TUGAS REFERAT BLOK SISTEM REPRODUKSI “ANEMIA PADA IBU HAMIL”
Pembimbing: dr. Catharina Widiartini, M.Med.Ed. Kelompok 3 : Nur Astuti Harahap
G1A010004
Riza Revina
G1A010012
Nur Fitri Margaretna
G1A010017
Ratih Paringgit
G1A010023
Rinda Puspita A.
G1A010033
Atep Lutpia Pahlepi
G1A010069
Elisabeth Serafiyani
G1A010079
Rizka Dana Prastiwi
G1A010080
Provita Rahmawati
G1A010082
M Keliobas
G1A009137
Andhita Chairunnisa
G1A008115
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh : Kelompok 3
Nur Astuti Harahap
G1A010004
Riza Revina
G1A010012
Nur Fitri Margaretna
G1A010017
Ratih Paringgit
G1A010023
Rinda Puspita A.
G1A010033
Atep Lutpia Pahlepi
G1A010069
Elisabeth Serafiyani
G1A010079
Rizka Dana Prastiwi
G1A010080
Provita Rahmawati
G1A010082
M Keliobas
G1A009137
Andhita Chairunnisa
G1A008115
Disusun untuk memenuhi persyaratan tugas kelompok referat Blok Sistem Reproduksi Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
diterima dan disahkan Purwokerto, Oktober 2012 Dosen Pembimbing
dr. Catharina Widiartini, M.Med.Ed.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya lah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk referat berjudul Anemia pada Ibu Hamil ini dengan tepat waktu. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dr. Chatarina Widhiartini, M.Med.Ed. selaku pembimbing kami yang telah bersedia membimbing dalam proses penyusunan referat ini, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Fakultas kedokteran Unsoed khususnya blok istem Reproduksi yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini. 2. dr. Chatarina Widhiartini, M.Med.Ed yang turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai. Anemia pada ibu hamil, merupakan referat yang telah kami susun secara sistematis. Di dalam referat ini, terdapat beberapa bab yang akan menjelaskan tentang judul tersebut diatas. Pembahasan yang ada telah berdasarkan referensi yang di percaya, sehingga dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi referat. Adapun tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas di blok Sistem Reproduksi dan agar mahasiswa dapat memahami lebih mendalam tentang anemia pada ibu hamil. Dalam penyusunan referat ini masih terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik sangat dibutuhkan untuk perbaikan referat kelompok kami. Terimakasih. Wassalamualaikum wr.wb
Purwokerto, Oktober 2012 Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
Masa kehamilan merupakan masa dimana tubuh sangat membutuhkan asupan makan yang maksimal baik untuk jasmani maupun rohani (selalu rileks dan tidak stress). Di masa-masa ini pula, wanita hamil sangat rentan terhadap menurunnya kemampuan tubuh untuk bekerja secara maksimal. Dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr % terutama pada trimester I dan trimester ke III. Kadar Hb yang normal untuk wanita hamil trimester akhir minimal 10,5 g/dL. Jika kurang, disebut anemia. Pada wanita tidak hamil, kadar normal Hb adalah 1216 g/dL. Penyakit terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam tubuh semasa mengandung. Anemia ini secara sederhana dapat kita artikan dengan kurangnya sel-sel darah merah di dalam darah daripada biasanya (Varney, 2006). Total simpanan besi tubuh pada perempuan tidak hamil adalah 2,2 g dan jumlah ini meningkat 3,2 g pada ibu hamil. Sekitar 500-600 mg di antaranya digunakan untuk membentuk sel darah merah, dan 300 mg di antaranya digunakan oleh janin. Selama kehamilan, jumlah plasma ibu meningkat sampai 50% (sekitar 1000 cc). Jumlah sel darah juga meningkat, tapi hanya 25% dan baru timbul pada kehamilan akhir. Hal inilah yang menyebabkan kadar hemoglobin merosot (Mansjoer dkk, 2008). Anema dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut: anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia hemolitik. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Kekurangan zat gizi yang satu ini merupakan penyebab 75% kasus anemia dalam kehamilan. Angka kejadiannya pada trimester pertama hanya 3-9%, dan meningkat 16-55% pada trimester ketiga. Biasanya anemia jenis ini terjadi pada ibu yang mengalami mual dan muntah yang berlebihan atau memiliki penyakit kronik (Varney, 2006). World
Health
Organization
(WHO)
melaporkan
bahwa
35-75%
perempuan pada negara berkembang dan 18% perempuan pada negara maju mengalami anemia dalam masa kehamilan (WHO, 2001).
Diketahui bahwa 10% - 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada masa kehamilannya. Di dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada di negara berkembang. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Negara berkembang 43 % dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau negara maju. Di Indonesia prevalensi anemia kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% -71.5% dengan rata-rata 63,5%, sedangkan di Amerika Serikat hanya 6%. Di Indonesia khususnya, salah satu sasaran yang ditetapkan pada Indonesia Sehat 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal menjadi n16 per 1000 kelahiran hidup. Seperti yang sudah diulas sekilas diatas, masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah tingginya prevalensi anemia ibu hamil yaitu 50,9% dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Sarwono, 2002). Anemia yang terjadi pada ibu hamil yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan berbagai komplikasi, karena itulah kejadian ini harus selalu diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan abortus, missed abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his, baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan tonia uteri, tensio placenta, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri (Sohimah, 2006). Anemia akibat defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia akibat perubahan fisiologis. Caranya adalah dengan memeriksakan kadar simpanan besi yaitu ferritin dan kadar besi dalam darah yaitu serum iron. Kadar serum iron dan ferritin yang rendah jelas menggambarkan keadaan defisiensi besi. Namun terkadang, defisiensi besi belum sampai menyebabkan simpanan besi tubuh berkurang sehingga yang terlihat dalam pemeriksaan adalah kadar serum iron
yang turun. Jika pasien minum suplementasi besi beberapa hari sebelum pemeriksaan pun, kadar serum iron dapat terlihat normal. Gejala yang umum timbul adalah berdebar-debar, pucat, bernafas lebih cepat, cepat lelah, dan sakit kepala, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Diagnosis Anemia pada ibu hamil biasanya ditegaskan dan dapat diketahui melalui pemeriksaan darah atau kadar hemoglobin (Hb) Selain terapi obat penanganannya dapat dilakukan dengan terapi diet. Untuk memenuhi asupan zat besi, tingkatkan konsumsi bahan makanan tinggi zat besi (Fe) misalnya makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia, tetapi apabila prevalensi anemia tinggi, defisiensi besi biasanya dianggap sebagai penyebab yang paling dominan. Pertimbangan itu membuat suplementasi tablet besi folat selama ini dianggap sebagai salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia. Anemia dapat diatasi dengan meminum tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD). Kepada ibu hamil umumnya diberikan sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi elemental dan 0.25 mg asam folat. Pada beberapa orang, pemberian preparat besi ini mempunyai efek samping seperti mual, nyeri lambung, muntah, kadang diare, dan sulit buang air besar. Agar tidak terjadi efek samping dianjurkan minum tablet setelah makan pada malam hari. (Wasnidar, 2007)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanda dan Gejala Klinis Manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunangkunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. (Wintrobe, 2005). Berkurangnya
hemoglobin
menyebabkan
gejala-gejala
urnum
sepertikeletihan, palpitasi, pucat, tinitus, dan mata berkunang-kunang disamping itu jugadijurnpai gejala tambahan yang diduga disebabkan oleh kekurangan enzim sitokrom,sitikrom C oksidase dan hemeritin dalam jaringan-jaringan, yang bersifat khasseperti pusing kepala, parastesia, ujung jari dingin, atropi papil lidah. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas (Wintrobe, 2005). B. Patogenesis Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb adalah komponen di dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolism. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah, jika jumlah sel darah banyak, jumlah Hb pun banyak. Begitupula sebaliknya jika kekurangan (Sinsin, 2008). Tubuh manusia membutuhkan zat besi untuk sintesis protein yang membawa oksigen, yaitu hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh, dan untuk sintesis enzim yang mengandung zat besi dan turut serta dalam reaksi perpindahan electron suatu reaksi oksidasi-reduksi. Di dalam tubuh manusia, zat besi didistribusikan dalam enam lokasi seperti pada gambar 2.1. Total besi
tubuh pada manusia adalah sekitar 8,3 g sementara pada wanita adalah 2,3 g. Pada wanita, simpanan zat besi tersebut hanya membentuk seperdelapan dari total zat besi dalam tubuh. Lebih kurang dua per tiha dari total zat besi merupakan bentuk fungsional, yang melaksanakan fungsi metabolik atau fungsi enzim. Hampir semua zat besi ini berbentuk hemoglobin yang beredar di dalam sel darah merah (Gibney et al., 2008). Comment [a1]: disalin saja dong...
