PENDAHULAN Latar Belakang Potensi sumber daya perairan di Indonesia cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, dan singapura telah berkembang budidaya ikan kakap di laut dalam jaring apung (floating net cage). Produksi ikan kakap di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah dihasilkan dari usaha budidaya. Potensi lahan budidaya yang cukup memberikan peluang dengan penawaran harga yang cukup menarik merupakan daya dukung bagi terselengarannya kegiatan budidaya (pembenihan dan pembesaran) dalam rangka diversifikasi usaha (KKP 2011). Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer B.) merupakan salah satu komoditas ekspor dengan permintaan yang cukup tinggi dipasar luar negeri. Budidaya ikan Kakap Putih telah menjadi suatu usaha yang bersifat komersial untuk dikembangkan karena memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah dipelihara, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan (Jaya 2013). Produksi perikanan budidaya ikan kakap di Indonesia pada tahun 2013 yakni 6.735 ton (KKP 2014). Ikan Kakap Putih termasuk ke dalam keluarga Latidae di ordo Perciformes adalah salah satu jenis ikan katadromus yang bermigrasi dari air tawar ke air laut untuk berkembang biak. Jenis asli ikan kakap putih tersebar secara luas di kawasan Indo Pasifik barat, mulai dari Teluk Persia, sepanjang Asia Tenggara sampai ke Papua New Guinea dan Australia bagian utara (KKP 2011). Permasalahan utama dalam budidaya ikan kakap putih adalah terbatasnya benih yang tersedia baik dalam jumlah dan mutu secara terus menerus dan berkesinambungan. Pengambilan benih dari alam terus menerus tidak dapat memadai karena jumlah yang didapat sangat terbatas, tingkat keseragamannya rendah, dan kontinuitasnya tidak terjamin. Produksi benih ikan kakap putih yang terdiri dari ukuran D12, D30, dan D60 kelas benih sebar adalah suatu rangkaian kegiatan produksi, proses produksi dan pemanenan untuk menghasilkan benih ikan kakap putih kelas benih sebar (SNI 01-6146-1999). Selain itu, permasalahan dalam budidaya tidak terlepas dengan serangan penyakit infeksi. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus yakni Viral Nervous Necrosis (VNN). VNN menyebabkan pada kerusakan saraf dalam sistem saraf pusat dan retina ikan kakap putih yang terserang (Kueh (2012) dalam Sonida (2014)).
1
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam merupakan salah satu balai dengan produksi berbagai jenis ikan air laut, antara lain kakap putih, kerapu, rumput laut, dan bawal bintang. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembenihan dan pembesarannya. BPBL Batam memiliki fasilitas dan teknologi yang cukup lengkap serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai untuk melakukan praktik lapangan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang mendorong penulis untuk memilih BPBL Batam sebagai lokasi praktik lapangan.
Tujuan Praktik lapangan ini diharapkan mahasiswa mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan kakap putih (Lates calcarifer) beserta permasalahan dan solusi dalam skala usaha.
2
KEADAAN UMUM Keadaan Lokasi Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam yang beralamat di Jl. Raya Barelang Jembatan III Pulau Setoko. PO BOX 60 Sekupang, Batam-29438, Kepulauan Riau- Indonesia. BPBL Batam memiliki luas wilayah sekitar 6.5 Ha. Pengembangan berbagai jenis komoditas unggulan diantaranya bawal bintang (Trachinotus blochii), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus), kakap putih (Lates calcalifer), dan ornamental fish (Future Plan). Lokasi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam terletak di sebelah utara Pulau Setoko yang menghubungkan antara Pulau Batam, Pulau Tonton serta Pulau Nipah. Berikut merupakan gambar perkantoran Balai Perikanan Budidaya Laut Batam.
Gambar 4. Bangunan Perkantoran Balai Perikanan Budidaya Laut Batam Sejarah Balai Perikanan Budidaya Laut Batam Balai Perikanan Budidaya Laut Batam merupakan bagian dari Departemen Kelautan dan Perikanan dibawah Dirjen Perikanan Budidaya. Pengembangan balai ini dimulai pada tahun 1986, dengan nama Stasiun Budidaya Laut yang bertempat di Tanjung Pinang. Tahun 1990 berganti nama menjadi Sub Balai Budidaya Laut bertempat di Tanjung Riau, Sekupang Batam. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347/ KPTS/OT.210/5/94 ditetapkan pada tanggal 6 Mei 1994, Sub Balai Budidaya Laut Batam berganti nama menjadi Loka Budidaya Laut, lalu disempurnakan lagi dengan surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP. 26 C/MEN/ 2001 tanggal 01 Mei 2001. Loka Budidaya Laut Batam menempati lokasi baru pada bulan juni 2002 di Desa Setoko Kecamatan Bulang, Kota Batam. Perpindahan lokasi Loka Budidaya Laut Batam dikarenakan perairan sekitar Sekupang sudah tercemari limbah, sehingga 3
kurang baik jika digunakan sebagai pengembangan budidaya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: Per. 10/MEN/2006 tanggal 12 Januari 2006 resmi diberi nama Balai Budidaya Laut bertempat di Pulau Setoko dan tahun 2014 menjadi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam bertempat di Pulau Setoko (Peraturan Menteri KP No.6/ 2014). Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri No.6/ PERMEN-KP/2014, Balai Perikanan Budidaya Laut Batam menerapkan tugas dan fungsinya. Adapun tugas pokok yang dimiliki yaitu melaksanakan uji terap teknik dan kerja sama, produksi, pengujian laboraturium kesehatan ikan dan lingkungan, serta bimbingan teknis perikanan budidaya laut. Berikut ini merupakan fungsi menurut Peraturan Menteri: a Penyusunan rencana kegiatan teknis dan anggaran, pemantauan dan evaluasi serta laporan b Pelaksanaan uji terap teknik perikanan budidaya laut c Pelaksanaan penyiapan bahan standardisasi perikanan budidaya laut d Pelaksanaan sertifikasi sistem perikanan budidaya laut e Pelaksanaan kerja sama teknis perikanan budidaya laut f Pengelolaan dan pelayanan sistem informasi, dan publikasi perikanan budidaya laut g Pelaksanaan layanan pengujian laboraturium persyaratan kelayakan teknis perikanan budidaya laut h Pelaksanaan pengujian kesehatan ikan dan lingkungan budidaya laut iPelaksanaan produksi induk unggul, benih bermutu, dan sarana produksi perikanan budidaya laut jPelaksanaan bimbingan teknis perikanan budidaya laut k Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Visi dan Misi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam memiliki visi dan misi dalam pencapaian kerja sebagai UPT Pemerintah. Visi BPBL Batam adalah mewujudkan Balai Perikanan Budidaya Laut Batam sebagai institusi pelayanan prima dalam pembangunan dan pengembangan sistem budidaya air laut yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan. Adapun misi balai sebagai berikut: a Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis agribisnis dan melaksanakan alihteknologi kepada dunia usaha b Meningkatkan kapasitas kelembagaan c Mengembangkan sistem informasi pengetahuan dan teknologi perikanan d Meningkatkan pelayanan jasa dan sertifikasi 4
e
Memfasilitasi upaya pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan
Organisasi Organisasi dan tata kerja BPBL Batam menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.10/MEN/2006 merupakan UPT yang berada langsung dibawah Dirjen Kelautan dan Perikanan dengan struktur organisasi yang bertugas dalam pelaksanaan, pengawasan, pembudidayaan, pengendalian penyakit, serta penyuluhan tentang budidaya kepada masyarakat sekitar sesuai dengan tugas jabatan fungsional masing- masing yang berlaku. Struktur organisasi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam secara umum terdiri dari kepala balai, bagian tata usaha, seksi standarisasi dan informasi, seksi pelayanan teknik, dan kelompok jabatan fungsional. Berikut ini adalah struktur organisasi di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam. Kepala Balai Budidaya Laut Batam
Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Uji Terap Teknik dan Kerjasama Seksi Produksi, Pengujian & Bimbingan Teknis dan PPSPM UU
Kelompok Jabatan TATA USAHA Fungsional USAHA Gambar 5. Struktur Organisasi BPBL Batam
Ketenagakerjaan Balai Perikanan Budidaya Laut Batam merupakan salah satu balai yang aktif dalam melakukan berbagai kegiatan dalam pengembangan budidaya perikanan laut. Untuk mendukung tugas dan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan, maka BPBL Batam didukung oleh sumberdaya manusia sebanyak 95 orang yang terdiri atas 69 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 26 orang tenaga kontrak yang diuraikan dalam table berikut : Tabel 1. Jumlah Karyawan dan PNS BPBL Batam
5
No 1.
Tingkat pendidikan Pasca sarjana (S2)
Bidang/Jurusan Manajemen Sumberdaya Pantai
1
Perikanan
3
Kedokteran Hewan
2.
3.
4.
Sarjana (S1/ D4)
Diploma (D3)
SUPM/SMA
Jumlah (orang)
1
Biologi Reproduksi
1
Ilmu Lingkungan
3
Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Tropika
1 Hayati Hidup
Perikanan
17
Biologi
1
Teknik Mesin
1
Teknik Sipil
1
Pendidikan Kimia
1
PenyuluhKelautan Perikanan
1
Sistem Informasi
1
Perikanan
9
Kimia
1
TeknikMesin Perkapalan
1
Akuntansi
2
Perikanan
12
Umum
6
5.
SD/SMP
5
6.
Tenaga Kontrak
26
Jumlah
95
Sumber: Balai Perikanan Budidaya Laut Batam 2015
Fasilitas Fisik 6
Fasilitas Utama Balai Perikanan Budidaya Laut Batam memiliki fasilitas utama yang digunakan sebagai penunjang keberhasilan dalam kegiatan budidaya seperti pembenihan. Fasilitas pembenihan meliputi wadah, sistem suplai air, dan sistem aerasi. Wadah Wadah yang digunakan di BPBL Batam memiliki spesifikasi yang beragam, disesuaikan dengan kegiatan budidaya. Fasilitas utama berupa wadah mencakup keramba jarring apung, tendon air tawar maupun air laut, bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan benih, bak pemeliharaan induk, dan bak kultur pakan alami. Berikut ini merupakan fasilitas wadah budidaya di BPBL Batam. Tabel 2. Fasilitas wadah budidaya Balai Perikanan Budidaya Laut Batam No
Wadah/ Bak
Bahan
Bentuk
Dimensi
Volume
Jumlah
1.
Karamba jaring apung (KJA)
HDPE
Persegi
3x3x2.5 m
22.5 m3
190
HDPE
Persegi
4x4x3.5 m
56 m3
24
2.
Bak induk
Fiber
Tabung
Φ=3m, t=1.4 m
12 m3
3
3.
Bak penetasan telur
Fiber
Tabung
Φ=0.9m, t=0.7 m
0.5 m3
2
4.
Bak pemeliharaa n larva
beton
Persegi
0.375x0.24x0.09 m
8 m3
2
5.
Bak pemeliharaa n benih
Beton
Persegi
0.375x0.24x0.09 m
8 m3
2
6.
Bak kultur fitoplankton
Lingkaran
Φ=1.5m, t=0.7m
1m3
8
Lingkaran
Φ=1.5m, t=0.6m
1 m3
3
Balok
7.82x3.56x0.87m
24 m3
4
Balok
8.6x3.9x1.2m
40 m3
2
28 m3
2
Fiber
Beton
7.
Bak kultur rotifera
Tabung
Lingkaran
Φ=7m,t=0.8m
7
8
Tandon utama
Beton
Bulat
Φ=6.22m,t=3.39m
100 m3
1
Sumber: Balai Perikanan Budidaya Laut Batam 2014
Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk Bak pemeliharaan induk kakap putih digunakan juga sebagai tempat pemijahan induk. Bentuk bak pemeliharaan dan pemijahan induk berbentuk tabung dengan volume 10 m3 berbahan fiberglass. Bak dilengkapi dengan saluran inlet dan outlet. Bak pemeliharaan dan pemijahan induk berjumlah 3 bak yang masing-masing memiliki 6 buah aerasi yang disebar secara merata. Wadah Penampung Telur (Egg Collector) Bak penampung telur berfungsi sebagai tempat untuk menampung telur hasil pemijahan pada bak pemijahan induk kakap putih. Telur disalurkan melalui pipa paralon yang menghubungkan antara bak pemijahan induk kakap putih dengan wadah penampung telur. Bak penampung telur berbentuk segiempat berukuran 55 cm x 45 cm x 55 cm. Bak penampung telur terdapat waring dibagian dalam yang berukuran 300 mikron. Waring harus berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran telur, sehingga telur dapat tertampung. Berikut ini merupakan gambar wadah pengumpul telur (egg collector).
Gambar 6. Wadah penampung telur (egg collector)
Bak Penetasan Telur Bak penetasan telur digunakan untuk menetaskan telur yang berasal dari bak penampung telur. Bak ini berbentuk tabung yang berbahan fiber. Bak penetasan telur berjumlah 2 buah yang terletak di dalam ruangan hatchery. Bak penetasan telur memiliki ukuran masing-masing 500 liter dengan saluran inlet dan outlet serta pemberian aerasi pada dua titik. Berikut merupakan gambar wadah penetasan telur.
8
Gambar 7. Wadah penetasan telur
Bak Pemeliharaan Larva Bak pemeliharaan larva berjumlah 2 buah yang berbentuk persegi panjang dengan volume 8 m3. Bak terbuat dari beton dengan pemasangan aerasi 36 buah per bak pemeliharaan larva yang disebar merata. Bak pemeliharaan larva kakap putih digunakan 25-30 hari hingga menjadi benih berukuran 2-3 cm yang siap untuk didederkan. Bak pemeliharaan larva terdapat pada ruangan tertutup untuk menghindari dari perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan kematian larva.
(a) (b) Gambar 8. Bagian hatchery kakap putih (a) Ruangan hatchery (b) Bak pemeliharaan larva
Bak Pendederan Benih Bak pendederan benih terbuat dari beton yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 m3. Bak pendederan benih berjumlah 2 buah bak yang masingmasing terdapat 36 buah aerasi disebar merata yang digunakan untuk pemeliharaan benih hingga mencapai ukuran 7 cm sehingga siap ditebar di KJA pembesaran.
(a) (b) Gambar 9. (a) Ruangan pendederan benih kakap putih (b) Bak pendederan benih
Bak Kultur Fitoplankton Kultur fitoplankton Nannochloropsis sp. dilakukan pada 2 ruangan yaitu indoor dan outdoor. Ruang indoor digunakan untuk kultur fitoplankton skala laboratorium dan outdoor digunakan dalam skala massal. Wadah kultur skala laboratorium menggunakan tabung reaksi dan labu erlenmeyer (100 - 2000 ml). Wadah kultur massal terbuat dari fiber dan beton. Bak fiber berukuran 1 m3 berjumlah 11 bak dan bak beton berukuran 24 m3 berjumlah 4 bak dan bak beton berukuran 40 m3 berjumlah 2 bak.
9
(a) (b) Gambar 10. Wadah kultur fitoplankton (a) Bak kultur Nannocloropsis sp. (b) Bak fiber bervolume 1m3
Bak Kultur Zooplankton Bak kultur rotifera (Brachionus plicatilis) terletak pada ruang outdoor terbuat dari fiber yang berbentuk lingkaran. Terdapat 2 buah bak yang memiliki diameter 7 m, tinggi 0,75 m dengan volume 28 m3. Sedangkan kultur (penetasan) Artemia dilakukan pada bak fiber dengan volume 500 liter sebanyak 2 buah. Berikut ini adalah gambar bak kultur zooplankton.
(a) (b) Gambar 11. Wadah kultur zooplankton (a) Bak kultur Branchionus sp. (b) Bak kultur artemia
Bak Tandon Kegiatan pembenihan kakap putih sangat bergantung pada ketersediaan air bersih dengan kualitas yang bagus dan berkelanjutan. Air laut diambil langsung dari laut di sekitar BPBL Batam menggunakan pompa menuju tandon utama. Tandon utama digunakan untuk menampung sumber air laut yang akan digunakan untuk kegiatan pembenihan. Bak penampungan ini dijadikan sebagai media untuk menghasilkan air laut yang berkualitas bagus dengan cara filterasi dan pengendapan. Tandon utama terbuat dari beton berbentuk bulat dan memiliki volume sebesar 100 m3 dengan kontruksi yang kuat.
Gambar 12. Bak tandon air laut utama pada komoditas kakap putih
10
Sistem Suplai Air Pengelolaan air sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga kualitas air yang dipakai pada kegiatan pembenihan kakap putih. Air laut yang berasal dari laut lepas akan dipompa menggunakan pompa. Kemudian air laut yang masuk akan difiltrasi menggunakan sand filter, lalu akan ditampung ke tandon utama. Pada tandon utama ini dilakukan treatment secara kimia, fisik, dan biologi yaitu menggunakan bioball, sand filter, dan UV filter. Air laut yang sudah di filter selanjutnya di alirkan ke unit pembenihan, pendederan, dan pemeliharaan induk kakap putih. Berikut merupakan skema sistem diagram alir suplai air laut yang dilakukan oleh BPBL Batam:
Sumber air
Tandon utama
Pompa penyedot
Pipa penyalur
Pompa distribusi
Sand filter
Tandon penampung
Gambar 13. Diagram alir sistem sulpai air laut
Sistem Aerasi Sistem aerasi yang digunakan pada pembenihan ikan kakap putih di BPBL Batam yaitu highblower untuk pemeliharaan larva dan benih, pendederan, dan kegiatan pakan alami skala massal, serta vortex blower untuk kegiatan produksi pakan alami skala laboratorium. Sistem aerasi dengan vortex blower digunakan untuk kegiatan produksi pakan alami skala laboraturium. Instalasi aerasi ini yaitu pipa PVC beserta krannya dengan berbagai ukuran yang tersambung dengan batu aerasi. Instalasi ini lalu dihubungkan ke bak- bak pemeliharaan agar mendapatkan suplai oksigen di dalam bak. Berikut ini adalah perangkat instalasi aerasi yang digunakan untuk pemeliharaan larva dan benih serta kulur pakan alami.
11
(a) (b) (c) Gambar 14. Sistem aerasi (a) Vortex blower (b) selang aerasi (c) batu aerasi
Fasilitas Pendukung Sumber Energi Sumber energi untuk mendukung kegiatan produksi di BPBL Batam adalah energi listrik yang berasal dari pasokan PLN dan generator listrik (genset). Listrik digunakan untuk penerangan terutama dimalam hari, untuk menghidupkan pompa air laut, aerasi, peralatan laboratorium, freezer serta peralatan listrik lainnya. Generator digunakan pada saat energi listrik dari PLN mati. Berikut ini adalah gambar genset dan tiang listrik dari PLN yang digunakan di BPBL Batam sebagai sumber energi listrik untuk menggerakkan semua peralatan yang menggunakan listrik
(a) (b) Gambar 15. Sumber energi (a) Genset (b) PLN
Bangunan dan Fasilitas Lain Balai Perikanan Budidaya Laut Batam memiliki bangunan dan fasilitas lain untuk melengkapi prasarana yang dibutuhkan. Beberapa fasilitas tersebut tertera dibawah ini. Tabel 3. Bangunan dan Fasilitas Lain di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam No. A. Bangunan
Prasarana
Jumlah (unit)
12
1 2 3
Kantor Laboratorium pakan alami Laboratorium pengujian kesehatan ikan dan lingkungan Perpustakaan Guess house Asrama dan ruang sebaguna Masjid Mess pegawai Rumah genset Pos satpam Kantor/koperasi Pendopo
4 5 6 7 8 9 10 11 12 B. Fasilitas Lain 1 Kendaraan roda empat 2 Kapal motor 3 Kapal tanpa motor Sumber: Balai Perikanan Budidaya Laut Batam 2014
1 2 1 1 1 1 1 48 1 1 2 1 20 1 1
KEGIATAN PEMBENIHAN Pemeliharaan Induk Calon induk ikan kakap putih berasal dari alam dan hasil kegiatan pembesaran di BPBL Batam. Induk dipelihara dalam bak fiberglass bervolume 12 m3. Jumlah bak pemeliharaan induk kakap putih yaitu 3 bak.
Gambar 16. Bak fiber 12 m3
Persiapan Wadah Bak induk harus didesinfeksi terlebih dahulu dengan kaporit 100 ppm. Desinfeksi kaporit pada bagian dasar bak serta pada bagian dinding bak induk. Bak induk dibilas dengan air laut dan disikat menggunakan sabun sehingga semua lumut dan kotoran lainnya yang menempel pada dinding dan dasar bak bersih. Kemudian batu aerasi dan selang aerasi dibersihkan menggunakan sabun dan dibilas dengan air laut hingga bersih. Pemberian kaporit bertujuan untuk menghilangkan atau membunuh patogen yang dapat merugikan kegiatan budidaya.
13
(a) (b) (c) (d) Gambar 17. Bak induk (a) Kaporit 100-500 ppm yang dilarutkan dalam air (b) Bak pemeliharaan induk (c) Pembersihan wadah (d) Bak siap digunakan
Penebaran Induk Calon induk yang digunakan berasal dari hasil budidaya atau penangkapan nelayan disekitar Pulau Batam. Kegiatan seleksi induk sangat diperlukan untuk menyeleksi induk yang matang gonad. Seleksi induk jantan dan betina dapat dilakukan dengan melihat ciri primer dan sekunder. Ciri-ciri kelamin primer adalah ciri yang berhubungan langsung dengan reproduksi. Sedangkan ciri-ciri kelamin sekunder adalah ciri yang tidak berhubungan langsung dengan reproduksi. Ciri primer ikan jantan yaitu bila distripping akan mengeluarkan cairan sperma berwarna putih susu, sedangkan ciri sekundernya adalah bentuk badan yang relatif lebih lonjong. Ciri primer ikan betina yaitu lubang genital yang berwarna kemerahan apabila telah matang gonad, sedangkan ciri sekunder ikan betina yaitu dengan perut yang membesar dan lembek karena adanya telur di dalam perutnya serta bentuk badan yang relatif lebih bulat. Induk betina dilakukan pemeriksaan kematangan gonad dengan metode kanulasi yaitu dengan memasukkan selang kateter berdiameter 1,2 mm ke dalam lubang genital. Pemeliharaan induk jantan dan betina dilakukan dalam satu bak. Penebaran induk dilakukan sebanyak 15 ekor indukan yang terdiri dari 10 ekor induk jantan dan 5 ekor induk betina. Perbandingan jumlah induk jantan dan betina yang ditebar adalah 2:1. Bobot induk jantan sebesar 2-3 kg/ekor dan induk betina sebesar 4-5 kg/ekor.
Gambar 18. Seleksi induk dan penebaran induk (a) Stripping induk jantan (b) Kanulasi induk betina
Pemberian Pakan Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 – 08.00 WIB. Pakan ikan kakap putih terdiri dari 2 jenis yakni ikan rucah segar dan pelet moist. Kegiatan pengelolaan induk dimulai dengan pengambilan ikan rucah segar dari freezer.
14
Kemudian ikan rucah beku tersebut diletakkan pada wadah dan dialirkan air hingga ikan tidak beku. Setelah itu, ikan dicuci bersih dan dimasukkan ke dalam ember.
Gambar 19. Ikan rucah
Pembuatan pelet moist dilakukan dengan cara pelet komersil (Megami) dihaluskan, kemudian dicampurkan minyak cumi, udang rebon 1 kg, DHA Protein Selco, vitamin (C, E, dan B) 2 sendok makan, serta biovitamin 2 sendok makan. Campuran tersebut ditambahkan air secukupnya hingga membentuk adonan. Adonan tersebut dicampur rata dan dicetak pada baki. Setelah itu adonan dalam baki dipadatkan untuk memudahkan dalam proses pemotongan. Pemotongan adonan pakan yang telah padat dilakukan dengan menggunakan pisau. Pakan untuk indukan kakap putih dipotong dengan ukuran 4 x 4 cm. Pakan yang telah jadi dimasukkan ke dalam ember untuk diberikan ke induk.
(a) (b) Gambar 20. Pakan buatan pellet (a) Pembuatan pakan (b) pellet berukuran 4x4 cm
Berikut merupakan jadwal pemberian pakan induk ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama pemeliharaan Tabel 4. Jadwal pemberian pakan induk kakap putih No 1 2 3 4 5 6 7
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Formulasi Pakan Pelet + Rucah + Cumi + Vit. E Pelet + Rucah + Multivitamin Pelet + Rucah + Vit. C Pelet + Rucah + Cumi + Vit. E Pelet + Rucah + Multivitamin Pelet + Rucah + Vit. C Puasa
Tanggal Pemberian 27 Juni 2016 28 Juni 2016 22 Juni 2016 23 Juni 2016 24 Juni 2016 25 Juni 2016
Sumber : Sumber: Balai Perikanan Budidaya Laut Batam 2016 Pengelolaan Kualitas Air
15
Air laut disedot dengan menggunakan pompa. Selanjutnya dilakukan proses penampungan terlebih dahulu di dalam tandon utama. Setelah itu, air yang telah diendapkan dari tandon utama dialirkan melalui pipa PVC ke tandon pemeliharaan induk. Air dari tandon pemeliharaan induk disaring menggunakan filter fisik dan filter biologi. Air yang telah melalui proses tersebut dialirkan menuju bak pemeliharaan induk dengan menggunakan pipa PVC. Pada pagi hari, setelah induk diberi pakan pada pagi hari, air dalam bak dikeluarkan sebanyak 50-70 %. Pengelolaan kualitas air dilakukan melalui pengukuran terhadap kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH dan DO dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Kisaran nilai kualitas air pada pemeliharaan induk kakap putih No 1 2 hj3 4
Parameter Suhu DO pH Salinitas
Nilai 31.10C 5.1 mg/L 8.06 33 ppt
Waktu pengukuran 1-8 Juli 2016 1-8 Juli 2016 1-8 Juli 2016 1-8 Juli 2016
Berdasarkan tabel di atas data hasil pengukuran kualitas air selama delapan hari memiliki kisaran nilai kualitas air yakni suhu 31.10C, DO 5.1 mg/L, Ph 8.06, dan salinitas 33 ppt.
Pengelolaan Kesehatan Kesehatan induk yang akan dipijahkan dapat berpengaruh dalam proses pemijahan dan penentuan kualitas telur yang akan dihasilkan oleh induk kakap putih. Cara pencegahan yang umum digunakan adalah dengan merendam ikan di air tawar selama 5-10 menit tergantung dengan ketahanan ikan atau dilakukan perendaman Hidrogen Peroksida (H2O2) dengan aerasi kuat sebanyak 2-3 kali dengan interval waktu 7 hari, serta dapat dilakukan dengan perendaman akriflavin 5-10 ppm. Penyakit yang biasa ditemukan pada induk ikan kakap putih disebabkan oleh Benedenia sp. Ciri-ciri ikan yang terkena serangan Benedenia sp. yaitu kehilangan nafsu makan, berenang tidak normal, dan mata putih/buram (Hendrianto 2009).
Gambar 21. Cacing kulit (Benedenia sp.)
Pemijahan Induk dan Penetasan Telur Sistem pemijahan induk kakap putih adalah pemijahan secara alami dengan perbandingan rasio jantan dan betina yaitu 1:1. Pemijahan secara alami dilakukan pada bulan terang. Jumlah induk jantan 10 ekor dengan bobot 2-3 kg/ekor dan induk
16
betina 5 ekor dengan bobot 4-5 kg/ekor. Induk ikan kakap putih dibiarkan memijah secara alami dalam wadah pemeliharaan yang sekaligus dijadikan sebagai wadah pemeliharaan. Induk ikan kakap putih memijah pada tanggal 25 juni 2016. Telur yang telah dibuahi oleh sperma bersifat mengapung dipermukaan air. Wadah pemijahan berhubungan langsung dengan wadah penampungan telur sehingga telur yang mengapung dipermukaan akan secara otomatis dialirkan ke dalam wadah penampungan telur melalui pipa. Wadah penampungan telur dilengkapi dengan egg collector berbentuk empat persegi panjang yang terbuat dari screen net (mesh size 150 – 200 mikron) untuk menampung telur yang telah dibuahi oleh sperma. Penggunaan egg collector ini bertujuan agar telur hasil pemijahan terperangkap dan tidak ikut terbuang bersama air yang keluar. Cara ini lebih efektif dan efisien untuk dilakukan dibandingkan dengan memanen telur langsung dari bak pemijahan. Aliran air yang keluar diusahakan tidak terlalu deras agar tidak menimbulkan goncangan yang sangat keras. Hal ini harus dilakukan agar telur tidak pecah/rusak atau kualitasnya menurun. Berdasarkan praktik lapang yang dilakukan, jumlah telur ikan kakap putih yaitu 1.720.000 butir. Diameter telur ikan kakap putih yaitu 750 μm . Menurut Aprianing (2015) mengemukakan bahwa diameter telur ikan kakap putih berkisar antara 750-850 μm . Telur ditetaskan pada bak penetasan yang berkapasitas 500 L dan diisi air sebanyak 400 L. Kemudian, dihitung kepadatan larva menggunakan tabung reaksi.
(a)
(b)
Gambar 22. Penetasan telur (a) Bak penetasan telur bervolume 500 L (b) Perhitungan telur kakap putih menggunakan tabung reaksi
Pemeliharaan Larva dan Benih Persiapan Wadah Bak pemeliharaan larva dan benih berukuran 0.375x0.24x0.09 m3. Persiapan bak dilakukan dengan cara bak dibersihkan dengan menggunakan sikat dan sponge serta dibilas dengan air laut. Kemudian selang aerasi dipasang dengan menggunakan
17
batu aerasi untuk menghasilkan gelembung udara dan bak diisi dengan air laut hingga 80% yang terlebih dahulu disaring dengan filter bag. Selain itu, untuk pemeliharaan larva bak diisi dengan alga Nannochloropsis sp. dari saluran pipa alga sebanyak 120 liter dalam 20 menit. Selanjutnya bak pemeliharaan larva ditutup dengan plastik. Pengecekan sistem aerasi perlu dilakukan untuk mengatur gelembung udara yang dihasilkan dapat keluar dengan lembut sehingga tidak membuat larva stres. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan lubang kecil sebanyak 35 lubang dengan setting aerasi menggunakan 35 titik aerasi.
(a) (b) (c) Gambar 22. Bak larva dan benih (a) Bak pemeliharaan larva dan benih yang bervolume 8 ton (b) Pembersihan wadah (c) Bak siap digunakan.
Penebaran Larva dan Benih Pemeliharaan larva dilakukan dengan memelihara larva ikan kakap putih dari awal menetas hingga berukuran 3 inchi. Pemindahan larva dari bak inkubasi ke dalam bak pemeliharaan dilakukan pada pagi hari dengan cara mengambil larva yang sudah dikumpulkan di ember. Larva dipindahkan secara hati-hati dan perlahan untuk aklimatisasi dengan lingkungan yang baru. Penebaran dilakukan di sekitar titik-titik aerasi. Panjang larva yang ditebar pada D-1 yakni 2,20 mm. Larva ditebar ke dalam 2 bak dilakukan dengan kepadatan 200.000 ekor/bak dengan volume bak yang digunakan adalah 8 m3. Pemeliharaan benih hingga berukuran 3 inchi atau 5-7 cm. Penebaran benih dilakukan dengan aklimatisasi terlebih dahulu. Aklimatisasi bertujuan agar benih tidak stres pada saat dipindahkan pada media yang baru. Benih yang ditebar berumur 30 hari dengan panjang awal pada saat penebaran adalah 1 inchi atau 2-3 cm. Selama masa pemeliharaan benih, dilakukan proses seleksi berdasarkan ukuran (grading). Grading dilakukan untuk memperkecil tingkat kanibalisme. Grading dilakukan dengan cara mengambil ikan dari bak dan menempatkannya dalam satu wadah pemisah. Selanjutnya diambil dengan menggunakan serok dan mengelompokkannya menjadi beberapa kelompok ukuran. Benih yang berukuran sama selanjutnya dipelihara pada bak yang sama. Pemberian Pakan Metode pemberian pakan untuk pemeliharaan larva dilakukan secara ad libitum dan metode pemberian pakan untuk pemeliharaan benih dilakukan secara at satiation. Pakan larva kakap putih berupa pakan alami dan buatan. Pakan alami
18
berupa Rotifera (Branchionus plicatilis) dan Artemia sp., sedangkan pakan buatan adalah pelet yang ukurannya bervariasi sesuai dengan bukaan mulut benih kakap putih. Berikut merupakan gambar jadwal pemberian pakan selama pemeliharaan larva hingga D-26
Gambar 23. Jadwal pemberian pakan larva
Berikut ini adalah tabel ukuran pakan pada saat pemeliharaan benih ikan kakap putih (Lates calcarifer). Tabel 5. Ukuran pakan pada saat pemeliharaan benih ikan kakap putih Panjang tubuh (cm) 1 2,5-3 3-3,5 3,5-6 6-7
Ukuran pakan (mikron) 300-500 500-700 800-1000 1000-1600 2200-2600
Pakan pelet juga ditambahkan dengan vitamin C dan probiotik. Penambahan tersebut diberikan dengan dosis 5 gr/kg pakan yang diberikan 1 kali seminggu. Pemberian vitamin C ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan ikan terhadap penyakit, mempercepat pertumbuhan ikan, dan mengurangi dampak negatif dari stress.
Gambar 24. Penambahan vitamin C dan probiotik
Pengelolaan Kualitas Air Kualitas air media pemeliharaan larva harus dipertahankan agar tetap optimum untuk hidup dan pertumbuhan larva. Air yang digunakan sebelumnya telah dilakukan treatment menggunakan sand filter, biofilter dan sinar UV. Manajemen 19
kualitas pada pemeliharaan dilakukan dengan sistem flow through atau sirkulasi terbuka. Manajemen kualitas air meliputi 4 macam yaitu, Green Water System , penyiponan, pergantian air, dan pengecekan kualitas air. Green Water System atau pemakaian Nannochloropsis sp. ke dalam bak pemeliharaan larva berfungsi sebagai pakan rotifer, penurunan intensitas cahaya, buffer atau penyangga, penyuplai oksigen, dan menjaga kondisi lingkungan di sekitar bak pemeliharaan larva. Penyiponan dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiponan dilakukan untuk membuang sisa hasil metabolisme, pakan buatan yang tidak termakan dan kotoran lain yang mengendap didasar bak pemeliharaan. Pergantian air sebanyak 5-25% yang berfungsi agar larva tidak mengalami tekanan yang tinggi karena organ tubuhnya belum terbentuk sempurna. Sehingga larva belum bisa menerima perubahan yang fluktuatif. Selain itu, sebelum masuk ke dalam bak pemeliharaan benih, air dari bak penampungan ditreatmen menggunakan sand filter serta dilakukan backwash yaitu pembilasan pasir pada sand filter dari kotoran. Pengelolaan kualitas air di BPBL Batam juga dilakukan melalui pengecekan kualitas air sebanyak dua kali, yaitu pada pagi dan sore hari. Parameter kualitas air yang diukur setiap harinya seperti suhu, pH, DO (Dissolved Oxygen) dan salinitas. Berikut merupakan data kisaran nilai kualitas air pada pembenihan kakap putih (Lates calcarifer) selama 8 hari. Tabel 6. Kisaran nilai kualitas air pada pembenihan kakap putih No
Parameter
Nilai
Waktu pengukuran
1 2
Suhu DO
30-31.8oC 5.4-5.9 ppm
1-8 Juli 2016 1-8 Juli 2016
3 4
pH Salinitas
7.4-8.12 31-32 ppt
1-8 Juli 2016 1-8 Juli 2016
Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit Pencegahan dan pemberantasan hama penyakit di BPBL Batam adalah dengan penggunaan heater, pemberian vitamin C dan probiotik pada pakan. Pemberian vitamin C ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan ikan terhadap penyakit, mempercepat pertumbuhan ikan, mengurangi dampak negatif dari stress, dan mencegah terjadinya kelainan tulang pada benih. Jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah Vibrio sp. yang menyebabkan penyakit penyakit vibriosis. Berdasarkan pengamatan pada praktik lapang ditemukan gejala ikan terserang penyakit timar atau Black Body Syndrome. Penyakit tersebut memiliki ciri-ciri dengan warna tubuh ikan tampak hitam, tidak aktif berenang, tidak respon terhadap pakan, dan ikan berenang dipermukaan. Penanggulangan ketika terjadi gejala klinis ikan terserang penyakit adalah dengan membuang ikan yang sakit menggunakan serokan untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit pada ikan lain.
20
(a) (b) Gambar 25. Gejala klinis ikan terserang penyakit (a) ikan berenang dipermukaan (b) Kematian ikan di dasar bak hatchery
Sampling pertumbuhan larva dan benih Sampling pertumbuhan dilakukan untuk melihat perkembangan pertumbuhan benih dengan mengukur panjang tubuh. Sampling pertumbuhan panjang dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop dan penggaris.
(a)
(b)
Gambar 26, Sampling pertumbuhan panjang (a) menggunakan mikroskop (b) menggunakan penggaris
21
Grafik Pertumbuhan Panjang Rata-Rata Larva Ikan Kakap Putih 9 8.14 8 7 7.57 6.38 6 5 3.68 5.64 Panjang rata-rata (mm) 4 4.77 2.7 3.12 4.14 3 2 12.2 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 18 Umur (Hari)
Gambar 27. Grafik pertumbuhan panjang larva kakap putih dari D1 hingga D18
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan panjang rata-rata larva ikan kakap putih dari D1 hingga D18 meningkat. D1 memiliki nilai panjang rata-rata sebesar 2,2 mm dan D18 memiliki panjang rata-rata sebesar 8,14 mm.
Grafik Pertumbuhan Panjang Rata-Rata Benih Ikan Kakap Putih 8 7 6 5 3.82 4 Panjang ikan (cm) 3 2 1 0 29 juni 2016
7.05 4.47
5.06
6 juli 2016
13 juli 2016
20 juli 2016
Waktu
Gambar 28. Grafik pertumbuhan panjang benih kakap putih
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata benih kakap putih selama pemeliharaan meningkat dari tanggal 29 juni 2016 hingga 20 juli 2016 masing-masing sebesar 3,814 cm dan 7,048 cm.
22
Graf ik Pe rtumbuhan Bobo t R ata-Rata Benih Ikan Kakap Putih Bo botik an (gram) Wak tu
Gambar 29. Grafik pertumbuhan bobot benih kakap putih
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan bobot rata-rata benih kakap putih selama pemeliharaan meningkat dari tanggal 29 juni 2016 sebesar 1.18 gram hingga 20 juli 2016 sebesar 5.21 gram. Menurut Effendi (2003) dalam Hrdayani (2013), pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor yakni internal genetic, umur, dan ketahanan penyakit serta faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kualitas air, cahaya, suhu, dan makanan. Selama pemeliharaan larva dan benih ikan kakakp putih di BPBL Batam memiliki kondisi yang cukup baik dengan pemberian pakan alami dan buatan yang baik. Sehingga dapat menunjang peningkatan pertumbuhan dan bobot ikan kakap putih. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan kakap putih harus sesuai dengan kebutuhan benih yang dipelihara, baik dari segi jumlah, syarat fisik (ukuran dan bentuk), waktu, serta kandungan nutrisi, agar pemberian pakan buatan (pelet) tepat sesuai dengan kebutuhan dan memiliki kualitas nutrisi yang baik untuk hidup benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) (Jaya 2013). Pemanenan Pemanenan dapat dilakukan dengan cara grading terlebih dahulu. Grading dilakukan untuk mengelompokkan ikan sesuai dengan ukurannya. Grading perlu dilakukan untuk meningkatkan jumlah kelulusan hidup ikan akibat dari kanibalisme, mengurangi tingkat penyebaran penyakit dalam kepadatan tinggi, mengurangi volume persaingan dalam memperoleh makanan, dan memudahkan pemanenan dengan jumlah maupun ukuran yang diinginkan. Awal grading larva pada pada umur D19, namun dilihat dari variatuf ukurannya. Jika variatif ukurannya sudah tinggi maka wajib untuk grading. Selanjutnya, grading dilakukan 3 hari sekali setelah grading pertama. Sedangkan, grading benih tergantung dengan ukuran ikan. Jika ikan sudah memiliki ukuran yang tidah seragam maka dilakukan grading. Proses grading dilakukan dengan prosedur berikut : Tahap pertama, sebelum dilakukan grading, benih dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Kedua, disiapkan peralatan grading seperti scope net, keranjang panen, alat grading berupa fiberglass berongga vertikal dengan ukuran yang berbedabeda (2.5;3;3.5;4;4.5;5;6) sesuai dengan ukuran tubuh ikan , dan alat grading berupa saringan ukuran 1x1 cm. Alat grading berupa saringan ukuran 1x1 cm digunakan untuk larva dan alat grading berupa fiberglass berongga vertical digunakan untuk
23
benih. Ketiga, proses grading dimulai dengan mengurangi volume air pemeliharaan sebanyak 80% dengan membuka saluran outlet di bak pemeliharaan. Keempat, benih ditangkap menggunakan scope net secara perlahan-lahan dan benih dimasukkan ke dalam keranjang panen. Kelima, benih dipindahkan dan dimasukkan ke dalam alat grading. Alat grading digoyang ke atas dan ke bawah untuk memisahkan ikan berdasarkan ukurannya. Keenam, benih yang tidak lolos dari alat grading dipindahkan ke bak pemeliharaan yang baru menggunakan ember.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 29. Peralatan grading (a) Scope net (b) keranjang panen (c) alat grading berupa fiberglass berongga vertikal (d) alat grading saringan berukuran 1x1 cm
Penyiponan
Benih beda ukuran
Pembuangan air
proses grading
panen
pemindahan benih
Gambar 30. Proses grading benih kakap putih
Jumlah larva yang ditebar saat awal pemeliharaan larva sebanyak 400.000 ekor di tebar ke dalam 2 bak pemeliharaan larva (200.000 ekor/bak). Total larva yang 24
dihasilkan selama pemeliharaan sebanyak 120.000 ekor dengan SR 30%. Jumlah benih yang ditebar saat awal pemeliharaan benih sebanyak 60.000 ekor di tebar ke dalam 2 bak pemeliharaan benih (30.000 ekor/bak). Total benih yang dihasilkan selama pemeliharaan sebanyak 40.000 ekor dengan SR 66%. Perhitungan Survival Rate (SR) dapat dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: SR (larva)=Nt / No x 100 ¿ 120.000 ekor/400.000 x 100 ¿ 30 SR (benih)=Nt /No x 100 ¿ 40.000 ekor /60.000 x 100 ¿ 66
Keterangan: SR = Survival Rate (%) Nt = Jumlah individu ikan pada akhir pemeliharaan No = Jumlah individu ikan pada akhir pemeliharaan Berdasarkan nilai perhitungan Survival Rate (SR) di atas, tingkat kelulusanhidupan (SR) larva kakap putih sebesar 30% dan tingkat kelulusanhidupan (SR) sebesar 66%. Transportasi Benih Ikan yang di panen memiliki morfologi tubuh yang sempurna artinya tidak terdapat cacat pada tubuhnya. Waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan dengan menyurutkan bak hingga mencapai volume 1 m3. Selanjutnya benih diambil menggunakan serok. Kemudian benih diletakkan dalam baskom untuk selanjutnya didistribusikan ke ruang packing. Benih dimasukan ke dalam plastik ukuran 20 liter yang berisi air 12 liter dengan perbandingan oksigen dan air 3:1. Plastik yang berisi benih tersebut diikat dengan karet gelang dan dimasukkan ke dalam sterofoam yang diberi es batu. Hal ini bertujuan agar metabolisme ikan menurun sehingga ikan mampu bertahan hidup lebih lama. Persiapan sebelum pengangkutan berupa pemuasaan atau pemberokan. Pemuasaan bertujuan untuk menghindarkan terjadinya buangan sisa-sisa metabolisme yang dapat menurunkan kualitas air. Lama pemuasaan sekitar 6-24 jam tergantung ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan, pemuasaannya pun juga semakin lama.
25
(a) (b) Gambar 26. Transportasi benih ikan kakap putih (a) Proses packing (b) Benih siap dikirim
Kultur Pakan Alami Jenis pakan alami yang digunakan untuk mendukung kegiatan pembenihan ikan kakap putih di BPBL Batam adalah mikroalga (Nannochloropsis sp.), rotifera (Brachionus plicatilis), dan artemia (Artemia sp.). Kultur pakan alami dilakukan untuk tetap memasok kesediaan pakan alami secara berkesinambungan, sehingga pada kegiatan pembenihan ikan atau larva tidak kekurangan pasokan pakan alami, sehingga akan menghasilkan benih yang diinginkan.
Fitoplankton Kultur Nannocloropsis sp. Nannochloropsis sp. adalah jenis pakan alami yang diberikan pada kegiatan pembenihan ikan kakap putih. Tujuan dari pemberian Nannochloropsis sp. ini adalah untuk menjaga keseimbangan kualitas air dalam wadah pemeliharaan, dan sebagai pakan untuk rotifera (Brachionus plicatilis). Kultur Nannochloropsis sp. terdiri dari skala laboraturium, skala semi massal di bak fiber, dan skala massal di dalam bak beton.
(a) (b) (c) Gambar 27. Kultur Nannocloropsis sp. (a) Skala laboratorium (b) Skala semi massal (c) Skala massal
Persiapan Wadah Kultur Nannochloropsis sp. skala laboraturium merupakan kultur yang bersifat murni. Hal yang dilakukan terlebih dahulu yaitu sterilisasi wadah dengan cara perebusan/ menggunakan autoclave. Cara dengan perebusan, wadah dimasukkan kedalam air tawar dan 26
didihkan selama 10 menit, wadah diangkat dan dikeringkan, dan jika dengan autoclave, wadah dimasukkan ke dalam autoclave, alat ditutup dan dibiarkan hingga mencapai suhu 121 0C selama ± 2 jam, lalu autoclave dimatikan dan wadah didinginkan selama 60 menit, diangkat dan dipindahkan ke wadah yang bersih. Kultur massal Nannochloropsis sp. dilakukan pada bak beton ukuran 8.6 x 3.9 x 1.2 m3 dengan volume 40 m3 sebanyak 2 bak. Bak beton ukuran 7,82 x 3,56 x 0,87 m dengan volume 24 m3 sebanyak 4 bak. Bak beton dibersihkan dari sisa- sisa alga yang sudah mati dengan cara disiram dengan klorin disekeliling bak dan dikeringkan. Bak yang sudah kering, diisi air laut steril dan diaerasi. Pupuk teknis juga ditambahkan pada kultur Nannochloropsis sp. yaitu Urea 600 gram, Za 600 gram, TSP 200 gram, Na2 EDTA 10 gram. Pupuk tersebut dilarutkan dengan air laut, diberi aerasi dan diletakkan di wadah terpisah agar merata sempurna, lalu disebarkan secara merata kedalam wadah kultur. Penambahan pupuk tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada.
(a) (b) (c) Gambar 28. Persiapan wadah (a) Autoclave (b) Pencucian bak 1m3 (c) Pengisian air laut
Penebaran Inokulan Penebaran inokulan pada skala laboratorium diawali dengan kultur media agar dengan metode gores dan tuang. Media agar menggunakan agarose sebanyak 1,5 gram yang dilarutkan dalam 100 ml air laut. Selanjutnya dipanaskan dan diaduk hingga warna menjadi jernih. Ditambahkan juga pupuk kedalam media, kemudian dituangkan ke cawan petri dan agar miring. Penebaran inokulan dengan metode gores menggunakan jarum ose steril, cawan petri diparafilm dan diletakkan pada rak yang dilengkapi lampu TL. Kultur ini berlangsung hingga 5 hari, inokulan dipindahkan ke dalam toples dengan volume 100 ml hingga 2000 ml. Setiap akan dikultur kembali inokulan dalam toples tidak dihabiskan semuanya, namun disisakan untuk kultur berikutnya. Kepadatan Nannochloropsis sp. skala laboraturium antara 50-60 juta sel / ml. Penebaran inokulan ke dalam toples ditambahkan pupuk conway sesuai dengan kebutuhan. Penebaram inokulan dari 2000 ml dipindahkan ke dalam bak fiber untuk dilakukan kultur semi massal volume bak 1 m 3 dan ditambahkan pupuk teknis berupa Urea/ Za sebanyak 640 gram, TSP sebanyak 320 gram, dan EDTA 160 gram untuk 16 bak fiber. Kepadatan di bak fiber berkisar 25-30 juta sel/ml. Penebaran inokulan ke bak massal diambil dari bak semi massal yang telah mencapai kepadatan 10-15x10 6 27
sel/ml, yang dimasukkan kedalam bak beton menggunakan pompa yang dilengkapi dengan filter bag. Kepadatan Nannochloropsis sp. pada skala massal yaitu 10-15 juta sel/ ml.
(a) (b) (c) Gambar 29. Penebaran Inokulan (a) Pengambilan inokulan di media agar (b) Kultur ulang (c) pemanenan Nannochloropsis sp. pada wadah 5000 ml Sampling Sampling kepadatan populasi Nannochloropsis sp. dapat dihitung dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop. Sampling dilakukan dengan mengambil sampel kultur Nannochloropsis sp. menggunakan pipet tetes. Kemudian diletakkan pada haemocytometer sebanyak 1 tetes dan ditutup cover glass. Kepadatan Nannochloropsis sp. dapat dihitung dengan rumus: N=
n1 +n2 +… .+ nx x 25 x 104 sel /ml x
Dimana N : Kepadatan sel fitoplankton (sel/ml) n : Jumlah sel yang dihitung pada satu luas bidang pandang x : Jumlah bidang luas pandang yang dihitung Pemanenan Pemanenan Nannochloropsis sp. skala laboratorium dilakukan secara bertahap yaitu setiap 5 hari. Kemudian dipindahkan ke wadah yang volumenya lebih besar. Pemanenan pada skala semi massal dilakukan setelah dilakukan kultur selama ± 5 hari yaitu ke bak fiber ukuran 1 m 3. Pemanenan dilakukan jika kepadatan Nannochloropsis sp. mencapai 10-15x106 sel/ml. Cara panen dilakukan dengan mengalirkannya langsung ke bak-bak pemeliharaan larva maupun bak pemeliharaan rotifer dengan menggunakan pompa. Zooplankton Kultur Rotifera dan Artemia Rotifera (Brachionus plicatilis) diberikan sebagai pakan awal dalam pemeliharaan larva kakap putih setelah yolk (kuning telur) habis. Kultur Rotifera dilakukan secara massal yaitu pada bak fiber dengan ukuran diameter 7 meter, tinggi 28
0,75 meter dengan volume 28 m3 sebanyak 2 bak. Sedangkan kultur artemia (Artemia sp.) dilakukan pada bak konikal berkapasitas 500 L sebanyak 1 bak. Persiapan Wadah Wadah yang akan digunakan untuk kultur rotifer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan klorin 100 ppm. Selanjutnya, disiramkan pada bak dan lantai. Bak disikat hingga lumut- lumut yang tertinggal dapat hilang. Bak dikeringkan di bawah sinar matahari. Pada bak konikel untuk kultur artemia dibersihkan dengan menggunakan sponge dan disiramkan air laut pada sisi-sisi bak konikel. Kemudian bak dikeringkan.
(a) (b) (c) (d) Gambar 30. Persiapan wadah (a) Kaporit 100 ppm yang dilarutkan dengan air (b) Bak rotifera 30m3 (c) Pembersihan wadah (d) Desinfeksi wadah
Penebaran Penebaran rotifera diawali dengan pengisisan bak fiber dengan Nannochloropsis sp. hingga 1/3 volume bak dan diisi air laut. Lalu inokulan rotifera dimasukkan dengan kepadatan 10 - 15 ind/ml yang disebar merata ke sekeliling bak kultur. Vitamin B12 dan Vitamin C juga dimasukkan dengan rasio perbandingan 2:1. Penambahan vitamin ini dimaksudkan untuk menambah nutrisi rotifera, lalu diaerasi. Kultur berlangsung selama 1-2 hari tergantung kondisi dan cuaca lingkungan. Sama halnya dengan Nannochloropsis sp. pada Rotifera juga dilakukan sampling inokulan untuk mengetahui kepadatan Rotifera.
(a) (b) Gambar 31. Bak kultur rotifer dan artemia (a) Bak kultur rotifer (b) Bak kultur artemia
Sampling Populasi
29
Sampling pada rotifer dilakukan dengan cara sampel diambil dari bak kultur. Kemudian sampel diteteskan sebanyak 1 ml pada Sedgwick-rafter hingga menutupi seluruh permukaan. Selanjutnya diteteskan formalin untuk mematikan rotifer untuk memudahkan dalam perhitungan kepadatan dan ditutup dengan cover glass. Kepadatan rotifer dihitung di bawah mikroskop menggunakan hand counter.
Gambar 32. Sampling populasi rotifer menggunakan Sedgewich-rafter di bawah mikroskop
Pemanenan Pemaenan rotifera dilakukan jika pada bak terdapat buih berwarna kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa rotifera siap untuk dipanen. Pemanenan menggunakan screen net berukuran 40-60 µm. Bak fiber dipasangkan selang yang akan menyalurkan rotifera ke screen net. Rotifera yang dipanen tidak semuanya diberikan ke pembenihan ikan kakap putih. Sekitar 50 % rotifera dari total panen dilakukan kultur kembali untuk dijadikan stok untuk kultur berikutnya. Penetasan naupli artemia dilakukan setelah 18-24 jam. Pada saat pemanenan, aerasi dan cahaya lampu dimatikan kemudian bagian permukaan bak konikal ditutup dengan plastik terpal bewarna hitam. Bentuk bak konikal yang mengerucut pada bagian bawah dan bewarna hitam dimana pada bagian kerucut bewarna lebih terang akan memudahkan pemanenan karena artemia bersifat fototaksis positif. Setelah itu ditunggu selama 15 menit agar naupli artemia terpisah dari cangkang dan naupli artemia mengendap pada bagian bawah. Kemudian pada bagian bawah bak terdapat keran dimana pada bagian pipa pengeluaran dipasang screen net berukuran 100-200 μm untuk memanen naupli artemia. Selain itu disediakan pula bak penampungan yang berisi air laut dan ditambahkan es batu di dalam bak penampung tersebut. Kemudian artemia dimasukkan ke dalam bak penampung dan di aerasi. Pada saat pemanenan artemia, bagian bawah bak terdapat keran dimana pada bagian pipa pengeluaran dipasang screen net berukuran 100-200 μm. Setelah itu keran dibuka secara perlahan-lahan hingga naupli artemia akan tertampung ke dalam screen net. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut dan di aerasi. Kemudian naupli artemia dapat diberikan ke larva kakap putih yang berumur D-14.
30
(a) (b) Gambar 33. Pemanenan rotifer dan artemia (a) Pemanenan rotifer (b) Pemanenan artemia
ASPEK USAHA Pemasaran Kegiatan pemasaran dilakukan untuk menjual produk yang terdapat di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam agar memperoleh keuntungan. Produk yang dihasilkan dari kegiatan pembenihan ini adalah adalah benih kakap putih siap jual yang berukuran rata-rata 5 cm (2 inchi) dengan harga Rp. 2000/ekor. Benih kakap putih yang dihasilkan selama pemeliharaan di BPBL Batam akan dipasarkan ke daerah Kepulauan Riau, dan Sumatera. Pengangkutan benih dilakukan dengan sistem tertutup menggunakan plastic packing, pengangkutan menggunakan transportasi mobil dan kapal.
Pengadaan Sarana Produksi Induk Induk ikan kakap putih yang digunakan oleh Balai Perikanan Budidaya Laut Batam sebanyak 15 ekor dengan bobot rata-rata 2-3 kg untuk jantan dan 4-5 kg untuk betina. Induk diperoleh dari kegatan budidaya atau dari alam yang berasal dari perairan Kepulauan Riau. Sarana Produksi Lainnya
Prospek Usaha Biaya Investasi
31
Biaya Tetap Biaya Variabel Biaya Total Penerimaan per Tahun Keuntungan Perimbangan Penerimaan (R/C ratio) Analisis Titik Impas (Break Event Point) Jangka Waktu Pengembalian Modal (Pay Back Period)
DAFTAR PUSTAKA [Kementerian Kelautan dan Perikanan] KKP. 2011. Budidaya Kakap Putih (Lates calcalifer Bloch) [internet]. [diunduh 2016 Mei 8]. Jakarta. Tersedia pada : http://www.pusluh.kkp.go.id. [Kementerian Kelautan dan Perikanan] KKP. 2014. Analisis data pokok kelautan dan perikanan 2014 [internet]. [diunduh 2016 Juni 17]. Jakarta. Tersedia pada : http://www.statistik.kkp.go.id. Aprianing S, Hermawan T, Rustiandi. 2015. Aplikasi penambahan imunostimulan dan vitamin C pada pakan buatan pada pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer. Bloch). Jurnal Perekayasaan Budidaya laut. Vol.XII (2): 42-54 Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2006. Cultured Aquatic Species Information Proramme. Fisheries and Aquaculture Departement. Hal 14. Hardayani Y. 2013. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenile ikan kakap putih (Lates calcarifer) dipelihara pada media air hijau, wadah gelap dan transparan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
32
Hendrianto, Kadari M, Novriadi R, Haryono, Zaeni A. 2009. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Batam (ID): Balai Budidaya Laut Batam. Jaya B, Agustriana F, Isnaini. 2013. Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) dengan pemberian pakan yang berbeda. Maspari Journal. Vol.V (1): 56-63. Sedana I GW. 2015. Pengaruh teknik Bleeding dan jenis media pendingin terhadap mutu Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) [skripsi]. Bukit Jimbaran (ID): Universitas Udayana. Sonida A. 2014. Pengaruh pemberian Jintan Hitam (Niger sativa) terhadap respon imun spesifik Kakap Putih (Lates calcalifer B.) yang diinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) [skripsi]. Bandar Lampung (ID): Universitas Lampung. Tarwiyah. 2001. Pembenihan Kakakp Putih (Lates calcalifer) skala rumah tangga (HSRT-Hatchery Skala Rumah Tangga) [internet]. [diunduh 2016 Mei 24]. Jakarta. Tersedia pada: http://www.ristek.go.id.
33