PAPER TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HILIR “Teknologi Pengolahan Kopi Celup”
Disusun oleh : Kelompok 7 1. Corin Lailatul Khusna
121710101094
2. Firdyan Septianta
121710101113
3. Hidayatul Fijriyah
121710101127
4. Larasati Gandaningarum
121710101130
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012). Upaya meningkatkan produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar dunia (Rahardjo, 2012). Kopi biji sebagai hasil pengolahan hulu dari buah kopi dapat diolah menjadi berbagai produk hilir salah satunya ialah kopi celup. Kopi celup merupakan kopi bubuk yang mempunyai rasa yang khas dan praktis dibawa kemana pun tanpa menghilangkan aroma serta cita rasanya. Kopi celup juga merupakan salah satu produk inovasi dari pengolahan kopi sangat beraneka ragam. Oleh karena itu, dewasa ini terdapat banyak pengolahan kopi celup yang dapat kita pelajari dalam usahanya meningkatkan nilai jual dari produk hulu yaitu biji kopi.
1.2
Tujuan Mengetahui konsep dasar dan mengaplikasikan teknologi pengolahan kopi hilir mengenai teknolohi pengolahan kopi celup.
BAB 2. PEMBAHASAN 2.1
Kopi Celup (Coffee Bags) Kopi Celup merupakan kopi bubuk yang mempunyai rasa yang khas, menurut banyak orang jika membawa kopi bubuk dari luar kota sampai di tempat tujuan aroma dan cita rasanya berbeda dengan aslinya. Dari sinilah kopi celup diciptakan dengan cita rasa dan aroma khas dan berbeda dengan kopi lainnya. Kopi celup juga merupakan salah satu produk inovasi dari pengolahan kopi yang sangat beraneka ragam. Kopi celup sangat praktis dan mudah dihindangkan bagi penggemar kopi dan sangat cocok untuk trend atau gaya hidup yang modern dan dinamis saat ini. Jadi kopi celup sangat mengutamakan kepraktisan bagi konsumen penikmat kopi (Mahardika,2011). Prosedur pembuatan kopi celup cukup sederhana dimulai dari proses pengeringan biji kopi, penyangraian, penyaringan bubuk kopi, pengisian pada kemasan filter dan pengemasan produk. Pada dasarnya kopi celup sama seperti teh celup, kopi celup diperoleh dari biji kopi yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk seperti filter (saringan). Dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena kopi celup merupakan kelanjutan dari proses pembuatan kopi instan.
2.2
Proses Pengolahan Kopi Celup
2.2.1 Pengeringan Biji Kopi Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55%. Dengan jalan pengeringan, kandungan air yang masih terkandung dalam biji kopi dapat diuapkan. Pengeringan biji kopi dilakukan menggunakan mesin pengering dengan prinsip aliran udara sehingga biji kopi benar-benar kering dengan kadar air kurang dari 10-13%. Untuk mempercepat waktu pengeringan biasanya digunakan pengering dengan panas yaitu penjemuran atau menggunakan oven. Berikut adalah metode pengeringan biji kopi : a. Pengeringan dengan panas matahari. Metode ini merupakan metode pengeringan biji kopi yang diletakkan pada lantai penjemuran hingga merata atau para-para. Tetapi cara ini kurang efisien sebab memerlukan banyak tenaga dan menyulitkan pekerjaan (kurang efisien).
b. Pengeringan dengan bahan bakar. Dalam proses pengeringan ini, biji kopi yang masih basah diserakkan di atas lantai besi tipis-tipis dengan merata dan selalu di bolak-balik. c. Pengeringan dengan mesin pengering. Mesin tersebut terdiri dari tromol besi yang besar dan dindingnya berlubang-lubang kecil. (AAK, 1988).
