Toleransi Pasien. Prosedur : Terapis membantu OS untuk latihan berjalan dengan alat bantu seperti Paralen Bar, Cruck, Stik dan Walker. Fungsi : Salah satu kemampuan fungsional yang sangat penting adalah berjalan. Latihan jalan dilakukan apabila pasien telah mampu untuk berdiri dan keseimbangan sudah baik. Latihan ini dilakukan secara bertahap dan bila perlu dapat menggunakan walker. Selain itu dapat menggunakan kruk tergantung dari kemampuan pasien. Pada waktu pertama kali latihan biasanya menggunakan teknik non weight bearing (NWB) atau tanpa menumpu berat badan. Bila keseimbangan sudah bagus dapat ditingkatkan ditingkatkan secara bertahap menggunakan partial weight bearing (PWB) dan full weight bearing ( FWB ). Tujuan latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun masih dengan alat bantu.
Referensi
http://cuitycuitytea.blogspot.com/2012/10/askepfraktur-cruris-13-distal.html http://erna-epha.blogspot.com/2010/06/askeporif.html http://wwwaskep.blogspot.com/2010/01/askeporif-open-reduction-and-internal.html http://askepragilpambudi.blogspot.com/2009/07/askepfraktur-humerus-post-orif.html http://id.scribd.com/doc/46777068/Perubahan Anatomi-Fisiologi http://sintadotners.wordpress.com/2011/10/17/an http://sintadotners.wordpress.com/201 1/10/17/an atomi-sistem-moskuleskeletal/
TERIMAKASIH THANKS FOR ATTENTION ATTENTION