PEDOMAN PENGGOLONGAN DAN DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA OLEH : SUPONCO, dr. SpKJ
I.
PENDAHULUAN
a. Pekembangan PPDGJ PPDGJ = Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Jiwa di Indonesia PPDGJ – I : Edisi pertama diterbitkan pada tahun 1973 Nomor Kode dan diagnosa diagnosa ganguan jiwa merujuk ke ICD-8 ( the International Classification of Diseases, Eight Edition, Edition , 1995 ) yang diterbitkan WHO, yaitu Chapter V, nomor 290 sampai dengan 315 ( sistem numerik ). Diagnosa mono-aktial . PPDGJ- II: Edisi kedua diterbitkan pada tahun 1983 Merujuk ke ICD- 9 Chapter V,tahun 1977 , nomor 290 sampai dengan 319. Konsep klasifikasi dengan hierarki klas diagnosa dan memakai ” kriteria diagnostik” merujuk ke DSM-III ( the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Third edition, edition , 1980) yang diterbitka oleh APA ( American ( American Psychiatric Association) Association) tahun 1980. Diagnosa MultiDiagnosa Multi- aksial menurut menurut DSM- III PPDGJ-III: Edisi Ketiga diterbitkan pada tahun 1993 Merujuk ke ICD- 10 Chapter F , tahun 1992, nomor F 00 sampai dengan F 99 ( sistem alfa numerik) Konsep klasifikasi dengan hierarki klas diagnosa dan memakai ” kriteria diagnostik” merujuk ke ICD-10 dan DSM-IV ( the Diagnostic and Statistical Manual Manual of Mental Disorders, Fourth edition, edition, 1980) yang diterbitka oleh APA ( American ( American Psychiatric Association) Association) tahun 1994. Diagnosa MultiDiagnosa Multi- aksial menurut menurut DSM- IV PPDGJ –III mengelompokkan diagnosis gangguan jiwa ke dalam 100 katagori diagnosis mulai F 00 sampai dengan F 99. b. Tujuan : 1. Bidang pelayanan kesehatan : - kodefikasi penyakit/gangguan untuk statistik kesehatan - keseragaman diagnosis klinis untuk tatalaksana terapi. 2. Bidang pendidikan kedokteran : - Kesamaan konsep diagnosis gangguan jiwa untuk komunikasi akademik. 3. Bidang penelitian kesehatan : - memberi batasan dan kriteria operasional diagnosis gangguan jiwa, yang memungkinkan perbandingan data dan analisis ilmiah.
1
II.
PROSES DIAGNOSA GANGGUAN JIWA
Proses diagnosis gangguan jiwa mengikuti prosedur klinis yang lazim dilakukan dalam praktek kedokteran klinis, yaitu yait u meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Anamnesa : - Alasan berobat - Riwayat gangguan sekarang - Riwayat gangguan dahulu - Riwayat perkembangan diri - Latar belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, dll b. Pemeriksaan : - Fisik-diagnostik - Status mentalis - Laboratorium - Radiologik - Evaluasi psikologik, dll c. Diagnosis: - Aksis I - Aksis II - Aksis III - Aksis IV - Aksis V
: Klinis : Kepribadian : Kondisi Medik : Psiko-sosial : Taraf fungsi
d. Terapi : - Farmakoterapi - Psikoterapi e. Tindak lanjut : - Evaluasi terapi - Evaluasi diagnostik, dll Untuk Asuhan Keperawatan tetap mengacu pada : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengkajian Diagnosa Keperawatan Perencanaan Prinsip tindakan Pelaksanaan Evaluasi
2
III.
URUTAN HIERARKI BLOK DIAGNOSIS
I.
= Gangguan Mental Organik dan Simtomatik ( F00-F09) = Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat psikoaktif ( F10-F19 ) Ciri khas : etiologi organik/fisik jelas, primer/skunder = Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan waham ( F 20-F29) Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas = Gangguan Suasana Perasaan ( Mood/Afektif) ( F 30 – F39 ) = Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, Gangguan Stres ( F40-F49) = Sindroma Perilaku Yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik ( F 50-F59 ) = Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa ( F 60-F69 ) Ciri khas : Gejala perilaku, etiologi non organik = Retardasi Mental ( F 70-F79 ) Ciri khas : gejala perkembangan IQ, onset masa anak = Gangguan Perkembngan Psikologik ( F 80- F 89 ) Ciri khas : Gejala perkembngan khusus, onset masa kanak = Ganguan Perilaku dan Emosional dengan onset Masa Kanak dan Remaja ( F 90-F 98 ). Ciri khas : gejala perilaku/ emosional, onset masa kanak. = Gangguan Jiwa YTT ( Yang Tidak Tergolongkan) ( F 99 ) = Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klikis ( kode Z )
II. III. IV. V. VI. VII. VIII. IX.
X. XI.
Diagnosa Multiaksial terdiri dari 5 aksis :
Aksis I
: - Gangguan Klinis - Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis Aksis II : - Gangguan Kepribadian - Retardasi Mental Aksis III : - Kondisi Medik Umum Aksis IV : - Masalah Psikologis dan Lingkungan Aksis V : - Penilaian Fungsi Secara Global Catatan -
: Antara Aksis I,II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenesis. Hubungan antara Aksis I-II-III dan Aksis IV dapat timbal balik saling mempengaruhi.