2.2.2 Penyangraian (Roasting) Biji kopi yang telah kering kemudian dilakukan penyangraian (Roasting). Penyangraian menggunakan mesin penyangrai tabung berputar dengan kapasitas 3-13 kg. Suhu yang digunakan dalam proses penyangraian yaitu sekitar 1700C-2500C selama 20 menit tergantung sistem pengapian dan jumlah kopi yang di sangria. Proses penyangraian ini dapat merubah warna biji kopi menjadi gelap merata dan membentuk aroma khas biji kopi. Proses pengolahan bubuk kopi sukses apabila berada pada penyangraian yang tepat. Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis. Proses ini ditandai dengan adanya evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangria. Pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan
suhu penyangraian. Berdasarkan suhu
penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 193 °C sampai 199 °C, medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang digunakan 213 °C sampai 221 °C. Light roast menghilangkan 35% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan dark roast menghilangkan 8-14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994). Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara
panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985). Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light), medium dan gelap (dark). Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 1900C-1950C, sedangkan untuk tingkat sangrai medium adalah di atas 2000C. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 2050C (Mulato, 2002). Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari outlet khusus dan digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati outlet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).
2.2.3 Pendinginan Biji Sangrai (Tempering) Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Ini untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, flavor, volume atau tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya kebidang datar (Pangabean, 2012). Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato, 2002).
2.2.4 Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai (Grinding) Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut dalam air seduhan (Mulato, 2002). Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+bebas di dalam seduhan makin berkurang secara signifikan. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).
2.2.5 Ekstraksi Proses ekstraksi menggunakan alat yaitu percolator (penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini terjadai didalam 6 percolator (penyaring kopi) berdasarkan prinsip counter curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhunya 180°C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100°C. Penggunaan suhu air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Akibat penggunaan suhu tinggi adalah menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi hidroulik (suhu air 173°C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air tersebut mengumpulkan sisa padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak terekstraksi akan secara sengaja terbawa
ke kolom percolator berikutnya dan terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran. Larutan Ekstraks bergerak ke depan secara kontinue dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut 25-35 %. Pengisian air panas mengalir secara kontineu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak. Setelah mencapai kolom terakhir larutan ekstrak dialirkan, didinginkan dan ditranfer ketangki penyimpanan (stroge tank). Kopi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying dan frezee drying, namun biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut lainnya dan kemudian mengkonsentratkan cairan tersebut dengan cara melewatkan melalui evaporator konvensional sebagaimana, yang digunakan proses evaporasi pada industri pengolahan susu. Cairan konsentrat tersebut kemudian disimpan sementara ditangki penyimpanan untuk menunggu proses pengeringan. Ampas kopi bubuk yang dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke tempat pembuangan karena masih mengandung 70% kadar air.
2.2.6 Drying a. Spray Drying Proses Spray drying terjadi didalam tower silindris yang besar dengan dasar kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran angin udara panas sekitar 250°C. Partikel-partikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar. Udara yang telah terpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi adalah diproduksinya partikel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan rusaknya kualitas dan
rendahnya mutu produk akhir. Selain itu makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi. Untuk meningkatkan daya larut dalam air dan membentuk butiran biasanya ditingkatkan dengan proses aglomerasi. Proses aglomerasi dicapai dengan membasahi partikel bubuk, membiarkannya bergabung dan kemudian mengeringkannya kembali. b. Freeze Drying Prinsip kerja Freeze drying meliputi pembekuan larutan, menggranulasikan larutan yang beku tersebut, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublin dan akan menghasilkan produk padat (solid product). Pada prakteknya, ekstrak kopi difilter dan dikumpulkan pada tangki utama, kemudian cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar. Setelah itu di bawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan ethylene glycol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama 20-30 menit dengan temperatur -40°C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lemping beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. Partikel-partikel disaring untuk keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata. Granula-granula yang membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan vakum yang dioperasikan secara batch atau kontineu. Selama proses pengeringan suhu produk umumnya tidak lebih dari 50°C.
2.2.7 Aromatisasi Produk akhir Spray Drying dan Freeze drying akan kehilangan aroma, sehingga pada perusahaan industry biasanya dilakukan aromatisasi untuk memberikan aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai bahan pembawa aroma volatile dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida.
2.2.8 Pengisian pada Kemasan Filter Bubuk kopi yang telah terbentuk kemudian dikemas dalam kantong bundar sehingga dapat disajikan dengan mudah hanya menambahkan air panas tanpa ada proses penyaringan lagi. Kantong kopi dicelupkan dan tidak akan meninggalkan ampas. Dengan teknologi osmo filter tersebut cita rasa serta aroma khas kopi konsisten dan tidak berubahubah karena osmofilter mampu mengunci dan menyaring kopi. Selain itu juga sangat ekonomis dalam segi penggunaannya. Osmo filter merupakan teknologi yang sangat tepat untuk proses penyaringan kopi. Salah satunya adalah struktur kertas yang didesain khusus untuk kopi sehingga mampu menyimpan aroma dan rasa kopi. Kemudia saat diseduh poripori osmofilter akan melepaskan dan juga menyaring kopi sehingga hanya kandungan kopi yang baik yang akan dikeluarkan dari kantong sehingga menghasilkan kopi yang berwarna cerah dan jernih tanpa ampas. 2.2.9 Pengemasan Kopi celup juga harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan yang sesuai sebelum didistribusikan ke toko-toko, ritel atau untuk pesanan pasar. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari absorbsi kelembaban atmosfir yang tidak hanya menyebabkan produk menggumpal (mengeras/memadat) juga mempercepat penurunan (deterioration) aroma. Kemasan standar yang digunakan saat ini kertas membran atau alumunium foil dan kaleng dari bahan timah. Kaleng kosong biasanya disediakan bersama dengan tutup, cincin dan membran yang dimasukkan menuju mesin pengisi dalam keadaan posisi terbalik. Setelah pengisian, alas kemasan dikelim dan ketas lebel ditempelkan dikemasan. Untuk produk ritel, kemasan yang digunakan berupa botol gelas dengan tutup plastik berulir. Tutup yang digunakan disuplai dengan kertas membran, yang dilekatkan dengan menggunakan lilin.
BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pemahaman mengenai teknologi pengolahan kopi celup dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kopi Celup merupakan kopi bubuk yang mempunyai rasa yang khas, praktis dan efisien dalam penggunaanya. 2. Pada dasarnya kopi celup sama seperti teh celup, kopi celup diperoleh dari biji kopi yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk seperti filter (saringan). 3. Secara umum proses pengolahan kopi celup adalah pengeringan biji kopi, penyangraian, penggilingan, penyaringan bubuk kopi, pengisian pada kemasan filter dan pengemasan produk. 4. Proses pengolahan kopi celup merupakan kelanjutan dari pengolahan kopi instan dan sama dengan kopi bubuk hanya saja kemasan yang digunakan pada kopi celup ialah osmofilter sebagai kemasan yang mampu menjaga cita rasa dan aroma khas kopi tetap konsisten.
3.2 Saran Referensi atau literature yang cukup sedikit mengenai cara pengisian bubuk kopi ke dalam kemasan osmofilter menyebabkan sedikit pula pemahaman tentang hal tersebut. Maka perlunya penambahan pengetahuan teknologi osmofilter khususnya pada kopi celup.
DAFTAR PUSTAKA
Kuper, Jhon H. 2009. Basic of Coffee Roasting. Hawaii Coffee Asociatiaon 14th ANNUAL COFERENCE AND TRADE SHOW. Hawaii.
Mahardika, Edi Tri. 2011. Peluang Bisnis Kopi Celup. Jurusan Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM. Yogyakarta
Prasetiono. R.A. 2004. Pengaruh variasi penambahan ekstrak kencur pada pembuatan kopi kencur instan. Tidak dipublikasikan skripsi. Jember, FTP UNEJ. Retnandri dan Moelyarto, 1991. Kopi : Kajian social ekonomi. Yogyakarta, Aditya Media. Ridwansyah, 2003. Pengolahan kopi , Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian . USU. Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta, Kanisius. Sivetz M, Desrosier NW. 1979. Coffee Technology. Westport Connecticut: AVI. Spillane, James. 1990. Komoditi Kopi: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Sulistyowati. 2004. Uji Organoleptik Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia: Jember. Tobing. 2009. Pengendalian Fermentasi dengan Pengaturan Konsentrasi Ragi dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Kopi Instan secara Mikroenkapsulasi. Depatremen Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara.