MESTRUASI DAN PEMASALAHANNYA PEMASALAHANNYA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek Mata Kuliah Ginekologi
Oleh Rahma Winahyu Jannata 011311233030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016
Mestruasi merupakan proses luruhnya dinding rahim (endometrium) disertai perdarahan, terjadi secara teratur/berulang setiap bulan selama masa usia subur, dan membentuk suatu siklus. Siklus tersebut terhitung dari hari pertama menstruasi hingga tepat sebelum teradinya menstruasi kembali. Setiap wanita memiliki siklus mestruasi berbeda-beda yaitu 28 ± 7 hari dengan lama menstruasi 4 ± 2 hari sebanyak 40 ± 20 ml. Siklus ini terdiri atas serangkaian perubahan yang berlangsung bersamaan di ovarium dan dinding uterus, distimulasi oleh perubahan konsentrasi hormon dalam darah. Hormon disekresi saat siklus diatur oleh mekanisme umpan balik negatif. Hipothalamus menyekresi Luteinsing Hormone Releasing Hormone (LHRH), yang menstimulasi hipofisis anterior untuk menyekresi hormon berikut: 1. Follicle-Stimulating Hormone (FSH), meningkatkan maturasi folikel ovarium dan sekresi estrogen yang menyebabkan ovulasi 2. Luteinizing-Hormone (LH), yang memicu ovulasi, menstimulasi perkembangan corpus luteum dan sekresi progesteron Hipothalamus berespon terhadap perubahan kadar estrogen dan progesteron dalam darah. Respon ini berhenti saat kadar estrogen dan progesteron tinggi dan terstimulasi saat , kadar kedua hormon tersebut rendah. (Nurachmah, 2011) Menurut Price dan Wilson (2006) siklus menstruasi dapat dibagi menjadi dua siklus yaitu siklus ovarium dan siklus endometrium. Siklus ovarium dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikuler dan fase luteal. Siklus endometrium dibagi menjadi tiga fase yaitu fase proliferasi, fase sekresi dan fase mentruasi. Jika siklusnya memanjang, fase folikulernya memanjang, sedangkan fase lutealnya tetap. Sedangkan menurut Tontora dan Derrickson (2009) terdapat empat fase menstruasi yaitu fase menstruasi, fase preovulatori, fase ovulasi, dan fase pasca ovulasi. Fase menstruasi berlangung dari permulaan siklus atau hari pertama menstruasi selama 4 ± 2 hari. Pada fase ini terjadi proses luruhnya dinding rahim (endometrium) karena penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone sehingga menstimulasi pelepasan prostaglandin yang menyebabkan kontriksi ateriol spiral. Akibatnya sel-sel pada dinding rahim (endometrium) mengalami kekurangan suplai oksigen kemudian luruh. Fase preovulasi berlangsung dari hari terakhir menstruasi hingga permulaan fase ovulasi. Di ovarium, beberapa folikel sekunder akan mensekresi estrogen dan inhibin. Pada umumnya hanya satu folikel sekunder yang akan berkembang menjadi folikel dominan. Sedangkan folikel lainnya akan mengalami atresi karena penurunan kadar FSH yang disebabkan oleh estrogen dan inhibin yang disekresi folikel dominan. Folikel dominan kemudian berkembang menjadi folikel Graaf dan terus berkembang hingga ± 20 mm dan tersedia untuk ovulasi. Selama proses maturasi folikel, estrogen terus dihasilkan, dan endometrium mengalami proses proliferasi. Fase ovulasi terjadi 14 hari sebelum siklus menstruasi selanjutnya. Kadar estrogen yang tinggi menstimulasi pelepasan GnRH dari hipotalamus. Terjadi lonjakan LH, folikel
Graaf pecah dan terjadi pelepasan oosit sekunder ± 9 jam setelah kadar LH mencapai puncaknya. Fase pasca ovulasi terjadi setelah ovulasi hingga siklus menstruasi selanjutnya. Di ovarium, LH menstimulasi korpus luteum untuk mensekresi progesterone, estrogen, relaksin, dan inhibit. Apabila oosit sekunder yang dilepaskan tidak dibuahi, korpus luteum akan mengalami degenerasi menjadi korpus albicans, terjadi penurunan kadar progesteron, estrogen, dan inhibin yang menyebabkan peningkatan pelepasan GnRH, FSH, dan LH. Peningkatan tersebut memicu perkembangan folikel menuju sikl us yang baru. Namun, apabila oosit sekunder yang dilepaskan telah dibuahi, maka dengan adanya hormon hCG yang dihasilkan chorion dari embrio, korpus luteum tidak mengalami degenerasi. Hormon hCG menstimulasi aktivitas sekretori korpus luteum. Progesterone dan estrogen yang dilepaskan oleh korpus luteum menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar endometrium yang mensekresi glikogen, vaskularisasi di permukaan endometrium, dan penebalan dinding endometrium. Fase pasca ovulasi terjadi selama ± 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut memungkinkan terjadinya pembuahan atau perubahan yang terjadi.
