Penderita pada Anemia Defisiensi Besi Meilan Tahir Refra 102010026 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jl.Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510 Email:
[email protected]
Pendahuluan
Anemia defesiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk erit ropoeisis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial (RES) berkurang, sedangkan cadangan besinya masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkoporasi besi ke dalam d alam heme terganggu. Oleh karena itu, ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolisme besi.1 Defisiensi besi adalah penyebab anemia yang tersering di semua negara di dunia. Defisiensi besi merupakan penyebab terpenting suatu anemia mikrositik hipokrom, dengan ketiga indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC - volume eritrosit rata-rata, hemoglobin eritrosit rata-rata, dan kadar hemoglobin) berkurang dan sediaan hapus darah menunjukkan eritrosit yang kecil (mikrositik) dan pucat (hipokrom).
Isi dan Pembahasan Anamnesis
Pada pasien pediatri anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis ataupun autoanamnesis, hal-hal berkaitan yang perlu ditanyakan antara lain: keluhan utama yang dirasakan pasien; adakah keluhan penyerta seperti anoreksia, mual, muntah, dan perjalanan penyakit pasien; adakah riwayat perdarahan/kehilangan darah, misalnya timbul petekie, ekimosis, atau epistaksis; diet secara rinci apakah ada kekurangan intake mineral besi; apakah ada riwayat penyakit malabsorbsi lainnya; riwayat penyakit dahulu misalnya infeksi kronis; riwayat penyakit keluarga juga perlu ditanyakan. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara umum, pada pasien dilakukan pemeriksaan tmisalnya penilaian status gizi dan tanda-tanda vital. Dilakukan juga inspeksi keadaan pasien secara umum, dan palpasi organ untuk mencari apakah ada organomegali seperti hepatomegali ataupun splenomegali. Diagnosis ditentukan dari gejala klinis yang khas dan temuan-temuan laboratorium pada pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang Feritin serum. Konsentrasi feritin serum merupakan satu-satunya pemeriksaan darah
yang mengevaluasi cadangan besi. Dengan sendirinya, nilai f eritin serum kurang dari 10 μg/L menunjukkan deplesi simpanan besi. Pada seseorang yang terlihat anemic, feritin serum <15μg/L sangat mengesankan anemia defisiensi besi. 1 Saturasi transferin. Saturasi transferin dihitung dengan membagi kadar besi serum
dengan kapasitas pengikatan besi total. Pemeriksaan ini merupakan uji laboratorium yang biasanya tersedia, tetapi kemampuan pembuatan kembalinya buruk karena variasi biologis yang besar. Pada orang dewasa, nilai saturasi transferin di bawah 16% dianggap menunjukkan defisiensi besi. Pada bayi dan anak-anak nilai yang cocok adalah sekitar 12 dan 14%. Saturasi transferin secara khas menurun pada penyakit radang dan pada defisiensi besi. Pada beberapa keadaan, kapasitas pengikatan besi total (TIBC) berguna untuk membedakan
dua keadaan tersebut. TIBC lebih dari 72
μmol/L
sangat menyokong defisiensi besi,
sedangkan nilai di bawah 36 μmol/L khas untuk penyakit radang. 1 Protoporfirin eritrosit. Protoporfirin eritrosit berakumulasi dalam eritrosit bila besi
yang tersedia tidak cukup untuk bergabung dengan protoporfirin membentuk heme. Konsentrasi EP meningkat pada defisiensi besi dan keracunan timbal, dank arena itu digunakan untuk menapis bayi dan anak kecil di daerah perkotaan, daerah berpenghasilan rendah tempat kedua keadaan tersebut lazim dijumpai. Uji ini juga berguna untuk membedakan defisiensi besi dari talasemia minor; nilai uji normal pada talasemia minor tetapi meningkat pada defisiensi besi. 1 Reseptor transferin. Reseptor transferin ditemukan dalam sirkulasi dan kadarnya
menggambarkan kecepatan produksi eritrosit, meningkat pada penambahan produksi dan menurun pada penurunan produksi, dengan pengecualian penting pada defisiensi besi, reseptor transferin juga meningkat.1 Indeks eritrosit dan sediaan apusan darah. Bahkan sebelum terjadinya anemia,
indeks eritrosit sudah menurun dan penurunan terjadi secara progresif sejalan dengan memberatnya anemia. Sediaan apus darah menunjukkan sel mikrositik hipokrom dan kadangkadang ditemukan sel target dan poikilosit berbentuk pensil. Hitung retikulosit rendah jika dibandingkan dengan derajat anemia. Jika defisiensi besi diertai dengan defisiensi vit.B12 atau defisiensi folat yang berat, terjadi gambaran dimorfik dengan dua populasi eritrosit. 2 Diagnosis Differential diagnosis Anemia Megaloblastik (Defisiensi Asam Folat)
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang penting sekali untuk metabolisme inti sel. DNA diperlukan untuk mitosis sedangkan RNA digunakan untuk pematangan sel. Jadi bila terdapat kekurangan asam folat, banyak sel yang antri untuk memperoleh DNA agar dapat membelah. Tampak eritropoesis meningkat sampai 3 kali normal.3 Gambaran klinis. Penderita tampak pucat, lekas letih, berdebar-debar, lemah, pusing dan sukar tidur. Pada pemeriksaan jasmani hanya terdapat anemia tanpa ikterus. Hepar dan
limpa tidak membesar, pada jantung mungkin dapat didengar murmur sistolik. Dengan demikian dari segi klinis tidak berbeda dengan anemia defisiensi besi.3 Pemeriksaan laboratorium. Kadar hemoglobin rendah dan gambaran darah tepi makrositik (MCV lebih dari 96cμ), serta terdapat hipersegmentasi neutrofil. Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal 2,1-2,8 ng/ml) dan bila aktivitas asam folat lebih rendah dari 3 ng/ml, maka pemeriksaan FIGLU dalam urin akan positif. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan
eritropoetik
yang
megaloblastik,
granulopoetik
dan
trombopoetik
menunjukkan hipersegmentasi dan sel raksasa. 3 Anemia defisiensi vit.B12
Penyerapan vitamin B12 fisiologis tergantung pada pembentukan suatu kompleks vitamin dengan mukoprotein tertentu (faktor intrinsic) yang dihasilkan oleh sel parietal lambung. Kompleks diambil secara spesifik oleh ileum distal. Bitamin B12 kemudian dibebaskan dari kompleks dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Dalam plasma, vitamin B12 terikat pada protein pengangkut beta globulin, transkobalamin II. Vitamin disimpan terutama dalam hati.1 Diagnosis. Penurunan vitamin B12 serum dan munculnya hipersegmentasi neutrofil merupakan manifestasi klinis paling awal. Tanda defisiensi vitamin B12 lambat adalah perubahan megaloblastik dalam sumsum tulang yang diikuti anemia megaloblastik, leukopenia, trombositopenia, dan ikterus ringan. Temuan neurologis umumnya sangat khas, parestesia, deficit sensoris, kehilangan refleks tendon, bingung, dan defek memori.1 Anemia Dimorfik
Suatu campuran anemia mikrositik hipokromik dan anemia megaloblastik. Etiologi defisiensi besi dan asam folat.3 Pemeriksaan laboratorium. Terdapat kelainan campuran yaitu hipokromik makrositik atau mikrositik normokromik. MCV, MCH, dan MCHC mungkin normal. Kurve Price Jones memperlihatkan gambaran bifasik (2 puncak). SI tidak terlalu rendah, sedangkan IBC mungkin agak menurun, kecuali bila terdapat MEP, jelas terjadi penurunan IBC. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan gejala campuran. 3 Leukemia (Leukemia Limfoblastik Akut)
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel hematopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain. 4 Manifestasi klinis. Pucat mendadak, panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi), hepatomegali, limfadenopati, sakit sendi, sakit tulang, splenomegali, lesi purpura, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.4 Pemeriksaan penunjang. Gambaran darah tepi berupa pansitopenia, limfositosis, dan didapatkan sel blas (sel muda beranak inti). Pemeriksaan sumsum tulang memberikan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Pada leukemia serebralis terjadi peningkatan jumlah sel dan protein cairan serebrospinalis. Keadaan ini dapat terjadi baik pada keadaan remisi ataupun keadaan kambuh.4 Diagnosis. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan sumsum tulang yang menunjukkan adanya penggantian sebagian ataupun keseluruhan sumsum tulang oleh sel-sel leukemia. Adanya infiltrasi ke organ lain, misalnya susunan saraf pusat ditandai dengan ditemukannya sel-sel leukemia dalam cairan serebrospinalis, infiltrasi tulang tampak pada pemeriksaan radiologis berupa pita radiolusen pada juksta epifesial tulang panjang.4 Leukemia Limfositik Akut. Manifestasi klinis: gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia), dan demam (neutropenia, keganasan). Pada pemeriksaan inisial, umumnya penderita menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Limfadenopati biasanya nyata dan splenomegali. Hepatomegali kurang lazim. Kira-kira 25% ada nyeri tulang yang nyata dan artralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia pada tulang perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga sumsum tulang akibat sel leukemia. 5 Talasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor. 4
Manifestasi klinis. Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadi bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme. 4 Working diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Klasifikasi: Secara morfologis dan etiologis dapat dibedakan dalam 2 bentuk: 3 (1)Mikrositik hipokromik. Terjadi akibat kekurangan besi, piridoksin, atau tembaga. (2)Makrositik normokromik (megaloblastik). Terjadi akibat kekurangan asam folat dan vitamin B12. Di samping kedua bentuk tersebut di atas, sering didapatkan bentuk campuran yang disebabkan anemia dimorfik. 3 Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. 4 Etiologi
Menurut patogenesisnya, etiologi anemia defisiensi besi dibagi: (1)Masukan kurang: defisiensi diet relatif yang disertai pertumbuhan yang cepat . (2)Absorbsi kurang: diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya. (3)Sintesis kurang: transferin kurang. (4)Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan yang cepat. (5)Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena ankilostomiasis, amubiasis yang menahun, polip, hemolisis intravascular kronis yang menyebabkan hemosiderinemia. 3
Uterus, misalnya Menoragia atau perdarahan
Kehilangan darah kronik
pasacamenopause Gastrointestinal, Varises esofagus, hiatus hernia, ulkus peptikum, cacing tambang Peningkatan kebutuhan Malabsorbsi Diet buruk
Prematuritas, pertumbuhan, dan kehamilan Pasca gastrektomi, enteropati gluten Asupan besi kurang
Tabel: Penyebab defisiensi besi.6 Epidemiologi
Defisiensi besi prevalensinya menurun di Amerika Serikat. Meskipun demikian, defisiensi besi masih merupakan penyebab anemia yang tersering. Bukti terbaru juga menunjukkan adanya hubungan defisiensi pada usia kehamilan dini dengan meningkatnya prevalensi bayi dengan berat lahir rendah.1 ADB merupakan anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih daei setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Prevalens ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota besar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika Serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. Prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, prevalens ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Faktor Predisposisi
-
Status hematologic wanita hamil
-
Berat badan lahir rendah
-
Partus, dimana terjadi kelahiran abnormal dan pengikatan tali pusat terlalu dini
-
Pemberian makanan yang tidak adekuat karena ketidaktahuan ibu, perilaku pemberian makanan, keadaan sosial, jenis makanan
-
Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung
-
Infestasi parasit, seperti ankilostoma, Trichiuris trichiura, dan amuba.4
Temuan Laboratorium
Pada defisiensi besi yang progresif, terjadi serangkaian kejadian biokimiawi dan hematologi. Pertama, cadangan besi jaringan yang ditunjukkan oleh hemosiderin sumsum tulang menghilang. Kadar feritin serum, suatu protein penyimpanan besi, merupakan penduga yang relatif teliti mengenai cadangan besi bila tidak ada penyakit inflamasi. Nilai normal bergantung pada umur, dan penurunan kadarnya menyertai defisiensi besi. Berikutnya ada penurunan besi serum, kapasitas ikat besi meningkat, dan persentase saturasi menurun di bawah normal.7 Kadar Hb<10g%; MCV <79c μ; MCHC <32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurva Price Jones bergeser ke kiri. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan sistem eritropoietik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan pewarnaan khusus dapat dibuktikan tidak terdapat besi dalam sumsum tulang. Serum iron (SI) merendah dan iron binding capacity (IBC) meningkat.3
Umur (th)
Feritin serum
Saturasi transferin
Protoporfirin
(μg/L)
(%)
eritrosit (μg/dL eritrosit)
1,5-4
<10
<12
>80
5-10
<10
<14
>80
11-15
<10
<16
>70
>16
<12
<16
>70
Tabel: Uji konfirmasi untuk defisiensi besi: nilai batas yang dianjurkan.1
Patogenesis
Defisiensi besi timbul ketika besi membatasi laju produksi hemoglobin dan senyawa besi esensial lainnya. Faktor etiologi pada perkembangan defisiensi besi meliputi asupan atau asimilasi besi dari diet yang tidak cukup, pengenceran besi tubuh karena pertumbuhan yang cepat, dan kehilangan darah. Selama sebagian besar periode penambahan berat cepat pada masa bayi dan remaja, diet berbesi rendah atau mengandung besi dalam bentuk yang kurang dapat diserap. Kehilangan darah melalui usus yang disertai dengan ingesti sejumlah besar susu sapi dapat juga turut menyebabkan perkembangan anemia pada bayi, terutama sebelum umur 6 bulan. Penyakit gastrointestinal seperti penyakit seliak, penyakit crohn, giardiasis, dan enteritis pasca infeksi sering dikaitkan oleh defisiensi besi akibat malabsorbsi atau kehilangan darah atau kombinasi keduanya. 1 Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu: (1)Tahap pertama: Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal. (2)Tahap kedua: Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat. (3)Tahap ketiga: Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Tabel. Tahapan Kekurangan Besi
Hb
Cadangan besi (mg)
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Normal
Sedikit
Menurun jelas
menurun
(mikrositik/hipokrom)
0
0
<60
<40
>390
>410
<15
<10
<12
<12
<10
<10
<100
>200
normal
Menurun
<100
Fe serum (ug/dl
normal
TIBC (ug/dl)
360-390
Saturasi tansferin(%)
20-30
Feritin serum (ug/dl)
<20
Sideroblas (%) FEP(Ug/dl SDM MCV
40-60 >30 Normal
Gejala Klinis
Gejala umum anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar yaitugejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, dan gejala penyakit dasar. Gejala Umum Anemia Disebut sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl.Gejala ini berupa penderita tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, kurang bergairah,menurunnya selera makan, sering mengalami pusing,mudah kesemutan dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara. Gejala Khas Anemia Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi, tetapi ti dak dijumpai pada anemia jenis lain:
Koilonychia : kuku sendok, dimana kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Papil lidah tampak atrofi : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebgai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia : Nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster
Gejala Penyakit Dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala prnyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut.Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning. 8,9 Penatalaksanaan
Makanan yang adekuat.Beri preparat besi
yang efektif, murah, dan aman, Sulfas
ferosis 3x200 mg. Obat ini murah tapi kadang-kadang dapat menyebabkan enteritis. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar Hb 1-2 g%/minggu. Di samping itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intramuscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian oral tidak berhasil.3 Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan tranfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun. 3 Terapi besi oral- tersedia berbagai macam preparat besi oral. Oleh karena besi fero adalah yang paling efisien diabsorbsi, hanya garam fero saja yang harus digunakan. Garam besi yang berbeda menyediakan besi bebas dalam jumlah yang berbeda pula. Pada individu yang mengalami defisiensi besi, sekitar 50-100 mg besi dapat digabungkan ke dalam hemoglobin harian, dan sekitar 25% dari besi oral yang diberikan sebagai garam fero dapat
diabsorbsi. Oleh karena itu, 200-400 mg besi bebas harus diberikan setiap hari untuk memperbaiki defisiensi besi paling cepat. 8 Efek simpang terapi besi oral yang umum terjadi meliputi rasa mual, rasa tidak nyaman di epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Pasien yang menggunakan besi oral akan mengeluarkan feses berwarna hitam. 8 Waktu setelah pemberian besi
12-24 jam
Respons
Penggantian
enzim
besi
intraseluler;
perbaikan subyektif; penurunan iritabilitas; peningkatan nafsu makan 36-48 jam
Respon sumsum tulang inisial; hiperplasi eritoid
48-72 jam
Retikulositosis, puncak pada 5-7 hari
4-30 hari
Kenaikan kadar Hb
1-3 bulan
Pemulihan cadangan
Tabel: Respon terhadap terapi besi pada anemia defisiensi besi.7 Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defesiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada masa awal, yaitu: -
Pemberian Fe: a. Bayi cukup bulan 0-24 bulang: 2 mg/kgbb/hari b. Bayi kurang bulan 0-24 bulan: 3 mg/kgbb/hari c. Bayi maksimal 15 mg perhari d. Anak > 2 tahun: 1 mg/kgbb/hari, 2x/minggu, selama 3 bulan/tahun. e. Wanita hamil: diberikan asam folat 400 µg/hari
-
Meningkatkan penggunan ASI eksklusif.
-
Menunda pemakaian susu sapi sampai 1 tahun sehubungan dengan resiko terjadinya perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa bayi.
-
Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan padat (usia 4-6 bulan).
-
Pemakaian PASI (susu formula yang mengandung besi).
Upaya umum untuk pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara:
-
Pendidikan kesehatan. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi
-
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber peradrahan kronik paling sering dijumpai pada daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antihelmetik dan perbaikan sanitasi.
-
Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan penggunaan makanan yang mengandung vitamin C dan A.
-
Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
-
Fortifikasi bahan makanan.. dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan sehari-hari, misalnya dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi. 8
Prognosis
Prognosis baik, bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut: -
Diagnosis salah
-
Dosis obat tidak adekuat.
-
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa.
-
Perdarahan yang tidak teratasi atau pendarahan yang tidak tampak langsung menetap.
-
Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat).
-
Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasida yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).
Karena respons hematologi yang cepat dapat diramalkan secara meyakinkan pada defisiensi besi yang khas, transfuse darah terindikasi hanya bila anemia itu sangat berat atau infeksi yang menunggangi mungkin mengganggu respons. 7 Penutup Kesimpulan
Pada skenario 4, Tn S 55 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam RS Ukrida dengan keluhan selama 3-4 bulan belakangan merasa lelah dan nafas menjadi lebih berat. Pasien juga tampak pucat.Pasien mengatakan dirinya rutin berolahraga, dalam seminggu bisa jogging 3-4x. Tidak ada riwayat bengkak pada kaki atau bagian tubuh lain. Ia mengatakan beberapa bulan ini berdiet dan berhasil menurunkan berat 5 kg dalam waktu 4 bulan. PF: BB: 75 kg, TB : 168 cm, KU : tampak sakit ringan ,kesadaran compos mentis, TTV : dalam batas normal. Mata : konjungtiva anemis +/+.PF laini dalam batas normal. mendukung diagnosis anemia defisiensi besi. Diagnosis juga bisa ditegakkan dari hasil temuan-temuan laboratorium, pada anemia defisiensi besi nilai Hb, Ht, dan jumlah eritrosit menurun. Kadar feritin serum menurun, saturasi transferin juga menurun, dan TIBC meningkat. Hasil apusan darah tepi juga menunjukkan gambaran anemia mikrositik hipokrom. Gejala klinis defisiensi besi secara umum tampak pucat, cepat lelah,anoreksia, dll. Penatalaksanaan diberikan preparat besi secara oral sulfas ferosus 3x200mg pada saat perut kosong, keadaan asam (HCl atau asam askorbat) pada lambung akan meningkatkan proses absorbsi besi. Perbaikan gejala klinis mulai terlihat pada hari ke 4.
Daftar Pustaka
1. Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph Ed 20 Vol 2. J akarta: EGC;2007.p.1295-1303 2. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Kapita selekta hematologi. Jakarta: EGC;2005.p25-50 3. Staff
Pengajar
IKA
FKUI.
Buku
kuliah
ilmu
kesehatan
anak.
Jakarta:
FKUI;2007.p.432-41 4. Manjsoer A, Suprohaita, Wardhani W I. Kapita selekta kedokteran jilid II. Jakarta : Media Aesculapius;2004.p.493-500 5. Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. Ilmu kesehatan anak nelson vol 3 Ed 15. Jakarta: EGC;2007.p.1772-5 6. Mehta A, Hoffbrand V. At a glance hematologi Ed 2. Jakarta: Erlangga;2009.p.26-9 7. Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. Ilmu kesehatan anak nelson vol 2 Ed 15. Jakarta: EGC;2007.p.1691-94 8. Aru WS, Bambang S, Idrus A., Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid III, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p.1109-37. 9. Bertram G, Katzung. Farmakologi dasar dan klinik Ed 10. Jakarta: EGC;2012.p.53940