18
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu dampak dalam peningkatan ekspor komoditi pertanian adalah kebutuhan bibit yang semakin meningkat. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit tanaman yang dibutuhkan jumlahnya sangat banyak. Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Salah satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan telah terbukti memberikan keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.
Kultur jaringan adalah metode perbanyakan vegetatif dengan menumbuhkan sel, organ atau bagian tanaman dalam media buatan secara steril dengan lingkungan yang terkendali. Tanaman bisa melakukan kultur jaringan jika memiliki sifat totipotensi, yaitu kemampuan sel untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Tujuan
Berdasarkan Latar belakang adapun yag menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Menjelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi kultur jaringan.
Mengetahui cara pelaksanaan atau proses kultur jaringan.
Dapat mengetahui manfaat dan kekurangan kultur jaringan
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Pada mulanya, orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik kultur jaringan berkembang menjadi sarana penelitian dibidang fisiologi tanaman dan aspek-aspek biokimia tanaman. Dewasa ini, setelah mengalami banyak perkembangan dan penyempurnaan, teknik kultur jaringan telah dipergunakan dalam industri tanaman.
Perbanyakan mikro merupakan contoh aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan, terutama untuk beberapa jenis tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif. Perbanyakan mikro, secara umum dapat diartikan sebagai usaha menumbuhkan bagian tanaman dalam media aseptik, dan memperbanyaknya sehingga menghasilkan tanaman sempurna. Tanaman kecil ini kemudian dipindahkan ke media non aseptik. Tujuan pokok penerapan perbanyakan mikro, adalah produksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan.
Meristem dan ujung akar tanaman dapat dikultur secara aksenik pada media kultur jaringan khusus untuk menghasilkan satu massa sel yang tidak terdiferensiasi yang dikenal sebagai 'kalus' dan dari sepotong kecil bahan kalus ini dapat dihasilkan banyak kalus. Sel-sel individual dari kalus yang dimaserasi seringkali dapat diregenerasi menjadi kalus-kalus baru dengan cara menumbuhkannya pada media khusus. Dari kultur kalus-kalus ini, dapat ditumbuhkan tanaman baru dengan mula-mula mentransfer anakan tumbuhan kedalam pot-pot kecil dan kemudian ke tanah setelah tumbuhan itu teradaptasi denagn lingkunagannya. Teknik ini, yang sudah dikenal sejak tahun 1930 telah mencapai tahap pemakaian komersial dengan menghasilkan klon-klon tanaman yang seragam dalam ciri tertentu seperti bebas dari penyakit yang ditularkan oleh biji, bebas virus, bebas kerusakan karena pembekuan, tahan garam dan memiliki ciri-ciri lain lagi yang tak mungkin diperoleh melaluimetode penangkaran tanaman. Terdapat macam-macam tipe kultur jaringan yang sering dipakai – kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur organ, kultur meristem ujung dan kultur protoplas. Dalam hal kultur protoplas, dinding sel dihilangkan dengan lisozim atau enzim pelarut dinding sel yang tepat, dan dikulturkan dalam medium yang cocok, suatu teknik yang memudahkan manipulasi satuan-satuan sel tanpa gangguan dinding sel.
Beberapa contoh penggunaan kultur jaringan dalam pertanian adalah sebagai berikut: Ketela pohon (Manihot utilisima) umumnya dikembangbiakkan dengan menanam sepotong batangnya yang tua (stek) ke dalam tanah. Stek ini diikat menjadi satu dan diangkut dari tempat yang satu ke tempat lain atau dari negara yang satu ke negara lain sehingga menimbulkan masalah karantina karena kuman bibit penyakit mungkin ikut dipindahkan melalui stek ketela pohon. Pusat PertanianTanaman Tropis Internasional (CIAT) dan Institut Pertanian Tropis Internasional (IITA) menangkar varietas ketela pohon yang baru yang memiliki resistansi terhadap penyakit dan hama dan mengembangkan suatu galur bebas penyakit melalui kultur meristem untuk dikirimkan dalam kondisi aseptik ke negara-negara Afrika. CIAT juga telah memiliki plasma nutfah ketela pohon in vitro dengan tambahan 700 kultur meristem dalam bank. Demikian pula tanaman haploid telah dikembangkan dari kepala sari (kultur kepala sari) dan tanaman homozigot telah dihasilkan dalam satu generasi, suatu proses yang dengan metode penangkaran tanaman secara konvensional membutuhkan lima atau enam generasi.