Gambar 1. Skema Perubahan Hormonal Pada Siklus Mestruasi (Sherwood, 2007)
Terdapat permasalahan-permasalahan atau gangguan yang bisa saja terjadi selama proses siklus menstruasi. Gangguan tersebut mungkin berkaitan dengan lamanya siklus mentruasi, atau jumlah dan lama menstruasi, bahkan dapat mengalami kedua gangguan tersebut. (Jones, 2009). Menurut Prawirohardjo (2011) gangguan menstruasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Gangguan lama dan jumlah darah haid 1) Hipermenorea/menoragia Perdarahan berlebih baik dalam jumlah maupun durasi pada siklus menstruasi yang normal. Menurut Varney (2006), hipermenorea/menoregia dapat muncul sebagai kejadian yang terjadi hanya sekali ataupun muncul sebagai pola siklis yang berlanjut.
Kemungkinan Penyebab Hipermenorea/Menoragia Muncul sebagai Kejadian yang Terjadi Hanya Sekali Kehamilan intrauterine/ektopik, Neoplasma tromboplastik gestasional (misal mola hidatidiformis) Infeksi endometriosis, salpingitis Muncul sebagai Pola Siklis Berlanjut Pengunaan AKDR Neoplasia Kista ovarium Fibroid uteri (mioma) Adenomiosis (jaringan endometrium yang berlokasi dalam miometrium) Hiperplasia endometrium Polip Ksrsinoma Kelaiann koagulasi Bawaan (misal penyakit von Willebrand) Didapat [misal idiopatic thrombocytopenia purpura (ITP)]
Farmakologis (misal penggunaan heparin)
Penyakit hati (misal sirosis) Gangguan metabolisme estrogen Penurunan sintesis fibrinogen dan faktor pembekuan Endokrin Hipotiroidisme
2) Hipomenorea Perdarahan berkurang baik dalam jumlah maupun durasi pada siklus menstruasi yang normal. Disebabkan oleh kesuburan endometrium yang kurang akibat dari kurang gizi, penyakit tertentu/menahun, maupun gangguan hormonal. Hipomenire tidak mengganggu fertilitas (Simanjuntak, 2008). b. Gangguan siklus haid 1) Polimenorea Siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya (<21 hari). Dapat disebabkan oleh gangguang hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi berupa pendeknya fase luteal. Selain itu adalah kongesti ovarium karena peradangan, endometritis, dsb. (Simanjuntak, 2008) 2) Oligomenorea Siklus menstruasi lebih panjang dari biasanya (>35 hari). Oligomenorea dapat disebabkan oleh adanya gangguan hormonal, ansietas, stress, penyakit kronis, obatobatan tertentu, bahaya di tempat kerja, lingkungan, status penyakit nutrisi buruk, olahraga yang berat, dan penurunan berat badan yang signifikan. Biasanya pada oligomenorea, jumlah darah haid berkurang. 3) Amenorea Siklus menstruasi tidak berjalan sedikitnya selama tiga bulan berturut-turut. Amenore dikelompokan menjadi dua, yaitu Amenore primer terjadi apabila seorang wanita tidak pernah mengalami menstruasi hingga berusia 18 tahun.
