Patofisiologi Patofisiologi menurut Isselbacher (1999;634)
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan
rata-rata
sedimentasi
eritrosit.
Sehingga
mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
BUN level
Creatinin level
Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula. Menunjukkan adanya organisme campuran
Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).
CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat
tata
kilinis
menyarankan
subjucent
osteomyelitis.
Jika
sulit
membedakan selulitis dengan necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan : MRI (Magnetic Resonance Imaging), sangat membantu pada
diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
Pencegahan a. Jika memiliki luka, 1. Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air 2. Oleskan antibiotic 3. Tutupi luka dengan perban 4. Sering-sering mengganti perban tersebut 5. Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi b. Jika kulit masih normal 1. Lembabkan kulit secara teratur 2. Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati 3. Lindungi tangan dan kaki 4. Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial
Komplikasi a. Bakteremia
b. Nanah atau local Abscess c. Superinfeksi oleh bakteri gram negative d. Lymphangitis e. Trombophlebitis f.
Sellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar 8%.
g. Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
Arif, mansjoer. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC. Isselbacher. 1997. A Synopsis of Minor Oral Surgery . Wright: Oxford Tucker.
1988.
Rencana
asuhan
keperawatan
keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
dan
dokumentasi