Institut Riset Padi Internasional (IRRI) memperoleh varian padi yang tahan garam yaitu varietas Taichung 65 melalui teknik kultur jarinagn dengan panen 20% lebih tinggi daripada induknya yang paling cocok untuk kondisi yang banyak garam. IRRI juga mengembangkan galur-galur dari varietas Taichung 65 yang dapat mengatasi keracunan aluminium. Di Asia, karena rendahnya temperatur di permukaan yang tinggi tempat pembudidayaan tanaman padi, hasil panen biasanya rendah. Dengan teknik kultur kepala sari, IRRI telah berusaha mengembangkan galur padi yang tahan dingin. Anakan tumbuhan dan umbi kentang yang bebas penyakit dapat dikembangkan dengan teknologi kultur jaringan. Institut Riset Internasional untuk Tanaman Budi Daya Tropis Setengah Kering (ICRISAT) menggunakan kultur meristem untuk menghasilkan plasma nutfah kacang tanah yang bebas penyakit. Institut Riset Pertanian India (IARI) telah berhasil mengatasi masalah mengganggu yaitu kemandulan pepaya (Carica papaya) jantan dengan teknik kultur jaringan.
Azolla merupakan paku air yang berhasil dipakai sebagai pemasok nitrogen dalam budidaya padi karena sistem ini memfiksasi nitrogen melalui alga Anabaena azollae yang menghuni dedaunannya. Menurut Dr.M.S Swaminathan, Direktur Jendral IRRI, teknik fusi protoplasma dan generasi sel hibrid dapat digunakan untuk menyilang suatu Azolla yang memiliki hasil panen rendah tetapi toleran terhadap temperatur tinggi dengan Azolla yang memiliki hasil panen tinggi tetapi mempunyai iklim dingin.Apabila hal ini dapat dicapai, galur-galur Azolla dapat digunakan sehingga menghasilkan 400kg N/ha disawah-sawah daerah tropis bertemperatur tinggi. Di daerah terjadinya fiksasi nitrogen secara biologi, kemungkinan untuk mengeksploitasi jaringan dan teknik kultur sel tetap terbuka. Bakteri pemfiksasi nitrogen dan alga hijau biru dapat dipaksa masuk kedalam protoplas yang terpisah atau kalus dan dapat diregenerasi anakan tumbuhan. Tanaman yang berkembang dari kultur kalus semacam itu dengan bakteri pemfiksasi nitrogen mungkin dapat berkembang menjadi tanaman pemfiksasi nitrogen. Kloroplas dapat dibuat sedemikian sehingga dimasuki alga hijau biru pemfiksasi nitrogen. Salah satu hambatan utama terhadap usaha ini adalah halangan fisiologi antara protoplas suatu eukariot dan protoplas prokariot. Eksperimen sedang dilaksanakan untuk mentransfer gen-gen nif dari prokariot sederhana (Klebsiella pneumoniae) ke eukariot sederhana (Saccharomyces cerevisiae). Hasil yang sudah dicapai sampai saat sekarang menunjukkan bahwa sementara operon nif telah dikeluarkan dari bakteri dan dimasukkan ke sel khamir, maka ekspresi dari ciri yang diharapkan, yaitu fiksasi nitrogen atau kegiatan nitrogenase tidak berhasil dicapai yang lebih baik mengenai langkah-langkah fisiologis yang diperlukan agar kegiatan nitrogenase dapat diekspresikan oleh sel khamir rekombinan. Hal ini menjadi prasarat untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mentransfer nif ke spesies tanaman yang lebih tinggi.
Di India, teknik kultur jaringan telah digunakan secara memuaskan untuk mengembanggbiakkan secara cepat kultivar-kultivar elite tebu, kunir, jahe, karet, mustard, cardamom, jeruk, nenas, delima, almond, pisang, apel, Dioscorea, Bougenvillea, jati, bambu, sandal, eucalyptus, mawar dan pinus. Perkembangbiakkan lewat kultur jaringan menjamin pelestarian spesies-spesies yang hampir punah dan bebas dari penyakit.
Sejarah Kultur Jaringan
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa mendatang.
Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902 Usaha pertama aplikasi kultur jaringan tanaman
1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
1909 Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922 Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922 Kultur in vitro ujung akar
1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1929 Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934 Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936 Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
1939 Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
1940 Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventif
1941 Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941 Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif
1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950 Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
1953 Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1954 Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955 Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
1956 Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
1957 Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958 Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959 Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960 Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960 Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960 Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
1960 Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
1962 Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
1965 Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965 Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur mikro
1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969 Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
1970 Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970 Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
1970 Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973 Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
1974 Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974 Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974 Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa penginduksi pembentukan tumor
1975 Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977 Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens pada tanaman
1978 Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979 Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980 Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
1981 Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman somaklon
1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
1983 Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
1984 Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
1985 Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
Teknik Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan dapat diterapkan dalam pemuliaan tanaman untuk mempercepat pencapaian dan membantu jika cara-cara konvensional menemui rintangan alamiah. Melalui teknik kultur jaringan dapat dilakukan manipulasi sebagai berikut :
Manipulasi jumlah kromosom melalui bahan kimia atau meregenerasi jaringan tertentu dalam tanaman seperti : endosperma yang mempunyai kromosom 3n.
Tanaman haploid dan double haploid yang homogeneous melalui kultur anther atau mikrospora.
Polinasi in vitro dan pertumbuhan embrio yang secara normal abortif.
Hibridasi somatic melalui teknik fusi protoplasma baik intraspesifik maupun interspesifik
Variasi somaklonal
Transfer DNA atau organel untuk memperoleh sifat tertentu
Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali, dan fasilitas dasar seperti air dan bahan bakar.
Selain fasilitas fisik, pelaksanaan kultur jaringan juga memerlukan perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksanaan harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika), dan berbagai macam pekerjaan analitik. Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi, dan histologi amat diperlukan pelaksana sendiri juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan, dan kesabaran tinggi, serta harus bekerja intensif. Pekerjaan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanaman (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, mengultur, aklimatisasi, dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, sebab setiap bahan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.
Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak besar-besaran melalui kultur jaringan adalah: anggrek, menyusul berbagai tanaman hias dan tanaman hortikultura lainnya. Yang terakhir adalah perbanyakan tanaman kehutanan. Jenis tanaman yang secara ekonomis menguntungkan untuk diperbanyak secara kultur jaringan, sudah banyak. Namun harus diakui bahwa ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman semua atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.
Tahapan Pembuatan Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah : Pembuatan media, Intisiasi, Sterilisasi, Multipikasi, Pengakaran, dan Aklimatisasi.
Pembuatan Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang di gunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di perlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. Ada dua penggolongan media tumbuh : media padat dan media cair. Media padat umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.Ada beberapa tipe jaringan yang di gunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini bisa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosistesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu dilaminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan oleh jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Manfaat dan Kekurangan Kultur Jaringan
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan. Manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh jika melakukan teknik kultur jaringan adalah sebagai berikut:
Bibit (hasil) yang didapat berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat
Sifat identik dengan induk
Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa.
Perbanyakan cepat dari klon. Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
Keseragaman genetik. Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormon dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut "variasi somaklonal".
Kondisi aseptik. Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas patogen.
Seleksi tanaman, adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relatif kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakuan dengan bahan kimia (bahan mutasi, hormon) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
Stok mikro, memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada kultur in vitro. Stok induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
Lingkungan terkontrol
Konservasi genetik. Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.
Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
Produksi tanaman sepanjang tahun.
Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
Kontaminasi, kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya. Penomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur,virus, dll).
Vitrifikasi, vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
Munculnya pertumbuhan yang tidak normal.
Tanaman yang dihasikan pendek- pendek atau kerdil
Pertumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter.
Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
Praperlakuan, Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja atau pertumbuhan dan perkembangannya dalam botol saja, tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah rangka menghilangkan hambatan. Hambatan dapat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.
Lingkungan Mikro, masalah lingkungan incubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan incubator sangat menentukan optimasi eksplan pertumbuhan suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
BAB III
KESIMPULAN
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian ari tanaman seerti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.Terdapat macam-macam tipe kultur jaringan yang sering dipakai – kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur organ, kultur meristem ujung dan kultur protoplas.
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah : Pembuatan media, Intisiasi, Sterilisasi, Multipikasi, Pengakaran, dan Aklimatisasi
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya.
Masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu: Kontaminasi, Vetrifikasi, Praperlakuan, dan Lingkungan mikro.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.A. http://listpdf.com/ku/kultur-jaringan-tanaman-pdf.html Di Akses pada tanggal 14 Juni 2016
Anonim.A. http://ditaafrida98.blogspot.co.id/2015/09/makalah-kultur-jaringan-pada-tumbuhan.html Di Akses pada tanggal 14 Juni 2016
Anonim.A. http://www.academia.edu/6916239/Makalah_Kultur_Jaringan Di Akses pada tanggal 14 Juni 2016
Edi, Syahmi. 2014. Pengantar Bioteknologi. Medan: FMIPA UNIMED
Harahap, Fauziah. 2014. Kultur Jaringan. Medan: FMIPA UNIMED
Rao, Subra. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI-Press
Welsh, James R.1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Erlangga
16