Amenore sekunder terjadi apabila seorang wanita pernah mendapatkan menstruasi kemudian tidak lagi melewati siklus menstruasi tersenut selama tiga bulan atau lebih secara berturut-turut. Menurut Manuaba (2004), penyebab terjadinya amenorea adalah a. Fisiologis Sebelum menarche Hamil dan laktasi Menopause senium b. Kelainan Kongenital c. Didapatkan Infeksi genitalia Tindakan tertentu Kelainan hormonal Tumor pada poros hipothalamus-hipofisis atau ovarium Kelainan dan kekurangan gizi c. Gangguan perdarahan di luar siklus haid 1) Menometroragia Suatu keadaan dimana siklus menstruasi terganggu, perdarahan terjadi dengan interval yang tidak teratur, dengan jumlan ataupun durasi yang bervariasi. Menometroragia memiliki berbagai kemungkinan penyebab sebagai berikut Kehamilan intrauterine/ektopik, Neoplasma tromboplastik gestasional (misal mola hidatidiformis) Infeksi endometriosis, salpingitis Pengunaan AKDR Pasca ligasi tuba (misal kontroversi) Ovulasi Penyebab hormon OCP, Depo, Norplant HRT Obat-obatan herbal Gangguan tiroid Neoplasia Kista ovarium Fibroid uteri (mioma) Adenomiosis (jaringan endometrium yang berlokasi dalam miometrium) Hiperplasia endometrium Polip Ksrsinoma Kelaiann koagulasi Bawaan (misal penyakit von Willebrand) Didapat [misal idiopatic thrombocytopenia purpura (ITP)] Farmakologis (misal penggunaan heparin) Penyakit organ (misal gagal hati, gagal ginjal) (Varney, 2006)
d. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid 1) Dismenorea Nyeri kram atau tegang di daerah perut, mulai terjadi pada 24 jam sebelum siklus menstruasi yang baru dan dapat bertahan 24-36 jam meskipun beratnya hanya berlangsung 24 jam pertama. Kram tersebut terutama dirasakan di daerah perut bagian bawah dan dapat menjalar ke punggung atau permukaan dalam paha, yang terkadang menyebabkan penderita tidak berdaya dalam menahan nyerinya tersebut (Hendrik, 2006). Disminore dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: Disminore Primer Nyeri haid tanpa ditemukan keadaan patologis, berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin yang diproduksi oleh endometrium pada fase poliferasi ke fase sekresi. Peningkatan kadar prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48 jam pertama, sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas keluhan nyeri haid. Disminore Sekunder Nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai keadaan patologis di organ genitalia, misalnya endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang panggul, perlekatan panggul, atau irritable bowel syndrome. Menurut Rahmaiah (2006) terdapat beberapa faktor resiko terjadinya disminorea primer, yaitu: Menarche dini pada kondisi alat-alat reproduksi yang belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan dapat memicu rasa nyeri ketika menstruasi. Belum pernah hamil dan melahirkan. Perempuan yang hamil ataupun pernah melahirkan leher rahimnya melebar sehingga sensasi nyeri haid/disminore berkurang bahkan bisa hilang Durasi mestruasi bertambah dapat menimbulkan kontraksi uterus yang lebih lama, prostaglandin yang dikeluarkan semakin banyak. Produksi prostaglandin yang berlebih dapat menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang lebih lama dna terus menerus dapat menyebabkan suplai darah ke uterus kurang lancar sehinggal muncul rasa nyeri. Usia, semakin tua maka siklus mestruasi yang dilalui semakin lama, leher rahim bertambah lebar sehingga kejadian dismenorea jarang ditemukan. Mengonsumsi alkohol dapat menganggu fungsi hati sehingga estrogen tidak bisa disekresi tubuh, akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis. Merokok dapat meningkatkan durasi menstruasi sehingga lamanya disminorea pun dapat meningkat. Tidak pernah olahraga. Kurangnya aktifitas terutama selama menstruasi dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Stress dapat menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah.
Dismenore merupakan permasalahan dalam siklus menstruasi yang paling sering dialami oleh wanita terutama remaja. Hal tersebut berdampak pada kegiatan atau aktivitas harian mereka, tak jarang dismenore dianggap menyebabkan menurunnya kualitas hidup wanita. Menuaba (2004) mengkalasifikasikan dismenore berdasarkan derajat nyerinya menjadi tiga kelompok berikut: Dismenore ringan Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah perut bawah. Dimenore sedang Dismenore yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. Dismenore berat Dismenore berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat menstruasi dan menyebar ke pinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dismenore berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama satu hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan. 2) Sindroma prahaid Sindroma prahaid erat kaitannya dengan dismenorea yang dapat dirasakan ringan sebelum menstruasi dan semakin memberat selama 24 jam pertama menstruasi atau lebih. Dismenore tidak hanya berdampak pada gangguan aktivitas harian saja tetapi juga dari segi fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi (misal konflik emosional, ketegangan, kegelisahan, rasa tidak nyaman, sering marah, cepat letih, cepat lelah, dll).
DAFTAR PUSTAKA
Nurachmah, Elly dan Rida Angriani. 2011. Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hendrik, F. 2006. Problema Haid . Jakarta: Tiga Serangkai. Jones, Derek Illewelyn. 2009. Panduan Terlengkap Tentang Kesehatan, Kebidanan, dan Kandungan. Jakarta: Delaprasta. Manuaba. 2004. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prince, A. S, Wilson, M. L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC. Rahmaiah, S. 2006. Mengatasi Gangguan Mesntruasi. Yogyakarta: Diglosia Medika. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed. 6 . Jakarta: EGC. Simanjuntak, P. 2008. Gangguan Haid dan Siklusnya . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Tontora, G. J, Derrickson, B. H. 2009. Pronciples of Anatomy and Physiology Ed. 20. Asia: Wiley. Vaney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC.