PATIENT SAFETY
PENGGUNAAN DIAGRAM FISHBONE PADA ROOT CAUSE ANALYSIS DALAM MENGANALISA
MASALAH
"TINGGINYA ANGKA KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL"
OLEH:
MUSTIKA DWI AGUSTIN
0810322020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2011
PENGGUNAAN DIAGRAM FISHBONE PADA ROOT CAUSE ANALYSIS
DALAM MENGANALISA MASALAH
"TINGGINYA ANGKA KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL"
Latar Belakang
Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit
di Indonesia cukup tinggi. Mengingat kasus nosokomial infeksi menunjukkan
angka yang cukup tinggi. Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial
mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Infeksi
nosokomial dapat terjadi mengingat rumah sakit merupakan "gudang" mikroba
pathogen menular yang bersumber terutama dari penderita penyakit menular.
Di sisi lain, petugas kesehatan dapat pula sebagai sumber, disamping
keluarga pasien yang lalu lalang, peralatan medis, dan lingkungan rumah
sakit itu sendiri (Darmadi, 2008). Menurut Soeroso (2000), penderita
infeksi nosokomial sebesar 9% dengan variasi antara 3%-20% dari penderita
rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Di negara berkembang termasuk
Indonesia, rata-rata prevalensi infeksi nosokomial adalah sekitar 9,1 %
dengan variasi 6,1%-16,0%.
Di Indonesia kejadian infeksi nosokomial pada jenis / tipe rumah sakit
sangat beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2004
diperoleh data proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit
pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 orang dari jumlah pasien beresiko
160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien
991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35,7%). Untuk rumah sakit
ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672
(9,1%).
Kejadian infeksi nosokomial belum diimbangi dengan pemahaman tentang
bagaimana mencegah infeksi nosokomial dan implementasi secara baik. Kondisi
ini memungkinkan angka nosokomial di rumah sakit cenderung meningkat.
Karena itu perlu pemahaman yang baik tentang penyebab perkembangan infeksi
nasokomial dan cara pengendaliannya.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah disiplin ilmu baru dalam
bidang ilmu kesehatan yang menekankan pelaporan, analisis, dan pencegahan
infeksi nasokomial guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan Root Cause Analysis
- Identifikasi Insiden yang akan di investigasi:
Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial.
- Identifikasi CMP ( Care Management Problem )
(Brainstorming, Brainwriting)
Penyebab dari infeksi nosokomial:
Penderita
Penting diketahui antara lain : keadaan umum, penyakit penyerta
seperti DM, obesitas atau penyakit khronis lainnya, dan keadaan
kulit penderita, apakah normal atau ada luka. Kulit normal sudah
mengandung banyak kuman yang bisa menjadi penyebab infeksi; ada
kuman komensal, yakni kuman yang "normal" berada dalam pori kulit.
Staf rumah sakit
Dokter dan personil paramedis merupakan sumber infeksi yang
penting dalam terjadinya infeksi nosokomial; perlu diperhatikan
kesehatan dan kebersihannya, pengetahuan tentang septik dan
aseptik, dan ketrampilan dalam menerapkan teknik perawatan.
Peralatan
Adanya keteledoran dalam penggunaan, membersihkan dan
mensterilkan, dan cara menyimpan dan mempertahankan
kesterilannya.
Lingkungan
Kurangnya perhatian terhadap: Kebersihan lingkungan, air yang
dipakai, dan udara supaya tetap bersih, mengalir dan dengan
kelembaban tertentu. Dalam hal tertentu udara perlu disaring
(filtrasi). Bahan yang harus dibuang (disposal) diusahakan tidak
menjadi sumber infeksi, misalnya dengan memakai kantong plastik
yang dapat segera ditutup, tempat-tempat sampah yang tertutup, dan
kadang-kadang perlu fumigasi atau pemusnahan bahan.
- Analisis Informasi
3 Why's
1. Mengapa terjadi peningkatan pada kasus infeksi nosokomial?
Karena adanya kontribusi/ peran dari setiap individu yang
terlibat dalam pelayanan kesehatan yang mengakibatkan munculnya
infeksi nosokomial
2. Apa yang menjadi penyebab dari peningkatan infeksi nosokomial?
Adanya peran dari semua factor, seperti: tenaga medis, pasien,
lingkungan, dan lain-lain.
3. Mengapa tenaga medis, pasien, dan lingkungan dapat menjadi factor yang
mempengaruhi perkembangan infeksi nosokomial? Dan mengapa factor
pemicu tersebut dapat terjadi?
Tenaga medis:
Kurangnya perhatian tenaga medis terhadap prinsip bersih
atau steril selama melakukan tindakan. Masih terdapat perawat
atau dokter yang enggan untuk melakukan cuci tangan dengan
berbagai alasan diantaranya mengaku keterbatasan waktu yang
digunakan untuk melakukan cuci tangan, kondisi pasien, dan
perawat menyatakan mencuci tangan merupakan hal yang dirasanya
kurang praktis untuk dilakukan. Kondisi seperti ini tentu saja
berdampak munculnya masalah seperti terjadinya kasus-kasus
infeksi.
Pasien:
Rendahnya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan, dimana hal ini sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan pasien. Dan hal ini juga dipengaruhi oleh buruknya
komunikasi antara tenaga medis dan pasien, dimana seharusnya
tenaga medis selalu menyampaikan informasi yang lengkap dan
mudah dipahami mengenai prosedur pengobatan dan akibatnya jika
prosedur tersebut tidak dilaksanakan.
Lingkungan:
Penempatan pasien yang tidak sesuai dapat menyebabkan
peningkatan infeksi nosokomial. Pasien seharusnya ditempatkan
sesuai dengan penyakitnya. Hal ini juga akan berkaitan dengan
penyediaan fasilitas di rumah sakit.
Analisis Perubahan
1. Sebelum dan setelah kontak dengan pasien tenaga medis harus
mencuci tangan Tenaga medis sering tidak mencuci tangan
dengan alas an kurang efisien dan keterbatasan waktu.
2. Sebelum melakukan prosedur pengobatan (pemberian pelayanan),
pasien/ keluarga menerima informed consent Saat ini sering
pelaksanaan penjelasan informed consent tidak dilakukan dengan
alasan kondisi darurat atau tidak efisien waktu.
3. Perlindungan universal diterapkan dalam memberikan tindakan
terhadap pasien dengan penyakit apapun Saat ini tenaga medis
sering tidak memperhatikan keselamatan kerja jika berhadapan
dengan pasien dengan keluhan medis ringan.
FishBone / Analisis Tulang Ikan
(terlampir)
Kesimpulan analisa masalah
Dari kasus di atas dapat diinterpretasikan bahwa akar dari
penyebab peningkatan infeksi nosokomial adalah kecerobohan atau
kurangnya kepedulian tenaga kesehatan dalam memperhatikan kebersihan/
kesterilan ketika melaksanakan prosedur pemberian pelayanan kesehatan
kepada pasien mulai dari kebersihan/ kesterilan diri pribadi, pasien,
sampai pada lingkungan.
- Rekomendasi dan Rencana Kerja untuk Improvement
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah masalah terjadi lagi:
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik,
sterilisasi ruang
disinfektan media air bersih.
Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi
yang cukup, dan vaksinasi.
Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya.
1. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan
menjaga hygiene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit
dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya
peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan
mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama.
Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan
melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-
penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan
ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau
keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah
terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan.
2. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan
yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum,
tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya
suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).7 Untuk
mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
Pergunakan jarum steril
Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui
udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas,
mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,
cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti
untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang
kotor, sanrung tangan harus segera diganti.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah,
cairan tubuh, urin dan feses.
3. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa
rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak
dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang
terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai,
kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi
penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang
dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan
udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya
penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun
suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan
serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri.
Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas
dapat menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus
dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah
terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu
bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Mempunyai kriteria membunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan
protein.
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
Efektif
tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
4. Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen
oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut
membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di
antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti
apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang
mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad
renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat
dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita
penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri
oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
5. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah
dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat
diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara,
contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi
berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV.
Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia
dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar
dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan,
peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara
selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang
isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan
penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan
tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.