Gambar 2.1 Lokasi Simpanan Zat Besi di dalam Tubuh (Gibney et al., 2008). Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg. Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Selain itu, ibu hamil memiliki tingkat metabolisme tinggi. Misalnya , untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ, dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktivitas normal sehari-hari. Karena itu, ibu hamil lebih banyak memerlukan zat besi dibanding ibu yang tidak hamil (Sinsin, 2008; Manuaba, 1998). Kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan yaitu 900 mg dengan rincian kebutuhan seperti pada gambar 2.2 (Manuaba, 1998). Comment [a2]: disalin saja
Gambar 2.2 Rincian Kebutuhan Zat Besi Ibu Hamil pada Setiap Kehamilan (Manuaba, 1998). Penulis lain mengatakan bahwa pada gestasi tipikal dengan satu janin, terdapat kebutuhan total ibu akan zat besi yang dipicu oleh kehamilan rata-rata mendekati 1.000 mg dengan rincian seperti pada gambar 2.3 (Leveno, 2009). Comment [a3]: disalin saja
Gambar 2.3 Rincian Kebutuhan Besi Pada Ibu Hamil (Manuaba, 2007). Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Lambat laun hal tersebut mempengaruhi kadar Hb dalam darah. Di dalam tubuh sebagian zat besi dalam bentuk ferritin di hati. Saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, ferritin akan diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah (Sinsin, 2008). Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relative terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr% (Manuaba, 1998).
Comment [a4]: apa ini?
Gambar 2.4 Patogenesis Anemia Defisiensi Fe Pada Ibu Hamil (Sinsin, 2008; Murray, Granner and Rodwell, 2009).
C. Patofisiologi Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Hb adalah komponen dalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolism. Nah, zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Jika jumlah sel darah banyak, jumlah Hb pun banyak. Begitupula sebaliknya jika kekurangan (Sinsin. 2008). Ibu hamil mempunyai tingkat metabolism yang tinggi. Misalnya, untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ, dan juga untuk memproduksi energy agar ibu hamil tetap beraktivitas normal seharihari. Karena itu, ibu hamil lebih banyak memerlukan zat besi disbanding ibu yang tidak hamil (Sinsin. 2008). Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Lambat laun hal tersebut mempengaruhi kadah Hb dalam darah. Di dalam tubuh sebagian zat besi dalam bentuk ferritin di hati. Saat konsumsi zat besi dari makanan
tidak cukup, ferritin inilah yang diambil. Sayangnya daya serap zat besi dari makanan sangatlah rendah (Sinsin. 2008). Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Sinsin. 2008).
D. Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan Laboratorium a. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kwantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Metode pemeriksaan Hb adalah mudah, sederhana dan penting bila prevalensi kekurangan besi tinggi, seperti pada kehamilan. Keterbatasan pemeriksaan Hb adalah spesifisitasnya kurang. Untuk mengidentifikasi anemia defisiensi besi, pemeriksaan Hb, dan hematokrit biasanya sekaligus diukur serta haruss diukur bersama -sama dengan pengujian status besi lain yang lebih selektif, pemeriksaan Hb sensitifitasnya 80-90 % dan spesifisitasnya 65-99% (Ruiz, 2000). b. Penentuan indek eritrosit Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan Flow cytometri atau menggunakan rumus : (Ruiz, 2000) 1) Mean corpusculer volume = MCV (Volume sel rata-rata). MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia
mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70 -100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl. 2) Mean corpuscle heamoglobin = MCH MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam 1 eritrosit. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. 3) Mean corpuscular hemoglobin concentration = MCHC. MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rat-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 3035% dan Hipokrom < 30%. c. Pemeriksaan hapusan darah perifer. Pemeriksaan hapusan darah per ifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan
pembesaran
100
kali
dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan lowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag (Ruiz, 2000). d. Red distribution wide = RDW (Luas distribusi sel merah ) Luas distribusi sel merah adalah parameter sel darah merah masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 % (Ruiz, 2000). e. Eritrosit protoporphirin ( EP )
EP diukur dengan memakai heamatofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tehniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi diurnal yang luas. EP secara luas dipakai dalam surve populasi walaupun dalam praktek klinis masih jarang (Ruiz, 2000). f. Serum iron = SI (Besi serum) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Variasi diurnal ditemukan berbeda 100% selama interval 24 jam pada orang sehat. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik (Ruiz, 2000). g. Serum transferin ( Tf) Transferin adalah protein tranport besi, dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Transferin serum bisa diperkirakan dengan memakai tehnik otomatik dimana kemampuan mengikat besi total (TffiC) yakni jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan (Ruiz, 2000). h. Transferrin saturation = TS (jenuh Transferin ) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi kesumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indek kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. TS dapat menurun pada penyakit peradangan.
Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi (Ruiz, 2000). i. Serum feritin. Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60 -70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan rase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai essay immonoradiometris (IRMA), Radioimmonoassay (RIA), atau Essay immonoabsorben (Elisa) (Ruiz, 2000). j. Reseptor serum t ransferin (TfR) Reseptor serum transferin adalah pengukuran status besi terbaru untuk mendeteksi kekurangan besi pada tingkat seluler. Reseptor transferin
ditemukan pada membran-membran sel memungkinkan transferin yang terikat besi untuk memasuki sel. Apabila suplai besi tidak memadai maka terjadi up-regulasi reseptor transferin untuk menjamin sel dapat bersaing lebih efektif demi zat besi. Jumlah reseptor pada membran sel sebanding dengan reseptor yang ditemukan pada plasma. Peningkatan reseptor serum terjadi pada penderita kekurangan besi eritropoisis ataupun kekurangan besi anemia. Reseptor transferin dapat diukur dengan memakai tehnik Elida monoclonal sensitif. Nilai normal adalah 3
-9 mg/l. Pria dan wanita sehat rata-rata 5,6 mg/l dan
kekurangan besi adalah 18 mg/l. Serum reseptor transferin memberikan suatu pengukuran yang lebih stabil dari pada jenuh transferin. Dimana pada awalnya dipengaruhi oleh perkembangan kekurangan besi fungsional dari indek hematologis tradisional seperti eritrosit protophorpirin ataupun MCV. Perbedaan dengan serum feritin, reseptor transferin tetap saja normal pada penderita peradangan akut, kronis, dan penyakit hati dan sangat efektif untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia penyakit kronis. Reseptor transferin secara khusus penting pada wanita hamil, karena merupakan indikator yang lebih baik terhadap status besi dari pada serum feritin, eritrioprotophorpirin, ataupun volume sel merah rata-rata (Ruiz, 2000). 1. Pemeriksaan sum-sum tulang Pemeriksaan histologi sum-sum tulang dapat menentukan dan menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Dikatakan kekurangan zat besi jika tidak ditemukan atau tidak ada besi retikuler. Pemeriksaan sum sum tulang merupakan gold standart untuk penilaian cadangan besi, namun pemeriksaan ini sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi karena merupakan teknik invasif dan bersifat subyektif (tergantung pada keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum tulang yang memadai dan teknik yang dipergunakan) serta harga pemeriksaan yang mahal (Supandiman,1997).
E. Penegakkan Diagnosis Penegakan diagnosis anemia pada kehamilan berdasarkan gambaran klinis pada saat anamnesis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah dan sum-sum tulang. Pada anamnesis akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual dan muntah yang parah pada kehamilan muda (Trimester 1) (Manuaba, 2007). Untuk memudahkan dan keseragaman Diagnosa Anemia defisiensi Besi, WHO,2001 menetapkan kriteria sebagai berikut: No.
Pemeriksaan
1
Hemoglobin Wanita dewasa hamil
Anemia defisiensi besi
Kadar normal
< 11
12 gr/dl
2
MCHC
< 31
32-35%
3
Serum Iron
< 50
80-160 ugr%
4
TIBC
>400
250-400 ugr%
5
Jenuh Transferin
<15
30-35%
6
Feritin Serum
<12
12-200 ugr/dl
Comment [a5]: mana judul tabelnya?
WHO, 2001 juga membuat derajat keparahan Anemia pada kehamilan yaitu Kriteria Anemia
Kadar Hb
Anemia ringan
10-11 gr/dl
Anemia sedang
7-10 gr/dl
Anemia berat
<7 gr/dl
The Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) sedikit berbeda dengan WHO, menurut CDC kriteria anemia pada kehamilan adalah Hb kurang dari 11 gr / dl untuk trimester I dan III, serta Hb kurang dari 10,5 gr / dl untuk trimester II (Gani, 2002).
Comment [a6]: mana judul tabelnya?
NHANES II dan III ( National Health And Nutrition Examination Survey) membuat definisi Defisiensi Zat Besi adalah bila didapati 2 dari 3 pemeriksaan laboratorium tidak normal, meliputi : (Gani, 2002) 1. Eritrosit Protoporphirin. 2. Jenuh Transferin. 3. Serum Feritin.
F. Rencana Terapi a. Medika Mentosa Penatalaksanaan medika mentosa anemia defisiensi besi pada ibu hamil meliputi beberapa hal, yaitu (Manuaba, 2007): 1. Pemberian preparat besi secara oral contohnya Ferrous fumarate. Per hari dibutuhkan kurang lebih 200 mg. 2. Pemberian preparat besi secara intravena contohnya Ferrum oksidum sakkaratum, Ferigen, ferrivenin, proferrin, vitis, sodium dufferat/ ferronascin, dekstran ferrom. Permberian secra intravena jarang digunakan karena memiliki komplikasi terhadap janin. 3. Bila Hb 5-6 gr % maka dapat dilakukan transfusi darah menggunakan pack cell. Pemberian
preparat
besi
secara
oral
sering
menimbulkan
ketidaknyamanan pada saluran pencernaan, mual muntah, nyeri epigastrium
maupun
konstipasi
jadi
apabila
diperlukan
dapat
menggunakan obat-obatan laksatif (Tucker, 1998). Dosis preparat yang diberikan pada ibu hamil adalah 1-3 tablet per hari dalam dosis terbagi. Disarankan pula ketika mengonsumsi preparat besi 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini dikarenakan zat besi diabsorbsi dengan baik dalam keadaan lambung yang kosong (Morgan, 2009). b. Non Medika Mentosa Penatalaksanaan non medika mentosa anemia defisiensi besi pada ibu hamil meliputi beberapa hal, yaitu (Manuaba, 2001): 1. Tidak meminum kopi dan teh saat mengonsumsi obat atau preparat besi karena akan mengganggu absorbsi obat.
Comment [a7]: ? daftar pustaka?
2. Banyak mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin c karena vitamin c membantu absorbs obat atau preparat besi. 3. Banyak mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti daging, ikan, telur, serta kacang-kacangan.
G. Prognosis Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain. Anemia berat yang tidak terobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum, dan infeksi (Wiknjosastro, 2007).
H. Komplikasi Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun masa nifas. 1. Komplikasi selama kehamilan a. Ancaman timbulnya abortus b. Mudah lelah dan turunnya immature dan premature c. Ancaman timbulnya persalinan immature dan premature(Wasnidar, 2007). 2. Komplikasi selama persalinan a. Partus lama karena inertia uteri b. Pendarahan pasca persalinan c. Atonia uteri d. Hipoksia yang dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan e. Infeksi persalinan dan setelah persalinan(Wasnidar. 2007). 3. Komplikasi terhadap janin a. Kematian prenatal b. Prematuritas c. Cacat bawaan(Wasnidar, 2007).
Comment [a8]: ? di daftar pustaka?