3
F00-F09 F10-F19 F20-F29 F30-F39 F40-F48 F50-F59 F62-F68 F80-F89 F90-F-98
AKSIS I = Gangguan Mental Organik (=Simtomatik) = Gangguan Mental & Perilaku Zat psikoaktif = Skizofrenia, Gangguan Skizotipal & Gangguan Waham = Gangguan Suasana Perasaan (Afektif/Mood) = Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform & Gg. Terkait Stress = Sindrom Prilaku Gangguan Fisiologis / Fisik = Peubahan Kepribadian Non Organik, Gangguan Implus,Gg. Seks = Gangguan Perkembangan Psikologis = Gangguan Jiwa YTT
F60 F60.0 F60.1 F60.2 F60.3 F60.4 F60.5 F60.6 F60.7 F60.8 F60.9 F61 F61.0 F61.1
AKSIS II = Gangguan Kepribadian Khas = Gangguan Keribadian Paranoid = Gangguan Kepribadian Skizoid = Gangguan Kepribadian Dissosial = Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil = Gangguan Kepribadian Historik = Gangguan Kepribadian Anankastik = Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar) = Gangguan Kepribadian Dependen = Gangguan Kepribadian Khas Lainnya = Gangguan Kepribadian Ytt = Gangguan Kepribadian Campuran Dan Yang Lainnya = Gangguan Kepribadian Campuran =Perubahan Kepribadian Yang Bermasalah
Bab I Bab II Bab IV Bab VI Bab VII Bab VIII Bab IX Bab X Bab XI Bab XII Bab XIII Bab XIV Bab XV Bab XVII Bab XVIII Bab XIX Bab XX Bab XXI
A00-B99 C00-D48 E00-G90 G00-G99 H00-H59 H60-H95 I00-I99 J00-J99 K00-K93 L00-L99 M00-M99 N00-N99 O00-O99 Q00-Q99 R00-R99 S00-T98 V01-Y98 Z00-Z99
AKSIS III Penyakit Infeksi Dan Parasit Tertentu Neoplasma Penyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolic Penyakit Susunan Saraf Penyakit Mata Dan Adneksa Penyakit Telinga & Proses Mastoid Penyakit Sistem Sirkulasi Penyakit Sistem Pernapasan Penyakit Sstem Pencernaan Penyakit Kulit& Jaringan Subkutan Penyakiyt Sistem Muskuloskeletal & Jaringan Ikat Penyakit Sistem Genitourinaria Kehamilan, Kelahiran Anak & Masa Nifas Malformasi Congenital, Deformasi, Kelainan Kt. Gejala, Tanda& Temun Klinis-Lab, Abn Cedera, Keracunan & Akibat Kausa Ekst. Kausa Eksternal Dr Morb. & Kausa Eksternal Faktor Status Kesehatan Dan Pelayanan Kesehatan
4
AKSIS IV Masalah Dengan ”Primary Support Group” (Keluarga) Masalah Berkaitan Dengan Lingkungan Sosial Masalah Pendidikan Masalah Pekerjaan Masalah Perumahaan Masalah Ekonomi Masalah Akses Ke Pelayanan Kesehatan Masalah Berkaitan Interaksi Dengan Hukum/Kriminal Masalah Psikologikal & Lingkungan Lain Aksis V Global Assessment Of Functioning (GAF) Scale 100-91 = gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi 90-81 = gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa 80-71 = gejala sementara & dapat diatasi, distabilitas ringan dalam social, pekerjaan Sekolah, dll. 70-61 = beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik 60-51 = gejala sedang (moderate), disabilitas berat 50-41 = gejala berat (serious), disabilitas berat 40-31 = beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi 30-21 = disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu berfungsi Hampir semua bidang 20-11 = bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam Komunikasi & mengundurkan diri 10-01 = seperti di atas persisten & lebih serius 0 = informasi tidak adekuat Tujuan dari Diagnosa Multiaksial :
1.
2.
3.
Mencakup informasi yang ”komprehensif” (Gangguan Jiwa, Kondisi Medik Umum, Masalah Psikologikal dan Lingkungan, Taraf Fungsi Secara Global), sehingga dapat membantu dalam: - Perencanaan terapi. - Meramalkan ”outcome” atau prognosis. Format yang ”mudah” dan ”sistematik”, sehingga dapat membantu dalam: - Menata dan meng-komunikasi-kan informasi klinis - Menangkap kompleksitas situasi klinis - Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama. Memacu penggunaan ”model bio-psiko-sosial” dalam klinis,pendidikan dan penelitian.
5
IV.
GANGGUAN KESEHATAN JIWA
Kesehatan jiwa menurut UU No. 3/ 1976 : Adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. Kesehatan menurut UU No. 23 tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa , dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Atas dasar definisi ”kesehatan” tersebut di atas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh dari unsur ”badan” ( organo-biologik), ”jiwa” ( sosio-kultural, yang tidak selalu dititik beratkan pada penyakit tetapi pada kualitas hidup ( quality of life ) yang terdiri dari kesejateraan ( well being ) , dan produktivitas sosial –ekonomi ( productivity ). Dalam UU No. 23 tentang Kesehatan pasal 24, disebutkan bahwa upaya kesehatan jiwa diselengggarakan untuk mewujudkan Jiwa yang Sehat secara optimal, baik intelektual maupun emosi. Jadi tersirat di sini bahwa ” kesehatan Jiwa” adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan secara umum dan merupakan unsur yang menunjang terwujudnya kualitas hidup yang utuh. Seorang yang Sehat Jiwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya Mampu menghadapi stres kehidupan yang wajar Mampu bekerja secara produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya Dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya Menerima baik dengan apa yang ada pada dirinya Merasa nyaman bersama dengan orang lain
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa : Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera ( mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif ( harmonious and productive life ), sebagai bagian yang utuh dari hidup seseorang, dengan memperhatikansemua segi kehidupan manusia. Penyebab Gangguan Jiwa :
1. Organo-biologis Misal : infeksi, keracunan, cedera kepala, tumor otak dll 2. Psikologis Misal : interaksi orang tua – anak, kekecewaan, stres kehidupan dll 3. Sosio-kultural Misal : mencakup segala pengaruh keadaan lingkungan, budaya, nilai-nilai yang ada di masyarakat. Secara garis besar Gangguan Jiwa digolongkan :
A. Psikosa B. Non psikosa 6
A. PSIKOSA
Adalah semua kondisi yang memberikan indikasi tentang adanya hendaya berat di dalam daya nilai realitas ( autistik ) Hendaya berarti ketidak sanggupan atau ketidak mampuan yang sedemikian rupa sehingga pasien tidak ampu menilai keadaan sesuai dengan kenyataan, termasuk pasien tidak menyadari bahwa dirinya sakit. Pada pasien psikosa terdapat gangguan yang berat pada : - Kemampuan daya nilai realitas - Kondisi emosi – afek - Kemampuan kognisi. Sehingga pasien menunjukan gejala-gejala : - Perilaku dan pikirannya yang aneh/ tidak wajar - Kebingungan dan kegelisahan - Bicara melantur/ sendiri - Adanya halusinasi - Adanya waham, dsb - Ketidak mampuan berfungsi optimal dalam kehidupan sosial seharihari seperti berkeluarga, bekerja ataupun pendidikan. Berdasarkan penyebabnya psikosa di bagi 2 kelompok besar, yaitu : a. Psikosa Organik 1. Delirium 2. Dementia b. Psikosa Non Organik ( Psikosa Fungsional) 1. Skizofrenia 2. Gangguan Afektif
a. Psikosa Organik ( Gangguan Mental Organik )
Adalah psikosa yang disebabkan oleh karena adanya gangguan fungsi jaringan otak akibat adanya gangguan intra cerebral seperti infeksi ( intra ataupun ekstra cerebral ), cedera, intoksikasi, vaskuler, degereratif dll maupun gangguan ekstra cerebral yang berdampak pada otak seperti infeksi, gangguan metabolik dll. Psikosa organik yang sering terjadi ada 2 : 1. Delirium 2. Dementia 1. Delirium
Suatu keadaan kesadaran yang berkabut yang berarti terdapatnya suatu penurunan kejernihan kesadaran secara kualitas akan lingkungannya, menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan perhatian. Secara umum akan terdapat gajala-gejala sebagai berikut : 7
-
kesadaran berkabut gangguan perhatian gangguan konsentrasi gangguan orientasi gangguan persepsi : ilusi, halusinasi ( terutama ilusi/halusinasi lihat ) gangguan daya ingat gangguan emosi ( iritabel ) gangguan siklus tidur-bangun gangguan psikomotor ( gelisah, berontak dll) ada fluktuasi gejala
2. Dementia
Merupakan suatu simdrom akibat gangguan degeneratif otak yang biasanya kronik progresif, sehingga terjadi penurunan daya ingat, intektual, daya pikir abstrak, berpikir manajemen, orientasi, berbahasa, daya nilai, kemunduran dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, terdapat juga ganggua fungsi sosial dan pekerjaan.
b. Psikosa Non organik ( Psikosa Fungsional )
Adalah psikosa yang semata-mata berhubungan dengan faktor kejiwaan , tidak didapatkan gangguan organ yang nyata. Secara garis besar di bagi 2 : 1. Skizofrenia 2. Gangguan Alam Perasaan ( Mood/ Afektif )
1. Skizofrenia
Adalah gangguan psikiatrik yang paling berat dan komplek dengan gejala-gejala yang mempengaruhi pikiran, persepsi, emosi, dan perilaku. Kraepelin ( 1856 ) mengistilahkan Dementia praecox, sedang Eugen Bleuler ( 1857) menyebutnya Skizofrenia. Bleuler membagi gejala-gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok : a. Gejala-gejala primer : - Gangguan proses berpikir - Gangguan emosi - Gangguan kemauan - autisme b. Gejala-gejala skunder : - waham - halusinasi - gejala katatonik - gangguan psikomotor
8
Kurt Schneider ( 1939 ) membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi : a. Halusinasi pendengaran - Pikiran dapat didengar sendiri - Suara-suara yang didengar sendiri - Suara - suara yang mengomentari perilakunya. b. Ganguan batas ego - Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan luar - Pikirannya di ambil atau disedot keluar - Pikiran dipengaruhi oleh orang lain - Pikirannya diketahui orang lain atau disiarka keluar - Perasaannya dibuat oleh orang lain - Kemauaanya atau tindakannya dipengaruhi orang lain - Dorongannya dikuasai orang lain - Persepsi dipengaruhi orang lain Dikataka Skizofrenia bila ditemukan 1 (satu) atau lebih kelompok a dan 1 (satu) atau lebih kelompok b. Kusumanto Setyonegoro ( 1967 ) mendiagnosa Skizofrenia dengan memperhatikan gejala-gejala 3 koordinat : 1. Koordinat organobiologik : autisme, gangguan afek/emosi, gangguan assosiasi, ambivalensi, gangguan aktivitas dan gangguan konsentrasi 2. Koordinat psikologik : gangguan cara berpikir yang tidak sesuai dengan perkembangan kepribadian , perkembangan ego, sistimatika motivasi dan psikodinamika. 3. Koordinat sosial : gangguan kehidupan sosial. PPDGJ III memberikan kriteria diagnostik sebagai berikut : A. Paling sedikit terdapat 1 dari 6 kriteria di bawah ini selama suatu fase penyakit : 1. Delusi atau waham yang aneh ( isinya jelas tak masuk akal), tidak berdasarkan kenyataan. Sebagai contoh : a. Waham dikendalikan oleh sesuatu kekuatan luar ( delusions of being controlled). b. Waham penyiaran pikiran (thought broadcasting ) c. Waham pinyisipan pikiran ( thought insertion) d. Waham penyedotan pikiran ( thought withdrawal) 2. Delusi atau waham somatik (fisik), kebesaran, keagamaan,nihilistik atau waham lainnya yang bukan waham kejar atau cemburu. 3. Delusi atau waham kejar atau cemburu dan waham tuduhan yang disertai halusinasi dalam bentuk apapun ( halusinasi pendengaran, pengluhitan, penciuman, pengecapan dan perabaan). 4. Halusinasi pendengaran yang dapat berupa suara yang selalu memberi komentar tentang tingkah laku atau pikirannya, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap(dialog). 5. Halusinasi pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih dari satu atau lebih dua kata dan tidak ada hubungannya dengan kesedihan (depresi) atau kegembiraan (euforia). 6. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas, jalan pikiran yang tidak masuk akal isi pikiran atau kemiskinan
9
pembicaraan yang disertai oleh paling sedikit satu dari yang disebut di bawah : a. Afek (alam perasaan) yang tumpul, mendatar atau tidak serasi(inappropriate) b. Berbagai waham atau halusinasi c. Katatonia (kekakuan) atau tingkah laku lain yang sangat kacau(disorganized ) B. Deteriorasi (kemunduran/kemorosotan) dari taraf fungsi penyesuaian dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan dirinya. C. Jangka waktu : gejala penyakit itu berlangsung secara terus-menerus selama paling sedikit 6 bulan dalam suatu periode kehidupan seseorang, disertai dengan terdapatnya beberapa gejala penyakit pada saat diperiksa sekarang. Berdasarkan gejala-gejala yang menonjol Skizofrenia dibagi menjadi : 1. Skizofrenia tipe Hebefrenik Gambaran utama : - inkoherensi - afek/mood datar, tidak serasi dan tampak ketolol-tololan ( silly) - perilaku kekanak-kanakan dan aneh - waham tidak sistematik - halusinasi yang terpecah-pecah 2. Skizofrenia tipe Katatonik - stupor katatonik ( pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap lingkungan) - mutisme - negativistik - rigiditas/kekakuan - bisa juga kegaduhan (puror) - sikap mematung(katalepsi) 3. -
Skizofrenia tipe Paranoid waham kejar, waham kebesaran, waham cemburu halusinasi yang mengadung isi kejaran/kebesaran gangguan alam perasaan dan perilaku , iritabel, curiga, ketakutan.
4. Skizofrenia tipe Residual - terdapat sisa –sisa (residu) dari gejala-gejala skizofrenia , misal perasaan tumpul, tidak serasi, penarikan diri, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis, tidak rasional, atau asosiasi longgar. 5. Skizofrenia tipe tak tergolongkan - tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe tersebut di atas, hanya gambaran klinisnya terdapat waham, halusinasi, inkoheren atau tingkah laku aneh.
10
2. Gangguan Alam Perasaan ( Mood/ Afektif ) Gangguan afektif adalah perubahan suasana perasaan atau afek, biasanya kearah kearah depresi atau kearah elasi (perasaan yang meningkat). Perubahan alam perasaan ini akan disertai perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. Mood : perasaan suasana hati dan berlangsung dalam waktu yang lama/ keadaan emosi internal Afek : keadaan eksternal isi emosi. Gangguan Afektif dibedakan dalam : 1. Episode manik 2. Episode depresif
1. Episode manik : Pada episode ini pasien mood mudah terrangsang(iritabel), emosi mudah terbakar menjadi marah, harga diri melambung, tidur kurang, banyak bicara, ide meloncat-loncat, perhatian mudah teralih, agitasi psikomotor. 2. Episode depresif : Pada episode ini pasien menjadi murung (depresi), kehilangan ketertarikan terhadap kesenangan (anhedonia), kehilangan berat badan/bertambah berat badan, gangguan tidur, kehilangan energi, perasaan tidak berharga, berkurangnya kemampuan berpikir/konsentrasi, berpikir tentang kematian, kadang-kadang ada ide bunuh diri. Perasaan ini dirasakan hampir setiap hari dan paling sedikit berlangsung selama 2 minggu.
B. NON PSIKOSA/NEUROSA/ANXIETAS
Adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam berkelanjutan, tidak ada gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh, perilaku berubah tetapi masih dalam batas-batas normal. Gejala-gejala Anxietas : 1. Komponen psikologik - Ketegangan - Takut menjadi gila - Kekhawatiran/cemas - Takut hilang kontrol - Perasaan tak nyata - Rasa mau pingsan 2. -
Komponen fisik Gemetar - Berkeringat Kepala rasa ringan - Pusing/rasa bergoyang Mual/tak enak dilambung Kehabisan napas - Rasa tercekik Kesemutan - Mulut kering
- Takut mati - Panik -Rasa terpisah dari dirinya - Berdebar - Ketegangan otot - Nyeri perut/dada - Baal/mati rasa - Panas-dingin
11
Yang akan dibahas : a. Gangguan Fobia b. Gangguan Panik c. Gangguan Cemas Menyeluruh d. Gangguan Obsesif-kompulsif e. Gangguan Somatoform f. Gangguan Stres pasca trauma g. Gangguan Disossiasi/ Konversi a. Gangguan Fobia
Adalah ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi spesifik yang menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk menghidari objek, aktivitas atau situasi yang ditakuti itu. Rasa takut itu diketahui oleh individu sebagai sesuatu yang berlebihan atau secara proporsional tidak masuk akal terhadap bahaya aktual dari objek, aktifitas atau situasi itu Contoh : Agorafobia : Ketakutan pergi keluar rumah/ pergi sendiri, meninggalkan tempat yang sudah dikenal. Menghindari tempat atau situasi dimana sulit untuk melarikan diri misalnya tempat banyak orang, keramaian, tempat umum. Masih bisa menghadapi tetapi dengan cara terancam. Dengan atau tanpa gangguan panik. Fobia sosial : Ketakutan pada situasi sosial tertentu di luar lingkungan keluarga, takut menjadi pusat perhatian, takut dikritik. Misal : berbicara atau tampil di depan umum, makan/menulis di depan umum, mengunakan toilet umum, menjadi pusat perhatian atau diamati, berkencan, pergi kepesta, aktivitas sosial lainnya, berbicara kepada atasan, bertemu orang asing. •
•
•
•
•
•
•
Akrofobia : Ketakutan terhadap tempat tinggi. Hematofobia : Ketakutan terhadap darah Pirofobia : Ketakutan terhadap api Klautrofobia : Ketakutan terhadap ruang tertutup Nyctofobia : Ketakutan terhadap keadaan gelap.
b. Gangguan Panik - Serangan panik bila kurang dari 2 minggu - Gangguan panik bila lebih dari 2 minggu Kejadian episodik dengan serangan mendadak akut dan episodik dan gejala psikis dan fisik yang berat.
12
c.
Gangguan Cemas Menyeluruh Kekhawatiran dan kecemasan subjektif yang berlebihan, disertai keadaan waspada dan siaga, terjadi hampir setiap hari dan menetap, tidak terbatas pada situasi tertentu/ situasi hidup sehari-hari, gejala fisik : hiperaktif autonomik, ketegangan motorik. e. Gangguan Obsesif-kompulsif Obsesif adalah ide, pikiran, atau bayangan yang tidak disukai yang datang berulang, merasuk, tak berarti, tak diinginkan dan menimbulkan kecemasan. Kompulsif adalah tingkah laku yang agaknya mengandung tujuan akantetapi dilakukan secara berulang-ulang (ritualistik). Gejala-gejala : Obsesif : pikiran yang berulang pada kontaminasi, keraguan patologis, somatik, mengharuskan simetri, agresif, dll Kompulsif : memeriksa, mencuci, menghitung, simetri dan ketelitian, menimbun dll. f.
Gangguan Somatoform Gambaran utamanya merupakan keluhan-keluhan fisik yang terus menerus, tidak menunjukkan adanya kelainan fisik secara nyata. Keluhan dapat dirasakan pada bagian tubuh manapun, tetapi yang sering adalah mengenai keluhan gastrointestinal ( perasaan sakit, kembung, mual, muntah ), keluahan pada kulit ( gatal, baal, pedih, rasa terbakar), dapat juga terjadi pada sistem reproduksi wanita seperti sakit waktu haid. Penderita ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian.
g. Gangguan Stres pasca trauma Suatu keadaan anxietas berupa pengalaman ulang peristiwa yang menyakitkan, suatu pola menghindar, kekakuan emosional, dan kesadaran yang berlebihan yang hampir menetap. Harus mengalami suatu stres emosional yang besar yang akan traumatik bagi hampir setiap orang seperti peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan dan kecelakaan serius. h. Gangguan Disossiasi/ Konversi Gambaran utamanya adalah perubahan mendadak dan sementara dari fungsi integratif normal ( di bawah kendali kesadaran), identitas atau perilaku motorik. Apabila perubahan itu terjadi atas identitas dirinya, maka identitas dirinya yang lazim dilupakan untuk sementara dan mengambil identitas diri yang baru. Pasien dapat lupa hai ikhwal penting tentang dirinya, ia tidak tahu siapa namanya, dan dari mana asalnya.
13
C. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap, dan bersifatkhas pada seseorang dalam caranya mengadakan hubungan , caranya berpikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri. Setiap manusia mempunyai ciri kepribadian yang khas untuk dirinya. Tak ada satu di dunia ini mempunyai ciri kepribadian yang sama dengan ciri kepribadian orang lain. Temperamen atau tabiat adalah salah satu aspek kepribadian yang berhubungan erat dengan konstitusi jasmani, bawaan sejak lahir, sangat dipengaruhi faktor-faktor fisiologik tubuh dan menetap seumur hidap dalam diri seseorang. Watak atau karakter adalah keseluruhan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan, terus berkembang dalam masa kehidupan seseorang, berkaitan erat dengan fungsi saraf pusat, dipengaruhi faktor eksogen seperti lingkungan, pengalaman dan pendidikan. Gangguan kepribadian adalah kondisi patologik dari kepribadian yang sangat tidak fleksibel dan sangat sulit menyesuaikan diri dengan kehidupan lingkungan hidup sehingga mengakibatkan gangguan fungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Gejala-gejala : alloplastik ( berusaha mengubah lingkungan untuk disesuaikan dengan keinginannya), egosintonik ( dapat menerima dengan baik gejalagejalanya). 1. Gangguan Kepribadian Paranoid 2. Gangguan Kepribadian Skizoid 3. Gangguan Kepribadian Dissosial 4. Gangguan Kepribadian Histrionik 5. Gangguan Kepribadian Anankastik 6. Gangguan Kepribadian Menghindar 7. Gangguan Kepribadian Dependen 1. Ganguan Kepribadian Paranoid Gambaran Utama : kecurigaan dan ketidakpercayaan pada orang lain yang berlangsung lama , peka terhadap kegagalan dan penolakan, cenderung menyimpan dendam. Mereka seringkali bersifat bermusuhan, mudah tersinggung, dan mudah marah. Prevalensi ganguan kejiwaan paranoid diperkirakan 1%. Gangguan ini lebih dialami kaum pria dan tidak mempunyai pola familiar. Gangguan ini sering dialami oleh kaum minoritas, imigran, dan tunarunggu. Pada umumnya pasien gangguan kepribadian paranoid memiliki permasalahan di bidang pekerjaan dan dibidang perkawinan seumur hidupnya. Kriteria diagnostik gangguan kepribadian paranoid menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut
14
Kriteria Diagnostik Ganguan Kepribadian Paranoid
Terdapat paling sedikit tiga dari ciri atau prilaku berikut ini. 1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan. 2. Kecenderungan untuk menyimpan dendam. 3. Kecurigaan dan kecenderungan pervasif untuk menyalah artikan tindakan orang lain yang netral atau sahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau sahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan. 4. Mempertahankan dengan gigih hak pribadinya yang sebenarnya tidak sesuai keadaan yang sebenarnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 5. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan seksual dari pasangannya 6. Kecenderungan merasa dirinya penting secara berlebihan. 7. Preokupasi adanya sebuah persekongkolan, walaupun tanpa bukti, terhadap suatu peristiwa(baik terhadap diri pasien maupun terhadap dunia umumnya)
2. Gangguan Kepribadian Skizoid Gambaran utama : penarikan diri dari pergaulan sosial yang berlangsung lama, menunjukan perilaku eksentrik, terisolasi, tampak dingin, kurang rasa humor, dan kesepian. Diperkirakan 5% populasi mungkin menderita ganguan kepribadian ini. Laki-laki dua kali lebih banyak yang menderita ganguan ini dari pada wanita. Onset gangguan ini mulai sejak masa kanak-kanak. Orang dengan gangguan kepribadian skizoid cenderung memilih pekerjaan yang sedikit melibatkan kontak dengan orang lain. Banyak di antara mereka yang menyukai kerja malam hari dibandingkan siang hari, sehingga mereka tidak perlu berhadapan dengan banyak orang. Kriteria diagnostik ganguan kepribadian skizoid menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut. Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Skizoid Terdapat paling sedikit tiga dari ciri perilaku berikut ini. 1. Hanya sedikit aktivitas yang memberi kebahagiaan. 2. Emosinya dingin dan ekspresi afektifnya datar. 3. Kurang mampu menyatakan kehangatan, kelembutan, atau kemarahan terhadaporang lain. 4. Ketidakpedulian yang nyata terhadap pujian atau kecaman. 5. Kurang tertarik untuk menjalin pengalaman seksual dengan orang lain. 6. Hampir selalu memilih aktivitas yang menyendiri. 7. Preokupasi berlebihan akan fantasi dan intropeksi. 8. Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab. 9. Sangat tidak sesitif erhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku. 3. Gangguan Kepribadian Dissosial Gambaran utama: perilaku antisosial yang kronik dan terus-menerus. Maksudnya adalah sering melanggar hak orang lain, sering bersikap tidak peduli terhadap perasaan orang lain, tidak dapat belajar dari pengalaman dan cenderung menyalahkan orenglain. Gangguan ini identik dengan kriminalitas.
15
Gangguan kepribadian dissosial ini sering ditemukan di daerah perkotaan yang miskin. Diperkirakan prevalensi pada pria 3% dan wanita 1%. Onsetnya sering pada usia remaja. Lebih dari separuh tahanan dalam penjara diperkirakan termasuk penderita gangguan kepribadian dissosial. Mereka sering mengalami gangguan, menyalahgunakan alkohol, maupun zat adiktif lainnya. Kriteria diagnostik gangguan kepribadian dissosial menurut PPDG III adalah sebagai berikut. Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Dissosial Terdapat paling sedikit tiga dari ciri perilaku berikut ini 1. Bersikap tidak peduli terhadap perasaan orang lain. 2. Sikap yang sangat tidak bertanggung jawab dan menetap serta tidak peduli terhadap norma, peraturan kewajiban sosial. 3. Tidak mampu mempertahankan hubungan agar berlangsung lama. 4. Mudah terjadi frustrasi dan bertindak agresif, termasuk tindak kekerasan. 5. Tidak mampu menerima dalam kesalahan dalam belajar dari pengalaman (terutama dari hukuman). 6. Sangat cenderung menyalahkan orang lain .’’ 4. Gangguan Kepribadian Histrionik Gambaran utama : tingkah laku dramatik dan ekspresi emosi yang berlebihan, mementingkan daya tarik fisik, akan tampil secara flamboyán dengan perilaku manipulatif untuk mencapai kepentingan pribadinya. Dalam hubungan interpersonal, mereka tampak dangkal dan tidak bersungguhsungguh, walaupun secara sepintas tampak hangat dan menarik. Mereka biasanya cepat akrab dengan orang lain, tetapi selanjutnya menjadi suka menuntut, egosentrik, dan kurang memperhatikan kepentingan orang lain. Prevalensi pasien gangguan kepribadian histrionik kira-kira 2%, dan wanita lebih banyak dari pada pria. Pasien gangguan kepribadian histrionik mungkin mengalami masalah hukum, seperti penyalahgunaan zat dan tindakan yang menyalahi peraturan pada orang lain. Kriteria diagnostik gangguan kepribadian histrionik menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut. Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Histrionik Terdapat paling sedikit tiga dari ciri perilaku berikut ini. 1. Ekspresi emosi yang sangat di dramatiskan, teatrikalitas dan terlalu di besar-besarkan. 2. Bersifat sugestif, mudah mudah dipengaruhi orang lain atau keadaan. 3. Ekspresi afektifnya dangkal dan labil. 4. Terus-menerus mencari kepuasan , apresiasi oleh orang lain, dan ingin aktivitas yang dirinya menjadi pusat oerhatian. 5. Kegairahan yang tidak pantas dalam penampilan dan perilaku. 6. Terlalu mementingkan daya tarik fisik. 5. Gangguan Kepribadian Anankastik Gambaran utama:sikap yang perfeksionis dan sangat fleksibel, sering diliputi perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan, sangat kaku dan keras kepala, umumnya sangat teliti, moralistik, dan pengabdian yang
16
berlebihan terhadap pekerjaannya. Dalam DSM IV disebut gangguan obsesif kompulusif. Pasien gangguan kepribadian anankastik memiliki keasyikan dengan peraturan-peraturan, ketertiban, kebersihan, perincian, dan pencapaian yang sempurna. Mereka sering tampak resmi dan serius dan tidak memiliki rasa humor. Mereka selalu memaksa agar megikuti peraturan secara kaku dan tidak mampu mentoleransi terhadap pelanggaran-pelanggaran. Lebih banyak pria yang mengalami gangguan kepribadian anankastik dibandingkan dengan wanita, dan sering terjadi pada anak yang tertua. Pasien gangguan ini seering memiliki latar pendidikan yang terlalu disiplin. Pasien gangguan kepribadian anankastik sering menggunakan mekanisme pembelaan ego rasionalisasi, isolasi, intelektualisasi, pembentukan reaksi undoing. Kriteria diagnostik gangguan kepribadian anankastik menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut. Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Anankastik Terdapat paling sedikit dari ciri prilaku di bawah ini. 1. Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yangg berlebihan 2. Keterpakuan pada perincian, peraturan, daftar, perintah, organisasi, atau jadwal. 3. Perfeksionisme dalam menyelesaikan tugas. 4. Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan kecenderungan yang tidak semestinya untuk menciptakan kesenangan dan hubungan interpersonal 5. Keterpakuan dan ketertarikan yang berlebihan pada kebiasan sosial. 6. Kaku dan keras kepala 7. Pemaksaan yang tidak masuk akal agar orang lain melakukan sesuatu menurut caranya, atau keengganan yang tidak masuk akal untuk mengizinkan orang lain melakukan sesuatu. 8. Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang bersifat memaksa dan yang tidak disukai.
6. Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar) Gambaran utama gangguan adalah perasaan tegang serta takut yang menetap dan pervasif. Umumnya mereka merasa tidak mampu, khawatir berlebihan terhadap kritik dan penolakan, cenderung menghindar dari kegiatan sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak langsung dengan orang lain.Mereka disebut juga memiliki komplek inferioritas. Diperkirakan 5 % populasi mengalami gangguan kepribadian cemas ( menghindar)
Kriteria diagnostik Gangguan Kepribadian cemas(menghidar) menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut : Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Cemas(menghindar) Terdapat paling sedikit tiga dari ciri perilaku berikut ini. 1. Perasaan tegang serta takut yang menetap dan pervasif. 2. Merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atai lebih rendah dari orang
17
3. 4. 5. 6.
lain. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi di sosial. Keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin disukai. Pembatasan gaya hidup karena alasan keamanan fisik. Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak
7. Gangguan Kepribadian Dependen Gambaran utama selalu membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi dirinya, takut ditinggalkan oleh orang yang mengurus dirinya, kurang percaya akan kemampuan dirinya, merasa tidak berdaya dan meletakkan kebutuhan nya di bawah kebutuhan orang lain. Sering menghindari pekerjaan yang menuntut tanggung jawab, tidak mampu mengambil keputusan dan tampak pesimis, ragu-ragu, dan pasif. Diperkirakan 2,5 % dari semua gangguan kepribadian termasuk gangguan Kepribadian Dependen. Sering terjadi pada wanita dibanding pria.
Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Dependen Terdapat paling sedikit tiga dari ciri perilaku berikut ini 1. Membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi dirinya. 2. Meletakkan kebutuhan dirinya lebih rendah daripada orang tempatnya bergantung. 3. Keengganan mengajukan tuntutan yang layak kepada orang tempaynya bergantung. 4. Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila berada sendirian. 5. Terpaku pada ketakutan akan ditinggal oleh orang yang dekat dengannya dan akan ditingggalkan untuk mengurus dirinya sendiri. 6. Keterbatasan kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari jika tidak dinasehati secara berlebihan dan diyakinkan oleh orang lain.
8. Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil Gambaran utama ; ketidakstabilan emosi dan ketidakmampuan pengendalian impuls, ledakan kemarahan sering menjurus pada kekerasan terutama bila dikritik atau dihalangi keinginannya, hubungan interpersonal sangat tidak stabil, timbul perubahan mendadak dari satu sikap kesikap yang lain yang bertentangan. Kepribadian ini berada pada perbatasan antara neurosis dan psikosis, sering disebut juga skizofrenia ambulatoir, kepribadian “ as if “, skizofrenia pseudoneurotik dan karakter psikotik. Ada 2 tipe : a. Tipe Impulsif b. Tipe Ambang
18
a. Tipe Impulsif Gambaran utama : ketidakstabilan emocional dan kurangnya kemampuan mengendalikan impuls( dorongan hati)dan ledakan kekerasan . b. Tipe Ambang Gambaran utama : ketidakstabilan emosional, tidak jelas tujuan hidup, citra dan identitas dirinya, cenderung merasa kosong, melakukan ancaman bunuh diri atau melakukan tindakan yang membahayakan. D. GANGGUAN JIWA PADA ANAK DAN REMAJA 1. Retardasi Mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menhyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Sub tipe retardasi mental: 1. Retardasi Mental Ringan : IQ 50 - 79 2. Retardasi Mental Sedang : IQ 35 – 49 3. Retardasi Mental Berat : IQ 20 – 34 4. Retardasi Mental Sangat Berat: IQ dibawah 20 Retardasi Mental Ringan Kelompok ini merupakan kelompok terbesar dari retradasi mental dan kelompok ini dikategorikan “dapat didik”. Kira-kira 20% individu dengan RM ringan ini dapat memperkembanmgkan keterampilan sosial dan komunikasi dalam masalah pra sekolah ( usia 0-5 tahum), dan hendayanya minimal dalam segi sensorimotor, serta seringkali tidak dapat dibedakan dengan anak normal hingga usia lebih lanjut. Menjel;ang akhir usia remaja mereka dapat mempelajari keterampilan akademik sampai kira-kira setaraf kelas 6 SD. Dalam usia dewasa mereka dapat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup adekuat untuk mandiri, akan tetapi mungkin membutuhkan bimbingan apabila mengalami stress sosial atau ekonomi. Retardasi Mental Sedang Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita Retradasi Mental dan dikategorikan “dapat dilatih”. Mereka dalam taraf ini dapat berbicara atau belajar dan berkomuniokasi selama masa pra sekolah, akan tetapi kesadaran mereka akan norma sosial amat buruk. Mereka dapat mengambil manfaat dari latihan keterampilan bekerja dan merawat diri sendiri di bawah supervisi yang sedang. Dalam masa usia sekolah mereka dapat mengambil manfaat dari latihan keterampilan sosial dan pekerjaan, tetapi biasanya tidak mungkin lebih lanjut dari taraf kelas 2 SD. Mungkin mereka dapat belajar berpergian sendiri ditempat yang sudah dikenalnya. Dalam usia dewasa mereka dapat membantu upaya mandiri dengan bekerja kasar atau setengah kasar dibawah supervisi dalam bengkel kerja.
19
Mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan apabila mengalami stress sosial dan ekonomi yang ringan. Retardasi Mental Berat Kelompok ini kira-kira 7% dari penderita RM. Selama periode pra sekolah jelas ada perkembangan motor yang buruk dan kemampuan bicara yang minimal, dan mereka hanya mampu memperkembangkan sedikit atau tidak sama sekali pembicaraan komunikatif. Dalam periode usia sekolah, mereka mungkin dapat belajar berbicara dan dapat dilatih dalam higiene dasar. Pada umumnya mereka mungkin mampu mengerjakan tugas-tugas sederhana di bawah pengawasan yang ketat. Retardasi Mental Sangat Berat Kelompok ini kira-kira 1% dari seluruh penderita RM. Selama periode pra sekolah anak-anak ini menunjukan kapasitas minimal dalam fungsi sensorimotor. Mereka membutuhkan suatu lingkungan yang sangat teratur, selalu perlu bantuan supervisi. Dalam periode usi sekolah dapat timbul perkembangan motorik lebih lanjut dan anak itu dapat menanggapi latihan minimal atau terbatas untuk merawat diri. Dalam usia dewasa mungkin dapat timbul perkembangan lebih lanjut dari kemampuan bicara dan perkembangan motorik, serta kemampuan merawat diri yang sangat terbatas didalam suatu lingkungan yang sangat teratur disertai bantau supervisi terus menerus. 2.
Gangguan Perkembangan Perfasif
!
Ganguan Autistik (Autisme Infantil)
Angka kejadian 4/10.000 : Rasio Pria Wanita 3 : 1 Ciri-ciri : a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial sbb : (1) Jelas kurang menyadari keberadaan atau perasaan orang lain. (2).Tidak mencari kenyamanan atau mencari kenyamanan abnormal dikala susah. (3). Peniruan tidak ada atau terganggu. (4). Permainan sosial tak ada atau abnormal. (5) Gangguan besar dalam kemampuan menjalin persahabatan dengan sebaya. b. Gangguan kualitataif verbal (1). Tak ada model komunikasi (2). Komunikasi nonverbal abnormal (3). Absennya aktivitas imajinatif (4). Gangguan jelas dalam produksi ucapan (5). Gangguan mencolok pada bentuk dan isi ucapan (6). Ganguan jelas dalam mempertahankan komunikasi c. Adegan aktivitas dan minat yang sangat terbatas (1). Gerakan tubuh stereotipik (2). Minat terbatas (3). Rutinitas (4). Mempertahankan gerakan 20
!
Gangguan Hyper Aktif Dan Pemusatan Perhatian (GHPP/ADHD)
Angka kejadian sekitar 5% : Rasio Pria : Wanita 10 :1 ciri-ciri: Catatan : pikiran suatu criteria memenuhi hanya jika perilaku itu jauh lebih sering daripada yang dilakukan orang kebanyakan sebabnya. Muncul sebelum usia 7 tahun. Gangguan minimal 6 bulan dan selama itu minimal 8 dari berikut ini terdapat: 1. Tangan dan kaki tidak bisa diam atau bergerak-gerak waktu duduk. 2. Kesulitan untuk duduk tetap diam . 3. Mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar. 4. Kesulitan menanti giliran dalam permainan atau situasi kelompok. 5. Sering mengucapkan jawaban sebelum peranyaan selesai di bacakan. 6. Kesulitan mengikuti bila diberi instruksi. 7. Kesulitan mepertahankan atensi dalam tugas ataupun permainan. 8. Sering berpindah dari satu aktivitas sederhana ke lainnya. 9. Kesulitan untuk bermain tenang. 10. Sering berbicara berlebihan. 11. Sering mengintrupsi atau menyerang orang lain. 12. Sering tampak tak mendengarkan apa yang sedang dikatakan kepadanya. 13. Sering kehilangan benda yang diperlukan untuk tugas atau aktivitas di sekolah ataupun di rumah. 14. Sering terlibat aktivitas berbahaya fisik tanpa memikirkan kosekuensi yang mungkin timbul.
E. Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Zat
1. Narkotika - UU RI No. 22/ 1997 tentang Narkotika yang dimaksud dengan narkotika adalah zata tau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan dalam 3 golongan sbb : Narkotika Golongan I - Tujuan ilmu pengetahuan - Bukan terapi - Potensi ketergantungan sangat tinggi Contoh: Heroin/Putaw, Kokain, Ganja Narkotika Golongan II - Tujuan ilmu pengetahuan - Terapi terbatas dan terakhir - Ketergantungan tinggi Contoh: Morfin, Petidin Narkotika Golongan III - Tujuan ilmu pengetahuan & terapi - Ketergantungan ringan Contoh: Kodein, Diazepam •
•
•
21
2. Psikotropika - UU RI no. 5/ 1997 tentang Psikotropika, yang dimaksud dengan psikotropika adalah zata tau obat , baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika , yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam 4 golongan sbb : Psikotropika golongan I - Tujuan ilmu pengetahuan - Bukan untuk terapi - Potensi ketergantungan sangat tinggi Contoh : MDMA, ekstasi, LSD, STP Psikotropika golongan II - Tujuan ilmu pengetahuan & terapi - Potensi ketergantungan sangat tinggi Psikotropika golongan III - Tujuan ilmu pengetahuan & terapi - Potensi ketergantungan sedang Contoh : fenobarbital, nitrazepam Psikotropika golongan IV - Tujuan ilmu pengetahuan - Banyak digunakan dalam pengobatan - Potensi ringan ketergantungan. Contoh : diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxide, nitrazepzm ( BK, Dumolid, Magadon) •
•
•
•
3. Zat Adiktif Lain Contoh : Lem, bensin, zat pembersih cat kuku , dsb Faktor Predisposisi : 1. Faktor individu 4. Rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba 5. Tidak bersikap tegah pada penawaran atau pengaruh teman sebaya 6. Penilaian diri yang negatif 7. Kurang percaya diri 8. Sikap berontak terhadap peraturan 9. Identitas diri masih kabur 10. Kepribadian disosial 2. Faktor Lingkungan 11. Keluarga kurang harmonis 12. Komunikasi dan hubungan antar orang tua dengan anak kurang 13. Orang tua otoriter, permisif atau pengguna 14. Lingkungan pemakai. 15. Tekanan dan ancaman teman atau kelompok 16. Lingkungan sekolah yang tidak tertib, fasilitas kurang untuk pengembangan minat dan bakat.
22
Tingkat pemakaian napza
a. b. c.
d.
e.
Pemakaian coba-coba (experimental use ) yang bertujuan hanya ingin mencoba memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian berhenti dan sebagian berlanjut Pemakaian sosial ( social use ) , yang bertujuan hanya untuk senang-senang, ada yang tetap pada tingkat ini tapia da yang ketingkat berikutnya Pemakaian situasional ( Situational use ), pemakaian pada saat tertentu seperti ketegangan, sedih, cemas, kecewa dengan maksud menghilang perasaan tersebut Penyalahgunaan ( abuse),pemakaian sebagai suatu pola patologik ( menyimpang), minimal satu bulan lamanya, dan telah terjadi gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Ketergantungan (dependence ), telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya.
Derajat penyalahgunaan NAPZA
Ketergantungan putus zat Penyalahgunaan Situasional rekresional
Coba-coba
Dampak Negatif 1. Medis :kulit, Otak, Jantung, Ginjal, Hati, HIV-Aids, dll. 2. Psikiatri :Cemas, depresi, psikotik, dll. Sosial :Kriminal dll.
Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mental Akibat Zat 1. Pengumpulan data/ pengkajian: nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, status material. a. Data umum: nama, umur, alamat, pekerjaan pendidikan, status material. b. Data khusus: zat yang di pakai, cara pemakaian, frekuensi, lama pakai. 2. Diagnosa Keperawatan: 17. Tergantung zat yang dipakai 18. Intoksikasi
23
19. Sindroma ketergantungan 20. Keadaan putus zat 21. Komplikasi 22. Penyakit penyerta 3. Perencanaan : sesuai dengan diagnosa 4. Implementasi: a. Prinsip psikososial. b. Prinsip community therapeutic c. Prinsip presentasi: religi, rekonsiliasi keluarga, dukungan lingkungan, slogan (say no), manajemen waktu, aktivitas, membuat rencana, informasi napza. 5. Evaluasi
24
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Kesehatan Jiwa, DEPKES RI . Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, Jakarta, 1983. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, DEPKES RI . Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, DEPKES RI . Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya, Jakarta, 2000 Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition. The American Psychiatry Association. Washington, DC , 1994 Iyus Yosep. Keperawatan Jiwa, Bandung Refika Aditama, 2007 Maramis, WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya , Penerbit Universitas Airlangga, 1980 William and Wilkins. Synopsis of Psychiatry. Sevent Edition. Baltimore, 1994.
25