BAB III PEMBAHASAN
A. Teori Baru B. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester berbeda. Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, oleh karena itu pada trimester kedua dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat besi. Oleh karena itu pencegahan anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb 1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral (pemberian ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr diberikan secara intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat besi mempunyai indikasi kepada ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum pemberian rencana parenteral harus dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC. 2. Non medikamentosa a. Tingkatkan konsumsi makanan bergizi yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayur berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe, tahu) b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin C
Comment [a9]: referensi?
c. Hati-hati dalam mengkombinasikan makanan, misalnya minum teh atau kopi bersamaan dengan makan akan mempersulit penyerapan zat besi sedangkan makanan yang mengandung vitamin c dapat membantu tubuh menyerap zat besi
C. Kekurangan dan Kelebihan Teori Baru Dibandingkan Teori Lama Kelebihan dari terapi lama maupun baru yaitu adanya koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan cadangan besi. Tapi kekurangannya dalam pemberian preparat besi secara oral sering menimbulkan ketidaknyamanan pada saluran pencernaan, mual muntah, nyeri epigastrium maupun konstipasi jadi apabila diperlukan dapat menggunakan obat-obatan laksatif. Untuk mengganti simpanan besi, terapi oral harus dilanjutkan selama 3 bulan atau lebih setelah anemia teratasi jadi membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengawasannya.
D. Harapan Dari penjelesan mengenai kelebihan serta kekurangan yang ada pada teori lama dan teori baru dalam penatalaksanaan anemia pada ibu hamil terutama yang disebabkan karena defisiensi besi, semoga memunculkan gairah dan inisiatif agar segera dilakukan penelitian dan evaluasi mendalam oleh para tenaga ahli di Indonesia sehingga mampu menghasilkan faedah seluas-luasnya agar tercapai kemaslahatan bagi pasien ibu hamil, klinisi, maupun masyarakat pada umumnya.
KESIMPULAN
1. Penegakan diagnosis untuk anemia pada ibu hamil didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 2. Pemeriksaan
penunjang
yang
diperlukan
antara
lain
pemeriksaan
laboratorium darah yang meliputi Hb, indeks eritrosit, serum ferritin, EDW, dan pemeriksaan sumsum tulang. 3. Terapi untuk anemia pada ibu hamil yang disebabkan oleh defisiensi besi adalah dengan pemberian preparat besi secara oral dan intravena. 4. Teori barunya yaitu (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari secara oral dan
parenteral (pemberian ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena serta peningkatan asupan makanan tinggi zat besi. 5. Penelitian
lebih
lanjut
sangat
direkomendasikan
sehingga
mampu
menghasilkan faedah seluas-luasnya agar tercapai kemaslahatan bagi pasien anemia ibu hamil, klinisi, maupun masyarakat pada umumnya.
Comment [a10]: untuk semua buku diberi halamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gani R.A, Arnan AK. Hemoglobin concentration, transferin saturation and serum feeritin in pragnancy. (abstrak). The 29th World
Congress of the
International Society of Hematology, Seul 2002. Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., & Arab, L. (2008). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Leveno, K. J. (2009). Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC. Manuaba, I. B. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Manuaba, I. B. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. Mansjoer A, dkk, 2008, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Acsulapius Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2009). Biokimia Harper (27th ed.). Jakarta: EGC. Ruiz -Aruelllews GJ. Clinical utility of the laboratory reports provided by blood cell counters and blood film examination. J Hematol. 2000: 11-13. Sarwono, Prawirohardjo, 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Sinsin, I. (2008). Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sohimah, 2006. Anemia Dalam Kehamilan dan Penanggulangannya. Jakarta: Gramedia Supandiman I.1997.Hematologi Klinik edisi kedua.Bandung:Penerbit Alumni Varney, H.2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC Wasnidar, 2007.
Buku Saku Anemia
Pada Ibu Hamil,
Konsep dan
Penatalaksanaan. Jakarta : Trans Info Media Wiknjosastro, Hanifa.2007. Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Wintrobe MM, Lee GR, Boggs DR, Bithell TC, Atheus JW , editors. Lee GR. Iron deficiency and Iron deficiency anemia. In : Clinical Hemotology. 7th ed, Philadelphia: Lea Febiger; 2005: 621-670. WHO, 2001. Iron Deficiency Anaemia, Assessment, Prevention, and Control, Aguide for programme managers.
Apabila buku ditulis oleh banyak penulis, bagaima penulisannya? (memuat nama penulis bab yang disitasi; judul bab; judul buku) Kog tidak ada artikelnya? Artikel diusahakan mencapai 75% referensi yang dipakai
CATATAN: Hindari penggunaan buku-buku populer (warna merah)